Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Kebijakan publik, hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama
untuk mencapai tujuan (misi dan visi) bersama yang telah disepakati. Kebijakan publik
merupakan jalan mencapai tujuan bersaa yang dicita-citakan, Jika cita-cita bangsa Indonesia
adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD RI 1945
(negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata
kekuasaan), maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana (jalan,jembatan,dan sebagainya)
dan sarana (mobil,bahan bakar, dan sebagainya) untuk mencapai ‘tempat tujuan’ tersebut.

Namun bagi negara berkembang , kita terbelakan dengan negara maju, tidak cukup
dukungan dana, infrastruktur,sumber daya manusia,teknologi,namun harus mengejar
ketertinggalan dengan segera agar semakin tidak tertinggal, karena makna tertinggal tidak
saja sekedar tertinggal namun juga dijajah oleh mereka yang jauh di depan kita.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini

1. proses menerapkan kebijakan publik yang ideal ?

2. syarat-syarat kebijakan publik yang ideal ?

3. implementasi kebijakan publik yang di indonesia ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Menuju kebijakan publik yang ideal

Untuk suatu kebijakan publik, yang tepat dikatakan: ‘apakah kebijakan publik itu baik
ataukah tidak?’. Dikatakan baik ini berarti terutama sekali disamping seharusnya benar, tetapi
juga sesuai dengan kepentingan dari pada masyarakat dan Negara, sesuai dengan public
interest (kepentingan rakyat).

Kita mengetahui bahwa masing-masing negara itu mempunyai rumusan kepentingan


rakyat (public interest) bagi Bangsa dan Negaranya masing-masing, yang biasanya disebut
dengan kepentingan Nasional. National interest di Indonesia, bisa kita lihat dalam pembukaan
UUD RI 1945. Tiga unsur dari paa kepentingan Nasional ini adalah :

1. Memajukan kesejahteraan umum

2. Mencerdaskan kehidupan Bangsa dan

3. Ikut melaksanakan ketertiban Dunia.

Meskipun didalam penetapan kebijakan publik itu haruslah memperhatikan kondisi


dan situasi serta kriteria yang pokok tersebut, sedang proses ‘decision making’ untuk
kebijakan publik itu mempunyai sifat yang futuristis, yaitu yang berkaitan dengan masa
depan, namun perlu sekali berusaha menemukan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif
keputusan sebanyak-banyaknya. Dan barulah kemudian memilih satu alternatif yang terbaik,
yaitu mempunyai efek, akibat dan manfaat,yang baik untuk masyarakat dan Negara.

Kebijakan pemerintah haruslah baik , atau karena keinginan,pendapat dan kehendak dalam
masyarakat itu berbeda-beda , maka pengambilan keputusannya haruslah sebaik mungkin.
Yang menjadi ukurannya adalah kepentingan masyarakat (public interest). Maka merupakan
kewajiban dari pemerintah untuk mengatur kehidupan dari rakyat sebaik-baiknya sesuai
dengan kehendaknya itu. Oleh karena itu di Indonesia, kepentingan Nasional (national
interest) yang tercantum dalam pembukaan UUD RI 1945 merupakan ukuran (criteria) yang
senantiasa harus diperhatikan oleh pemerintah dalam mengambil keputusan dalam
kebijaksanaan (public policy decision), yaitu : kesejahteraan rakyat,kecerdasan bangsa, dan
ketertiban masyarakat.

Lalu apa yang dimaksud dengan kebijakan publik yang ideal itu sendiri ? kebijakan
publik yang ideal adalah kebijakan publik yang membangun keunggulan bersaing dari setiap
pribadi rakyat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan setiap
keluarga Indonesia , setiap organisasi baik masyarakat maupun pemerintah (sendiri) , baik
yang mencari laba maupun nirlaba .

Tugas negaraberubah dari sekedar tugas yang bersifat rutin, regular dan tata
usaha,melainkan membangun keunggulan kompetitif nasional. Kebijakan publik bukan saja
mengatur kehidupan bersama warganya, namun untuk membangun kemampuan organisasi
dalam lingkup nasional untuk menjadi organisasi-organisasi yang mampu bersaing dengan
kapasitas global.

Kebijakan yang seperti itu dapat gambarkan melalui pembedaan sebagai berikut :

IDEAL
MENYIMPANG

Menjamin persaingan yang sehat Pemberian proteksi dan monopoli tanpa batas
jelas

Kepastian Hukum Bias hukum

Pajak yang proporsional Pajak daerah yang mengisap kemampuan


rakyat

Memberdayakan badan-badan usaha Menjual badan-badan usaha secara obral

Pendidikan yang mengacu pada tantangan Penyeragaman pendidikan


global

Membangun kecakapan berdemokrasi Membuka keran demokrasi tanpa batas yang


jelas

Subsidi yang proporsional/ sesuai dengan Subsidi tanpa batas yang jelas atau
target subsidi yang dikehendaki penghapusan subsidi secara total atau
ekstrem

Kesempatan yang sama bagi investor Memprioritaskan investor global untuk


domestic dan global untuk menguasai asset menguasai asset ekonomi produktif nasional
ekonomi produktif nasional

Kebijakan yang menjamin penerapan prinsip Kebijakan yang memberi hak diskresi kepada
good governance di setiap organisasi kelompok dalam menerapkan good
governance

Oleh karena itu hasil akhir dari suatu kebijakan publik merupakan akibat-akibat atau
dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang
tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan pemerintah atau tidak adanya
tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah masalah tertentu dalam masyarakat.

Namun hal yang terpenting adalah dalam pengambilan kebijakan publik yang menjadi
ukurannya adalah kepentingan masyarakat sehingga menghasilkan hasil akhir kebijakan yang
baik dan ideal.
Max Weber merincikan sepuluh ciri birokrasi ideal, yaitu :

1. Para anggotanya (staf) secara pribadi bebas, dan hanya melakukan tugas-tugas impersonal
dari jabatan-jabatannya.

2. Terdapat hierarki jabatan yang jelas.

3. Fungsi-fungsi jabatan diperinci dengan jelas.

4. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak.

5. Mereka diseleksi atas dasar kualifikasi profesional yang secara ideal diperkuat dengan
diploma yang diperoleh melalui ujian.

6. Mereka digaji dengan uang dan biasanya mempunyai hak-hak pensiun.

7. Pekerjaan pejabat adalah pekerjaan yang satu-satunya dan yang

8. Terdapat suatu struktur karier dan kenaikan pangkat adalah yang mungkin baik melalui
senioritas ataupun prestasi dan sesuai dengan penilaian para atasan.

9. Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi begitu pula
sumber-sumber yang menyertai kedudukan itu.

10. Pejabat tunduk kepada pengendalian yang dipersatujan dan sistem disipliner.

Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk


Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming
and under producing), tidakobyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan
kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah
menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan
represif.

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993; Thaba, 1996;
Fatah, 1998), bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah dimana
terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi
secara tidak terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-
mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann
terjadinya birokrasi yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga
kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia
semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada
kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan
kewenangan-kewenangan barunya secara optimal.

Untuk melihat lebih dalam mengenai birokrasi, kita terlebih dahulu harus mengerti
mengenai struktur formal. Struktur formal ini sangat penting dipahami makna dari birokrasi
itu sendiri.
Dalam memahami domain pemerintahan di dalam administrasi publik, ada dua hal
yang menjadi acuan, yaitu :

1. isu yang dibahas adalah Kebijakan Publik.

2. aktor terpenting dalam kebijakan publik adalah pemerintah. Namun, pemerintah dalam hal
ini identik dengan organisasi publik di dalam makna negara.

Menurut konsep demokrasi modern, kebijakan publik tidaklah hanya berisi cetusan
pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion)
juga nenpunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan (tercermin) dalam kebijakan-
kebijakan negara. Setiap kebijakan negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik
(public interest)

2.2 Syarat-Syarat Kebijakan publik yang ideal

Adapun beberapa syarat kebijakan publik yang baik.kebijakann publik yang baik otomatis
harus sesuai dengan namanya yaitu kebijakan yang benar-benar pro publik atau melayani
publik.berdasarkan pengamatan dan rangkuman beberapa bacaan,syarat kebijan publik yang
pro publik tersebut adalah

1. Melibatkan publik dalam segala tahap


Pelibatan publik dalam kebijakan publik dalam segala tahap
( perencanaan,implementasi,dan evaluasi )dibutuhkan agar kebijakan tersebut benar-
benar sesuai dengan kebutuhan publik.seringkali hanya ada perencanaannya saja
publik dilibatkan.hasilnya memang kebijakan tersebut ditujukan untuk publik tetapi
karena dalam implementasi dan evaluasi publik tidak dilibatkan maka bisa saja
implementasi tersebut tidak sesuai kalau sesuaipun tidak diikuti partisipasi publik
yang memadai.bahkan dalam evaluasi pun publik perlu dilibatkan supaya bisa
memberi masukan-masukan pada kebijakan berikutnya agar lebih sempurna untuk
kedepanya.undang-undang tentang pemerintah daerah memberikan peluang bagi
partisipasi publik dalam kebijan publik yaitu di mungkinkan dibentuk forum
pemangku kepentingan (stake holders) kota atau kabupaten yang anggota-anggotanya
terdiri dari berbagai pihak dan unsur masyarakat,meskipun ada forum yang seperti
itu,partisipasi langsung masyarakat misalnya lewat kotak pengaduan seharusnya harus
bisa dibuka.

2. Realistik
Kebijakan publik yang baik juga harus realistik,realistik dalam arti kebijakan tersebut
harus benar-benar bisa diterapakan dan dengan mempertimbangkan kemampuan dari
pihak pemerintah baik hal organisasi,personalia,maupun keuangan.

3. Tranparan
Tranparansi kebijakan yang dimaksud adalah publik harus bisa mengakses informasi
yang terkait dengan kebijakan publik yang menuntut tranparansi adalah masalah
keuangan.dalam ketentuan undang-undang sekarang ini sudah diharuskan APBD baik
propinsi maupun kota dan kabupaten untuk memakai format yang tranparan dan dapat
dipertanggung jawabkan antara lain karena jelas tujuan penggunaanya,jelas dasar
perhitungannya dan jelas tolok ukur dampak dan alokasi anggaran tersebut.

4. Jelas tolok ukur keberhasilanya


Kebijan yang baik juga harus jelas tolok ukur keberhasilannya.hal ini berguna untuk
digunakan sebagai alat atau instrumen untuk melakukan evaluasi

5. Jelas target dan sasarannya


Kebijakan yang baik juga harus tepat sasaranya. Misalnya kebijakan pengentsan
kemiskinan harus jelas kriteria siapa yang dimaksud sebagai orang orang miskin
itu.jangan sampai karena definisi operasional targer yang tidak jelas maka kebijakan
yang dilaksanakan menjadi tidak tepat sasaran atau tidak tepat targetnya

6. Jelas dasar hukumnya


Kebijakan pulik yang dilaksakan oleh pemerintah juga harus jelas dasar hukumnya
karena kebijakan tersebut tidak dilaksakan diruamg hampa udara. Memilih landasan
hukum yang tepat untuk suatu kebijakan memang bukan hal yang mudah.contoh
kasus dari tidak berjalanya pilihan dasar hukum yang tepat ini adalah berbagai
peraturan daerah ( PERDA ) Yang bermasalah pada akhir-akhir ini. Perda-perda
tersebut bermasalah karena tidak jelas peraturanya diatasnya yang menjadi payung,
tidak ada peraturan diatasnya yang memanyungi,bertentangan dengan peraturan yang
di atasnya, dan lain-lain

7. Antar kebijakan tidak tumpah tindih dan bertentangan


Seringkali terjadi dalam praktek kebijakan terjadi tumpah tindih antar kebijakan dan
juga terjadi pertentangan antar kebijakan publik. Tumpah tindih maksudnya adalah
apa yang sudah di jangkau oleh suatu kebijakan diatur lagi oleh kebijan yang lain.
Misalnya saja kasus pembinaan pengusaha kecil, hampir semua dinas dan lembaga
mempunyai program pembinaan untuk pengusaha kecil. Akibatnya pada pengusaha
kecil yang berkali-kali harus ikut pembinaan yang dilaksanakan oleh berbagai
lembaga dengan materi yang sama. Sedangkan contoh kebijakan yang bertentangan
satu sama lain misalnya dulu pernah terjadi kebijakan umum APBD yang nantinya
akan menjadi dasar APBD di peraturan yang satu cukup ditetapkan dengan surat
keputusan bupati atau walikota, tetapi di peraturan yang lain harus dengan peraturan
daerah ( berarti harus disetujui oleh DPRD )

2.3 Kebijakan Sebagai Intervensi Pemerintah

Pemaknaan konsep kebijakan publik sebagai intervensi pemerintah menitikberatkan


pada peran aktor di luar pemerintah dalam memecahkan suatu masalah, dalam hal ini
pemerintah mengikutsertakan berbagai instrument/sumber daya di luar Negara/pemerintah.
Sehingga tidak hanya pemerintah sajalah yang menjadi actor tunggal dan utama dalam
pengambilan keputusan untuk mengatasi persoalan-persoalan publik. Berikut ini makna dari
konsep kebijakan publik yang termasuk dalam sudut pandang kebijakan sebagai intervensi
pemerintah, antara lain :

a. Carl friedrich mengungkapkan kebijakan publik sebagai suatu arah tindakan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu , yang
memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau
merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.

b. Chandler & Plano (1982) dalam kamus “wajib” Ilmu Administrasi Negara, The Public
Administration Dictionary, mengatakan bahwa: “Public Policy is strategic use of reseorces to
alleviate national problems or governmental concerns”. Secara sederhana dapat diartikan
bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada
untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah. Chandler & Plano lalu membedakannya
atas empat bentu, yakni: regulatory, redistributive, distributive, dan constituent.

c. Robert Eyestone mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya. Konsep yang ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang
sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal.

d. Konsep lain mengenai kebijakan publik sebagai intervensi pemerintah juga dikemukakan
oleh Chandler and Plano (1988). Menurut mereka, Kebijakan publik adalah pemanfaatan
yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-
masalah publik atau pemerintah.

e. Chaizi Nasucha (2004), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah kwenangan


pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan
hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat,
yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang
harmonis.

2.4 Peran kepemimpinan dalam kebijakan publik

Peran pemerintah dalam kebijakan publik sangat  penting karena hanya pemimpinlah
yang mempunyai tugas pokok memastikan perumusan kebijakan dibuat sesuai dengan
seharusnya. Untuk dapat mengambil kebijakan secara bijaksana, seorang pemimpin yang
unggul sangat diperlukan dalam suatu pemerintahan. Karakter pemimpin yang unggul :

a. Kreditabilitas
Pemimpin mempunyai keyakinan dan komitmen, integritas kejujuran, respek,
kepercayaan yang konsisten, keberanian,     kemauan untuk bertanggung jawab atas
keyakinan, ketenangan batin, keahlian dan profesionalitas.
b. Nilai
Tugas pemimppin adalah member value atau nilai bagi organisasi yang
dipimpin.
c. Teladan
Pemimppin dapat memberikan contoh, inspirasi dan dorongan. Keteladanan
berarti simbol kedewasaan, karena seorang yang menjadi teladan harus mampu 
memberikan toleransi, kerendahan hati dan kesabaran.
d. Harapan
Pemimpin memberikan harapan dengan membuka mata pengikutnya akan
tantangan masa depan dan cara mengatasinya.

Kebijakan publik yang ideal mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut :

1. Cerdas
Cerdas berarti dapat memecahkan masalah pada intinya. Kecerdasan membuat
pengambilan keputusan kebijakan publik fokus pada isu kebijakan yang hendak
dikelola dalam kebijakan publik daripada popularitasnya sebagai pengambilan
keputusan kebijakan.
2. Bijaksana
Bijaksana bararti tidak menghasilkan masalah yang baru yang lebih besar dari
masalah yang dipecahkan. Kebijaksanaan membuat pengambil keputusan kebijakan
publik tidak menghindarkan diri dari kesalahan yang tidak perlu.
3. Memberi harapan
Memberi harapan pada seluruh warga bahwa mereka dapat memasuki hari
esok yang lebih baik dari hari ini. Dengan member harapan, kebijakan publik berarti
membangun kehidupan yang produktif sehingga kebijakan dapat dilaksanakan secara
self implementea atau masyarakat secara mandiri termotifasi untuk melaksanakannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

1. Pertama, review terhadap unjuk kerja pegawai memang mampu memperkuat birokrasi dan
para pejabat terpilih, namun ternyata cenderung memperlemah responsivitas politik para
administrator publik tersebut.

2. Kedua, dengan mengadopsi pendekatan kewirausahaan terhadap sistem keuangan publik,


memang ada peluang untuk meningkatkan jumlah pendapatan, namun hal tersebut cenderung
mengurangi tingkat responsivitas politik.

3. Ketiga, penekanan terhadap pelayanan pelanggan tidak serta merta meningkatkan


responsivitas politik, karena dalam prakteknya hal itu ternyata berarti hanya memperhatikan
kepentingan individu-individu tertentu; padahal pelayanan kepada masyarakat seharusnya
ditujukan untuk meningkatkan responsivitas kepada publik tanpa diskriminasi.

4. Keempat, kemitraan sektor publik dengan swasta yang ditawarkan oleh model reinventing
government, dalam prakteknya ternyata menimbulkan masalah etik. Khusus mengenai
masalah etik, Ghere (1997) menyimpulkan bahwa dalam gema ‘reinventing government’, ada
indikasi bahwa etika administrasi publik terlupakan. Ia melakukan studi kasus tentang
kemitraan antara ‘county government’ (setingkat kecamatan) dengan ‘local chamber of
commerce’ (Kadin-daerah) dari dua perspektif, standar moral pribadi para pelaku dan etika
kebijakan institusional. Studi kasus ini memperlihatkan adanya penyalahgunaan keuangan
publik dalam kemitraan dua lembaga tersebut. Jika di tempat kelahirannya saja, model yang
ditawarkan secara global tersebut sarat dengan masalah, haruskah kita latah menggunakan
pendekatan yang sama tanpa kajian seksama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarko,Public Policy Pengertian Pokok Untuk Memahami Dan Analisa


Kebijaksanaan Pemerintah,(Surabaya:Airlangga University Press,2003),hlm 27
2. Solichin Abdul Wahab,Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara,(Jakarta:Bumi Aksara,2002) hlm,10
3. http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasi-
kebijakan-publik/
4. http://setiya21.wordpress.com/2009/12/17/kebijakan-publik/
5. http://riskifebria.blogspot.com/2012/07/menuju-kebijakan-publik-yang-baik-dan.html
6.

Anda mungkin juga menyukai