DISUSUN OLEH
2020310090
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Kebijakan publik, hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama
untuk mencapai tujuan (misi dan visi) bersama yang telah disepakati. Kebijakan publik
merupakan jalan mencapai tujuan bersaa yang dicita-citakan, Jika cita-cita bangsa Indonesia
adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD RI 1945
(negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata
kekuasaan), maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana (jalan,jembatan,dan sebagainya)
dan sarana (mobil,bahan bakar, dan sebagainya) untuk mencapai ‘tempat tujuan’ tersebut.
Namun bagi negara berkembang , kita terbelakan dengan negara maju, tidak cukup
dukungan dana, infrastruktur,sumber daya manusia,teknologi,namun harus mengejar
ketertinggalan dengan segera agar semakin tidak tertinggal, karena makna tertinggal tidak
saja sekedar tertinggal namun juga dijajah oleh mereka yang jauh di depan kita.
PEMBAHASAN
Untuk suatu kebijakan publik, yang tepat dikatakan: ‘apakah kebijakan publik itu baik
ataukah tidak?’. Dikatakan baik ini berarti terutama sekali disamping seharusnya benar, tetapi
juga sesuai dengan kepentingan dari pada masyarakat dan Negara, sesuai dengan public
interest (kepentingan rakyat).
Kebijakan pemerintah haruslah baik , atau karena keinginan,pendapat dan kehendak dalam
masyarakat itu berbeda-beda , maka pengambilan keputusannya haruslah sebaik mungkin.
Yang menjadi ukurannya adalah kepentingan masyarakat (public interest). Maka merupakan
kewajiban dari pemerintah untuk mengatur kehidupan dari rakyat sebaik-baiknya sesuai
dengan kehendaknya itu. Oleh karena itu di Indonesia, kepentingan Nasional (national
interest) yang tercantum dalam pembukaan UUD RI 1945 merupakan ukuran (criteria) yang
senantiasa harus diperhatikan oleh pemerintah dalam mengambil keputusan dalam
kebijaksanaan (public policy decision), yaitu : kesejahteraan rakyat,kecerdasan bangsa, dan
ketertiban masyarakat.
Lalu apa yang dimaksud dengan kebijakan publik yang ideal itu sendiri ? kebijakan
publik yang ideal adalah kebijakan publik yang membangun keunggulan bersaing dari setiap
pribadi rakyat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan setiap
keluarga Indonesia , setiap organisasi baik masyarakat maupun pemerintah (sendiri) , baik
yang mencari laba maupun nirlaba .
Tugas negaraberubah dari sekedar tugas yang bersifat rutin, regular dan tata
usaha,melainkan membangun keunggulan kompetitif nasional. Kebijakan publik bukan saja
mengatur kehidupan bersama warganya, namun untuk membangun kemampuan organisasi
dalam lingkup nasional untuk menjadi organisasi-organisasi yang mampu bersaing dengan
kapasitas global.
Kebijakan yang seperti itu dapat gambarkan melalui pembedaan sebagai berikut :
IDEAL
MENYIMPANG
Menjamin persaingan yang sehat Pemberian proteksi dan monopoli tanpa batas
jelas
Subsidi yang proporsional/ sesuai dengan Subsidi tanpa batas yang jelas atau
target subsidi yang dikehendaki penghapusan subsidi secara total atau
ekstrem
Kebijakan yang menjamin penerapan prinsip Kebijakan yang memberi hak diskresi kepada
good governance di setiap organisasi kelompok dalam menerapkan good
governance
Oleh karena itu hasil akhir dari suatu kebijakan publik merupakan akibat-akibat atau
dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang
tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan pemerintah atau tidak adanya
tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah masalah tertentu dalam masyarakat.
Namun hal yang terpenting adalah dalam pengambilan kebijakan publik yang menjadi
ukurannya adalah kepentingan masyarakat sehingga menghasilkan hasil akhir kebijakan yang
baik dan ideal.
Max Weber merincikan sepuluh ciri birokrasi ideal, yaitu :
1. Para anggotanya (staf) secara pribadi bebas, dan hanya melakukan tugas-tugas impersonal
dari jabatan-jabatannya.
5. Mereka diseleksi atas dasar kualifikasi profesional yang secara ideal diperkuat dengan
diploma yang diperoleh melalui ujian.
8. Terdapat suatu struktur karier dan kenaikan pangkat adalah yang mungkin baik melalui
senioritas ataupun prestasi dan sesuai dengan penilaian para atasan.
9. Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi begitu pula
sumber-sumber yang menyertai kedudukan itu.
10. Pejabat tunduk kepada pengendalian yang dipersatujan dan sistem disipliner.
Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993; Thaba, 1996;
Fatah, 1998), bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah dimana
terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi
secara tidak terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-
mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann
terjadinya birokrasi yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga
kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia
semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada
kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan
kewenangan-kewenangan barunya secara optimal.
Untuk melihat lebih dalam mengenai birokrasi, kita terlebih dahulu harus mengerti
mengenai struktur formal. Struktur formal ini sangat penting dipahami makna dari birokrasi
itu sendiri.
Dalam memahami domain pemerintahan di dalam administrasi publik, ada dua hal
yang menjadi acuan, yaitu :
2. aktor terpenting dalam kebijakan publik adalah pemerintah. Namun, pemerintah dalam hal
ini identik dengan organisasi publik di dalam makna negara.
Menurut konsep demokrasi modern, kebijakan publik tidaklah hanya berisi cetusan
pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion)
juga nenpunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan (tercermin) dalam kebijakan-
kebijakan negara. Setiap kebijakan negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik
(public interest)
Adapun beberapa syarat kebijakan publik yang baik.kebijakann publik yang baik otomatis
harus sesuai dengan namanya yaitu kebijakan yang benar-benar pro publik atau melayani
publik.berdasarkan pengamatan dan rangkuman beberapa bacaan,syarat kebijan publik yang
pro publik tersebut adalah
2. Realistik
Kebijakan publik yang baik juga harus realistik,realistik dalam arti kebijakan tersebut
harus benar-benar bisa diterapakan dan dengan mempertimbangkan kemampuan dari
pihak pemerintah baik hal organisasi,personalia,maupun keuangan.
3. Tranparan
Tranparansi kebijakan yang dimaksud adalah publik harus bisa mengakses informasi
yang terkait dengan kebijakan publik yang menuntut tranparansi adalah masalah
keuangan.dalam ketentuan undang-undang sekarang ini sudah diharuskan APBD baik
propinsi maupun kota dan kabupaten untuk memakai format yang tranparan dan dapat
dipertanggung jawabkan antara lain karena jelas tujuan penggunaanya,jelas dasar
perhitungannya dan jelas tolok ukur dampak dan alokasi anggaran tersebut.
a. Carl friedrich mengungkapkan kebijakan publik sebagai suatu arah tindakan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu , yang
memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau
merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.
b. Chandler & Plano (1982) dalam kamus “wajib” Ilmu Administrasi Negara, The Public
Administration Dictionary, mengatakan bahwa: “Public Policy is strategic use of reseorces to
alleviate national problems or governmental concerns”. Secara sederhana dapat diartikan
bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada
untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah. Chandler & Plano lalu membedakannya
atas empat bentu, yakni: regulatory, redistributive, distributive, dan constituent.
c. Robert Eyestone mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya. Konsep yang ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang
sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal.
d. Konsep lain mengenai kebijakan publik sebagai intervensi pemerintah juga dikemukakan
oleh Chandler and Plano (1988). Menurut mereka, Kebijakan publik adalah pemanfaatan
yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-
masalah publik atau pemerintah.
Peran pemerintah dalam kebijakan publik sangat penting karena hanya pemimpinlah
yang mempunyai tugas pokok memastikan perumusan kebijakan dibuat sesuai dengan
seharusnya. Untuk dapat mengambil kebijakan secara bijaksana, seorang pemimpin yang
unggul sangat diperlukan dalam suatu pemerintahan. Karakter pemimpin yang unggul :
a. Kreditabilitas
Pemimpin mempunyai keyakinan dan komitmen, integritas kejujuran, respek,
kepercayaan yang konsisten, keberanian, kemauan untuk bertanggung jawab atas
keyakinan, ketenangan batin, keahlian dan profesionalitas.
b. Nilai
Tugas pemimppin adalah member value atau nilai bagi organisasi yang
dipimpin.
c. Teladan
Pemimppin dapat memberikan contoh, inspirasi dan dorongan. Keteladanan
berarti simbol kedewasaan, karena seorang yang menjadi teladan harus mampu
memberikan toleransi, kerendahan hati dan kesabaran.
d. Harapan
Pemimpin memberikan harapan dengan membuka mata pengikutnya akan
tantangan masa depan dan cara mengatasinya.
1. Cerdas
Cerdas berarti dapat memecahkan masalah pada intinya. Kecerdasan membuat
pengambilan keputusan kebijakan publik fokus pada isu kebijakan yang hendak
dikelola dalam kebijakan publik daripada popularitasnya sebagai pengambilan
keputusan kebijakan.
2. Bijaksana
Bijaksana bararti tidak menghasilkan masalah yang baru yang lebih besar dari
masalah yang dipecahkan. Kebijaksanaan membuat pengambil keputusan kebijakan
publik tidak menghindarkan diri dari kesalahan yang tidak perlu.
3. Memberi harapan
Memberi harapan pada seluruh warga bahwa mereka dapat memasuki hari
esok yang lebih baik dari hari ini. Dengan member harapan, kebijakan publik berarti
membangun kehidupan yang produktif sehingga kebijakan dapat dilaksanakan secara
self implementea atau masyarakat secara mandiri termotifasi untuk melaksanakannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
1. Pertama, review terhadap unjuk kerja pegawai memang mampu memperkuat birokrasi dan
para pejabat terpilih, namun ternyata cenderung memperlemah responsivitas politik para
administrator publik tersebut.
4. Keempat, kemitraan sektor publik dengan swasta yang ditawarkan oleh model reinventing
government, dalam prakteknya ternyata menimbulkan masalah etik. Khusus mengenai
masalah etik, Ghere (1997) menyimpulkan bahwa dalam gema ‘reinventing government’, ada
indikasi bahwa etika administrasi publik terlupakan. Ia melakukan studi kasus tentang
kemitraan antara ‘county government’ (setingkat kecamatan) dengan ‘local chamber of
commerce’ (Kadin-daerah) dari dua perspektif, standar moral pribadi para pelaku dan etika
kebijakan institusional. Studi kasus ini memperlihatkan adanya penyalahgunaan keuangan
publik dalam kemitraan dua lembaga tersebut. Jika di tempat kelahirannya saja, model yang
ditawarkan secara global tersebut sarat dengan masalah, haruskah kita latah menggunakan
pendekatan yang sama tanpa kajian seksama.
DAFTAR PUSTAKA