Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Aspek Psikososial dari Keperawatan Kritis”

Dosen Pembimbing:
Ns. Andi Lis Arming Gandini., M. Kep ( Koordinator )

Ns. Arsyawina., S.ST., M. Kes ( Pengajar )

Di Susun Oleh :
1. Abigael Rante Toding
2. Andi Astillawati
3. Maria Goreti Timung
4. Nana Husneriyana
5. Suriansyah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
Rahmat dan Hidayah – Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Aspek
Psikososial dari Keperawatan Kritis”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali
menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Keperawatan Gawat
Darurat dan Kritis. Selain itu, agar pembaca juga dapat memperluas ilmu yang berkaitan dengan
judul makalah yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan hasil
kegiatan yang telah dilakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada dosen
pembimbing dan pengajar yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran dalam penyelesaian
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Dan
kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke
depannya. Akhir kata penulis mengucapkan Wassalamu’alaikum wr. wb.

Berau, Agustus 2022

Kelompok 3

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar ……………………………………………………………..2

Daftar Isi ……………………………………………………………………3

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


……………………………………………….4
1.2. Rumusan Masalah
……………………………………………4
1.3. Tujuan Penulisan
……………………………………….........5
BAB II Pembahasan
2.1. Aspek Psikososial dari Keperawatan Kritis ……………….....6
2.2. Patofisiologi, Farmakologi dan Terapi Diet
Pada kasus Kritis ……………………………………………..7
2.3. Asuhan Keperawatan Kritis……………………………………12
2.4. Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier pada Kasus Kritis
Berbagai Sistem ………………………………………………17
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan …………………………………………………..20
3.2. Saran ………………………………………………………….20
Daftar Pustaka ……………………………………………………………..21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketika merawat pasien kritis perawat dituntut untuk secara seimbang


memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun pasien dan keluarganya.
Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang
bagaimana keperawatan kritis yang dialami akan mempengaruhi kesehatan
psikososial pasien, keluarga dan petugas Kesehatan. Dalam keperawatan, keadaan
sehat dan sakit jiwa merupakan suatu rentang yang dinamis dari kehidupan
seseorang. Keadaaan penyakit kritis sangat besar pengaruhnya terhadap
kedinamisan dari rentang sehat sakit jiwa karena dalam keadaan mengalami
penyakit kritis, seseorang mengalami stress yang berat dimana pasien akan
mengalami kehilangan kesehatan, kehilangan kemandirian, kehilangan rasa nyaman
dan rasa sakit akibat penyakit yang dideritanya. Semua keadaan tersebut bisa
memperburuk status kesehatan mereka. Sebagai seorang perawat kritis, perawat
harus mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan pasien termasuk masalah
psikososialnya. Perawat tidak boleh hanya berfokus pada masalah fisik yang
dialami pasien. Kegagalan dalam mengatasi masalah psikososial pasien bisa
berdampak pada semakin memburuknya keadaan pasien karena pasien mungkin
akan mengalami kecemasan yang semakin berat dan menolak pengobatan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana aspek psikososial dalam keperawatan kritis?

4
1.2.2. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada kasus kritis
dengan gangguan berbagai sistem?
1.2.3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis pada berbagai sistem ?
1.2.4. Bagaimana Pencegahan primer, sekunder, dan tersier pada masalah kasus
kritis berbagai sistem?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan makalah ini agar mahasiswa dapat menjelaskan
aspek psikososial dari keperawatan kritis

1.3.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus yang lebih spesifik dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.3.2.1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi,
farmakologi dan terapi diet pada kasus kritis dengan gangguan
berbagai sistem.
1.3.2.2. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan kritis pada
berbagai sistem
1.3.2.3. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan primer, sekunder,
dan tersier pada masalah kasus kritis berbagai sistem.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Psikososial Aspek dari Keperawatan Kritis


Perawatan pada pasien yang mengalami kondisi kritis di rawat ruangan khusus
yaitu ICU ( Intensive Care Unit). Ruangan ini digambarkan sebagai ruangan yang
penuh stress tidak hanya bagi pasien dan keluarganya, tetapi juga bagi tenaga
kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut (Jastremski, 2000). Hal lain yang
merupakan stressor bagi pasien yang dirawat di ICU adalah kurangnya kontak
dengan keluarga mereka padahal mereka sangat membutuhkan kehadiran
keluarganya dalam keadaan mereka yang kritis seperti itu (Davis-Martin,1994).
Keluarga membutuhkan informasi tentang perkembangan pasien. Pada umumnya
ICU masih membatasi kunjungan keluarga (Jastremski, 2000). Karena itu bagi
perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di ruangan ICU perlu
memahami tentang stressor (penyebab stress) di ruangan ini dan juga tentang
bagaimana mengatasi stress tersebut. Ketika merawat pasien kritis perawat dituntut
untuk secara seimbang memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun
pasien dan keluarganya. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami itu
mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.
Dalam keperawatan, keadaan sehat dan sakit jiwa merupakan suatu rentang
yang dinamis dari kehidupan seseorang. Keadaaan penyakit kritis sangat besar
pengaruhnya terhadap kedinamisan dari rentang sehat dan sakit jiwa, karena dalam
keadaan mengalami penyakit kritis ini, seseorang mengalami stress yang berat
dimana pasien mengalami kehilangan kesehatan, kehilangan kemandirian,
kehilangan rasa nyaman dan rasa sakit akibat penyakit yang dideritanya. Semua

6
keadaan tersebut bisa memperburuk status kesehatan mereka. Sebagai seorang
perawat kritis, perawat harus mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan pasien
termasuk masalah psikososialnya. Perawat tidak boleh hanya berfokus pada
masalah fisik yang dialami pasien. Kegagalan dalam mengatasi masalah
psikososial pasien bisa berdampak pada semakin memburuknya keadaan pasien
karena pasien mungkin akan mengalami kecemasan yang semakin berat dan
bahkan menolak untuk diberikan pengobatan.

2.2. Patofisiologi, Farmakologi dan Terapi Diet pada Kasus Kritis


2.2.1. Patofisiologi pada Kasus Kritis

Pasien Kritis Penurunan Kesadaran Bed Rest

Immobility

Perubahan  PerubahanRespirasi
Usia Hemodinamik  Perubahan
Kardiovaskuler
Kecemasan  Blood Preasure
 Perubahan Metabolisme
 Mean Arterial
Nyeri  Perubahan
Presure
Gastrointestinal
 Heart Rate
Ketakutan  Gangguan Keseimbangan
 Respiratory Rate Cairan dan Elektrolit
Obat – obatan  Sa02  Perubahan Integumen

Penatalaksanaan Perubahan MAP


dan SaO2
1. Farmakologis
 Sedasi Keterangan Gambar :
Keterangan
(Benzodiazepin, :
propofol, : proses yang akan terjadi
haloperidol
 Analgesik opioid
2. Non Farmakologis
 Relaksasi 7
 Terapi Musik
 Mobilisasi Progresif
: Proses yang mempengaruhi
mmempmempengaruhi

2.2.2. Farmakologi pada


2.2.2.1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pada umumnya pasien yang sakit kritis mendapatkan terapi
sedasi atau analgesik untuk mengatasi rasa nyeri dan kecemasan
yang bertujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap
lingkungan. Yang biasa digunakan adalah Sedasi dengan
benzodiazepine (midazolam, lorazepam, diazepam), sedasi
dengan propofol, sedasi dengan haloperidol, analgesik opioid
(morfin, fentanyl dan hydromorfon).
2.2.2.2. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Terapi ini merupakan tambahan di luar terapi utama (medis) dan
berfungsi sebagai terapi pendukung untuk mengontrol gejala,
meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap
penatalaksanaan pasien secara keseluruhan diantaranya dapat
berupa relaksasi dalam, terapi music, mobilisasi
(Widyatuti,2008).

2.2.3. Terapi Diet pada Kasus Kritis


Nutrisi pada berbagai kondisi dan penyakit, diantaranya:
2.2.3.1. Nutrisi pada Keadaan Trauma
Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut
karena hipermetabolisme yang persisten, yang mana akan
menekan respon imun dan peningkatan terjadinya kegagalan multi
organ (MOF) yang berhubungan dengan infeksi nosokomial.
Pemberian substrat tambahan dari luar lebih awal akan dapat
memenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhan metabolik

8
yang dapat mencegah atau memperlambat malnutrisi protein akut
dan menjamin outcome pasien. Nutrisi enteral total (TEN/Total
Enteral Nutrition) lebih dipilih dari pada TPN karena alasan
keamanan, murah, fisiologis dan tidak membuat hiperglisemia.
Intoleransi TEN dapat terjadi, yaitu muntah, distensi atau
cramping abdomen, diare, keluarnya makanan dari selang naso
gastrik. Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali
pasien mengalami malnutisi berat.

2.2.3.2. Nutrisi pada Pasien Sepsis


Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure (TEE) pada minggu
pertama kurang lebih 25 kcal/kg/ hari, tetapi pada minggu kedua
TEE akan meningkat secara signifikan. Kalorimetri indirek
merupakan cara terbaik untuk menghitung kebutuhan kalori,
proporsi serta kuantitas zat nutrisi yang digunakan. Pemberian
glukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4 – 5
mg/kg/menit dan memenuhi 50 – 60% dari kebutuhan kalori total
atau 60 – 70% dari kalori non protein. Pemberian glukosa yang
berlebihan dapat mengakibatkan hipertrigliseridemia,
hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi, peningkatan produksi
CO2 yang dapat memperburuk insufisiensi pernafasan dan
ketergantungan terhadap ventilator, steatosis hepatis, dan
kolestasis. Pemberian lemak sebaiknya memenuhi 25 – 30% dari
kebutuhan total kalori dan 30 – 40% dari kalori non protein.
Kelebihan lemak dapat mengakibatkan disfungsi neutrofil dan
limfosit, menghalangi sistem fagositik mononuklear, merangsang
hipoksemia yang dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi dan
cedera membran alveolokapiler, merangsang steatosis hepatik,
dan meningkatkan sintesis PGE2. Dalam keadaan katabolik,
protein otot dan viseral dipergunakan sebagai energi di dalam otot
dan untuk glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin).

9
Kebutuhan protein melebihi kebutuhan protein normal yaitu 1,2
g/kg/protein/hari. Kuantitas protein sebaiknya memenuhi 15 –
20% dari kebutuhan kalori total dengan rasio kalori non protein/
nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1.

2.2.3.3. Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure) ARF
Secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
energi. Meski demikian kondisi traumatik akut yang menetap
dapat meningkatkan REE (misalnya pada sepsis meningkat
hingga 30%). Adanya Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis,
penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi insulin
menyebabkan uremia akut, asidosis atau peningkatan
glukoneogenesis. Pada pasien ARF membutuhkan perhatian yang
hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan penggunaan insulin
dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar
euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 – 25% dari
energi total. Meski demikian lipid sangatlah penting karena
osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber energi, produksi
CO2 yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau
asamamino diberikan 1,0 – 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya
penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 – 2,5 g/kg/hari)
pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat terapi
menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki
klirens urea mingguan yang lebih besar.

2.2.3.4. Nutrisi pada Pankreatitis Akut


Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa
pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan
penyakit. Nutrisi parenteral pada pankreatitis akut berguna
sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi. Mortalitas

10
dilaporkan menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi,
terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan
berat. Pada pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi
isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme
protein. Oleh karena itu, pemberian energi hipokalorik sebesar 15
– 20 kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada
pasien-pasien non bedah dengan MOF. Pemberian protein sebesar
1,2 – 1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien
pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan
apabila nyeri sudah teratasi dan enzim pankreas telah kembali
normal. Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat dan protein
dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan
dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 – 6 hari.

2.2.3.5. Nutrisi pada Penyakit Hati


Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid
harus diberikan dengan hati-hati untuk mencegah
hipertrigliseridemia, yaitu tidak lebih dari 1 g/kg perhari.
Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis,
mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan
hati-hati menuju ke arah pemberian normal. Ensefalopati hepatik
menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs)
mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik
serebral, yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien
dengan intoleransi protein, pemberian nutrisi yang diperkaya
dengan BCAAs dapat meningkatkan pemberian protein tanpa
memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati
fulminan dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi
hipoglikemia yang memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid
dapat diberikan, karena masih dapat ditoleransi dengan baik.

11
Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat
keparahan cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien
sakit kritis memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi
sakitnya. Pada sakit kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya
IL-1, IL-6, dan TNF) dan peningkatan produksi “counter regulatory
hormone” (misalnya katekolamin, kortisol, glukagon, GH), yang dapat
menyebabkan serangkaian proses yang mempengaruhi seluruh sistem
tubuh dan menimbulkan efek yang jelas pada status metabolik dan nutrisi
pasien. Penilaian secara objektif status nutrisi pasien di ICU adalah sulit,
karena proses dari penyakit mengacaukan metode penilaian yang kita
gunakan. Status nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang
memerlukan beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-
indikator nutrisi, intake nutrisi, dan pemakaian / pengeluaran energi.
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan
energi dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding seperti uremia,
dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia,
koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Pada pasien sakit
kritis tujuan pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk
pemenuhan kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori
mungkin dapat merugikan karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis
dan peningkatan CO2 yang menyebabkan ketergantungan terhadap
ventilator dan imunosupresi. Secara umum dapat diuraikan tujuan
pemberian dukungan nutrisi pada kondisi kritis adalah meminimalkan
keseimbangan negatif kalori dan protein dan kehilangan protein dengan
cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan fungsi jaringan
khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan, dan
memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan
menggunakan substrat khusus.

2.3. Asuhan Keperawatan Kritis

12
2.3.1. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan
mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi
kegagalan. Pengkajian meliputi proses pengumpulan data, validasi data,
menginterpretasikan data dan memformulasikan masalah atau diagnosa
keperawatan sesuai hasil analisa data. Pengkajian awal didalam
keperawatan itensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan
pendekatan system yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-kultural-spiritual,
namun ketika klien yang dirawat telah menggunakan alat-alat bantu
mekanik seperti Alat Bantu Napas (ABN), hemodialisa, pengkajian juga
diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan
dampak dari penggunaan alat-alat tersebut. Pengkajian airway, breathing,
dan circulation penting halnya untuk diperhatikan pada pasien kritis. Selain
itu, pengkajian tingkat kesadaran pasien juga penting adanya untuk
dilakukan secara berkala.

Beberapa pengkajian yang bisa dilakukan diantaranya sebagai berikut :


2.3.1.1. Pengkajian Budaya
Pasien yang sakit kritis dapat dirawat di unit perawatan kritis
dengan memprioritaskan kebutuhan fisiologis untuk
mempertahankan kehidupan, pertimbangan harus dilakukan untuk
merencanakan dan mengimplementasikan perawatan yang sensitif
secara budaya. Pedoman ini dapat menyediakan pengkajian awal
kepada perawat tentang pengaruh budaya pasien terhadap
kesehatan dan praktik kesehatan. Pedoman ini bukan
dimaksudkan sebagai instrumen pengkajian budaya yang
komprehensif. Informasi didalamnya dapat digunakan untuk
memulai rencana perawatan yang sensitif terhadap kebutuhan
pasien dan keluarga dari berbagai populasi budaya. Perawat dapat
mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut dalam

13
merencanakan perawatan yang kompeten secara budaya untuk
pasien yang sakit kritis dan keluarga, contoh : Anda lebih suka
dipanggil apa ?, Apa yang boleh kami ketahui tentang anda?,
Tradisi dan keyakinan anda tentang kesehatan dan praktik
perawatan kesehatan, pilihan atau larangan untuk menyentuh,
melakukan kontak mata, atau perilaku lain ketika berkomunikasi,
benda spesifik yang ingin anda pakai atau berada di dekat anda ?

2.3.1.2. Pengkajian Keluarga


Memahami keluarga pasien yang sakit kritis dan memenuhi
kebutuhan mereka sangat penting untuk perawatan holistik pasien.
Meskipun kebutuhan keluarga dapat mengubah pengalaman
perawatan kritis secara keseluruhan, perawat dapat
mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut untuk
memahami penyakit pasien, mekanisme koping, dan sistem
pendukung, contohnya : Berapa jumlah anggota keluarga anda?,
Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga anda?, Siapa juru
bicara yang ditunjuk dalam keluarga anda?, Apakah ada anggota
keluarga anda yang pernah dirawat di unit perawatan kritis? Apa
yang anda pahami tentang penyakit saudara anda?, Apakah
memiliki masalah keuangan, transportasi, maupun tempat tinggal?

2.3.1.3. Pemeriksaan Fisik


Ketika pasien yang sakit kritis masuk ke unit perawatan kritis,
pengkajian rutin harus dilakukan dan diulangi minimal setiap 4
jam berikutnya. Pengkajian yang lebih sering dan lebih selektif
atau terperinci mungkin diperlukan, bergantung pada gangguan
klinis pasien atau perubahan kondisi pasien atau keduanya.
Perubahan fisiologis yang biasanya terjadi sesuai dengan

14
perubahan usia (Urden LD,Stacy KM, Lough ME: Thelan’s critical
care nursing: diagnosis and management, ed 4, St. Louis, 2002,
Mosby)

2.3.2. Analisa Data


Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan dianalisa

2.3.3. Diagnosa
Dari hasil analisis data, lalu ditetapkan masalah/diagnosa keperawatan
berdasarkan data yang menyimpang dari keadaan fisiologis. Kriteria hasil
ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan yang
diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan
realistis. Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan
gejala yang sulit diketahui untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang
lebih luas.
Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada pasien kritis sebagai
berikut :
2.3.3.1. Duka cita adaptif
2.3.3.2. Kecemasan
2.3.3.3. Gangguan citra tubuh
2.3.3.4. Hambatan komunikasi verbal
2.3.3.5. Gangguan harga diri
2.3.3.6. Distress spiritual

2.3.4. Intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah
diprioritaskan dan data telah dianalisis. Prioritas masalah dibuat
berdasarkan pada ancaman/risiko ancaman hidup (contoh: bersihan jalan
nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif,
gangguan perfusi jaringan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi

15
alternatif diagnosa keperawatan untuk meningkatkan keamanan,
kenyamanan (contoh: resiko infeksi, resiko trauma/injury, gangguan rasa
nyaman dan diagnosa keperawatan untuk mencegah, komplikasi (contoh:
resiko konstifasi, resiko gangguan integritas kulit). Perencanaan tindakan
mencakup 4(empat) unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi
keperawatan, pendidikan dan tindakan kolaboratif. Perencanaan tindakan
perlu pula diprioritaskan dengan perencanaan ini adalah untuk membuat
efisiensi sumber-sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan
penyelesaian masalah. Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien
secara konstan terhadap status yang selalu berubah.

2.3.5. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tahap selanjutnya proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan
(Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan
intervensi yang telah direncanakan berdasarkan hasil pengkajian dan
penegakkan diagnosis yang diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan klien. Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan
perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah ada
penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut. Hai ini dilakukan agar
menjamin bahwa intervensi yang diberikan aman dan efektif (Miller,
2012). Dalam tahap implementasi perawat juga harus kritis dalam menilai
dan mengevaluasi respon pasien terhadap pengimplementasian intervensi
yang diberikan.

2.3.6. Evaluasi
Pada tahap ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan
kondisi atau kesejahteraan klien (Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu
diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinyu yang terjadi saat

16
perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat
membuat keputusan-keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah
kembali ke asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah
membantu klien menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah
terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status kesehatan sejahtera.
Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan yang
diberikan.

2.4. Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier pada Masalah Kasus Kritis Berbagai
Sistem
2.4.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu
terjadi. Pencegahan primer juga diartikan sebagai bentuk pencegahan
terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor resiko.
Tahap pencegahan primer diterapkan dalam fase pre pathogenesis yaitu
pada keadaan dimana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai.
Dalam afase ini meskipun proses penyakit belum mulai tapi ketiga faktor
utama untuk terjadinya penyakit, yaitu agent, host, dan environment yang
membentuk seperti segitiga epidemiologi selalu akan berintaraksi yang satu
dengan lainya dan selalu merupakan ancaman pontensial untuk sewaktu-
waktu mencetuskan terjadinya stimulus yang memicu untuk mulainya
terjadinya proses penyakit dan masuk dalam fase pathogenesis.
Untuk pencegahan primer dilakukan upaya, sebagai berikut :
2.4.1.1. Promosi Kesehatan
Tingkat pencegahan pertama, yaitu promosi kesehatan oleh para
ahli kesehatan di terjemaahkan menjadi peningkatan kesehatan,
bukan promosi kesehatan, hal ini dikarenakan makna yang
terkandung dalam istilah promotion of health disini adalah
meningkatkan kesehatan seseorang, yaitu melalui asupan gizi
seimbang, olahraga teratur, dan lain sebagainya agar orang

17
tersebut tetap sehat, tidak terserang penyakit. Namun demikian,
bukan berarti bahwa peningkatan kesehatan tidak ada hubunganya
dengan promosi kesehatan. Leavell dan Clark dalam penjelasan
tentang promotion of health menyatakan bahwa selain melalui
peningkatan gizi dan sebagainya, peningkatan kesehatan juga
dapat dilakukan dengan memberikan Pendidikan Kesehatan (
health education ) kepada individu dan masyarakat. Usaha ini
merupakan pelayanan terhadap pemeliharan kesehatan pada
umumnya. Sebagian besar strategi promosi kesehatan termasuk
kedalam pencegahan primer

2.4.1.2. Perlindungan Kesehatan


Perlindungan Kesehatan ditujukan untuk mencegah terjadinya
masalah Kesehatan spesifik, misalnya dilakukannya imunisasi.

2.4.2. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang mana sasaran
utamanya adalah pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu. Adapun tujuan pada
pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada fase
awal patogenik yang bertujuan untuk :
2.4.2.1. Mendeteksi dan melakukan intervensi segera guna menghentikan
penyakit pada tahap ini
2.4.2.2. Mencegah penyebaran penyakit, menurunkan intensitas penyakit
bila penyakit ini merupakan penyakit menular
2.4.2.3. Mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan
orang sakit serta untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan
hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.
Karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi

18
penyakit-penyakit yang terjadi dimasyarakat. Bahkan kadang-
kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati
penyakitnya. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. masyarakat perlu
mengetahui dan mengenal gejala penyakit pada tingkat awal dan
segera mencari pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa
berhasil atau tidaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung
pada baiknya jenis obat serta keahlian tenaga
kesehatanya,melainkan juga tergantung pada kapan pengobatan
itu diberikan.

2.4.3. Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Tujuan
utama dari pencegahan tersier adalah mencegah cacat,kematian,serta
usaha rehabilitas. Menurut kodim dkk (2004). Tujuan dari pencegahan
tersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan
sesudah gejala klinis berkembang dan didiagnosa sudah ditegakkan.
Pencegahan tersier adalah rehabilitas. Contohnya : rehabilitas pada
penderiata-penderita kanker ovarium, kanker payudara dan lain
sebagainya. Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu,kadang-kadang
orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-
kadang diperlukan latihan tertentu. Disamping itu orang yang cacat
setelah sembuh dari penyakit,kadang-kadang malu untuk kembali
kemasyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima
mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas
pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat
tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada masyarakat. Usahan
mengembalikan bekas penderiata kedalam masyarakat, memerlukan
bantuan dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat
mengerti dan memahami keadaan mereka( fisik,mental dan kemampuan )
sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya dalam

19
masyarakat,dalam keadaan yang sekarang. Sikap yang diharapkan dari
warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang
berdasarkan unsur kemanusiaan yang sekarang ini. Mereka yang
direhabilitas ini memerlukan bantuan dari setiap warga masyarakat,
bukan hanya berdasarkan belas kasihan semata-mata, melainkan juga
berdasarkan hak azasinya sebagai manusia. Dari tingkatan-tingkatan
tersebut seharusnya srategi pencegahan berurutan mulai dari pencegahan
primer sampai kepencegahan tersier. Prinsip mencegah lebih mudah dan
lebih murah dari pada mengobati masih menjadi dasar mengapa
pemilihan strategi pencegahan penyakit sebaiknya berurutan dari primer
menuju tersier

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sistem pemberian perawatan kesehatan terus berkembang, demikian juga
dengan keperawatan dan perawatan kritis. Sejak unit perawatan kritis pertama
dibuka pada tahun 1960-an terjadi kemajuan teknologi yang signifikan, disertai
dengan ledakan pengetahuan dalam bidang asuhan keperawatan kritis. Oleh sebab
itu perawat di bidang perawatan kritis pada abad ke -21 secara rutin merawat
pasien yang sakit kritis dan kompleks. Hal ini dicapai dengan memadukan
teknologi yang canggih dengan tantangan psikososial dan konflik etik yang terkait
dengan sakit kritis.

3.2. Saran
Sebagai respon terhadap sistem pemberian perawatan kesehatan yang selalu
berubah, perawat perawatan kritis memperjuangkan kebutuhan pasien dan keluarga

20
, atau orang terdekat, perawat perawatan kritis telah menjalani langsung apa yang
perawat telah tunjukkan secara konsisten, oleh sebab itu perawat harus bisa
mengaplikasikan dan memberikan perawatan pada pasien kritis yang tidak hanya
pemenuhan kebutuhan fisiologis tetapi juga proses psikososial, perkembangan dan
spiritual karena sakit kritis juga merupakan ancaman terhadap individu dan
kelompok keluarganya. Di dalam pembuatan makalah ini penulis banyak
mengalami kendala dan keterbatasan, oleh karena itu dalam pembuatan makalah
ini penulis banyak sekali kekurangannya, penulis menyarankan agar pembaca terus
belajar, memperbaharui, mencari berbagai literatur tentang aspek psikososial dari
keperawatan kritis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alspach, J. G. (2006). AACN Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th Ed.
Bench, S & Brown, K. (2011). Critical Care Nursing: Learning from Practice.
Iowa:Blackwell Publishing
2. Burns, S. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing, Third Edition (Chulay,
AACN Essentials of Critical Care Nursing). Mc Graw Hill
3. Comer. S. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. 2nd ed. Clifton Park:
Thomson Delmar Learning
4. Elliott, D., Aitken, L. & Chaboyer, C. (2012). ACCCN’s Critical Care Nursing, 2nd ed.
Chatswood: Elsevier
5. Porte, W. (2008). Critical Care Nursing Handbook. Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers
6. Schumacher, L. & Chernecky, C. C. (2009).Saunders Nursing Survival Guide:
CriticalCare & Emergency Nursing, 2e. Saunders Urden, L.D., Stacy, K. M. & Lough,
M. E. (2014). Critical care Nursing: diagnosis andManagement. 7thed. St Louis: Mosby

21
22

Anda mungkin juga menyukai