Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PRINSIP KESANTUNAN

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pragmatik

Dosen pengampu: Taswirul Afkar, M.Pd

Disusun oleh:

M. Irsyaddillah (51806130014)
Silfi Dian Putri (51806130022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita
banyak nikmat yang tidak disadari kita sebagai makhluk-Nya. Penyusun juga bersyukur karena
telah dilimpahkan hidayah-Nya berupa iman dan islam. Sholawat dan salam juga marilah tetap
kita curah limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita jalan
kebenaran.

Berkat nikmat dan hidayah–Nya pula penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Terima kasih juga penulis sampaikan pada dosen pengampu mata kuliah
Pragmatik Bapak Taswirul Afkar, M.Pd dan semua pihak yang telah memberi dukungan
terhadap penyusunan makalah ini.

Penyusun sangat menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari isinya maupun struktur penulisannya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis
butuhkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan bagi penyusun khususnya. Aamiin.

Mojokerto, 28 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................4

A. Prinsip Kesantunan...............................................................................................................4

1. Skala Kesantunan Leech...................................................................................................4

2. Skala Kesantunan Brown And Levinson..........................................................................5

3. Skala Kesantunan Robin Lakoff.......................................................................................6

BAB III PENUTUP.........................................................................................................................8

A. Kesimpulan...........................................................................................................................8

B. Saran.....................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dikaidahkan. Dalam menggunakan bahasa,
pikiran juga berperan untuk dapat menghasilkan suatu ucapan yang baik dan benar.
Melalui bahasa dapat memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sosial. Tanpa adanya bahasa segala kegiatan manusia dalam
masyarakat tidak dapat terwujud dengan baik.
Menurut Chaer (2010:14) ‘‘Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer
yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial’’. Melalui
bahasa, manusia berinteraksi menyampaikan informasi kepada sesamanya.
Menurut Chaer (2010:15) ‘‘Bahasa digunakan oleh penuturnya untuk
berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan’’.
Menurut Allan (Wijana, 1996:45) ‘‘Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti
halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila
manusia terlibat didalamnya. Dalam berbicara, penutur dan lawan penutur sama-sama
menyadari bahawa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan
bahasanya, dan interpretasi-interpretasi terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan
penyimapangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu’’. Ilmu bahasa
mempunyai berbagai cabang, salah satunya pragmatik.
Menurut Tarigan (2009:31) ‘‘Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara
bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman
bahasa dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan
serta penyelarasan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat’’.
Menurut Leech dalam Wijana (1996:3) menyatakan ‘‘pragmatik sebagai cabang
ilmu bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi, morfologi,
sintaksis dan semantik’’. ‘‘Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku
dalam keseluruhan situasi pemberian dan penerimaan tanda’’ George dalam Tarigan
(2009:30). Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi, tidak hanya

1
lewat tanda verbal atau tata cara berbahasa, ketika berkomunikasi tidak hanya sekedar
menyampaikan ide yang dipikirkan.
Menurut Rahardi (2005:60-66) dalam bertutur yang santun, agar pesan dapat
disampaikan dengan baik pada peserta tutur, komunikasi yang terjadi perlu
mempertimbangkan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa. Menurut Leech dalam Rahardi
(2005:59) Prinsip kesantunan adalah sebagai berikut: (1) maksim kebijaksanaan, (2)
maksim kedermawanan, (3) maksim penghargaan, (4) maksim kesederhanaan, (5)
maksim Permufakatan, (6) maksim kesimpatisan’’ Leech dalam Rahardi (2005:59).
Keenam maksim terpusat pada keharusan untuk memaksimalkan keuntungan mitra tutur
dan dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Pranowo (2014:182) ‘‘faktor
penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa
menjadi santun atau tidak santun’’. Kesantunan berbahasa dapat diidentifikasikan faktor
penentunya yaitu menggunakan tuturan tidak langsung biasanya lebih santun
dibandingkan dengan tuturan langsung, pemakaian bahasa dengan kata kias lebih santun
dibandingkan dengan kata lugas, ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih
santun dibandingkan dengan ungkapan biasa, tuturan yang dikatakan berbeda dengan
yang dimaksudkan biasanya tuturan lebih santun dan tuturan dikatakan secara implisit
lebih santun dibandingkan tuturan yang eksplisit.
Menurut Leech dalam Rahardi (2005:66) untuk mengukur peringkat kesantunan
dalam tuturan digunakan skala pengukur peringkat kesantunan sebagai dasar acuan dalam
penelitian kesantunan. Skala kesantunan Leech dalam Rahardi (2005:66) adalah sebagai
berikut skala kerugian dan keuntungan, skala pilihan, skala ketidak langsungan, skala
keotoritasan dan skala jarak sosial.skala kesantunan Brown and Levinson dalam Rahardi
(2005:68) adalah sebagai berikut, skala skala peringkat jarak sosial antara penutur dan
mitra tutur, skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur, skala peringkat
tindak tutur. Dan ada juga skala kesantunan menurut Robin Lakof dalam Rahardi
(2005:70) adalah sebagai berikut, skala formalitas, skala ketidaktegasan dan skala
peringkat kesekawanan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana skala kesantunan menurut Leech ?
2. Bagaimana skala kesantunan menurut Brown and levinson ?
3. Bagaimana skala kesantunan menurut Robin Lakoff ?

C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan skala kesantunan menurut Leech.
2. Untuk mendeskripsikan skala kesantunan menurut Brown and levinson.
3. Untuk mendeskripsikan skala kesantunan menurut Robin Lakoff.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Kesantunan
Sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai
dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan.
Ketiga macam skala itu adalah (1) skala kesantunan menurut Leech (2) skala kesantunan
menurut Brown and Levinson dan (3) skala kesantunan menurut Robinn Lakoff.

1. Skala Kesantunan Leech


Di dalam model kesantunan Leech (1983) dalam Rahardi (2005 : 66), setiap
interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah
tuturan.
Kelima skala pengukur kesantunan Leech (1983) adalah cost-benefit scale atau
skala kerugian dan keuntungan, Optionality scale atau skala pilihan, Indirectness scale
atau skala ketidak langsungan, Authority Scale atau skala keotoritasan, dan Sosial
distance scale atau skala jarak sosial.
1) Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar
kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada
sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin
dianggap santunlah tuturan itu. Demikian juga sebaliknya.
2) Optionality scale atau skala pilihan, menunjukkan kepada banyak atau sedikitnya
pilihan (options) yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur di dalam
kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur
menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah
tuturan itu.
3) Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan, menunjukkan kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian
sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap
semakin santunlah tuturan itu.

4
4) Authority Scale atau skala keotoritasan, menunjukkan kepada hubungan status
sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh
jarak sosial (rank rating) antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang
digunakan akan 26 cenderung semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak
peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat
eksantunan tuturan yang digunakan dalam bertuturan itu.
5) Sosial distance scale atau skala jarak sosial, menunjukkan kepada peringkat
hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah
pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di
antara keduannya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian
sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur,
akan semakin santunlah tuturan yang digunkan itu. Dengan perkataan lain, tingkat
keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan
peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.

2. Skala Kesantunan Brown And Levinson


Berbeda dengan yang disampaikan oleh Robin Lakoff (1973), di dalam model
kesantunan Brown Levinson (1987) dalam Rahardi (2005:68) terdapat tiga skala
penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala
termaksud ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapnya
mencakup skala-skala berikut: (1) Social distance between speaker and hearer, (2) the
speaker and hearer relative power, (3) the degree of imposition associated with the
required expenditure of goods or services. Berikut uraian dari setiap skala termaksud
satu demi satu.
1) Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between
speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis
kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Sebagai contohnya, berkenaan dengan
perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya di dapatkan bahwa
semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertutur akan semakin
tinggi. Begitu juga sebaliknya.

5
2) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer
relative power) atau seringkali disebut peringkat kekuasaan (power rating)
didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai
contoh, dapat disampaikan bahwa di dalam ruang periksa rumah sakit, seorang
dokter memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan 24 seorang pasien.
Demikian pula di dalam kelas, seorang guru memiliki peringkat kekuasaan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang siswa.
3) Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating atau
lengkapnya the degree of imposition associated with the required expenditure of
goods or services didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan
tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat khusus, bertamu di
rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertamu wajar akan dikatakan
sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesantunan yang
berlaku pada masyarakat tutur itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap
sangat wajar dalam situasi yang berbeda. Pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan
dan pembakaran gedung-gedung atau perumahan, orang berada di rumah orang lain
atau tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak ditentukan.

3. Skala Kesantunan Robin Lakoff


Robin Lakoff (1973) dalam Rahardi (2005 : 70) menyatakan tiga ketentuan untuk
dapat dipenuhinya kesantunan di dalam kegiatan bertutur. Ketiga ketentuan ini secara
berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut : (1) skala formalitas (formality scale),
(2) skala ketidaktegasan (hesitancy scale) dan (3) skala kesamaan atau kesekawanan
(equality scale). Berikut uraian dari setiap skala kesantunan itu satu demi satu.

1) Skala kesantunan pertama, yakni skala formalitas (formality scale) dinyatakan


bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan
bertutur. Tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh
berkesan angkuh. Di dalam kegiatan bertutur, masing-masing peserta tutur harus
dapat menjaga keformalitasan dan menjaga jarak yang sewajar-wajarnya dan
senatural-naturalnya antara yang satu dengan yang lainnya.

6
2) Skala yang kedua, yakni skala ketidaktegasaan (hesitancy scale) atau seringkali
disebut dengan skala pilihan (optionality scale) menunjukkan bahwa agar penutur
dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-
pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua pihak. Orang yang tidak
diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur
karena akan dianggap tidak santun.
3) Skala kesantunan yang ketiga, yakni peringkat kesekawanan atau kesamaan
menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, orang haruslah bersikap ramah dan
selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak lain.
Agar tercapai maksud yang demikian, penutur haruslah dapat menganggap mitra
tutur sebagai sahabat. Dengan mengannggap pihak yang satu sebagai sahabat bagi
pihak lainnya, rasa kesekawanan dan kesejajaran sebagai salah satu prasyarat
kesantunan akan dapat tercapai.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skala kesantunan Leech dalam Rahardi (2005:66) adalah sebagai berikut skala
kerugian dan keuntungan, skala pilihan, skala ketidak langsungan, skala keotoritasan dan
skala jarak sosial.skala kesantunan
Skala kesantunan menurut Brown and Levinson dalam Rahardi (2005:68) adalah
sebagai berikut, skala skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur, skala
peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur, skala peringkat tindak tutur.
Skala kesantunan menurut Robin Lakof dalam Rahardi (2005:70) adalah sebagai
berikut, skala formalitas, skala ketidaktegasan dan skala peringkat kesekawanan.

B. Saran
penerapan kesantunan berbahasa perlu diperbanyak dan lebih didalami karena
penerapan. kesantunan berbahasa sangat penting dan berguna untuk kehidupan
bermasyarakat agar hubungan sosial antar peserta tutur dapat terjaga dengan baik dan
harmonis.

8
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, Agustina Leonie. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tarigan,Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

9
10

Anda mungkin juga menyukai