Anda di halaman 1dari 3

Nama guru : Dewi Sartika, S.Pd., M.Pd.

Mata pelajaran yang diampu : IPA

Lama mengajar di SMPN 17 : ± 9 tahun

Berdasarkan hasil wawancara di SMP Negeri 17 Pekanbaru dengan salah


satu guru yaitu Ibu Dewi Sartika, S.Pd., M.Pd., mengenai anak berkebutuhan
khusus diketahui bahwa ada salah satu murid yang merupakan anak berkebutuhan
khusus. Anak tersebut berada di kelas VII5 yang kebetulan Ibu Dewi sebagai wali
kelasnya.

Menurut hasil wawancara penulis kepada Ibu Dewi, karena SMP Negeri
17 Pekanbaru merupakan sekolah umum, tidak ada pengkhususan terhadap murid
tersebut., guru mata pelajaran tetap mengajar seperti biasa, seharusnya memang
ada guru yang khusus untuk menangani.

Apakah murid tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan baik?

Dia hanya melihat saja, tidak pernah merespon. Terkadang dia hanya
mengangguk, tersenyum, jika diminta untuk mengerjakan tugas dia mengerjakan
tetapi memang kemampuannya kurang.

Apakah ketika Ibu Dewi mengajar murid tersebut melakukan kegiatan


lain?

Tidak. Dia hanya diam, mendengarkan, apa yang diminta untuk dikerjakan
maka murid tersebut mengerjakan.

Bagaimana dengan nilai akademik murid tersebut?

Nilainya jauh dari standar. Tetapi terkadang jika ulangan yang kebetulan
soal objektif, murid tersebut bisa menjawabnya. Apakah memang bisa atau asal
menebak tidak diketahui. Tetapi untuk tugas individu kebanyakan tidak
dikerjakan, seperti IPA Ibu Dewi pernah mengajarkan materi tentang rantai
makanan dan meminta murid-muridnya untuk membawa bahan dari rumah tetapi
murid tersebut tidak ada membawa. Diminta untuk dikerjakan di rumah pun,
sampai hari ini (hari wawancara) tidak ada dikumpulkan.

Ibu Dewi juga mengatakan, awal masuk murid-murid diminta membayar


uang pakaian, murid tersebut baru membayar untuk satu pakaian jadi setiap hari
murid tersebut memakai pakaian tersebut. Tetapi sekarang murid tersebut sudah
mendapat baju seragam lainnya.

Apakah murid tersebut dijauhi oleh teman-temannya?

Jika dalam pergaulan tidak, murid tersebut memiliki teman non-muslim


(murid tersebut non-muslim). Tetapi di dalam kelas murid tersebut di dudukkan
dengan murid ranking satu tidak ada perubahan juga. Inteaksi dengan teman-
teman yang lain tidak ada. Sama guru juga tidak ada. Jika ditanya, murid tersebut
hanya cengengesan.

Apakah orangtuanya tidak menanyai tentang murid tersebut?

Sepertinya tidak. Karena kebetulan orangtua perempuan dari murid


tersebut sudah tidak tinggal bersama dengan murid tersebut. Murid tersebut
tinggal bersama tantenya.

Apakah ibu pernah memberikan motivasi atau arasan kepada murid


tersebut?

Sudah pernah mencoba berbicara tetapi obrolan tidak menyambung sama


sekali.

Kebetulan Ibu Dewi pernah mengajar di SLB. Jika dibandingkan dengan


anak SLB, keadaan murid tersebut termasuk parah. Karena ada sebagian murid
SLB tidak menangkap tetapi mereka ada interaksi. Sedangkan murid tersebut
tidak menangkap interaksi pun tidak ada. Seharusnya ada penanganan yang lebih.
Tetapi sudah dibicarakan dengan orangtua dari murid tersebut tidak ada
tanggapan. Karena tidak semua orangtua yang menerima keadaan anaknya
dikatakan seperti itu.
Guru tidak mengambil keputusan sendiri, tetapi ada beberapa guru yang
memiliki pengalaman mengajar di SLB yang menilai bahwa murid tersebut
memang tidak mampu menerima pelajaran seperti murid-murid lainnya. Ditambah
interaksi tidak ada, lingkungan tidak mendukung dan orangtua juga tidak
mendukung. Dipanggilpun respon murid tersebut tidak ada, murid tersebut hanya
tertawa.

Menurut Ibu Dewi murid tersebut bukan murid autis, tetapi kategori
tunagrahita. Karena tunagrahita itu perkembangan otak tidak sesuai dengan
perkembangan tubuh. Daya tangkapnya tidak sama dengan anak normal.
Seharusnya murid tersebut dibawa ke orang yang lebih ahli agar tidak
memperparah keadaannya.

Anda mungkin juga menyukai