Anda di halaman 1dari 10

Hasil Analisis Studi Kasus Video Pembelajaran

Kelompok 5

Nama Anggota :

1. Feronika Daonik Nadeak (7193250021)


2. M. Fauzan Adli (7193540007)
3. Michael Situmorang (7193240006)
4. Rianti Hasibuan (7191240001)
5. Putri Sri Nigie Pakpahan (7193540015)
6. Putri Permatasari Mendrofa (7191240011)
7. Tio Dora Parasian Silalahi (7193540005)

Berdasarkan hasil pengamatan video pembelajaran, terdapat studi kasus permasalah


yang terjadi dalam ketenegakerjaan di Indonesia sebagai berikut:

1) Tenaga Kerja Indonesia Masih berkualitas Rendah


Daya saing dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia menjadi relatif rendah.
Salah satu penyebab utamanya adalah tingkat pendidikan tenaga kerja yang masih
rendah. tingkat pendidikan suatu negara dapat dilihat dan dijadikan indicator tentang
kualitas tenaga kerja negara tersebut. Indonesia masih rendah dalam hal tingkat
pendidikannya hal ini menyebabkan penguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi menjadi rendah jika dibandingkan dengan negaranegara tetangga.
Minimnya penguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan
rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap
daya saing produk dan jasa karena rendahnya kualitas dan kuantitas hasil produksi.
Dengan demikian, cara meningkatkan kualitas tenaga kerja dapat diupayakan oleh 3
pihak, tidak hanya kewajiban bagi pemerintah, namun pihak swasta dan juga individu
memiliki peran untuk meningkatkannya. Berikut upaya yang dapat meningkatkan
kualitas tenaga kerja di Indonesia.
1. Upaya Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja dari Pemerintah
Sebagai penanggung jawab kesejahteraan tertinggi atas kesejahteraan rakyat,
berikut upaya Pemerintah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja:
- Mendirikan lembaga pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
masyarakat seperti Balai Latihan Kerja (BLK) atau lembaga yang berdiri
dilingkungan masyarakat seperti PKK dan Karang Taruna.
- Menyusun dan melaksanakan program-program yang sekiranya
mendukung tercapainya system ketenagakerjaan yang ideal.
- Meningkatkan kualitas serta produktivitas tenaga kerja dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan gratis sehingga tidak menjadi penghalang
bagi pesertanya.
- Peningkatan kualitas guru/pelajar dengan sertifikasi, pelatihan dan alokasi
tunjangan.
- Peningkatan materi pembelajaran, seperti menciptakan kurikulum yang
dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan persyaratan dunia kerja,
juga berkualitas.
- Peningkatan kualitas pendidikan baik dalam pendidikan formal maupun
Nonformal.
2. Upaya Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja dari Pihak Swasta
Pihak yang banyak menggunakan jasa tenaga kerja juga memiliki hubungan
timbal balik satu sama lain. Pihak tenaga kerja membutuhkan perusahaan agar
memperoleh upah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan perusahaan
membutuhkan agar usaha yang dijalankannya terus berjalan.. Maka dari itu,
adanya upaya dari pihak swasta juga dibutuhkan seperti hal-hal berikut:
- Bekerjasama dengan lembaga pendidikan
- Mengapus aturan yang dapat menghambat kualitas tenaga kerja
- Menerapkan bonus (Reward) dan Sanksi (Punishment)
- Mengadakan pelatihan dan seminar
- Meningkatkan kualitas kesehatan
- Upaya Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja Oleh Individu
3. Pihak yang terakhir merupakan individu, akan sia-sia jika kedua pihak sudah
mengupayakan berbagai macam hal namun tidak ada upaya dari individu itu
sendiri.Berikut adalah langkah yang dapat dilakukan seorang individu:
- Membekali diri dengan kemampuan yang dibutuhkan perusahaan
- Meningkatkan kemampuannya dalam hal keterampilan, Bahasa serta
wawasan
- Disiplin dan bekerja keras
- Tetapkan tujuan yang jelas
- Minimalisir gangguan dan focus
- Membaca hal baru setiap hari
- Kenali kelemahan pada diri sendiri, dll
2) Tingkat Partisipasi Angkatan kerja Meningkat dan Jumlah Pengangguran
Berkurang
Secara umum tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia
kerja. Penduduk yang tergolong dalam tenaga kerja jika penduduk tersebut memasuki
usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun- 64
Tahun. Terdapat adanya hubungan antara kesempatan kerja dan jumlah
pengangguran. Ketika angkatan kerja meningkat, maka dapat mengurangi jumlah
tigkat pengangguran. Berdasarkan data BPS pada Februari 2019, dari total angkatan
kerja sebanyak 136, 18 juta orang tercatat ada sebanyak 129, 36 juta orang adalah
penduduk yang bekerja dan sebanyak 6, 82 juta orang menganggur. Sehingga bias
dilihat ada perbandingan setahun yang lalu, jumlah penduduk yang bekerja bertambah
sebesar 2, 29 juta orang sedangkan jumlah pengangguran berkurang 50 ribu orang.
Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja juga
meningkat. TPAK pada februari tahun 2019 tercatat sebesar 69, 32% mengalami
peningkatan 0.12 %n dibandingkan pada februari 2018 berjumlah 5, 13% turun
menjadi 5, 01% pada fdebruari 2019. Sedangkan jika dilihat dari daerah tempat
tinggal, TPT diperkotaan tercatat lebih tinggi disbanding wilayah perdesaan. Pada
2019, TPT diperkotaan sebesar 6, 30% sedangkan TPT di wilayah perdesaan sebesar
3, 43%. Tetapi jika dibandingkan setahun yang lalu baik didesa maupun dikota TPT
mengalami penurunan masing- masing sebesar 0, 045% dan 0, 27%. Adapun factor-
faltor yang mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja antara lain: (1) Umur, (2)
Status perkawinan (3) Tingkat pendidikan (4) Daerah tempat tinggal, (5) Pendapatan,
(6) Agama
Pemerintah dalam hal ini sangat mengharapkan penduduk mampu
meningkatkan jumlah partisipasi angkatan kerja karna semakin meningkatnya
partisipasi angkatan kerja akan membuat jumlah pengangguran semakin berkurang.
Jumlah pengangguran yang berkurang akan berdampak pada perekonomian
masyarakat yang membaik dan tingkat kesejahteraan yang meningkat. Selain itu,
dalam hal ini jumlah patisipasi angkatan kerja harus memiliki kualitas. Adapun upaya
yang dilakukan dalam meningkat kualitas kerja yang dilakukan oleh pemerintah yaitu:
 Meningkatkan kualitas serta produktivitas tenaga kerja dengan mengadakan pelatihan-
pelatihan yang tidak memungut biaya sehingga masyarakat yang ingin mengikuti
pelatihan tidak merasa diberatkan
 Menyusun dan melaksanakan program- program yang mendukung tercapainya system
ketenagakerjaan yang ideal
 Pendirian lembaga pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat seperti
balai latihan kerja
 Menyusun kurikulum pendidikan yang mampu mencetak lulusan yang berkualitas dan
sesuai dengan syarat- syarat dunia kerja.
3) Tingkat Produktivitas dan Upah yang Rendah
Daya saing suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas tenaga kerjanya.
Kualitas tenaga kerja memainkan peran vital dalam proses produksi. Dibandingkan
dengan tenaga kerja di negara-negara ASEAN khususnya Malaysia, Vietnam,
Thailand, kualitas tenaga kerja Indonesia masih terbilang rendah. Kualitas tenaga
kerja yang rendah ini tercermin dari rendahnya tingkat produktivitas per pekerja.
Masalahnya, tingkat produktivitas ini akan mencerminkan tingkat upah di pasar
tenaga kerja. Dalam prakteknya, penetapan tingkat upah pekerja tidak diserahkan
pada mekanisme pasar. Alasannya, dalam situasi dimana terdapat surplus tenaga
kerja, mekanisme pasar bisa menurunkan tingkat upah jauh di bawah tingkat
kelayakan hidup. Beberapa temuan penting antara lain, hasil analisa dengan
menggunakan metode panel data terbukti bahwa Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara
signifikan dan berkorelasi positif mempengaruhi besaran Upah Minimum Propinsi di
Indonesia.
Produktivitas tenaga kerja merupakan produktivitas parsial dalam suatu
industri, namun dari tingkat produktivitas yang ada, perusahaan/industri yang
menggunakan labour intensif mempunyai tingkat produktivitas yang lebih rendah
daripada perusahaan/industri yang capital intensif. Tingkat produktivitas, inflasi,
pengangguran dan upah tahun sebelumnya mempunyai pengaruh yang signifikan
dalam menentukan kenaikan upah di Indonesia. Namun demikian, nampak bahwa
tingkat pengangguran tidak signifikan secara statistik. Tingginya pengangguran tidak
mampu menurunkan upah pada tingkat tertentu, meskipun secara teoritis tingkat
pengangguran berpengaruh secara negatif. Produktivitas mempunyai pengaruh yang
besar dalam menentukan pergerakan tingkat upah di Indonesia, dengan nilai elastisitas
produktivitas terhadap upah sebesar 0,820. Adapun cara meningkatkan produktifitas
manajemen proyek sebagai berikut:
1. Merencanakan untuk masa depan dalam jangka panjang
2. Tidak cepat merasa puas dengan mutu produk
3. Membuat pengendalian statistik terhadap proses produksi dan minta
kepada pemasok melakukan yang sama
4. Berhubungan dengan pemasok yang terbaik dan sesedikit mungkin
5. Temukan apakah masalah-masalah terbatas pada bagian-bagian tertentu
proses produksi atau berasal dari keseluruhan proses itu sendiri
6. Dorong departemen-departemen untuk bekerja sama dengan erat
ketimbang berkonsentrasi pada divisi atau departemen
7. Latih karyawan dengan keterampilan-keterampilan baru sewaktu muncul
kebutuhannya
8. Mengupgrade ketrampilan buruh
9. Stabilitas hubungan antara pengusaha, pekerja dan buruh mesti dijaga
dengan baik
4) Tenaga kerja Indonesia kalah saing dengan negara lain
Daya saing Indonesia dengan negara lain masih cukup rendah Berdasarkan
hasil survey yang dilakukan dari laporan global competitiveness Index (GCI) 2019
yang dirilis world economic forum menyebutkan peringkat daya saing turun ke posisi
50 dari 141 negara yang disurvei. Dimana, skor daya saing Indonesia pada tahun 2019
turun 0,3 poin ke level 64,6 poin dari skala 0-100. Jika dibandingkan dengan negara
singapura, Indonesia mengalami ketertinggalan yaitu singapura yang berada di
peringkat pertama dengan skor 84,8 poin. Kemudian Indonesia juga kalah saing dari
Malaysia yang berada di peringkat 27 dengan skor 74,6 poin maupun Thailand di
posisi 40 dengan skor 68,1 poin.
Kemudian daya saing tenaga kerja Indonesia masih tergolong cukup rendah,
menurut laporan world talent ranking 2018, skor Indonesia 51,3 dan menempati 45
dari 63 negara yang diteliti. Meskipun begitu, peringkat Indonesia meningkat
dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada 2016 dan 2017, Indonesia berada di
peringkat 47

Terjadinya perbedaan daya saing tenaga dipengaruhi oleh beberapa faktor


Pertama, investasi dan pengembangan tenaga kerja (pengeluaran untuk pendidikan,
program magang, dan pelatihan keterampilan). Kedua, penarik tenaga kerja (biaya
hidup, motivasi bekerja, dan kualitas hidup). Ketiga, kesiapan tenaga kerja
(pertumbuhan kuantitas dan kualitas tenaga kerja serta link and match antara
pendidikan dan industri). Terjadinya daya saing salah satunya disebabkan oleh tingkat
pendidikan hal ini membuat tenaga kerja memiliki upah yang rendah sehingga tidak
mampu bersaing dengan negara negara lain. Hal ini membuat pemerintah berusaha
untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia agar bisa bergerak dari negara
berpenghasilan menengah (middle income countries) menjadi negara berpenghasilan
tinggi (high income countries). Caranya, dengan inovasi sumber daya alam (SDA)
dan meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan keterampilan tenaga kerja melalui
pelatihan dan program magang agar siap memasuki pasar kerja serta mampu bersaing
dengan tenaga kerja asing dan memiliki skill yang sesuai dengan permintaan tenaga
kerja. Kemudian dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja pemerintah dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, memperkuat integrasi perekonomian nasional dengan perekonomian
global, khususnya di bidang perdagangan dan investasi. Pemerintah juga
diharapkan mampu mendorong perusahaan nasional untuk berpartisipasi dan
menjadi bagian dari jaringan produksi global (global production networks).
Kedua, perekonomian harus mampu mengalokasikan sumber daya yang
memungkinkan tenaga kerja dan modal masuk ke sektor-sektor yang paling
produktif. Sektor yang produktif akan menjadi tempat bagi munculnya tenaga
kerja produktif yang berdaya saing.
Ketiga, pemerintah perlu mendorong perusahaan melakukan investasi dan
inovasi dalam bidang pendidikan dan keterampilan tenaga kerja. Dorongan ini
memungkinkan perusahaan memiliki tenaga kerja dengan kapasitas dan
kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan proses produksi, teknologi,
dan perubahan tata aturan perdagangan internasional.
5) Investasi Asing lebih sedikit dan berfokus pada ekstraksi SDA
Keuntungan berinvestasi di Indonesia bagi investor Asing
Investasi merupakan salah satu upaya dan aspek yang memiliki peran yang
penting dalam pembangunan nasional atau pembangunan negeri. Semakin tinggi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara biasanya investasi yang
dimiliki oleh negara itu memiliki angka yang tinggi.Indonesia merupakan tujuan
investasi yang sangat tepat untuk para investor asing, Mengapa? Karena bila para
investor asing melakukan dan menanamkan investasi di Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar untuk mendapatkan keuntungan. Faktor utama yang menjadi salah
satu faktor penting investor asing melirik indonesia yaitu karena faktor sumber daya
alam. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah, mulai dari
sumber daya minyak bumi, sumber daya hasil tambang, maupun sumber gas alamnya.
Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar yang menjadi salah satu sorotan
didunia karena memiliki letak yang sangat strategis. Jadi banyak sekali faktor yang
menarik dan menguntungkan apabila investor asing melakukan investasi di
Indonesia.Terdapat beberapa factor penarik yang menarik investor melakukan
investasi diindonesia yaitu:
- Sumber Daya Alam
- Demografis
- Iklim Perekonomian dan Investasi yang baik
- Stabilitas Politik yang Baik
- Peran Global Indonesia

Hal-hal tersebut sangat menguntung bagi kalian para investor asing untuk
melakukan investasi di Indonesia. Banyak faktor yang bisa didapatkan pastinya bagi
para investor yang melakukan investasi di Indonesia, karena Indonesia merupakan
negara yang kaya, aman, dan stabil.Akan tetapi, bagi investor asing harus tetap
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang mereka jalani dan lakukan selama
melakukan investasi di Indonesia. Selain mendapatkan keuntungan dan hak selama
menanamkan investasi di Indonesia, pastinya setiap kewajiban yang harus dilakukan
dan dipenuhi oleh para investor asing juga harus dilakukan terlebih dahulu, agar tidak
merugikan satu dengan hal lainnya.

6) Struktur perekonomian di Indonesia cenderung tidak kondusif untuk menopang


pembentukan pekerjaan kelas menengah
Dikutip dari CNN Indonesia (2021), World Bank berpendapat bahwa Indonesia
masih sulit untuk menciptakan lapangan kerja berstatus menengah (middle-class
jobs). Sebanyak 2/3 lapangan pekerjaan di Indonesia termasuk dalam sektor jasa
berkualitas rendah. Alasannya adalah:
1. Transformasi struktural yang terjadi tidak meningkatkan produktivitas pekerja,
sehingga penciptaan lapangan kerja menengah sulit terwujud.
2. Sebanyak 2/3 pekerjaan merupakan usaha rumah tangga dengan 45 juta
pemilik dan 38 juta pekerja, dimana hampir semuanya berstatus informal.
3. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia tidak memiliki keterampilan untuk
pekerjaan di kelas menengah. Pekerjaan kelas menengah cenderung
membutuhkan skill khusus berupa kemampuan berpikir yang kuat,
kemampuan interpersonal dan kemampuan digital, diimbangi dengan wawasan
di bidang sains, teknologi, teknik, matematika atau administrasi bisnis.
Menurut World Bank, dari sekitar 85 juta orang Indonesia yang memiliki
penghasilan, hanya 15,4 persen yang mendapatkan penghasilan kelas menengah.
Selain itu, hanya tujuh persen dari 49 juta tenaga yang mendapatkan upah yang juga
menghasilkan pendapatan setara kelas menengah, menikmati manfaat sosial secara
utuh, dan memiliki status sebagai pegawai tetap. Agar Indonesia dapat mencapai cita-
citanya untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi, maka perlu diciptakan
lingkungan yang mendukung, di mana pekerjaan kelas menengah dapat tumbuh dan
berkembang. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan hal ini
diantaranya adalah:
 Mempercepat pertumbuhan produktivitas secara menyeluruh melalui
penerapan berbagai kebijakan secara efektif untuk mendorong masuk dan
berkembangnya perusahaan-perusahaan baru, sehingga tercipta kompetisi
dan inovasi.
 Memfasilitasi pembelajaran dan pelatihan yang mencakup seluruh angkatan
kerja, serta mendukung peningkatan partisipasi dan keberhasilan
perempuan di pasar kerja.
 Strategi promosi untuk penanaman modal baru di sektor-sektor yang
kemungkinannya akan menciptakan pekerjaan kelas menengah, seperti
misalnya sektor manufaktur.
7) Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Terus Meningkat
Industri manufaktur terus menyerap tenaga kerja dalam negeri seiring adanya
peningkatan investasi atau ekspansi. Ini menjadi salah satu efek berantai dari aktivitas
industrialisasi yang sekaligus turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.“Pada
tahun 2018, sektor industri manufaktur menyerap tenaga kerja sebanyak 18,25 juta
orang. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72 persen terhadap total tenaga kerja
nasional,”
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, selama periode empat tahun
terakhir, penyerapan tenaga kerja di sektor industri terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2015, industri membuka lapangan kerja sebanyak 15,54 juta orang,
kemudian naik di tahun 2016 menjadi 15,97 juta orang. Pada tahun 2017, sektor
manufaktur menerima tenaga kerja hingga 17,56 juta orang dan melonjak di tahun
2018 menjadi 18,25 juta orang. “Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4
persen dan ini diperkirakan bisa menambah lagi penyerapan tenaga kerjanya di tahun
2019,” Adapun enam besar sektor industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja
banyak, yakni industri makanan dengan kontribusi hingga 26,67 persen, disusul
industri pakaian jadi (13,69%), industri kayu, barang dari kayu dan gabus (9,93%).
Selanjutnya, industri tekstil (7,46%), industri barang galian bukan logam (5,72%),
serta industri furnitur (4,51%).Airlangga menegaskan, ada tiga pilar utama yang perlu
menjadi perhatian untuk memacu pertumbuhan industri nasional, yaitu investasi,
teknologi, dan sumber daya manusia (SDM). “Nah, ketersediaan SDM yang terampil
sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri,”
.“Dalam penguatan kualitas SDM-nya, perlu dilakukan melalui redesain kurikulum
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri di era industri 4.0 serta
program talent mobility untuk profesional,” Dalam menghadapai revolusi industry 4.0
pemerintah menjalankan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan vokasi, setelah
fokus pada pembangunan infrastruktur. Dalam penguatan kualitas SDM-nya, perlu
dilakukan melalui redesain kurikulum pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan
industri di era industri 4.0 serta program talent mobility untuk profesional
Implementasinya, Indonesia akan merombak kurikulum pendidikan dengan lebih
menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics
(STEAM). Selain itu, fokus untuk meningkatkan kualitas unit pendidikan vokasi. Di
tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis
memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4 persen pada tahun 2019.
Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri
makanan dan minuman (9,86%), permesinan (7%), tekstil dan pakaian jadi (5,61%),
serta kulit barang dari kulit dan alas kaki (5,40%). Adapun yang harus di persiapkan
untuk meningkatkan SDM adalah Program SDM compete. Dimana, Kemenperin telah
memiliki berbagai program strategis dalam menciptakan SDM industri kompeten.
Misalnya, melalui pelaksanaan pendidikan vokasi dengan model dual system atau
sistem ganda yang diadopsi dari Jerman dan Swiss, yakni 70 persen praktik dan 30
persen teori. Dan pemerintah juga menggelar program pelatihan industri berbasis
kompetensi dengan sistem 3 in 1 (Pelatihan, Sertifikasi, dan Penempatan Kerja) yang
ditargetkan dapat menjaring 72.000 peserta.

Anda mungkin juga menyukai