Anda di halaman 1dari 75

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

Disusun Oleh
Yahdi, S.Pd.,M. Si

PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2022
ACARA I
PEMISAHAN CAMPURAN

A. CAMPURAN DAN METODE PEMISAHANNYA

Campuran adalah zat yang terdiri dari dua atau lebih unsur dan atau
senyawa yang bercampur secara fisik tetapi tidak bereaksi secara kimia
membentuk zat baru. Biasanya, komponen-komponen campuran dapat
dipisahkan satu sama lain dengan cara fisika.
Suatu campuran terdiri dari dua atau lebih zat dari fase yang sama atau
fase yang berbeda. Sebagai contoh: anda dapat mencampur air dan pasir (cair
dan padat), gula dan garam (padat dan padat), air dan minyak (cair dan cair)
atau nitrogen dan oksigen (gas dan gas). Campuran memiliki banyak variasi,
dapat homogen atau heterogen. Jadi Campuran dapat berupa padatan, cairan,
gas, atau gabungan dari beberapa wujut zat tersebut1.
Ketika zat yang bercampur memiliki komposisi yang sama di seluruh
bagian, maka disebut campuran zat homogen, begitu juga sebaliknya untuk
campuran heterogen. Dengan kata lain, jika komposisi campuran konstan
berarti semua bagian dari campuran adalah sama. Misalnya, melarutkan gula
dalam air dan mencampurkannya secara sempurna. Sekarang ambil sebagian
kecil sampel campuran gula dan air secara acak, maka akan diperoleh hasil
yang sama dengan bagian yang lain, oleh karena itu larutan seperti ini disebut
campuran homogen. Berbeda dengan mencampur pasir dan air, kemudian
mengambil sebagian sampel dan mungkin sementara mereka akan tampak
sama. Namun jika didiamkan beberapa saat, maka akan tampak bagian yang
satu lebih banyak pasir dari pada air dan di bagian yang lain lebih banyak air
daripada pasir. Campuran seperti ini disebut campuran heterogen2.
Kita dikelilingi oleh berbagai campuran, baik di laboratorium kimia dan
dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh campuran yang akrap dengan
kehidupan kita antara lain seperti udara, minuman dan makanan. Udara yang

1
http://www.eschooltoday.com
2
http://www.chemteam.info/Matter
kita hirup adalah contoh campuran yang terdiri dari nitrogen, oksigen, dan
sejumlah kecil gas lainnya. Minuman ringan yang kita minum merupakan
campuran kompleks yang terdiri dari air, gula, karbon dioksida, dan senyawa
organik sebagai pewarna dan pemberi rasa. Makanan yang kita makan adalah
campuran kompleks dari senyawa organik dan anorganik.
Campuran sering sengaja dibuat, karena campuran memiliki
karakteristik yang diperlukan untuk tujuan tertentu. Misalnya, stainles steel
adalah campuran dari besi, kromium, karbon, nikel, mangan, dan unsur-unsur
lain dengan proporsi tertentu, dipilih untuk mengoptimalkan sifat dan
karakteristik seperti ketahanan terhadap korosi, kekerasan, kekuatan tarik, dan
warna. Demikian juga dengan beton yang merupakan campuran kompleks
dari komponen yang dipilih untuk meminimalkan biaya sekaligus
mengoptimalkan kekuatan, daya tahan, ketahanan terhadap garam,
permeabilitas terhadap air, dan faktor-faktor lainnya, sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Karena komponen campuran tidak mengalami reaksi kimia, maka kita
dapat memisahkan campuran tersebut menjadi komponen-komponen
penyusunnya secara fisika. Ahli kimia telah menemukan berbagai metode
untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan sifat fisiknya, misalnya
perbedaan kelarutan, destilasi, rekristalisasi, ekstraksi pelarut, dan
kromatografi. Dalam bagian ini, kita akan mempelajari metode-metode
pemisahan campuran yang telah digunakan secara umum untuk memisahkan
campuran.
Pemisahan campuran antara zat padat dan cair (berdasarkan perbedaan
kelarutan), dapat dilakukan dengan metode sedimentasi, dekantasi, filtrasi,
penguapan, kristalisasi, dan destilasi. Sedangkan pemisahan komponen-
komponen campuran zat padat-padat, dapat dilakukan dengan metode
sublimasi, ekstraksi, pemisahan magnetik, dan kromatografi. Campuran zat
cair-cair dapat dipisahkan dengan metode destilasi fraksinasi dan pemisahan
gravitasi3.
Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam
campuran cair oleh gaya gravitasi. Proses Sedimentasi dapat dilakukan
setelah proses Koagulasi dan Flokulasi dimana tujuannya adalah untuk
memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat
tenggelam dalam waktu lebih singkat. Jika metode Sedimentasi ini
melibatkan teknik penuangan cairan sehingga padatan tetap tinggal diwadah,
teknik ini disebut dekantasi.
Filtrasi adalah metode pemisahan yang digunakan untuk memisahkan
cairan dan padatan yang tidak larut dengan menggunakan penyaring (filter)
berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Sebagai contoh menyaring air yang
bercampur pasir disaring dengan kertas saring sehingga pasir akan tertinggal
di kertas saring. Filtrasi juga dapat diartikan sebagai pembersihan partikel
padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan,
atau septum, yang di atasnya padatan akan diendapkan4.
Penguapan digunakan untuk mendapatkan kembali zat padat terlarut
dari larutan dengan cara menguapkan pelarut. Zat terlarut "melarutkan" akan
tinggal diwadah penguapan. Misalnya, garam atau gula dapat diperoleh
kembali dari campuran garam/gula dan air melalui penguapan. Air menguap
meninggalkan zat terlarut pada wadah penguapan. Tembaga sulfat, tawas
kalium, kalium nitrat dan lain-lain juga dapat diperoleh kembali dari larutan
air dengan penguapan.5
Kristalisasi adalah bentuk canggih dari teknik penguapan di mana
kristal zat terlarut didorong untuk terbentuk atau keluar dari larutannya
selama proses menguapan. Kristalisasi dapat juga diartikan sebagai suatu
teknik yang digunakan dalam kimia untuk memurnikan senyawa dalam
bentuk padatan. Kristalisasi dilakukan berdasarkan pada prinsip kelarutan,
yakni suatu senyawa akan cenderung lebih cepat larut di dalam cairan panas

3
http://www.mentorials.com
4
http://serbamurni.blogspot.co.id/2013
5
http://www.mentorials.com
apabila dibandingkan senyawa tersebut berada dalam cairan dingin. Ketika
senyawa berada pada kondisi panas serta keadaannya jenuh kemudian
dibiarkan untuk mendingin, maka zat terlarut tidak akan lagi larut dalam
pelarut dan akan membentuk kristal dengan senyawa murni.
Destilasi adalah suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan
pada perbedaan tingkat volatilitas (kemudahan suatu zat untuk menguap)
pada suhu dan tekanan tertentu. Destilasi merupakan proses fisika dan tidak
terjadi reaksi kimia selama proses berlangsung. Dasar metode destilasi adalah
perbedaan titik didih cairan yang akan dipisahkan pada tekanan tertentu.
Proses destilasi biasanya melibatkan suatu penguapan campuran dan diikuti
dengan proses pendinginan dan pengembunan.
Sublimasi adalah proses di mana beberapa padatan, pada pemanasan,
diubah langsung menjadi uap tanpa melalui fase cair, dan sebaliknya. Teknik
ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran padatan, salah satunya
dapat mengalami sublimasi. Uap kemudian didinginkan secara terpisah untuk
mendapatkan kembali padat menyublim. Sublimasi digunakan pada
pemisahan zat seperti amonium klorida, yodium, napthalene, kamper dan
belerang6.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan (pelarut) yang tidak saling
melarut, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik.
Metode pemisahan magnetik, dicontohkan oleh pemisahan serbuk besi.
Campuran serbuk besi sebagai salah satu komponen yang dapat dipisahkan
dengan menggunakan magnet untuk menarik partikel besi dari campuran.
Destilasi fraksinasi adalah metode memisahkan komponen-komponen
cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Destilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik
didih kurang dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan
tekanan rendah. Aplikasi dari Destilasi jenis ini banyak digunakan pada
industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam
minyak mentah.
6
Ibid
Metode pemisahan gravitasi adalah pemisahan campuran cairan yang
didasarkan oleh perbedaan berat jenis. Misalnya campuran dari dua cairan
yang bercampur dapat dipisahkan menggunakan corong pisah, cairan yang
berat jenisnya lebih besar akan berada di bawah, sedangkan cairan yang berat
jenisnya lebih kecil akan ada di atas corong pisah.

Rangkuman
Campuran adalah zat yang terdiri dari dua atau lebih unsur atau
senyawa yang bercampur secara fisik tetapi tidak bereaksi secara kimia
membentuk zat baru. Suatu campuran terdiri dari dua atau lebih zat dari fase
yang sama atau fase yang berbeda. Ketika zat yang bercampur memiliki
komposisi yang sama di seluruh bagian, maka disebut campuran zat
homogen, begitu juga sebaliknya jika komposisi di seluruh bagiannya tidak
sama, maka campuran tersebut merupakan campuran heterogen.
Karena komponen campuran tidak mengalami reaksi kimia, maka kita
dapat memisahkan campuran tersebut menjadi komponen-komponen
penyusunnya secara fisika. Pemisahan campuran antara zat padat dan cair
(berdasarkan perbedaan kelarutan), dapat dilakukan dengan metode
sedimentasi, dekantasi, filtrasi, penguapan, kristalisasi, dan destilasi.
Sedangkan pemisahan komponen-komponen campuran zat padat-padat, dapat
dilakukan dengan metode sublimasi, ekstraksi, pemisahan magnetik, dan
kromatografi. Campuran zat cair-cair dapat dipisahkan dengan metode
destilasi fraksinasi dan pemisahan gravitasi.

Pre Test
1. Apakah yang dimaksud dengan campuran?
2. Ada berapa penggolongan campuran? Sebutkan dengan disertai contoh!
3. Apa perbedaan antara senyawa dengan campuran? Jelaskan!
4. Mengapa campuran dapat dipisahkan dengan cara fisika?
5. Sebutkan masing-masing satu cara memisahkan komponen-komponen
campuran padatan - cair, campuran cair-cair, dan campuran padat-padat.
Serta jelaskan alasan anda memilih metode tersebut!
B. EKSPERIMEN

1. Eksperimen I
Pemisahan Campuran Berdasarkan Perbedaan Kelarutan:
Pemisahan Garam dan Pasir

Perbedaan kelarutan merupakan metode paling awal yang


dikembangkan untuk memisahkan campuran. Perbedaan kelarutan
digunakan berdasarkan kenyataan bahwa zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Pada kegiatan
laboratorium ini, kita akan memisahkan campuran dari dua senyawa,
dimana salah satu dari senyawa tersebut mudah larut dalam air dan
satunya lagi tidak larut dalam air.

Alat dan Bahan:


1) Kacamata, sarung tangan, dan Jas Lab. 7) Kertas saring
2) Neraca dan kertas timbangan 8) Corong
3) Hotplat 9) Batang pengaduk
4) Microwave atau Oven 10) Pasir kering
5) Gelas kimia 150 mL 12) Garam
6) Gelas arloji

Prosedur7:
1) Timbang sekitar 10.0 g pasir kering dan 10.0 g garam, kemudian
masukkan kedua zat tersebut ke dalam gelas kimia. Catat massa zat
tersebut pada lajur A dan B tabel pengamatan.
2) Aduk campuran dalam gelas kimia tersebut sampai garam dan pasir
bercampur.
3) Tambahkan sekitar 25 mL air kedalam gelas kimia, dan aduk sampai
garam habis larut.
4) Timbang potongan kertas saring dan catat massanya pada tabel
pengamatan.

7
Robert Bruce Thompson, 95
5) Timbang gelas kimia (sebagai wadah penampung) yang lain dan catat
massanya pada tabel pengamatan.
6) Seting corong, kertas saring dan gelas kimia penampung.
7) Goyangkan isi gelas kimia pertama kemudian tuangkan pada wadah
penyaring (corong + kertas saring)
8) Gunakan botol semprot untuk membilas gelas kimia agar pasir dan
sisa-sisa larutan garam turun semua ke kertas saring. Semprot residu
yang ada di kertas saring agar semua sisa larutan garam turun ke gelas
kimia. Kumpulkan filtrat (cairan yang lolos kertas saring) dalam gelas
kimia penampung.
9) Pindahkan kertas saring dari corong, hati-hati jangan sampai ada pasir
yang jatuh. Tempatkan kertas saring di atas gelas arloji seperti
Gambar. Panaskan gelas arloji beserta isinya menggunakan lampu
bunsen atau oven sampai semua air menguap dan kering.
10) Timbang kertas saring beserta isinya dan catat massa pada tabel
pengamatan. Hitung massa pasir.
11) Tempatkan gelas kimia penampung filtrat di atas hot plat dan
panaskan sampai titik didih air. Panaskan secara kontinyu sampai
sampai semua air menguap. Setelah volume larutan diturunkan, garam
terbentuk kembali melalui kristalisasi.
12) Setelah kristal garam kering, timbang beserta wadahnya dan catat
massa wadah beserta isinya pada tabel pengamatan. Hitung massa
garam.

Peringatan!
Walaupun bahan yang digunakan pada percobaan ini tidak beracun, tetapi tetap pakai
pakaian pelindung.
Limbah
Semua limbah dari percobaan ini dapat dibuang bersamaan limbah rumah tangga lainnya.
Tabel 3.1
Lembar Pengamatan
Item Massa (g)
A. pasir awal
B. garam awal
C. kertas saring
D. gelas kimia kedua (penampung)
E. pasir + kertas saring
F. garam + galas kimia kedua
G. pasir akhir (E – C)
H. garam akhir (F - D)

Post Test
1. Setelah melakukan pemisahan, anda mendapatkan kembali pasir dan
garam dengan massa yang sama dengan massa awal. Seberapa dekat
massa dari hasil pemisahan dengan massa awal? Berikan penjelasan
mengapa massa akhir lebih kecil dari massa awal? Atau sebaliknya.
2. Anda mau membuat campuran beton, tetapi hanya tersedia pasir yang
terkontaminasi atau dikotori oleh garam, dimana diketahui bahwa
garam ini dapat mengurangi kekuatan beton. Selain pasir tersebut,
anda juga mempunyai air yang berlebih. Jelaskan bagaimana caranya
anda hilangkan garam tersebut dari pasir!
3. Anda dihadapkan dengan campuran dari dua senyawa yang sama-
sama larut dalam air. Terangkan metode apa yang paling mungkin
untuk memisahkan kedua komponen tersebut!
ACARA II
LARUTAN DAN PELARUTAN

A. KONSENTRASI LARUTAN

Larutan merupakan campuran homogen antara dua atau lebih zat


berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentuk larutan, yaitu zat terlarut
(solute), dan pelarut (solvent). Fasa larutan dapat berupa fasa gas, cair, atau
fasa padat bergantung pada sifat kedua komponen pembentuk larutan8.
Berdasarkan banyaknya jenis zat penyusu larutan, dikenal istilah larutan
biner (2 jenis zat), larutan terner (3 jenis zat), dan larutan kuartener (4 jenis
zat) dan seterusnya. Menurut sifat hantaran listriknya, di golongkan larutan
elektrolit dan non elektrolit. Sedangkan ditinjau dari kemampuan suatu zat
melarut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu, dikenal larutan tak jenuh
(larutan yang masih mampu melarutkan), larutan jenuh (larutan yang
mengandung jumlah zat terlarut maksimal), dan larutan lewat jenuh (larutan
yang mengandung jumlah zat terlarut melebihi maksimal, sehingga
membentuk endapan)9.
Pelarutan atau melarut dapat diartikan sebagai terdispersinya molekul-
molekul zat terlarut ke dalam molekul pelarut (gula dalam air, minyak dalam
air, alkohol dalam air, CCl4 dalam benzena), atau berinteraksinya molekul
atau ion zat terlarut dengan molekul-molekul pelarut10.
Karak teristik yang paling penting dari suatu latutan adalah konsentrasi.
Konsentrasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan jumlah
zat dalam jumlah tertentu campuran. Larutan encer adalah larutan yang
mengandung jumlah zat terlarut sedikit per volume pelarut. Larutan pekat
adalah larutan yang mengandung jumlah zat terlarut relatif lebih besar atau
lebih banyak per volume pelarut. Larutan jenuh adalah larutan yang
mengandung jumlah maksimum zat terlarut yang masih mampu larut pada

8
Mulyono HAM, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. (Jakarta: Bumi Aksara.2008),1
9
Ibid, 2
10
Ibid, 3
volume pelarut pada suhu tertentu. Larutan jenuh mengandung zat terlarut
lebih dari kemampuan pelarut melarutkan.11
Untuk berbagai keperluan, nilai konsentrasi spesifik larutan sangat
penting. Kimiawan menyatakan konsentrasi dalam berbagai cara seperti
massa, volume, dan jumlah mol zat terlarut dalam pelarut. Cara lain juga
seperti parts per million (ppm) banyak digunakan terutama pada analisis
trace logam atau bidang ilmu lingkungan.
Berikut adalah beberapa metode yang digunakan untuk menyatakan
konsentrasi tertentu12.

1. Molaritas
Molaritas, disingkat mol/L atau M, menyatakan jumlah mol zat
terlarut per liter larutan. Molaritas adalah yang paling umum digunakan
untuk menyatakan konsentrasi. Kata "molaritas" dengan simbol
satuannya M adalah istilah yang sudah lama. Penggantinya yang baru dan
resmi adalah jumah konsentrasi substansi dengan satuan mol/dm3.
Keuntungan menggunakan molaritas untuk menentukan konsentrasi
adalah karena berhubungan dengan mol sehingga mudah dalah
pengerjaannya. Sedangkan kelemahannya adalah mengukur volume yang
akurat jauh lebih sulit daripada mengukur massa yang akurat. Dengan
kelemahan ini sehingga menjadi sulit membuat larutan dengan molaritas
yang tepat. Selain itu, molaritas larutan berubah dengan perubahan suhu,
karena massa zat terlarut tetap sama sedangkan volume larutan berubah
terhadap suhu.
Berikut adalah persamaan perhitungan molaritas (M):
(4.1)
atau
(4.2)

1 L = 1 dm3 dan 1 mL = 1 cm3

11
Robert Bruce Thompson, 121
12 Ibid,122
2. Molalitas
Molalitas, disingkat mol/kg atau m, yaitu menyatakan jumlah mol
zat terlarut per kilogram pelarut. Keuntungan menggunakan molalitas
untuk menyatakan konsentrasi zat terlarut adalah massa pelarut tidak
berubah dengan perubahan suhu atau tekanan, jadi molalitas tetap
konstan di bawah kondisi perubahan lingkungan. Molalitas digunakan
terutama pada pekerjaan yang melibatkan sifat koligatif larutan. Untuk
larutan encer dengan pelarut air (aqueous), molaritas dan molalitas
hampir sama, karena hampir seluruh massa larutan ini dicatat sebagai
massa pelarut (air), dimana massa air pada suhu kamar hampir tepat satu
kilogram per liter.
Berikut adalah persamaan perhitungan molalitas (m):

(4.3)

atau
(4.4)

3. Normalitas
Normalitas, disingkat N, menyatakan jumlah ekuivalen gram zat
terlarut per liter larutan (bukan per liter pelarut). Konsep gram ekuivalen
memperhitungkan pelarutan garam ionik dalam larutan. Sebagai contoh,
1.0 M larutan kalsium klorida (CaCl2) dapat dibuat dengan melarutkan
satu mol (111.0 g) kalsium klorida anhidrat dalam air dan membuat
volumenya menjadi 1.0 liter. Kalsium klorida terdisosiasi dalam larutan
menjadi satu mol ion kalsium (Ca2+) dan dua mol ion klorida (2Cl-).
Maka dalam hal ini larutan ion kalsium (Ca2+) 1.0 N, sedangkan ion
klorida (Cl-) 2.0 N. Dengan demikian, maka tidak tepat melabeli larutan
kalsium klorida (CaCl2) dengan 1.0 N atau 2.0 N, kecuali mencantumkan
spesi ion yang menjadi acuan.
Asam dan basa sering dilabeli dengan normalitas, diasumsikan
bahwa normalitas untuk asam mengacu pada konsentrasi ion hidronium
(H3O+) dan normalitas untuk basa mengacu pada konsentrasi ion
hidroksida (OH-). Untuk asam monoprotik seperti asam klorida (HCl)
dan asam nitrat (HNO3), nilai normalitas dan molaritas adalah sama,
karena asam ini terdisosiasi dalam larutan menghasilkan hanya satu mol
ion hidronium per mol asam. Untuk asam diprotik seperti asam sulfat
(H2SO4), normalitasnya adalah dua kali molaritas, karena satu mol asam
terdisosiasi dalam larutan membentuk dua mol ion hidronium. Untuk
asam triprotik seperti asam fosfat (H3PO4), normalitas adalah tiga kali
molaritas, karena dalam larutan asam ini menghasilkan tiga ion
hidronium per molekul asam. Demikian juga dengan basa, molekul
dwibasa seperti barium hidroksida, Ba(OH)2, terdisosiasi dalam larutan
menghasilkan dua mol hidroksida per mol senyawa, sehingga normalitas
larutan dari senyawa ini adalah dua kali molaritas senyawa tersebut.

4. Persen Massa-Massa
Persentase massa, juga disebut persentase berat-berat atau % (b/b),
yaitu menyatakan massa zat terlarut sebagai persentase dari total massa
larutan. Misalnya, melarutkan 20.0 g sukrosa di dalam 80.0 g air
menghasilkan massa larutan 100 g, jadi persentase massa larutan sukrosa
adalah 20% b/b. Persentase massa sering digunakan untuk menentukan
konsentrasi asam pekat. Misalnya, pada botol reagen asam klorida tertulis
37% HCl, yang berarti bahwa dalam 100 g larutan mengandung 37 g HCl
terlarut. (Larutan seperti ini sering juga disertai dengan data berat jenis
(bj) larutan, yang memungkinkan kita lebih mudah mengukur secara
volumetrik dari pada massa larutan).
Persamaan perhitungan persen massa adalah sebagai berikut:

(4.5)

5. Persen Massa-Volume
Persentase massa-volume, disebut juga persentase berat-volume
atau b/v, yaitu menyatakan persen massa zat terlarut dari total volume
larutan. Misalnya, dilarutkan 5.0 g iodin dalam etanol dan membuat
volume akhirnya menjadi 100.0 mL, menghasilkan 100 mL larutan iodin
5% b/v. Persentase massa/volume sering digunakan untuk menyatakan
konsentrasi indikator seperti phenolphthalein (pp) dan reagen lain yang
biasa digunakan dengan cara teteskan.

6. Persen Volume-Volume
Persentase volume-volume disingkat % (v/v), menyatakan
persentase volume zat terlarut dari total volume larutan, dan sering
digunakan pada saat membuat campuran dari dua cairan. Misalnya,
larutan etanol 40% v/v dapat dibuat dengan mengukur 40 mL larutan
etanol 100% dan ditambahkan air sampai volumenya 100 mL.

(4.6)

7. Larutan Standar
Larutan standar digunakan untuk analisis kuantitatif dan dibuat
sampai tingkat akurasi yang diperlukan. Biasanya larutan standar yang
akurat dibuat dengan empat angka penting atau lima angka penting
(seperti 1.001 M atau 1.0004M) dan distandarisasi lagi dengan larutan
standar (larutan yg sudah diketahui konsentrasinya sangat akurat).
Misalnya, untuk membuat 1 L larutan natrium karbonat 1.0000 M
membutuhkan satu mol (105.99 g) natrium karbonat. Anda menimbang
sodium karbonat sedekat mungkin dengan nilai 105.99 g, tetapi
sebenarnya mengenai jumlah kurang penting dibandingkan mencatat
massa sebenarnya sampai ketelitian 0.01 g. Kemungkinan yang bisa
terjadi misalnya, berakhir dengan 106.48 g natrium karbonat (atau 104.
37 g), tetapi yang penting adalah anda mengetahui bahwa massa diukur
dengan ketelitian 0.01 g. Setelah anda mencatat massa sebenarnya,
masukkan ke dalam labu ukur 1 L, yang berisi 800 mL akuades
kemudian aduk sampai zat terlarut larut. Selanjutnya bilas natrium
karbonat yang masih tersisa pada wadah timbangan dengan sedikit
aguadest, isi labu sampai beberapa sentimeter sebelum tanda batas.
Campurkan larutan dengan cara digerakkan dan diputar-putar secara
perlahan, kemudian gunakan pipet untuk mengisi labu sampai tanda
batas.
Saat ini, anda telah memiliki 1 L larutan natrium karbonat dengan
konsentrasi yang diketahui dengan tingkat akurasi yang tinggi. Untuk
memverifikasi konsentrasi yang tepat, larutan dapat dititrasi dengan
larutan standar.

8. Larutan Stok
Larutan stok adalah larutan pekat dari bahan kimia yang stabil,
sering tersedia dalam keadaan jenuh atau hampir jenuh, larutan ini
biasanya diencerkan dulu sebelum digunakan. Larutan stok dapat dibeli
atau dibuat. Contoh yang paling umum larutan stok adalah larutan asam
pekat (seperti asetat, klorida, nitrat, dan asam sulfat), beberapa larutan
basa (seperti amonia berair), dan bahan kimia cair umum lainnya, seperti
hidrogen peroksida pekat dan formalin.

Rangkuman
Larutan merupakan campuran homogen antara dua atau lebih zat
berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentuk larutan, yaitu zat terlarut
(solute), dan pelarut (solvent). Fasa larutan dapat berupa fasa gas, cair, atau
fasa padat bergantung pada sifat kedua komponen pembentuk larutan.
Berdasarkan banyaknya jenis zat penyusu larutan, dikenal istilah larutan
biner (2 jenis zat), larutan terner (3 jenis zat), dan larutan kuartener (4 jenis
zat) dan seterusnya. Menurut sifat hantaran listriknya, di golongkan larutan
elektrolit dan non elektrolit. Sedangkan ditinjau dari kemampuan suatu zat
melarut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu, dikenal larutan tak jenuh
(larutan yang masih mampu melarutkan), larutan jenuh (larutan yang
mengandung jumlah zat terlarut maksimal), dan larutan lewat jenuh (larutan
yang mengandung jumlah zat terlarut melebihi maksimal, sehingga
membentuk endapan).
Pre Test
1. Apa yang dimaksut larutan? Uraikan contoh masing-masing.
2. Sebutkan jenis kekompok larutan!
3. Apa keuntungan dan kelemahan mengunakan satuan konsentrasi
molaritas?
4. Apa keuntungan menggunakan molalitas?
5. Kapan molaritas larutan sama dengan molalitasnya?
6. Apa yang menjadi acuan normalitas untuk larutan asam dan basa?
7. Apa perbedaan antara larutan standar, larutan stok, dan larutan kerja?

B. EKSPERIMEN

1. Eksperimen I
Membuat Molaritas Larutan (M) dari Bahan Padat

Pada kegiatan laboratorium ini, akan dibuat larutan stok tembaga


(II) sulfat 100 mL. Walaupun larutan ini tidak distandarisasi, tetapi anda
harus berupaya untuk mendapatkan konsentrasi yang seakurat mungkin
dengan menimbang massa dan mengukur volume dengan teliti dan hati-
hati.
Pertanyaan pertama yang memerlukan jawaban adalah bagaimana
konsentrasi larutan stok sebaiknya? Idelnya kita menginginkan larutan
dengan konsentrasi tinggi namun tidak sampai jenuh. (Kita tidak ingin
larutan tembaga sulfat mengkristal jika terjadi perubahan suhu di
laboratorium menjadi lebih dingin dari biasanya atau terjadinya
penguapan pelarut). Jadi, hal pertama yang perlu anda tentukan adalah
molaritas jenuh larutan tembaga sulfat pada suhu kamar. Dari molaritas
jenuh tersebut anda dapat menentukan molaritas berapa larutan stok
sebaiknya, dan menghitung jumlah tembaga sulfat yang diperlukan untuk
membuat 100 mL larutan stok dengan konsentrasi tersebut. Untuk itu
perhatikan dan ikuti tahapan proses berikut:13

13
Ibid,127
a. Lihat data tembaga sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O) dalam buku
referensi, catat data seperti kelarutannya pada suhu 20 °C adalah 317
g/L dan massa rumusnya 249.7 g/mol.
b. Tentukan molar jenuh larutan CuSO4.5H2O dengan cara membagi
317 g/L dengan 249.7 g/mol dan diperoleh 1.27 mol/L atau 1.27 M.
c. Untuk menghindari larutan mengkristal pada suhu yang lebih rendah,
maka anda dapat membuat larutan stok dengan konsentrasi 1.00 M
atau 1 mol/L.
d. Karena hanya membuat larutan stok 100 mL (0.1 L), maka
diperlukan 0.1 mol tembaga sulfat.
e. Diketahui bahwa massa rumus tembaga sulfat pentahidrat adalah
249.7 g/mol, maka diperlukan 24.97 g tembaga sulfat pentahidrat
untuk 100 mL larutan.
f. Jika pada label botol atau kemasan tembaga sulfat pentahidrat
tertulis kadar CuSO4.5H2O adalah 99.0%, maka untuk mendapatkan
24.97 g CuSO4.5H2O dapat diperoleh dengan cara membagi 24.97 g
dengan 0.99 (99%) sehingga diperoleh 25.22 g. Jadi jumlah zat
dalam botol atau kemasan yang harus diambil untuk membuat
larutan stok 100 mL 1.00 M adalah 25.22 g.

Alat dan Bahan:

1) Kaca mata pelindung 8) Corong


2) Sarung tangan 9) Botol semprot
3) Timbangan 10) Batang pengaduk
4) Labu ukur 100 mL 11) Cawan petri
5) Gelas ukur 100 mL 12) Tissue
6) Gelas kimia 150 mL 13) Padatan NaOH
7) Pipet tetes 14) Label
8) Spatula 15) Akuades
Prosedur:

1) Gunakan kaca mata pelindung, jas lab, dan sarung tangan.


2) Sediakan gelas kimia kering
3) Hitung massa NaOH yang dibutuhkan Untuk membuat 100 ml
NaOH
4) Tambahkan 9 gram NaOH pada gelar kimia, dilarutkan dengan
aquades secukupnya, diaduk hingga larut sempurna.
5) Bila sudah larut dimasukkan kedalam labu takar 100 ml.
6) Tambahkan labu ukur dengan aquades sempai tanda batas.
7) Larutan kemudian dikocok dan diberi lebel sesuai konsentrasinya

Dalam hal ini, perhitungannya mungkin sederhana; misalnya jika membuat larutan 1/10
dari satu liter larutan 1 M, maka dibutuhkan 0.1 mol zat terlarut. Tetapi jika membuat
volume dan molaritas yang lain, perhitungannya mungkin menjadi sedikit lebih rumit.
Misalnya, untuk menentukan berapa banyak zat terlarut yang diperlukan untuk membuat
larutan tembaga sulfat 25 mL 0.75 M, maka anda dapat menghitungnya dengan persamaan
sebagai berikut:
(25 mL) · (1 L/1000 mL) · (0.75 mol/L) · (249.7 g/mol) = 4.68 g

Tabel 4.1
Lembar Kerja Pembuatan Beberapa larutan Stok
M
Nominal Massa Massa
Senyawa Rumus Berat rumus Volume sebenarny
M perhitungan sebenarnya
a
Tembaga sulfat
CuSO4.5H2O 249.68 g/mol 1.0 M 100 mL 25.22 g 25.34 g 1.005 M
pentahidrat
Aluminum nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Barium klorida __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Kromium (III) nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Kobalt (II) nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Tembaga (II) nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Besi (III) nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Besi (II) sulfat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Timbal nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Magnesium sulfat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Nikel(II) nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Potasium bromida __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Potasium kromat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Potasium ferosianida __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Potassium iodida __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Potasium permanganat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Silver nitrat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
M
Nominal Massa Massa
Senyawa Rumus Berat rumus Volume sebenarny
M perhitungan sebenarnya
a
Sodium carbonat __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M
Sodium hidroksida __.__ g/mol __,__ M 100 mL __,__ g __,__ g __,__ M

Contoh Label larutan:

Copper(II) Sulfate Aluminum Nitrat


1.00 M 1.00 M
CuSO4 ● 159.60 g/mol Al(NO3)3 ● 212.9962 g/mol
159.6 mg/mL ● 1g per 6.27 mL 213.0 mg/mL ● 1g per 4.69 mL

Post Test
1. Sebutkan minimal lima faktor yang menyebabkan molaritas
sebenarnya berbeda dengan molaritas hasil perhitungan!
2. Pada Tabel 3.1 di atas diasumsikan kebutuhan larutan 100 mL,
sedangkan ada beberapa larutan (misalnya seperti perak nitrat)
mungkin anda akan membutuhkannya dengan jumlah yang lebih
sedikit karena bahannya mahal atau mungkin anda memang akan
menggunakannya sedikit. Demikian juga sebaliknya, ada beberapa
jenis larutan yang mungkin anda akan membuatnya dengan volume
yang lebih besar karena bahannya murah atau akan anda gunakan
dalam jumlah lebih besar. Sebut dan jelaskan alasan lain sebagai
pertimbangan anda dalam membuat larutan dengan volume tertentu!

2. Eksperimen II
Membuat Molaritas Larutan (M) dari Bahan Cair pekat

Beberapa bahan kimia yang umum di laboratorium seperti asam


sulfat berwujud cair pada suhu dan tekanan standar. Banyak juga bahan
kimia yang lain seperti amonia, dan asam klorida berwujud gas, tetapi
disimpan dan digunakan dalam bentuk larutan cair pekat. Kedua jenis
larutan tersebut akan ditangani dengan cara yang sama yaitu dengan
teknik pengenceran untuk mendapatkan larutan kerja dengan molaritas
tertentu yang diperlukan.
Pada kegiatan laboratorium ini anda akan membuat larutan HCl
100 mL 1.00 M dengan teknik pengenceran. Untuk memudahkan kerja
anda, pada label botol kemasan HCl terdapat beberapa data dan informasi
yang anda perlukan seperti:
a. Persen massa antara 36% - 38%, yang berarti bahwa dalam 100 g
larutan HCl terdapat 36 g atau 38 g HCl terlarut.
b. Berat jenis larutan kisaran antara 1.79 g/mL dan 1.89 g/mL.
c. Molaritas antara 11.64 M dan 12.39 M.
Jika membuat larutan 1.0 M, dengan mengasumsikan larutan HCl
pekat dengan molar 12.0 M, maka dapat dilakukan dengan menambahkan
1 bagian HCl pekat ke dalam 11 bagian akuades. Karena ingin membuat
100 mL larutan 1.0 M, maka jumlah bagian (mL) larutan HCl pekat yang
akan diambil dapat ditentukan dengan membagi 100 mL dengan 12
bagian sehingga diperoleh 8,33 mL. 8,33 mL larutan HCl kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur dan diencerkan menjadi 100 mL.
Cara lain yang akurasi dan presisinya lebih tinggi yaitu dengan
menggunakan data presentase massa (gravimetri) dan berat jenis
(volumetrik). Untuk membuat larutan dengan menggunakan data persen
massa, langkah pertama yang anda harus lakukan adalah menghitung
jumlah mol zat terlarut yang diperlukan. Misalnya untuk membuat
larutan HCl 100 mL (0.1 L) 1 M, maka anda memerlukan 0.1 mol HCl
(dimana 0.1 mol/0.1L = 1 M). Diketahui massa rumus HCl 36.5 g/mol,
sehingga massa yang diperlukan adalah 3.65 g HCl. Jika persentase
massa asam HCl pekat 37% (0.37), maka dengan membagi 3.65 g HCl
dengan 0.37 (37%) diperoleh massa HCl pekat sebesar 9.87 g. Untuk
mendapatkan massa larutan ini dapat dilakukan dengan menempatkan
gelas kimia di atas timbangan kemudian dinolkan, dan selanjutnya
ditambahkan larutan HCl pekat sampai beratnya terbaca 9.87 g14.
Jika anda lebih memilih mengukur asam pekat cecara volumetrik
daripada gravimetri, maka anda perlu mengetahui kerapatan (berat jenis)

14
Ibid, 136-137
larutan HCl pekat. Untuk menghitung volume asam pekat yang memiliki
massa 9.87 g, dapat dilakukan dengan cara membagi massa yang
diperlukan tersebut dengan kerapatan larutan HCl pekat. Volume HCl
pekat yang diperlukan adalah 9.87/1.18 = 8.36 mL.

Alat dan Bahan:


1) Kaca mata pelindung 8) Corong
2) Sarung tangan 9) Botol semprot
3) Timbangan 10) Botol reagen a
4) Labu ukur 100 mL 11) Label
5) Gelas ukur 10 mL 12) Akuades
6) Gelas kimia 150 mL 13) Cairan H2SO4
7) Pipet volume 14) Tissue
8) Pipet tetes

Prosedur:
1) Gunakan kaca mata pelindung, jas lab, dan sarung tangan.
2) Siapkan gelas kimia 50 mL yang sudah dibersihkan
3) Hitung berapa mL cairan H2SO4 yang harus diambil untuk membuat
larutan H2SO4 1 M sebanyak 25 mL.
4) Pipet menggunakan karet penghisap H2SO4 cair 95% dengan BJ
1.84 gr/mL (lakukan dilemari asam) sebanyak 5,6 mL kedalam gelas
kimia 50 mL yang telah berisi aquades sekitar 10 ml. Aduk hingga
larutan tercampur merata .
5) Isi labu ukur dengan aquades sampai 2/3 bagian.
6) Tuangkan larutan H2SO4 pekat tersebut kedalam labu ukur melalui
corong
7) Gunakan botol semprot untuk mengambil sisa-sisa digelas ukur
sekitar 2 atau 3 mL. Kemudian tuangkan air bilasan tersebut kedalam
labu ukur dan bilas juga corong yang telah digunakan tersebut, hati-
hati Jangan sampai kebanyakan. Ulangi pembilasan tersebut dengen
2 atau 3 mL aquades, untuk memastikan semua larutan H2SO4 pekat
masuk ke dalam labu ukur.
8) Gunakan butol semprot untuk menambahkan aquades sampai sekitar
1 cm dibawah garis batas labu ukur
9) Pindahkan Corong kemudian digunakan pipet tetes untuk
menambahkan aquades sampai garis batas.
10) Tutup labu ukur kemudian dibolak balikkan labu secara perlahan
untuk mencampurkan larutan
11) Gunakan corong untuk memindahkan larutan ke botol reagen
12) Labeli larutan.
13) Cuci gelas kimia, corong, gelas ukur, labu beserta tutup nya dengan
air keran, dibilas dengan aquades kemudian dikeringkan dirak
pengering.

Post Test
1. Anda akan membuat 100 mL larutan asam sulfat 0.5 M. Asam sulfat
pekat yang ada di laboratorium anda memiliki kerapatan 1.84 g/mL.
Apakah data itu cukup bagi anda untuk membuat larutan 0.5 M? Jika
tidak, mengapa? Jika cukup, berapa banyak asam sulfat pekat yang
akan anda encerkan untuk membuat larutan asam sulfat 100 mL 0.5
M?
2. Dilaboratorium anda memiliki larutan asam sulfat pekat sebanyak
100 mL. Pada labelnya tertulis 85% dan 1 L = 1.68 kg. Berapa
banyak larutan asam sulfa 2.00 M yang dapat anda buat dari 100 mL
larutan pekat tersebut?
3. Di Laboratorium, anda memiliki larutan HCl pekat 31.45% b/b.
Anda ingin membuat larutan HCl 1 L 1.00 M. Jika anda merasa ragu
dengan persentase massa tersebut, anda dapat menghitung ulang
dengan cara meletakkan labu ukur 100 mL, kemudian dinolkan
sehingga pembacaan 0.00 g, kemudian ditambahkan HCl 100 mL.
Catat massanya dan hitung berat jenisnya. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut, apakah persentase massa HCl pekat tersebut
akurat? Jika tidak, berapa besar perbedaannya?

3. Eksperimen III
Mengencerkan larutan dari stok larutan yang tersedia

Kegunaan yang paling umum dari larutan dengan konsentrasi


massa/volume di laboratorium kimia adalah untuk indikator. Sebagai
contoh, seorang ahli kimia membuat larutan 1% penolpthalein dalam
etanol, larutan aquaous phenol red 0.2%, dan 0.4% larutan aquaous
bromocresol hijau dan bromothymol biru. Daripada dengan berat 1.000
gram bubuk phenolphthalein, dilarutkan dalam etanol, dan membuatnya
sampai 100 mL dalam labu ukur, kebanyakan ahli kimia akan membuat
larutan dengan melarutkan sekitar satu gram bubuk indikator ke dalam
sekitar 100 mL etanol.

Alat dan Bahan:


1) Kaca mata pelindung 7) pipet tetes
2) Sarung tangan 8) Pipet volum
3) Timbangan 9) Botol semprot
4) Gelas kimia 10) Larutan H2SO4
5) Labu ukur 11) Larutan NaOH
6) Tissue 12) Kertas label

Prosedur:
1) Gunakan kaca mata pelindung, jas lab, dan sarung tangan.
2) Siapkan sebuah labu ukur 100 ml yang sebelumnya sudah
dibersihkan
3) Catat Konsentrasi (M) NaOH dan H2SO4 yang telah disiapkan dan
dihitung berapa mL yang harus dipipet untuk membuat larutan
NaOH dan H2SO4 dengan konsentrasi masing-masing 0.5 M
Sebanyak 100 ml
4) Setelan dihitung, pipet dengan menggunakan karet реnghisap dan
pipet skala yang sesuai dengan Jumlah yang telah di hitung ke dalam
labu ukur 100 mL yang telah diisikan Sedikit aquades. Tambahkan
aquades kedalam labu ukur dan impitkan hingga tanda batas
5) Tutup labu ukur dan dikocok sampai homogen.

Post Test
1. Mengapa molaritas tidak pernah digunakan untuk menyatakan
konsentrasi larutan fenolftalein dan indikator lainnya?
2. Untuk jenis larutan apa metode % m/v lebih bermanfaat dari pada
molaritas atau yang lainnya untuk menyatakan konsentrasi larutan?
ACARA III
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

A. SIFAT-SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Sifat koligatif larutan adalah sifat yang dipengaruhi oleh jumlah partikel
zat terlarut (ion, atom, molekul) dalam larutan bukan oleh jenis partikel
terlarut. Ada tiga sifat koligatif, seperti yang akan dijelaskan berikut ini15:

1. Penurunan tekanan uap


Peristiwa dimana molekul-molekul zat cair melepaskan diri dari
permukaan cairannya dan membentuk fase gas atau uap disebut menguap.
Adanya partikel lain yang tidak mudah menguap dalam larutan dapat
menurunkan tekanan uap pelarut16. Penurunan tekanan uap terjadi karena
meningkatnya jumlah partikel zat terlarut dalam larutan. Akibatnya,
beberapa partikel terlarut menggantikan posisi partikel pelarut pada
permukaan larutan (batas antara cairan-gas), akibatnya jumlah partikel
pelarut lebih sedikit yang dapat menguap shingga menurunkan tekanan
uap17.
Kenaikan titik didih pada kasus-kasus tertentu sering dianggap
berbeda dengan penurunan tekanan uap. Titik didih terjadi adalah
temperatur dimana tekanan uap cairan sama dengan tekanan gas pada
permukaan gas-cairan. Karena adanya partikel zat terlarut sehingga
menurunkan tekanan uap larutan, dan juga sekaligus meningkatkan titik
didih dari larutan. Kenaikan titik didih (∆Tb atau ∆Tbp) dihasilkan dari
faktor van’t Hoff (i) zat terlarut, konstanta kenaikan titik didih pelarut
(Kb atau Kbp), dan molalitas (m) larutan, dan dapat disusun persamaannya
sebagai berikut:
∆Tb = iKbm (5.1)

15
Robert Bruce Thompson,147
16
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2. (Bandung: Yrama Widya, 2013),24.
17
Robert Bruce Thompson,147
(5.2)

p = massa air (pelarut) dalam gram


Salah satu kegunaan penurunan tekanan uap adalah sebagai anti
beku atau disebut juga sebagai anti didih pada radiator mobil.
Penambahan senyawa bertitik didih tinggi seperti etilen glikol atau
senyawa lain yang serupa pada air radiator dapat meningkatkan titik
didih larutan di atas titik didih air murni.

2. Penurunan Titik Beku


Penurunan titik beku terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah
zat terlarut dalam larutan. Salah satu aplikasi penurunan titik beku adalah
mencairkan padatan es di jalan dengan menaburkan garam (NaCl atau
CaCl2), ini merupakan salah satu contoh padatan melarutkan padatan
yang lain. Setelah penambahan garam, titik beku larutan menjadi lebih
rendah daripada titik beku air murni pembentuk padatan es, sehingga
padatan es mencair. Penurunan titik beku dihitung dengan cara yang
sama seperti pada kenaikan titik didih, hanya mengganti konstanta
kenaikan titik didih (Kb) dengan konstanta penurunan titik beku (Kf ),
sehingga persamaannya menjadi
∆Tf = -(iKfm) (5.3)

( ) (5.4)

penambahan tanda negatif sebagai tanda terjadinya penurunan pada titik


beku.

3. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat
terlarut sehingga menimbulkan tekanan untuk melintasi membran
semipearmiabel. Fenomena tekanan osmotik dimanfaatkan dalam
berbagai proses industri bahan kimia dan dalam beberapa prosedur medis
seperti cuci darah, belum lagi seperti fungsi rutin bagian tubuh seperti
ginjal mengekstraksi produk limbah dari aliran darah. Perilaku larutan di
bawah tekanan osmotik menyerupai perilaku gas, sehingga persamaan
untuk menghitung tekanan osmosis menggunakan tetapan gas ideal:
( ) (5.5)

(5.6)

di mana π adalah tekanan osmosis, n mol zat terlarut, i tetapan van't Hoff,
R tetapan gas ideal, T suhu mutlak dalam kelvin, dan V volume dalam
liter18.
Dalam kebanyakan perhitungan kimia, ilmuan lebih banyak
menyatakan konsentrasi dalam molaritas. Namun dalam perhitungan
tekanan osmosis, molalitas (mol per kilogram pelarut atau mol/kg) adalah
lebih baik, karena molalitas dapat ditentukan dengan akurasi yang tinggi
dan juga molalitas tidak berubah dengan bertambah atau berkurangnya
volume akibat pemanasan atau pendinginan.

Sifat koligatif larutan mungkin tampaknya menjadi konsep abstrak dengan aplikasi
hanya di laboratorium kimia, sebenarnya sifat koligatif larutan memiliki aplikasi nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa aplikasi sifat koligatif larutan dalam
kehidupan sehari-hari:
 Darah mamalia, burung, ikan, dan serangga asli Arktik, Antartika, dan daerah dingin
lainnya telah ditemukan mengandung protein khusus yang berfungsi secara koligatif
untuk menurunkan titik beku darah mereka. Beberapa studi menunjukkan bahwa
manusia yang tinggal di lingkungan yang dingin memiliki komponen kimia darah
yang berbeda dari orang-orang yang tinggal di iklim panas.
 Zat antibeku yang terdapat dalam radiator mobil berperan menurunkan titik beku air,
dan mencegah radiator membeku disaat cuaca dingin. Selain itu, zat antibeku ini
juga berperan menurunkan titik didih, dan mencegah radiator mendidih disaat panas.
 Pada musim dingin jalan raya yang tertutup es ditaburkan garam untuk mencairkan
es, ini salah satu aplikasi praktis dari sifat koligatif penurunan titik beku.
 Air mata terasa asin berfungsi membunuh atau menjaga mata agar tetap steril dengan
membunuh mikroba melalui dehidrasi osmotik.

Rangkuman
Sifat-sifat koligatif tergantung pada jumlah partikel zat terlarut tidak
pada jenis zat terlarut. Salah satu dari sifat-sifat ini adalah kecendrungan
setiap komponen larutan untuk menurunkan tekanan uap komponen lainnya.

18
Ralph H.Petrucci-Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. (Jakarta: Erlangga,
1998), 74.
Dalam larutan ideal, penurunan tekanan uap sesuai dengan hukum Raoult.
Dalam larutan yang zat terlarutnya tak volatil, penurunan titik beku dan
kenaikan titik didih dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul zat
terlarut tersebut. Apabila zat terlarut berbobot molekul besar (misalnya
polimer) sifat koligatif yang cocok untuk penetapan bobot molekulnya adalah
tekanan osmotik.
Salah satu kegunaan penurunan tekanan uap adalah sebagai anti beku
dan anti didih pada radiator mobil. Selain itu prinsip sifat koligatif larutan
(penurunan titik beku) dapat diaplikasikan untuk mencairkan es di jalan
bersalju.

Pre Test
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sifat koligatif larutan!
2. Jelaskan apa yang terjadi jika butiran garam ditaburkan pada jalan
bersalju!
3. Jika tangkai bunga yang dipetik dimasukkan ke dalam larutan garam
pekat, bunga akan layu. Jika buah mentimun segar dimasukkan ke dalam
larutan yang sama, mentimun akan mengerut. Jelaskan dasar gejala ini!
B. EKSPERIMEN
1. Eksperimen I
Menentukan Massa Molar dengan Kenaikan Titik Didih
a. Menentukan titik didih air di bawah kondisi lingkungan
Titik didih air dalam kondisi standar adalah 100 °C, tetapi, seperti
halnya kebanyakan cairan, titik didih yang sebenarnya tergantung pada
tekanan udara lingkungan yang bervariasi dengan cuaca dan dataran. Jika
tekanan udara di bawah tekanan standar 1000 milibar (mbar), maka titik
didih air kurang dari 100 °C; jika tekanan lebih besar dari 1000 mbar,
maka titik didih air lebih besar dari 100 °C. Karena tekanan udara tidak
konstan, maka titik didih air bisa berbeda secara signifikan dari satu
tempat ke tempat lain dan dari hari yang satu ke hari yang lain di tempat
tertentu.
Alat dan Bahan:
1) Kaca mata pelindung 9) Penjepit gelas
2) Sarung tangan 10) Batang pengaduk
3) Timbangan 11) Termometer
4) Gelas foam 12) Batu didih
5) Gelas kimia 250 mL 13) Natrium klorida (70.13 g)
6) Gelas ukur 100 mL 14) Sukrosa (410.76 g)
7) Lampu alkohol 15) Air keran
8) Kaki tiga dan kasa

Titik didih air dibawah kondisi lingkungan sangat penting


diketahui, karena titik didih ini akan menjadi standar atau acuan awal
dalam pengukuran perubahan titik didih (ΔT) dari berbagai variasi molal
larutan dan dari data tersebut masa molar zat terlarut. Berikut langkah-
langkah yang dapat ditempuh untuk menentukan titik didih air:
1) Gunakan pakaian pelindung, kacamata pelindung, dan sarung
tangan.
2) Isi gelas kimia 250 mL dengan akuades sampai sekitar setengah
ukuran volume gelas. Panaskan sampai mendidih.
3) Masukkan termometer kedalam air, pastikan termometer tidak
kontak dengan dinding atau dasar gelas kimia. Biarkan termometer
sampai suhunya stabil, catat suhu tersebut pada lembar pengamatan.
4) Kosongkan dan keringkan gelas kimia.
b. Mempersiapkan Larutan NaCl dan Sukrosa dalam Molal
Untuk menguji pengaruh molalitas dan disosiasi terhadap titik
didih, anda perlu mempersiapkan larutan senyawa ion dan senyawa
molekul (kovalen) dengan molalitas yang diketahui. Gunakan natrium
klorida dan sukrosa karena kedua bahan kimia ini murah, mudah
diperoleh, dan sangat larut dalam air. Natrium klorida adalah ionik.
Dalam larutan, natrium klorida terdisosiasi menjadi ion natrium (Na+)
dan ion klorida (Cl-), dan karena itu memiliki faktor van't Hoff = 2,
sedangkan sukrosa adalah molekul, sehingga memiliki faktor van't Hoff
= 1.
Karena kelarutan senyawa NaCl dan sukrosa dalam air lebih dari 6
mol/L, maka pada kegiatan ini akan dipersiapkan kedua larutan tersebut
dengan konsentrasi 6 molal, 3 molal dan 1,5 molal.

Prosedur:

1) Tuliskan dan berikan label gelas foam dengan keterangan 6 molal


NaCl. Letakkan di atas timbangan, tare/zero sampai pembacaan 0.00
g.
2) Tambahkan air keran sampai sedekat mungkin 100.00 g kedalam
gelas Foam. Pindahkan gelas Foam dari timbangan.
3) Timbang NaCl 35.07 g (0.6 mol), kemudian tambahkan ke dalam
100.00 g air. Aduk sampai semua NaCl larut. (larutan NaCl 6.0
molal).
4) Ulangi langkah 1 sampai langkah 3 untuk membuat larutan NaCl 3.0
molal (17.53 g NaCl dalam 100.00 g air) dan 1.5 molal (8.77 g NaCl
dalam 100.00 g air).
5) Ulangi langkah 1 sampai 4 untuk membuat larutan sukrosa 6.0 molal
(205.38 g sukrosa dalam 100.00 g air), 3.0 molal (102.69 g sukrosa
dalam 100.00 g air), 1.5 molal (51.34 g sukrosa dalam 100.00 g air).
c. Tahap Penentuan Titik Didih Larutan NaCl dan Sukrosa
Pada kegiatan laboratorium ini anda akan menentukan titik didih
larutan NaCl dan sukrosa. Ikuti prosedur berikut:
1) Gunakan pakaian pelindung, kacamata pelindung, dan sarung
tangan.
2) Masukkan larutan NaCl 6.0 Molal kedalam gelas kimia ukuran 250
mL. Letakkan gelas kimia di atas pemanas, dan panaskan secara
perlahan sampai mendidih.
3) Masukkan termometer ke dalam gelas kimia, pastikan termometer
tidak menyentuh dasar dan sisi gelas. Pertahankan sampai
pembacaan termometer konstan, dan catat temperatur yang terbaca
pada Tabel 5.1.
4) Pindahkan gelas kimia dari pemanas, dinginkan dan kemudian
tuangkan kembali ke dalam gelas foam berlabel. Bilas gelas kimia
dan keringkan.
5) Ulangi langkah 2 sampai 4 untuk larutan NaCl 3.0 molal dan 1.5
molal. Lanjutkan untuk larutan sukrosa 6.0 molal, 3.0 molal, dan 1.5
molal.
6) Gunakan kenaikan titik didih masing-masing larutan dan faktor van’t
Hoff masing-masing zat terlarut, untuk menghitung bobot rumus
NaCl dan sukrosa, dan masukkan nilai tersebut ke dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1
Lembar Pengamatan Titik Didih Larutan

Titik Bobot Rumus


No Larutan
Didih °C Terhitung g/mol
1 Air ___.__°C

2 Natrium klorida (NaCl) 6.0 molal ___.__°C _____.___ g/mol

3 Natrium klorida (NaCl) 3.0 molal ___.__°C _____.___ g/mol

4 Natrium klorida (NaCl) 1.5 molal ___.__°C _____.___ g/mol

5 Sukrosa (C12H22O11) 6.0 molal ___.__°C _____.___ g/mol

6 Sukrosa (C12H22O11) 3.0 molal ___.__°C _____.___ g/mol

7 Sukrosa (C12H22O11) 1.5 molal ___.__°C _____.___ g/mol

Post Test
1. Sebut dan definisikan satuan konsentrasi yang digunakan dalam
menentukan sifat koligatif (kenaikan titik didih) larutan ini!
Mengapa satuan konsentrasi ini lebih baik dari pada molaritas pada
penentuan sifat koligatif ini?
2. Diketahui nilai Kb H2O adalah 0.512 °C/molal, faktor van’Hoff
NaCl = 2 dan sukrosa = 1, gunakan nilai ini beserta titik didih yang
anda catat pada tabel untuk menghitung bobot rumus NaCl dan
sukrosa. Catat nilai-nilai yang dihitung ini ke tabel pengamatan.
3. Pengaruh apa yang anda harapkan terhadap titik didih jika anda
melarutkan alkohol dengan jumlah yang cukup untuk membuat 1
molal larutan?
2. Eksperimen II
Mengamati Pengaruh Tekanan Osmotik

Tekanan osmotik adalah tekanan hidrostatik yang terjadi ketika dua


larutan dengan konsentrasi yang berbeda kontak melalui dua sisi
membran semipermeabel. Membran semipermeabel adalah membran
yang memungkinkan dilewati oleh molekul kecil (seperti air) secara
bebas, tetapi secara fisik menahan molekul yang lebih besar (seperti zat
terlarut). Dalam sistem ini, air akan melewati membran dari larutan encer
ke larutan yang lebih pekat sampai konsentrasi larutan sama, dimana
sitem mencapai keseimbangan.
Jika sel biologis ditempatkan di lingkungan hipotonik (konsentrasi
larutan dalam sel lebih tinggi daripada konsentrasi larutan di sekitarnya),
maka air akan mengalir ke dalam sel melalui membran semipermeabel
yang mengelilingi sel, menyebabkan sel mengembang dan massanya
bertambah. Sebaliknya, apa bila berada pada lingkungan hipertonik
(konsentrasi larutan di luar sel lebih tinggi), maka air akan mengalir
keluar dari sel, sehingga sel menyusut dan massanya berkurang.
Anak-anak kadang-kadang tanpa disadari mempraktikkan prinsip
tekanan osmotik dengan menuangkan garam meja pada siput taman. Hal
ini menciptakan lingkungan sangat hipertonik, lingkungan menghisap air
dari siput, dan dapat membunuh siput karena terdehidrasi secara cepat
dan ekstrim.

Alat dan Bahan:


1) Kaca mata pelindung 5) Polpen/spidol
2) Sarung tangan 6) Pisau/Carter
3) Timbangan 7) Kertas tisu
4) Gelas kimia 150 mL 8) Larutan A sampai F

Prosedur:
1) Gunakan pakaian pelindung, kacamata pelindung, dan sarung
tangan.
2) Potong tangkai seledri menjadi tujuh buah dengan massa kira-kira
sama.
3) Labeli potongan seledri dari A sampai G.
4) Timbang setiap potongan seledri dan catat massa masing-masing
pada Tabel lembar pengamatan.
5) Masukkan setiap potongan seledri, A sampai F, ke dalam gelas yang
sesuai, pastikan bahwa seledri sudah benar-benar tenggelam.
6) Masukkan sepotong seledri G ke dalam wadah air murni.
7) Biarkan potongan seledri terendam setidaknya selama satu jam.
8) Angkat setiap potongan seledri dari dalam gelas, bilas sebentar
dengan air, lap sedikit dengan kertas tisu biar kering, dan timbang
kembali. Catat massa masing-masing saledri pada Tabel lembar
pengamatan.

Tabel 5.3
Lembar Pengamatan Pengaruh Tekanan Osmotik
Potongan saledri/larutan Massa Massa Pertambahan
% massa yang hilang atau bertambah awal akhir Massa/hilang
A . Natrium klorida, 6 mol/kg ___.__ g ___.__ g ___.__ g
B . Natrium klorida, 3 mol/kg ___.__ g ___.__ g ___.__ g
C . Natrium klorida, 1.5 mol/kg ___.__ g ___.__ g ___.__ g
D. Sukrosa, 6 mol/kg ___.__ g ___.__ g ___.__ g
E. Sukrosa, 3 mol/kg ___.__ g ___.__ g ___.__ g
F. Sukrosa, 1.5 mol/kg ___.__ g ___.__ g ___.__ g
G. Air ___.__ g ___.__ g ___.__ g

Post Test
1. Hitung penambahan (atau pengurangan) massa untuk masing-masing
sampel dalam gram dan persentase, dan catat pada tabel pengamatan.
Catat sampel mana yang bertambah dan berkurang massanya.
Berikan penjelasan mengenai hal ini!
2. Jika anda memasukkan sampel seledri ke dalam larutan etanol 70%,
apakah massa saledri akan bertambah atau berkurang? Mengapa
ACARA IV
SIFAT DAN PERUBAHAN MATERI

A. MATERI DAN PERUBAHANNYA

Materi merupakan penyusun segala sesuatu di alam semesta ini. Materi


umumnya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa dan
menempati ruang. Contoh: air, udara, batu, kayu, plastik dan lain sebagainya.
Setiap materi mempunyai sifat spesifik yang membedakannya dari zat lain.
Pada kegiatan laboratorium ini, kita akan mengamati beberapa karakteristik
materi, dan juga akan dijelaskan beberapa istilah sains yang menjelaskan
karakteristik tersebut.
Zat murni adalah materi yang memiliki semua sifat identik dan
komposisi tetap. Sifat fisik merupakan karakteristik suatu zat yang dapat
diamati, dan tidak merubah komposisi suatu zat. Sifat fisis yang umum adalah
rasa, warna, bau, titik didih dan titik beku, kelarutan, kekerasan, kilap, dan
berat jenis. Beberapa sifat fisis tersebut dapat digunakan untuk menerangkan
penampilan sebuah objek19. Sedangkan sifat kimia merupakan gambaran
prilaku suatu zat apabila terjadi perubahan komposisi melaui reaksi dengan
zat lain atau terurai menjadi dua atau lebih zat murni yang lain. Kemampuan
terbakar dan kemampuan untuk bereaksi dengan air merupakan contoh sifat
kimia20.
Materi dapat mengalami dua jenis perubahan, yaitu perubahan fisika
dan perubahan kimia. Perubahan fisika tidak menyebabkan perubahan
komposisi zat, melainkan hanya perubahan penampilan saja. Misalnya, ketika
tembaga dihancurkan, hanya terjadi perubahan ukuran; tidak ada zat baru
yang terbentuk. Sedangkan pada perubahan kimia, zat dikonversi menjadi
produk baru dimana semua sifat dan komposisi berbeda dengan zat awal.

19
Ralph H.Petrucci-Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1. (Jakarta: Erlangga, 1998), 1.
20
Susan A. Weiner & Blaine Harrison, Introduction to Chemical Principles A Laboratory Approach. (USA: Mary Finci,
2005), 15.
Misalnya kayu, perubahan kimia terjadi ketika kayu dibakar dengan oksigen
diudara, terbentuk karbon dioksida dan uap air sebagai produk baru21.
Apabila dua cairan dicampur, campuran tersebut dapat membentuk
campuran sempurna. Pada kasus ini, cairan tersebut dikatakan larut atau
bercampur. Jika dua cairan tidak saling bercampur, akan membentuk dua
lapisan yang berbeda. Cairan yang memiliki berat jenis lebih kecil akan
berada di atas cairan yang memiliki berat jenis lebih besar. Apabila padatan
ditambahkan dan larut dalam cairan, berarti sifatnya larut dalam air.
Campuran yang terbentuk disebut larutan. Jika padatan tidak larut, berarti
padatan tersebut memiliki sifat tidak larut22.
Apabila dua buah larutan dicampur, kemudian terjadi perubahan kimia
atau reaksi kimia, akan membentuk produk baru. Terjadinya reaksi kimia
dapat kita buktikan dari beberapa perubahan yang terjadi, diantaranya 23:
1. Terbentuk endapan, atau produk padat. Endapan sering berbentuk atau
berukuran sangat halus dan tersebar merata diseluruh bagian larutan,
sehingga larutan tampak keruh. Jika dibiarkan, akan mengendap pada
dasar wadah. Endapan ini dapat dipisahkan dari cairan dengan cara
penyaringan.
2. Terbentuknya gas. Gas yang dihasilkan akan keluar dari larutan sebagai
gelembung-gelembung gas. Proses ini disebut berbuih.
3. Terjadi perubahan warna. Biasanya perubahan warna mengindikasikan
terbentuknya produk dengan warna yang tidak sama dengan reaktan.
Kadang-kadang warna produk sama dengan warna salah satu reaktan,
namun warnanya dapat lebih gelap atau lebih terang.

Rangkuman
Materi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa dan
penempati ruang. Zat murni adalah materi yang memiliki semua sifat identik
dan komposisi tetap. Sifat fisis merupakan karakteristik suatu zat yang dapat

21
Ibid,
22
Ibid., 16
23
ibid
diamati, dan tidak merubah komposisi suatu zat. Sedangkan sifat kimia
merupakan gambaran prilaku suatu zat apabila terjadi perubahan komposisi
melaui reaksi dengan zat lain atau terurai menjadi dua atau lebih zat murni
yang lain. Materi dapat mengalami dua jenis perubahan, yaitu perubahan
fisika dan perubahan kimia. Perubahan fisika tidak menyebabkan perubahan
komposisi zat, sedangkan pada perubahan kimia, zat dikonversi menjadi
produk baru dimana semua sifat dan komposisi berbeda dengan zat awal.
Perubahan kimia di tandai dengan terbentuknya endapan, gas, dan perubahan
warna.
Apabila dua cairan dicampur, membentuk campuran sempurna maka
cairan tersebut dikatakan larut atau bercampur. Jika dua cairan tidak saling
bercampur, maka akan membentuk dua lapisan yang berbeda. Cairan dengan
berat jenis lebih kecil akan berada di atas cairan yang memiliki berat jenis
lebih besar.

Pre Test
1. Apa yang dimaksud dengan materi?
2. Apa perbedaan zat murni dengan campuran?
3. Mengapa perubahan fisika tidak menyebabkan terbentuknya zat baru?
Dan mengapa pula perubahan kimia menyebabkan terbentuknya zat baru?
4. Jika dua cairan dicampur namun tidak saling bercampur, jelaskan
bagaimana hal ini terjadi!

Keselamatan
Uap trikloroetana, xylena, dan larutan ammonia berpotensi menyebabkan bahaya. Batasi
penggunaan cairan tersebut, dan lakukan di dalam lemari asam. Jika cairan tersebut kontak
dengan kulit, segera bilas dengan air di seluruh bagian yang terkena kemudian cuci dengan
sabun. Pastikan anda menggunakan pelindung mata selama melakukan eksperimen.

Sampah
Campuran Trikloroetana dan Xylena dapat dikumpulkan dalam botol tertutup. Jangan
dibuang sembarangan. Larutan yang mengandung endapan logam berat tempatkan dalam
wadah terpisah.
B. EKSPERIMEN

1. Eksperimen I
Melarutkan Padatan dalam Cairan
Pada eksperimen bagian ini dan selanjutnya, anda akan membuat
larutan.

Alat dan Bahan:


1) Aqua DM (demineralisasi) 5) Tabung reaksi kapasitas >
10 mL
2) BaCl2 6) Spatula
3) Magnesium sulfat, MgSO4 7) Batang pengaduk
4) Tembaga II karbonat, CuCO3

Prosedur: 24
1) Isi dua buah tabung reaksi dengan 10 mL air deionisasi.
2) Tambahkan sejumlah kecil BaCl2 pada 10 mL air deionisasi dalam
tabung reaksi pertama seperti yang dijelaskan di atas. Apakah
padatan tersebut larut? Catat pengamatan anda pada lajur A Tabel
pengamatan, dan simpan larutan untuk digunakan berikutnya.
3) Tambahkan sejumlah kecil Magnesium sulfat , pada 10 mL air
deionisasi dalam tabung reaksi ke dua. Apakah zat padat tersebut
larut? Catat pengamatan anda pada lajur B Tabel pengamatan, dan
simpan larutan.
4) Campurkan isi tabung reaksi yang dihasilkan pada langkah 2 dan 3,
gunakan tabung yang lebih besar. Catat hasil pengamatan anda pada
lajur C Tabel pengamatan. Susun tabung reaksi pada rak tabung dan
biarkan selama 5 sampai 10 menit dan amati kembali. Catat apa yang
anda lihat.
5) Tambahkan 1 spatula CuCO3, kedalam 10 mL air. Amati apakah
senyawa ini larut? Catat hasil pengamatan anda pada lajur D Tabel
pengamatan!

24
Ibid, 17
Tabel 6.2
Lembar Pengamatan Pelarutan Zat
Campuran Pengamatan
A Larut
Air deionisasi (10 mL) atau
BaCl2 tidak
B Larut
Air deionisasi (10 mL) atau
MgSO4 tidak
C Penampakan awal:
Isi tabung 1
Isi tabung 2
Penampakan setelah 5 – 10 menit:

D Larut
Air deionisasi (10 mL) atau
CuCO3 tidak
ACARA V
REAKSI KIMIA DAN STOIKIOMETRI

A. JENIS-JENIS REAKSI KIMIA

Reaksi kimia adalah sebuah proses dimana satu atau lebih zat (reaktan)
dikonversi menjadi satu atau lebih zat yang berbeda (produk). Reaksi kimia
bisa berlansung cepat (seperti petasan meledak) atau lambat (seperti besi
berkarat). Kadang-kadang reaksi kimia terjadi secara spontan pada temperatur
dan tekanan normal, karena terjadinya kontak cepat antar reaktan satu sama
lain. Reaksi kimia lainnya hanya terjadi jika diberikan energi eksternal dalam
bentuk panas, cahaya, atau percikan listrik.
Ada berberapa jenis reaksi kimia, berikut ini kita akan meninjau jenis-
jenis reaksi tersebut:25

1. Reaksi Kombinasi atau Pembentukan

Reaksi kombinasi, disebut juga sebagai reaksi penggabungan


(sintesis), terjadi ketika dua atau lebih reaktan bergabung membentuk
satu atau lebih produk (zat baru). Reaksi kombinasi ditulis secara umum
dalam bentuk
A + B  AB (7.1)
dimana A dan B adalah reaktan, bisa berupa unsur atau senyawa dan
senyawa AB adalah produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, jika anda
memanaskan campuran serbuk besi (A) dan belerang (B), kedua unsur
tersebut akan bereaksi membentuk besi sulfida (AB)
Reaksi antara besi dan belerang membentuk besi (II) sulfida adalah
salah satu contoh jenis reaksi kombinasi yang tampak sederhana, dimana
dua unsur bereaksi membentuk satu senyawa. Persamaan reaksi
sederhana ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Fe(s) + S(s)  FeS(s) (7.2)

25
Robert Bruce Thompson, 161-162
Pada kenyataannya, reaksi tersebut sedikit rumit. Meskipun satu
atom besi dapat bereaksi dengan satu atom sulfur untuk menghasilkan
satu molekul besi (II) sulfida, namun belerang padat berada sebagai
molekul yang terdiri dari delapan atom belerang (S8). Sehingga
persamaan reaksi setaranya menjadi:

8Fe(s) + S8(s)  8 FeS(s) (7.3)

Reaksi besi dan belerang adalah salah satu contoh dari kelompok
reaksi non stoikiometri. Pada reaksi stoikiometri, perbandingan atau
proporsi dari reaktan-reaktannya tetap. Sebagai contoh, tepat satu mol
sodium (Na) bereaksi secara stoikiometri dengan tepat satu mol klorin
(Cl) menghasilkan tepat satu mol sodium klorida (NaCl), atau dua mol
Aluminium (Al) tepat bereaksi dengan 6 mol Hidrogen klorida (HCl)
menghasilkan dua mol Aluminium klorida (AlCl3) dan tiga mol gas
hidrogen (H2). Sedangkan pada reaksi non stoikiometri, perbandingan
reaktan relatif tidak tetap pada produknya. Dengan kata lain, jumlah besi
yang berbeda bereaksi dengan jumlah belerang yang berbeda akan
menghasilkan produk dengan perbandingan besi dan belerang yang
bervariasi, sesuai dengan jumlah reaktan yang ada dan kondisi reaksi
dimana reaksi berlangsung.
Produk yang mungkin terbentuk adalah produk yang relatif murni,
atau dalam bentuk campuran. Semua produk tersebut terjadi secara alami
sebagai mineral, dan dapat dihasilkan di laboratorium dengan
menyesuaikan perbandingan reaktan dan kondisi reaksi.

Trolinit
Trolinit adalah bentuk alami yang paling umum dari besi (II)
sulfida. Trolinit memiliki rumus kimia FeS, dan mengandung jumlah
besi dan belerang setara secara stoikiometri.

Pyrrhotite (Pirotit)
Pyrrhotite yang nama lainnya magnetic pyrite atau pirit magnetik.
Pyrrholite mempunyai rumus umum Fe(1-x)S, yang mengindikasikan
bahwa jumlah besi kurang secara stoikiometri dan kelebian belerang
secara stoikiometri. Dengan kata lain, meskipun besi yang ada akan
bereaksi dengan semua belerang yang ada secara stoikiometri, besi yang
ada bereaksi dengan semua belerang membentuk besi sulfida tidak
stoikiometri yang mana perbandingannya (proporsi) berbeda dari bentuk
stoikiometrinya.

Mackinawit, Fe1+xS
Mackinawite memiliki rumus umum Fe(1+x)S, secara stoikiometri
mengandung kelebihan besi dan kekurangan belerang. Pada kegiatan
Eksperimen I, kita akan membuat besi (II) sulfida menggunakan jumlah
reaktan yang setara secara stoikiometri. Produk yang kita proleh seperti
FeS (trolinit) dalam bentuk senyawa, dimana jumlahnya lebih kecil
daripada dua produk lainnya. Kita akan menggunakan belerang sedikit
berlebih, kecuali reaksi berlangsung di bawah kondisi atmosfer inert.

2. Reaksi Penguraian
Reaksi penguraian terjadi jika satu atau lebih reaktan diuraikan
menjadi dua atau lebih produk, biasanya reaksi ini terjadi dengan
melepaskan panas. Persamaan reaksi ini biasanya ditulis:
AB  A + B (7.3)
Dimana senyawa AB adalah reaktan, sedangkan A dan B adalah
produk, yang bisa berupa unsur atau senyawa. Contoh, jika anda
memanaskan sodium bikarbonat, NaHCO3, maka akan terjadi penguraian
menjadi sodium karbonat (Na2CO3), karbon dioksida (CO2), dan air
(H2O).
Dekomposisi ion sodium hidrogen karbonat, NaHCO3, menjadi
sodium karbonat, karbon dioksida, dan air adalah contoh reaksi
dekomposisi yang satu senyawa bereaksi membentuk dua atau lebih
unsur dan atau senyawa. Persamaan reaksi setara reaksi ini adalah:

2NaHCO3(s)  Na2CO3(s) + CO2(g) + H2O(g) (7.4)


Pada Eksperimen II kita akan melakukan percobaan reaksi
dekomposisi natrium bikarbonat (NaHCO3). Dekomposisi natrium
bikarbonat (NaHCO3) menjadi natrium karbonat (Na2CO3) adalah contoh
reaksi dekomposisi yang sangat penting digunakan dalam proses industri,
dan sangat penting untuk perekonomian dunia. Reaksi ini adalah tahap
akhir dari proses Solvay (proses pembuatan natrium bikarbonat), yang
digunakan untuk memproduksi natrium karbonat sekitar 75% di dunia,
juga dikenal sebagai soda pencuci atau soda abu. (25% sisanya
diambil/diekstraksi dari air laut). Produksi natrium karbonat di seluruh
dunia lebih dari 40 milyar kilogram per tahun. Natrium karbonat
merupakan komponen penting pada industri gelas, dan juga digunakan
untuk ratusan keperluan lainnya, seperti pengolahan bubur kayu menjadi
kertas, sebagai bahan pembuatan sabun dan detergen, sebagai buffer
(penyangga), dan sebagai penetral.
Tidak seperti reaksi dekomposisi lainnya, yang pada dasarnya tidak
reversibel, reaksi dekomposisi refraktori natrium bikarbonat dapat balik
(reversible), dan pada kenyataanya cukup banyak natrium bikarbonat
diproduksi secara komersial dengan reaksi reversible ini.

Na2CO3(s) + CO2(g) + H2O(g)  2 NaHCO3(s) (7.5)

Gas karbon dioksida (CO2) ditiupkan atau dialirkan melalui larutan


natrium karbonat jenuh (Na2CO3) dan bereaksi membentuk natrium
bikarbonat (NaHCO3). Kelarutan natrium bikarbonat (NaHCO3) lebih
rendah dibandingkan natrium karbonat (Na2CO3). NaHCO3 mengendap
dan dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Contoh lain reaksi dekomposisi adalah proses elektrolisis air
menjadi gas hidrogen dan gas oksigen dengan menggunakan listrik,
reaksinya sebagai berikut:

2H2O(l)  2H2(g) + O2(g) (7.6)


3. Reaksi Penggantian
Reaksi penggantian dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu reaksi penggantian tunggal (substitusi) dan reaksi penggantian
ganda(metatesis).

a. Reaksi Penggantian Tunggal


Pada reaksi penggantian tunggal, unsur (pereaksi) yang lebih aktif
akan mengganti unsur yang kurang aktif dalam suatu senyawa,
membentuk senyawa baru dan melepaskan unsur yang kurang aktif
dalam bentuk unsur.
Persamaan umum reaksi penggantian dapat ditulis:

A + BX  AX + B (7.7)

dimana A lebih aktif dari pada B, dan X adalah anion (seperti Cl-, SO42-,
NO3-). Contoh, jika anda mereaksikan logam natrium (Na) dengan asam
hidrogen klorida (HCl), natrium lebih aktif mengusir hidrogen yang
kurang aktif, sesuai dengan persamaan reaksi berikut:

2Na + 2HCl  2NaCl + H2 (7.8)

Dalam reaksi substitusi atau pergantian, unsur yang lebih aktif


akan menggantikan unsur yang kurang aktif dalam senyawa, membentuk
senyawa baru dimana masuknya unsur aktif dan terlepasnya unsur yang
kurang aktif. Reaksi logam aktif dengan asam adalah salah satu contoh
umum dari reaksi substitusi. Logam akan teroksidasi ke keadaan
teroksidasi kationik dan hidrogen akan direduksi menjadi unsur hidrogen.
Desisan dan gelembung gas terbentuk ketika logam kontak dengan asam
kuat, karena melepas gas hidrogen.
Logam yang berbeda memiliki reaktivitas yang berbeda pula,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.4. Logam yang paling aktif seperti
litium (Li), dan potassium (K), bereaksi (kadang-kadang dengan ledakan)
bahkan dengan air dingin menghasilkan gas hidrogen. Logam yang
kurang aktif seperti magnesium dan aluminium tidak dapat bereaksi
dengan air dingin, tetapi bereaksi dengan uap, terutama ketika logam
dibuat dalam bentuk serbu halus dan uap airnya super panas. Logam
kurang aktif berikutnya, seperti kobal (Co) dan nikel (Ni), tidak bereaksi
dengan air dalam bentuk apapun, tetapi bereaksi dengan asam untuk
melepaskan gas hidrogen. Terakhir, logam kurang aktif dari antimony
dan bismut sampai platinum dan emas, tidak bereaksi dengan asam di
bawah kondisi normal. (platinum dan emas dapat bereaksi dengan akua
regia, campuran asam klorida dengan asam nitrat).
Contoh reaksi substitusi yang lain adalah reaksi dari padatan logam
yang direndam dalam larutan garam logam yang lain. Sebagai contoh,
paku besi direndam dalam larutan CuSO4. Ion Cu2+ tereduksi menjadi
logam Cu sedangkan logam Fe teroksidasi menjadi ion Fe2+.
Pada Eksperimen III, kita akan mereaksikan logam Al dengan
HCl membentuk AlCl3 dan gas H2. Persamaan reaksi ini adalah:

2 Al(s) + 6 HCl(aq)  2 AlCl3(aq) + 3 H2(g) (7.9)

Kita akan mengamati reaksi dan menguji keberadaan gas hidrogen


dengan menggunakan burning splint. Kita juga akan mereaksikan logam
besi (Fe) dengan larutan CuSO4 untuk membentuk FeSO4 dan logam Cu.
Persamaan setara reaksi ini adalah:

Fe(s) + CuSO4(aq)  Cu(s) + FeSO4(aq) (7.10)

Tabel 7.4
Urutan Reaktivitas Logam dari yang Paling Tinggi ke yang Rendah
Menghasilkan Menghasilkan Menghasilkan
Unsur
H2 dari Asam H2 dari Uap H2 dari Air
Litium ● ● ●
Kalium ● ● ●
Barium ● ● ●
Kalsium ● ● ●
Natrium ● ● ●
Stronsium ● ● ●
Menghasilkan Menghasilkan Menghasilkan
Unsur
H2 dari Asam H2 dari Uap H2 dari Air
Magnesium ● ● ○
Aluminium ● ● ○
Mangan ● ● ○
Seng ● ● ○
Kromium ● ● ○
Besi ● ● ○
Kadmium ● ● ○
Kobal ● ○ ○
Nikel ● ○ ○
Titanium ● ○ ○
Plumbum ● ○ ○
Hidrogen - - -
Antimon ○ ○ ○
Bismut ○ ○ ○
Tembaga ○ ○ ○
Merkuri ○ ○ ○
Perak ○ ○ ○
Platinum ○ ○ ○
Emas ○ ○ ○

b. Reaksi Penggantian Ganda (Reaksi Metatesis)


Pada reaksi penggantian ganda, terjadi pertukaran unsur atau ion
antara dua senyawa. Persamaan umum dari reaksi ini adalah

AX + BY  AY + BX (7.11)

dimana A dan B adalah kation, dan X dan Y adalah anion. Jika AX dan
BY mudah larut dan (misalnya) AY tidak larut, maka pencampuran
larutan AX dan BY akan menghasilkan endapan.
Pada reaksi metatesis, dua senyawa mempertukarkan unsur atau
spesies ioniknya satu sama lain. Ingat bahwa pada kasus ini, kombinasi
reaktan dalam campuran dengan perbandingan 1:1, dan produknya juga
dengan perbandingan 1:1. Perbandingan tidak selalu 1:1. Contohnya,
tembaga(II) sulfat (CuSO4) bereaksi dengan natrium hidroksida (NaOH)
membentuk tembaga(II) hidroksida, Cu(OH)2 dan natrium sulfat,
Na2SO4, sesuai dengan persamaan reaksi setaranya:

CuSO4(aq) + 2NaOH(aq)  Cu(OH)2(s) + Na2SO4(aq) (7.12)

Pada Eksperimen IV, kita akan mereaksikan larutan CuSO4 dan


NaOH menghasilkan Cu(OH)2 dan Na2SO4. Dengan mengetahui massa
produk Cu(OH)2 dan massa Na2SO4, selanjutnya kita akan mencari
hubungan secara stoikiometris antara reaktan dan produk serta
menentukan apakah persamaan setaranya akurat mewakili reaksi
sebenarnya.
Untuk tujuan praktik dan pembelajaran, kita akan menggunakan
tembaga(II) hidroksida yang dihasilkan oleh reaksi ini sebagai salah satu
reaktan yang digunakan untuk mensintesis senyawa baru pada kegiatan
laboratorium berikutnya. Senyawa tetraaminecopper dihidroksida,
[Cu(NH3)4](OH)2 atau Schweizer’s Reagen, memiliki kemampuan yang
menarik untuk melarutkan selulosa (bubur kayu, kapas, kertas), dan
digunakan untuk memproduksi rayon dan fiber-fiber semi sintetis
lainnya.

Rangkuman
Reaksi kimia adalah sebuah proses dimana satu atau lebih zat (reaktan)
dikonversi menjadi satu atau lebih zat yang berbeda (produk). Kadang-
kadang reaksi kimia terjadi secara spontan pada temperatur dan tekanan
normal. Reaksi kimia lainnya hanya terjadi jika diberikan energi eksternal
dalam bentuk panas, cahaya, atau percikan listrik. Ada berberapa jenis reaksi
kimia: Reaksi kombinasi atau reaksi pembentukan, reaksi penguraian, dan
reaksi penggantian. Reaksi penggantian dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu reaksi penggantian tunggal (substitusi) dan reaksi penggantian
ganda(metatesis).

Pre Test
1. Jelaskan apa yang dimaksud reaksi kimia!
2. Sebutkan beberapa jenis reaksi kimia dan berikan contohnya!
3. Jelaskan ciri-ciri terjadinya reaksi kimia!
4. Jelaskan kapan reaksi kimia itu mulai dan kapan reaksi itu berhenti?

B. EKSPERIMEN

1. Eksperimen I
Mengamati Reaksi Kombinasi

Pada kegiatan Eksperimen ini, kita akan membuat besi(II) sulfida


menggunakan jumlah reaktan yang setara secara stoikiometri. Produk yang
kita proleh seperti FeS (trolinit) dalam bentuk senyawa, dimana
jumlahnya lebih kecil daripada dua produk lainnya. Kita akan
menggunakan belerang sedikit berlebih, kecuali reaksi berlangsung di
bawah kondisi atmosfer inert.

Alat dan Bahan:


1) Lemari asam atau exhaus fan 8) Kompor gas
2) Mortar dan pestle 9) Spatula
3) Timbangan 10) Magnet
4) Statif dan klem 11) Ember
5) Kaleng besar dan tutupnya 12) Belerang 2 g
6) Penjepit gelas 13) HCl pekat 1 mL
7) Tabung reaksi 14) Serbuk besi 3 g

Peringatan!
Eksperimen ini menggunakan pembakar gas. Hati-hati dengan pembakar tersebut, dan
pastikan telah tersedia alat pemadam kebakaran. Reaksi bisa saja berlangsung cepat dan
melepaskan percikan api yang dapat memicu zat lain terbakar. Sulfur dapat mengemisikan
gas beracun dan uap belerang dioksida yang dapat menganggu pernapasan. Oleh karena itu
lakukan eksperimen ini di dalam lemari asam, atau di luar ruangan. Produk besi sulfida
adalah piroforik berbentuk serbuk, yang mungkin dapat bereaksi secara sepontan. Gunakan
kaca mata, sarung tangan dan pakaian pelindung. Kumpulkan produk-produk reaksi tersebut
dan dibuang pada tempat yang diinstruksikan oleh instruktur anda.
Prosedur:
1) Seting kaki tiga dan kompor gas.
2) Timbang cawan dengan ketelitian 0.01 g dan catat massanya pada
lajur A Tabel pengamatan.
3) Tempatkan cawan pada pusat cincin tripot (kaki tiga).
4) Timbang 3.0 g serbuk besi dan 2.0 g belerang dengan ketelitian 0.01 g
dan catat massanya pada lajur B dan C pada tabel pengamatan.
5) Hitung jumlah mol besi dan belerang, dan masukkan nilainya pada
lajur D dan E di Tabel pengamatan.
6) Tentukan reagen pembatas dari nilai-nilai perhitungan anda pada
langkah sebelumnya. Asumsikan bahwa satu mol besi bereaksi dengan
satu mol sulfur untuk membentuk satu mol FeS, hitung massa FeS
yang diharapkan dan masukkan pada lajur F tabel pengamatan.
7) Campurkan serbuk besi dan belerang pada selembar kertas, lenturkan
kertas tersebut dengan cara bolak balik sampai kedua zat tersebut
bercampur.
8) Tempatkan campuran besi dan belerang dalam bentuk tumpukan kecil
pada pusat tutup kaleng. Coba buat tumpukan sekecil dan sekompak
mungkin, karena jika material terpisah atau berserakan, kemungkinan
belerang terbakar menjadi gas belerang dioksida sebelum besi dan
belerang bereaksi (reaksi ini harus dilakukan di lemari asam atau di
luar lab/tempat terbuka).
9) Nyalakan kompor gas atau pembakar lainnya, pastikan nyala api
tersebut tepat di bawah tumpukan besi dan belerang. Awalnya
kelihatan tidak terjadi perubahan, namun ketika pemanasan terus
dilanjutkan, belerang tampak mulai mencair. Selanjutnya anda akan
melihat cahaya dalam campuran sebagai tanda besi dan belerang mulai
bereaksi. Setelah cahaya tampak jelas, matikan kompor gas dan
biarkan reaksi berlanjut sampai selesai seperti yang diharapkan.
Lihat Gambar 7.1.

Gambar 7.1
Reaksi Serbu Besi dan Belerang

Peringatan!
Belerang dioksida adalah gas beracun, bauk yang tajam. Bau gas ini pasti dihasilkan
dalam eksperimen. Bau ini mirip dengan bau petasan yang terbakar. Jika terlalu banyak
belerang dioksida yang dihasilkan, atau reaksi berlangsung terlalu cepat, hentikan reaksi
dengan menjepit cawan dan dimasukkan ke dalam ember berisi air. Pindah dari lokasi
tersebut sampai gas tersebut hilang.

10) Setelah reaksi selesai, biarkan beberapa menit besi(II) sulfida dan
cawan sampai dingin.
11) Setelah cawan dan besi(II) sulfida dingin, timbang dengan ketelitian
0.01 g dan catat massa keduanya ( massa wadah + massa besi(II)
sulfida) pada baris G tabel pengamatan. Hitung massa besi(II) sulfida
dengan mengurangi hasil pada baris G dengan hasil pada baris A dan
catat massa dengan ketelitian 0.01 g pada baris H tabel pengamatan.
12) Asumsikan bahwa produk FeS yang dihasilkan murni, hitung persen
hasil dengan membagi hasil nyata (H) dengan hasil teoritis (F) dan
kalikan dengan 100. Masukkan hasil perhitungan ini pada baris I
Tabel pengamatan.
13) Gunakan spatula untuk mengeruk besi(II) sulfida. Produk yang
diperoleh berupa gumpalan keras. Gunakan alu untuk menghancurkan
gumpalan tersebut hingga menjadi serbuk.
14) Gunakan magnet untuk menguji sifat feromagnetik besi(II) sulfida.
Jika reaksi tersebut telah berlangsung sempurna dan tidak ada unsur
besi yang tersisa, maka produk yang dihasilkan tersebut tidak dapat
ditarik oleh magnet.
Peringatan!
Serbuk besi(II) sulfida adalah Piroporik (pyrophoric), dapat terbakar secara spontan. Gerus
pyrophoric secara perlahan, dan jangan terlalu halus. Jika terbakar, jepit dan masukkan ke
dalam ember berisi air

15) Belerang tidak bereaksi dengan HCl pada kondisi normal. Besi
bereaksi dengan HCl menghasilkan gas hidrogen. Besi(II) sulfida
bereaksi dengan HCl menghasilkan hidrogen sulfida (H2S), yang
mempunyai aroma telur busuk. Uji keberadaan besi(II) sulfida dengan
memasukkan beberapa butir produk reaksi ke dalam tabung reaksi
yang berisi 1 mL HCl pekat, kemudian identifikasi aroma hidrogen
sulfida (H2S). Jangan menghirup bau dengan cara menghirup langsung
dari mulut tabung. Jauhkan hidung anda dari mulut tabung, gunakan
tangan untuk mengibas bau dari mulut tabung kehidung anda.

Peringatan!
Selain berbau busuk, hidrogen sulfida juga gas sangat beracun-lebih beracun daripada
hidrogen sianida. Oleh karena itu memungkinkan akan menyebabkan kematian jika
tidak memperhatikan bau yang ekstrim dari hidrogen sulfida. Gunakan sedikit saja
besi(II) sulfida untuk menghindari terlalu banyak gas hidrogen sulfida yang
dikeluarkan. Jangan pernah taruh tabung reaksi di bawah hidung anda.
Pembuangan limbah. Limbah kegiatan lab ini dapat dihancurkan menjadi serbuk
kemudian dibuang ditempat tertentu. Jangan dibuang pada bak air.

Tabel 7.1
Lembar Pengamatan Reaksi Kombinasi
Item Data
A. Massa cawan
B. Massa serbuk besi
C. Massa belerang
D. Mol serbuk besi
E. Mol belerang
F. Perkiraan massa FeS
G. Massa cawan + produk
H. Massa produk (G – A)
I. Persen Hasil (100 x H/F)

Post Test
1. Sebutkan setidaknya 5 sumber kesalahan dalam eksperimen ini!
2. Jika anda mengulang eksperimen ini dengan menggunakan 2.0 g besi
dan 1.5 g belerang sebagai reaktan, apakah produk yang dihasilkan
dapat ditarik magnet? Mengapa?
3. Setelah melakukan percobaan ini, anda memperoleh hasil nyata atau
yang sebenarnya 113.4%. Dengan mengabaikan kesalahan pada
pengukuran berat, sumber apa yang paling mungkin menjadi sumber
kesalahan pada eksperimen ini?
4. Bagaimana anda mengatur kondisi eksperimen ini untuk
memaksimalkan produk FeS dan meminimalkan produksi pirhotit
(Fe(1-x) S) dan mackinawite (Fe (1 + x) S)?

2. Eksperimen II
Mengamati Reaksi Dekomposisi

Pada kegiatan eksperimen ini, kita akan memproduksi natrium


karbonat dari natrium bikarbonat melalui reaksi dekomposisi.

Alat dan Bahan:


1) Neraca dan kertas timbangan 7) Tabung reaksi
2) Statip, dan klem 8) Penjepit crus
3) Gelang pendukung 9) Rak dan penjepit tabung
4) Keramik segi tiga 10) Natrium bikarbonat 10 g
5) Pembakar gas (kompor gas) 11) Paper Kobal klorida
6) Crus dan tutupnya 12) Tusuk gigi

Prosedur:
Pada kegiatan lab kali ini akan dibagi menjadi dua bagian. Pada
bagian I, anda akan melakukan uji kualitatif untuk mengidentifikasi
produk reaksi. Sedangkan pada bagian II anda akan melakukan uji semi-
kuantitatif untuk memverifikasi massa dari produk apakah sesuai dengan
massa diharapkan berdasarkan kesetaraan persamaan reaksi secara
stoikiometris.
Bagian I
1) Masukkan natrium bikarbonat (NaHCO3) ke dalam tabung reaksi
sampai mencapai ¼ volume tabung reaksi tersebut.
2) Nyalakan kompor/pembakar gas (atau lampu spirtus).
3) Gunakan klem tabung untuk menjepit tabung, kemudian panaskan
tabung tersebut. Atur pembakar agar merata ke semua bagian sampel.
(tabung reaksi bisa diikat pada statip).
4) Setelah pemanasan sampel selama 15 sampai 30 detik, sulut tusuk gigi
atau bilahan kayu dan masukkan ke dalam mulut tabung. Jika api atau
baranya padam, hal ini mengindikasikan reaksi tersebut menghasilkan
CO2 yang diharapkan. Jika tusuk gigi atau bilahan kayu terus menyala
atau bara tidak padam, maka lanjutkan pemanasan sampel sampai
jumlah CO2 yang dihasilkan dalam tabung cukup menggantikan udara
dalam tabung. Kemudian coba lagi masukkan kayu terbakar ke dalam
mulut tabung.
Gambar 7.2
Uji produk CO2

5) Pada saat pemanasan sampel, anda dapat mengamati kondensasi


cairan pada bagian atas tabung reaksi yang dingin. Pada awalnya
berupa kabut atau asap dan setelah itu akan menetes. Sentuhkan strip
kobal klorida pada cairan tersebut. Apakah strip berubah menjadi
merah muda? Jika ya, berarti cairan tersebut adalah air (H2O).

Catat hasil pengamatan anda pada tabel dibawah ini

Tabel 7.2
Lembar Pengamatan

Perlakuan Hasil Pengamatan

Setelah pemanasan 15-30


detik

Bagian II
Pada bagian II ini, anda akan menentukan massa NaHCO3 yang
hilang ketika dipanaskan dan terdekomposisi menjadi Na2CO3. Secara
teori, kehilangan massa ini diakibatkan oleh lepasnya CO2 dan H2O selama
proses pemanasan, dan massa yang tersisa merupakan massa Na2CO3.
Namun dalam percobaannya, hal ini bisa menjadi lebih rumit, karena
natrium karbonat terdapat dalam empat keadaan hidrat: anhidrat (Na2CO3),
monohidrat (Na2CO3.H2O), heptahidrat (Na2CO3.7H2O), dan dekahidrat
(Na2CO3.10H2O). Jika pemanasan sampel tidak sesuai, memungkinkan
beberapa molekul air yang dihasilkan oleh dekomposisi akan tertahan oleh
natrium karbonat sebagai air hidrat. Oleh karena itu, sampel harus
dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi dan dalam waktu yang cukup
lama untuk memastikan bahwa benar-benar telah menjadi natrium
karbonat anhidrat. Ikuti langkah kerja berikut:
1) Tempatkan crus tertutup di atas keramik segitiga, dan sesuaikan
ketinggian gelang pendukung sehingga tepat crus berada di atas pusat
nyala. Atur posisi tutup crus sehingga memungkinkan gas bisa keluar.
Panaskan crus kosong tersebut beserta tutupnya sekitar selama 1
menit untuk menghilangkan air dan pengotor-pengotor volatil yang
mungkin ada.
2) Setelah dingin, timbang crus beserta tutupnya dengan ketelitian 0.01
g, dan catat massanya pada tabel pengamatan kerja lajur A.
3) Tambahkan sekitar 5.0 g NaHCO3 ke dalam crus, timbang kembali
beserta tutupnya. Catat massanya pada tabel pengamatan lajur B.
4) Kurangi massa Crus + tutup + isi dengan massa krus kosong + tutup,
dan catat massa NaHCO3 pada tabel pengamatan lajur C.
5) Tempatkan crus dalam keadaan tertutup di atas keramik segitiga. Atur
posisi tutup crus sehingga memungkinkan gas bisa keluar, dan
panaskan wadah tersebut dengan suhu cukup tinggi selama 15 menit.
6) Setelah crus, tutup, dan isinya dingin, timbang kembali. Catat
massanya pada tabel pengamatan lajur D.
7) Tentukan massa dari sisa produk yang terdapat dalam crus dengan
mengurangi massa crus, tutup dan isinya setelah pemanasan dengan
massa crus kosong + tutup. Catat massa Na2CO3 pada tabel
pengamatan lajur E.
8) Hitung massa yang hilang akibat pelepasan gas CO2 dan penguapan
air dengan cara mengurangi massa NaHCO3 pada lajur C dengan
massa Na2CO3 pada lajur E. masukkan massa yang hilang tersebut
pada lajur F. Hitung persentase massa yang hilang tersebut, dan
masukkan hasilnya pada lajur G.

Limbah
NaHCO3 dan Na2CO3 tidak beracun, buang ditempat yang diperintahkan oleh instruktur
anda.

Tabel 7.3
Lembar Pengamatan
Item Data
A. Massa crus dan tutup g
B. Massa crus, tutup, dan sampel sebelum pemanasan g
C. Massa NaHCO3 (B-A) g
D. Massa crus, tutup, dan sampel setelah pemanasan g
E. Massa Na2CO3 (D-A) g
F. Massa yang hilang (C-E) g
G. Persen massa yang hilang (100.F/C) %

Post Test
1. Berdasarkan massa awal NaHCO3 yang digunakan pada bagian II dan
persamaan reaksi setaranya, hitung Na2CO3 yang dihasilkan secara
teoritis!
2. Asumsikan produk yang dihasilkan pada tahap II ini adalah Na2CO3
murni, hitung persen hasil! Apakah hasil yang anda peroleh mendekati
hasil secara teoritis? Mengapa?

3. Eksperimen III
Mengamati Reaksi Substitusi Tunggal

Pada kegiatan Eksperimen ini, kita akan mereaksikan logam Al


dengan HCl membentuk AlCl3 dan gas H2. Kita akan mengamati reaksi
dan menguji keberadaan gas hidrogen dengan menggunakan burning
splint. Kita juga akan mereaksikan logam besi (Fe) dengan larutan CuSO4
untuk membentuk FeSO4 dan logam Cu. Persamaan setara reaksi ini
seperti persamaan reaksi 7.10.

Alat dan Bahan:

1) Neraca dan kertas timbangan 7) Benang atau tali (15 cm)

2) Tabung reaksi 8) Serbuk Aluminium

3) Gelas ukur 10 mL 9) Akuades

4) Amplas atau papan amril 10) HCl pekat 5 mL

5) Tusuk gigi atau bilahan kayu 12) CuSO4.5H2O (2.5 g)

6) Paku

Prosedur:
Pada kegiatan lab ini akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian I anda
akan mengamati reaksi penggantian tunggal atau substitusi dimana logam
aluminium akan menggantikan hidrogen dari asam hidrogen klorida.
Sedangkan pada bagian II, anda akan mengamati logam Fe akan
menggantikan ion Cu2+ dari larutan CuSO4.

Bagian I:
1) Masukkan 5 mL HCl pekat ke dalam salah satu tabung reaksi yang
terdapat dalam rak.
2) Nyalakan tusuk gigi atau bilahan kayu, dan dekatkan ke mulut tabung
reaksi untuk membuktikan bahwa gas yang ada tidak terbakar.
3) Timbang sekitar 1 g butiran logam aluminium dan masukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi asam HCl pekat. (laju reaksi tergantung pada
ukuran aluminium, reaksi bisa berlangsung sangat cepat jika
ukurannya sangat halus. Pastikan arah mulut tabung ke arah yang
aman untuk menjaga kemungkinan percikan larutan asam). Di awal
reaksi ini dibutuhkan waktu beberapa saat oleh HCl untuk
menghilangkan oksida aluminium yang melapisi logam aluminium.
Setelah lapisan oksida tersebut hilang, reaksi berlangsung cepat
(Gambar 7.3).
4) Nyalakan tusuk gigi atau kayu yang lain dan dekatkan ke bagian atas
mulut tabung reaksi. Gas hidrogen yang dihasilkan akan bereaksi atau
terbakar. (Jangan kaget jika gas terbakar dengan memperlihatkan
letupan; jumlah gas hidrogen yang dihasilkan dalam reaksi ini sedikit,
sehingga tidak berbahaya.) Bisa juga gas tersebut ditampung
menggunakan balon karet kemudian diikat pada tiang sebelum
dibakar.

Gambar 7.3
Reaksi logam Al dengan HCl
Bagian II

1) Timbang sekitar 2.5 g CuSO4.5H2O dan masukkan ke dalam tabung


reaksi.
2) Masukkan kira-kira 10 mL air ke dalam tabung reaksi, dan aduk
sampai semua CuSO4 terlarut.
3) Gunakan amplas untuk membersihkan permukaan paku. Hilangkan
semua oksida di permukaannya sampai permukaan paku mengkilap.
4) Ikat dengan benang di dekat kepala paku, dan tenggelamkan dengan
hati-hati ke dalam larutan CuSO4.
5) Setelah 15 menit dan selanjutnya setiap 15 menit paku diangkat, amati
dan catat perubahan yang terjadi, dan masukkan kembali ke larutan
tembaga sulfat sampai tidak jelas lagi perubahan yang terjadi pada
paku (Gambar 7.4)

Gambar 7.4
Logam Cu melapisi logam besi dengan cara penggantian

Post Test

1. Apakah laju reaksi besi dengan HCl lebih cepat atau lebih lambat
dibandingkan dengan laju reaksi aluminium dengan HCl? Mengapa?
2. Pada bagian II, jika anda celupkan sendok perak ke dalam larutan
CuSO4, reaksi apa yang anda harapkan terjadi? Kenapa?
3. Kuningan adalah paduan logam tembaga dan logam seng. Jika serbuk
(hasil kikiran) kuningan dimasukkan ke dalam larutan HCl pekat,
reaksi apa yang anda harapkan terjadi dan produk apa yang anda
harapkan terbentuk?
4. Eksperimen IV
Stoikiometri reaksi Substitusi Ganda (Metatesis)

Pada kegiatan eksperimen ini, kita akan mereaksikan larutan CuSO4


dan NaOH menghasilkan Cu(OH)2 dan Na2SO4. Dengan mengetahui
massa produk Cu(OH)2 dan massa Na2SO4, selanjutnya kita akan mencari
hubungan secara stoikiometris antara reaktan dan produk serta menentukan
apakah persamaan setaranya akurat seperti reaksi sebenarnya.
Untuk tujuan praktik dan pembelajaran, kita akan menggunakan
tembaga(II) hidroksida yang dihasilkan oleh reaksi ini sebagai salah satu
reaktan yang digunakan untuk mensintesis senyawa baru pada kegiatan
laboratorium berikutnya.
Alat dan Bahan:

1) Neraca dan kertas timbangan 9) Cawan penguap


2) Gelas kimia 150 mL 2 buah 10) Hotplate
3) Gelas ukur 10 mL 11) Botol Reagen
4) Gelas ukur 100 mL 12) Natrium hidroksida (8.00 g)
5) Pengaduk magnetic 13) Amonia cair (~70 mL)
6) Botol semprot 14) Akuades
7) Corong 15) Kertas saring
8) Gelang penyangga 16) CuSO4.5H2O (24.97 g)

Prosedur:
Kegiatan lab ini dibagi dua bagian. Bagian I kita akan mereaksikan
larutan tembaga(II) sulfat dengan natrium hidroksida untuk menghasilkan
tembaga(II) hidroksida dan natrium sulfat, menentukan massa produk, dan
menghitung hubungan stoikiometris reaksi tersebut. Pada bagian II kita
akan menggunakan tembaga(II) hidroksida yang dihasilkan pada bagian I
untuk mensintesis Schweizer’s Reagen, [Cu(NH3)4](OH)2.

Bagian I:
1) Timbang kira-kira 24.97 g tembaga(II) sulfat penta hidrat,
CuSO4.5H2O dan catat massanya pada tabel pengamatan lajur A.
2) Hitung jumah mol CuSO4.5H2O dari massa tersebut, dan catat jumlah
molnya pada lembar pengamatan lajur B.
3) Masukkan tembaga sulfat ke dalam gelas kimia 150 mL, tambahkan
sekitar 100 mL air, dan aduk sampai CuSO4 habis larut
4) Timbang sekitar 8.00 g NaOH, dan catat massanya dengan ketelitian
0.01 g pada lajur C lembar pengamatan.
5) Hitung jumlah mol NaOH tersebut, dan catat jumlah mol pada lajur D.
6) Masukkan sekitar 10 mL air pada gelas kimia ukuran 150 mL, dan
masukkan NaOH pada air tersebut dan aduk secara konstan. (reaksi ini
sangat eksoterm)
7) Dengan pengadukan konstan, tuangkan larutan NaOH ke dalam gelas
kimia larutan tembaga(II) sulfat. Bilas gelas kimia NaOH dua atau
tiga kali dengan beberapa mL air dan masukkan bilasan air tersebut ke
dalam gelas larutan CuSO4, untuk memastikan bahwa semua NaOH
sudah ditransfer.
8) Timbang satu lembar kertas saring, catat massanya pada lajur E, dan
tempatkan kertas saring pada corong.
9) Aduk atau kocok gelas yang berisi tembaga(II) hidroksida agar
membentuk larutan suspensi sebanyak mungkin, kemudian saring
larutan tersebut. Bilas bilas gelas kimia tersebut sebanyak dua atau
tiga kali dengan air, kemudian saring bilasan tersebut untuk
memastikan semua tembaga(II) hidroksida tertahan oleh kertas saring.
10) Semprotkan beberapa mL air ke dalam tembaga(II) hidroksida yang
terdapat pada kertas saring, untuk menurunkan sisa natrium sulfat
yang mungkin belum turun ke wadah penampung.
11) Keluarkan dengan hati-hati kertas saring dari corong, kemudian
keringkan kertas saring beserta isinya. Untuk mempercepat
pengeringan, tempatkan di bawah lampu pijar, atau keringkan secara
perlahan dalam oven dengan pengaturan suhu rendah.
12) Timbang cawan penguap dan catat massanya pada lajur F.
13) Tempatkan cawan penguap di atas hotplate, tuangkan filtrat (larutan
natrium sulfat) secukupnya ke dalam cawan, dan hidupkan hotplat,
atur dengan suhu rendah. Setelah larutan pada cawan berkurang
karena menguap, tambahkan lagi filtrat sampai semua filtrat diuapkan.
Terakhir, bilas gelas kimia dengan beberapa mL air dan tuangkan air
bilasan tersebut ke dalam cawan penguap. Apabila cairan di atas
cawan penguap hampir habis, amati cawan tersebut secara hati-hati
dan terus panaskan sampai larutan tersebut benar-benar kering.
14) Sementara anda menunggu tembaga(II) hidroksida (Cu(OH)2) dan
natrium sulfat (Na2SO4) kering, hitung massa yang diharapkan dari
keduanya berdasarkan massa awal CuSO4 dan NaOH yang digunakan.
Masukkan massa teoritis (Cu(OH)2 dan Na2SO4) yang diharapkan
tersebut secara berturut-turut pada lajur G dan H.
15) Apabila Cu(OH)2 telah kering, timbang kertas saring beserta isinya
(produk), kemudian catat massanya dengan ketelitian 0.01 g pada lajur
I. Kurangi massa produk (lajur I) dengan massa kertas saring pada
lajur E untuk mendapatkan massa Cu(OH)2, dan catat nilainya pada
lajur J.
16) Apabila Na2SO4 sudah kering, timbang cawan penguap beserta isinya
(produk), dan catat massanya pada lajur K. kurangi massa tersebut
(massa lajur K) dengan massa cawan penguap lajur F untuk
mendapatkan massa Na2SO4, dan catat nilainya pada lajur L.
17) Hitung persen massa sebenarnya dari Cu(OH)2 dan Na2SO4, dan
masukkan nilai tersebut secara berturut-turut ke lajur M dan N.

Tabel 7.5
Lembar Pengamatan Reaksi Penggantian Ganda
Item Data
A. massa tembaga sulfat pentahidrat
B. mol tembaga sulfat pentahidrat
C. massa natrium hidroksida
D. mol natrium hidroksida
E. massa kertas saring
F. massa cawan penguap
G. massa tembaga(II) hidroksida yang
diharapkan
H. massa natrium sulfat yang diharapkan
I. massa kertas saring + tembaga(II)
hidroksida
J. massa aktual tembaga(II) hidroksida (I-E)
K. massa cawan + natrium sulfat
L. massa aktual natrium sulfat (K-F)
M. % hasil tembaga(II) hidroksida (100.J/G)
N. % hasil natrium sulfat (100.L/H)

Bagian II:
1) Masukkan sebanyak mungkin Cu(OH)2 kering dari kertas saring ke
dalam gelas kimia 150 mL.
2) Ambil sekitar 70 mL NH3 6 M dan masukkan ke dalam gelas kimia
tersebut di atas, dan aduk sampai semua Cu(OH)2 bereaksi dengan
NH3 membentuk tetraaminetembaga(II) dihidrat (Schweizer’s
Reagen), [Cu(NH3)4](OH)2. Jika ada Cu(OH)2 belum bereaksi,
tambahkan NH3 dan aduk sampai tidak ada lagi Cu(OH)2 yang tampak
pada dasar gelas kimia.
3) Transfer Schweizer’s Reagen, [Cu(NH3)4](OH)2 ke dalam botol
penyimpan. Labeli botol dengan isi dan tanggalnya. (jika anda
teruskan, anda juga bisa uapkan larutan tersebut sampai kering dan
menyimpan tetraaminatembaga(II) dihidroksida dalam bentuk
Kristal.)

Limbah
Natrium sulfat yang dihasilkan pada kegiatan bagian II dapat disimpan untuk digunakan
pada kegiatan berikutnya, atau dapat juga dibuang bersama limbah rumah tangga. Jika
anda tidak menyelesaikan kegiatan bagian II, anda bisa menyimpan tembaga hidroksida
tersebut dalam wadah yang kedap udara. (Jika terkena udara, tembaga hidroksida yang
berwarna biru akan teroksidasi perlahan menjadi tembaga oksida berwarna hitam).

Gambar 7.5
Schweizer Reagen, dibuat dengan
mereaksikan tembaga (II) hidroksida
dengan amonia cair

Post Test
1. Berapa rasio mol Cu(OH)2 dan Na2SO4 secara teoritis?
2. Jika anda mereaksikan 1 mol NaOH dengan CuSO4 berlebih, berapa
mol Cu(OH)2 yang dihasilkan?
3. Tuliskan persamaan reaksi setara untuk reaksi CuSO4 dengan Na2CO3
dan menghasilkan CuCO3 dan Na2SO4!
4. Tuliskan persamaan reaksi setara dari reaksi Cu(OH)2 dengan
ammonia cair (NH3) dan menghasilkan Tetraaminatembaga(II)
dihidroksida, Cu(NH3)4](OH)2!
ACARA VI
KESETIMBANGAN KIMIA

A. PRINSIP LE CHATELIER

Kesetimbangan kimia adalah keadaan dimana konsentrasi reaktan dan


produk tidak mengalami perubahan terhadap waktu. Keadaan ini terjadi
apabila laju reaksi kekanan (konversi reaktan menjadi produk) sama dengan
laju reaksi kekiri (konversi produk menjadi reaktan). Laju reaksi ini secara
umum lebih besar dari nol, tetapi karena laju reaksi tersebut sama, dimana
laju reaktan terkonversi menjadi produk sama dengan laju produk terkonversi
menjadi reaktan, sehingga menghasilkan perubahan konsentrasi reaktan dan
produk sama dengan nol. Keadaan sistem seperti ini dikatakan telah mencapai
kesetimbangan kimia dinamis26.
Kesetimbangan disebut "dinamis" karena setiap perubahan lingkungan
reaksi yang terjadi seperti konsentrasi, suhu, volume, atau tekanan akan
menyebabkan perubahan pada kesetimbangan yang sesuai dengan perubahan
lingkungan tersebut. Sebagai contoh, jika reaksi kimia mencapai
kesetimbangan dinamis dan kemudian reaktan ditambah, maka sistem reaksi
akan berubah untuk mencapai kesetimbangan dinamis yang baru. Pada
penambahan reaktan, beberapa (tidak semua) reaktan yang ditambahkan
bereaksi membentuk produk, sehingga merubah konsentrasi keduanya reaktan
dan produk. Demikian juga jika produk diambil dari sistem reaksi
kesetimbangan dinamis, maka kesetimbangan akan berubah karena
bertambanya reaktan yang terkonversi menjadi produk.27
Kimiawan Perancis Henry Louis Le Chatelier menjelaskan pengaruh
perubahan lingkungan terhadap kesetimbangan kimia dinamis dalam sebuah
pernyataan singkat yang dikenal oleh semua ahli kimia sebagai Prinsip Le
Chatelier:

26
Robert Bruce Thompson.229.
27
Ibid.
"Jika sistem kimia yang telah mencapai kesetimbangan kimia dinamis
kemudian dikenakan perubahan pada konsentrasi, suhu, volume, atau
tekanannya, maka akan terjadi pergeseran keadaan kesetimbangan untuk
merespon perubahan yang dikenakan tersebut"28
Sangat penting untuk memahami dua hal tentang Prinsip Le Chatelier.
Pertama, perubahan sistem kesetimbangan hampir tidak dapat kembali ke
kondisi sistem kesetimbangan semula. Misalnya, jika menambahkan reaktan
pada sistem reaksi yang telah mencapai kesetimbangan kimia dinamis,
konsentrasi reaktan pada keadaan kesetimbangan yang baru akan lebih tinggi
daripada keadaan kesetimbangan sebelumnya. Kedua, Prinsip Le Chatelier
adalah kualitatif, bukan kuantitatif. Artinya, menerapkan Prinsip Le Chatelier
memberitahu kita apakah reaksi akan bergeser ke kiri (pembentukan reaktan)
atau ke kanan (pembentukan produk), tetapi tidak dapat memberitahu kita
seberapa jauh reaksi atau seberapa banyak konsentrasi akhir dari reaktan dan
produk29.

Rangkuman
Kesetimbangan kimia adalah keadaan dimana konsentrasi reaktan dan
produk tidak mengalami perubahan terhadap waktu, karena laju reaksi
kekanan (konversi reaktan menjadi produk) sama dengan laju reaksi kekiri
(konversi produk menjadi reaktan). Sistem kesetimbangan dinamis adalah
sistem kesetimbangan yang akan berubah keadaan kesetimbangannya jika
dikenakan perubahan pada lingkungan sistem reaksi seperti konsentrasi, suhu,
volume, dan tekanan.
Dua hal penting tentang Prinsip Le Chatelier. Pertama, perubahan
sistem kesetimbangan hampir tidak dapat kembali ke kondisi sistem
kesetimbangan sebelumnya. Kedua, Prinsip Le Chatelier adalah kualitatif,
bukan kuantitatif.
Pre Test
1. Kapan suatu sitem reaksi dikatakan telah mencapai kesetimbangan?

28
Ibid.
29
Ibid.230
2. Uraikan apa yang akan terjadi jika pada sistem kesetimbangan dinamis
ditambahkan reaktan atau pruduk dikurangi!
3. Berdasarkan Prinsip Le Chatelier, mengapa perubahan sistem reaksi
kesetimbangan tidak dapat balik ke kondisi sistem kesetimbangan
sebelumnya?
B. EKSPERIMEN
1. Eksperimen I
Mengamati Prinsip Le Chatelier
Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa jika pada sistem
kesetimbanagan dinamis terjadi perubahan konsentrasi, suhu, volume, atau
tekanan, maka akan terjadi pergeseran kesetimbangan sebagai respon
perubahan tersebut. Pada kegiatan eksperimen ini, kita akan mempelajari
berbagai reaksi yang berada dalam keadaan kesetimbangan kimia dinamis,
dan mengamati pengaruh dari perubahan faktor lingkungannya.
Alat dan Bahan
1) Pipet tetes atau pipet beral
2) Tabung reaksi 6 buah dan rak tabung
3) Gelas kimia 150 mL 2 buah
4) Lampu alkohol atau pemanas lainnya
5) Klem melingkar
6) Kasa
7) Batang pengaduk
8) Air keran
9) Natrium klorida, NaCl (~ 40 g)
10) Natrium karbonat, Na2CO3 (~ 1.6 g)
11) Magnesium sulfat, MgSO4 (~ 1.3 g)
12) Asam klorida, HCl pekat
13) Minuman berkarbonasi, 2 buah
Kegiatan eksperimen ini terdiri dari empat bagian, yang masing-
masing akan mengamati pengaruh dari salah satu faktor yaitu konsentrasi,
suhu, volume, dan tekanan terhadap keadaan sistem keseimbangan
dinamis. Pada saat Anda melakukan percobaan, catat pengamatan Anda di
lembar pengamatan.

Dengan pengecualian dari asam klorida pekat, bahan kimia yang digunakan di laboratorium
ini cukup aman. Asam klorida adalah beracun, korosif, dan menghasilkan asap yang
mengiritasi. Percobaan ini menggunakan api terbuka, jadi gunakan hati-hati dan memiliki alat
pemadam kebakaran berguna. Pakailah kacamata percikan, sarung tangan, dan pakaian
pelindung.

Bagian I
Pengaruh Konsentrasi Terhadap Kesetimbangan
Pada kegiatan laboratorium bagian ini, kita akan menguji pengaruh
perubahan konsentrasi ion reaktan larutan jenuh natrium klorida (NaCl).
Larutan tersebut mengandung ion natrium (Na+) dan ion klorida (Cl-).
Untuk sampel larutan natrium klorida jenuh, kita akan menambahkan asam
klorida pekat (yang mengandung ion Cl- tetapi tidak mengandung ion
Na+), larutan natrium karbonat jenuh (mengandung Na+ tetapi tidak
mengandung ion Cl-), dan larutan magnesium sulfat jenuh (tidak
mengandung kedua ion tersebut), dan mengamati pengaruhnya pada
larutan natrium klorida jenuh.

Prosedur:
1) Sebelum Anda bekerja, gunakan kacamata, sarung tangan, dan
pakaian pelindung.
2) Siapkan larutan jenuh natrium karbonat dengan menambahkan sekitar
1.6 g natrium karbonat ke dalam 5 mL air dalam tabung reaksi. Aduk
atau kocok larutan untuk memastikan bahwa natrium karbonat larut
sepenuhnya, dan terus tambahkan natrium karbonat sampai terbentuk
sidikit endapan di bagian bawah tabung reaksi.
3) Siapkan larutan jenuh magnesium sulfat dengan menambahkan sekitar
1.3 g magnesium sulfat ke dalam 5 mL air dalam tabung reaksi. Aduk
atau kocok larutan untuk memastikan bahwa magnesium sulfat larut
sepenuhnya, dan terus tambahkan magnesium sulfat sampai terbentuk
sedikit endapan di bagian bawah tabung reaksi.
4) Siapkan larutan jenuh natrium klorida dengan menambahkan sekitar
40 g natrium klorida ke dalam 100 mL air dalam gelas kimia kecil
atau labu. Aduk atau kocok larutan untuk memastikan bahwa natrium
klorida larut sempurna, dan terus tambahkan natrium klorida sampai
terbentuk sedikit endapan di bagian bawah gelas kimia.
5) Siapkan 4 buah tabung reaksi, kemudian pindahkan sekitar 5.0 mL
larutan natrium klorida jenuh ke dalam masing-masing tabung reaksi
tersebut. Berikan label tabung reaksi tersebut dari A sampai D, dan
jadikan satu dari salah satu tabung tersebut sebagai kontrol (misalnya
Tabung D). Jumlah yang tepat dari larutan yang dipindahkan ini tidak
penting, tapi pastikan bahwa setiap tabung reaksi tersebut berisi
larutan dengan jumlah volume yang sama (bisa lebih atau kurang dari
5 mL tapi jumlahnya harus sama untuk ke-4 tabung reaksi tersebut.)
6) Tempatkan tabung reaksi berdekatan satu sama lain di rak tabung
reaksi dan di bawah pencahayaan yang terang. (Ini dilakukan agar
lebih mudah mengamati reaksi yang mungkin terjadi, lebih baik lagi
jika anda meletakkan ketas berwarna hitam di belakang rak tabung
reaksi.)
7) Tambahkan tetes demi tetes asam klorida pekat ke tabung A, amati
perubahan yang terjadi dari setiap tetes penambahan HCl pekat.
Teruskan penambahan asam klorida sampai sekitar 5 mL!
8) Tambahkan larutan jenuh natrium karbonat tetes demi tetes ke tabung
B, amati perubahan yang terjadi dari setiap tetes penambahn larutan
jenuh natrium karbonat. Teruskan penambahan larutan jenuh natrium
karbonat sampai anda menambahkan sekitar 5 mL!
9) Tambahkan larutan jenuh magnesium sulfat tetes demi tetes ke tabung
C. Amati perubahan yang terjadi pada setiap tetes penambahan larutan
jenuh magnesium sulfat. Teruskan penambahan larutan magnesium
sulfat jenuh sampai sampai anda menambahkan sekitar 5 mL.
10) Tambahkan air tetes demi tetes air ke tabung D (sebagai kontrol),
amati setiap perubahan yang terjadi pada setiap tetes penambahan air.
Teruskan penambahan air sampai volume air yang anda tambahkan
sekitar 5 mL.

Tabel 11.1
Lembar Pengamatan Pengaruh Konsentrasi Terhadap Kesetimbangan
Prosedur Pengamatan
larutan jenuh Na2CO3
1.6 g atau lebih + 5 mL air
larutan jenuh MgSO4
1.3 g atau lebih + 5 mL air
larutan jenuh NaCl
40 g atau lebih + 5 mL air
Tabung A (5 mL lart. jenuh NaCl)
+ HCl pekat
Tabung B (5 mL lart. jenuh NaCl)
+ larutan jenuh Na2CO3
Tabung C (5 mL lart. jenuh NaCl)
+ larutan jenuh MgSO4
Tabung D (5 mL lart. jenuh NaCl)
+ air

Bagian II
Mengamati Pengaruh Suhu Terhadap Kesetimbangan

Dalam larutan jenuh natrium klorida, natrium klorida padat berada


dalam keadaan kesetimbangan dengan ion natrium dan ion klorida dalam
larutan. Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa perubahan suhu
lingkungan reaksi akan menyebabkan perubahan kesetimbangan kimia.
Oleh karena itu, diharapkan kelebihan natrium klorida akan larut pada
suhu yang lebih tinggi.

Prosedur:
1) Sebelum anda bekerja, gunakan kacamata, sarung tangan, dan pakaian
pelindung.
2) Pindahkan sekitar setengah dari larutan jenuh natrium klorida yang
tersisa (~40 mL) ke dalam gelas kimia kecil atau labu.
3) Tambahkan sedikit kristal NaCl ke dalam gelas kimia atau labu
sampai terbentuk sedikit endapan kristalnya di dasar gelas kimia.
4) Setting kaki tiga, kawat kassa, dan pemanas alkohol.
5) Sambil diaduk, panaskan secara perlahan gelas kimia yang berisi
larutan jenuh NaCl, fokuskan pengamatan anda pada NaCl yang tidak
larut tersebut selama pemanasan!

Tabel 11.2
Lembar Pengamatan Pengaruh Suhu Terhadap Kesetimbangan
Prosedur Pengamatan

~40 mL larutan jenuh NaCl


+ kristal NaCl

~40 mL larutan jenuh NaCl


dipanaskan

Bagian III
Mengamati Pengaruh Volume Terhadap Kesetimbangan
Dalam larutan jenuh natrium klorida, natrium klorida padat berada
dalam keadaan kesetimbangan dengan ion natrium dan ion klorida dalam
larutan. Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa mengubah volume pelarut
akan menyebabkan perubahan kesetimbangan kimia. Meningkatkan
jumlah air akan meningkatkan jumlah natrium klorida yang larut. Berikut
percobaanya.
1) Sebelum anda bekerja, gunakan kacamata, sarung tangan, dan pakaian
pelindung.
2) Pastikan bahwa larutan jenuh natrium klorida yang tersisa (~ 40 ml)
memiliki beberapa kristal natrium klorida yang tidak larut dan
mengendap di bagian dasar gelas kimia.
Catatan: perkirakan jumlah natrium klorida yang tidak larut tersebut!
3) Tambahkan 10 tetes air ke gelas kimia, dan aduk larutan untuk
menentukan apakah bertambah jumlah natrium klorida yang larut.
4) Lanjutkan penambahan 10 tetes air setelah waktu tertentu sampai
semua kristal NaCl larut.
Tabel 11.3
Lembar Pengamatan Pengaruh Volume Terhadap Kesetimbangan
Prosedur Pengamatan

~40 mL larutan jenuh NaCl

~40 mL larutan jenuh NaCl


+ air

Bagian IV
Pengaruh Tekanan (dan Suhu) Terhadap Kesetimbangan Reaksi

Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa perubahan tekanan


lingkungan reaksi akan mempengaruhi kesetimbangan kimia. Air minum
berkarbonasi mengandung CO2 terlarut, yang mana lebih mudah larut pada
tekanan yang lebih tinggi. Jika tekanan diturunkan, maka konsentrasi CO2
dalam larutan akan berkurang dengan cara melepaskan gas CO2.
1) Sebelum Anda bekerja, gunakan kacamata, sarung tangan, dan
pakaian pelindung.
2) Biarkan dalam keadaan tertutup, kocok botol minuman dingin
berkarbonasi.
3) Segera setelah botol minuman berkarbonasi dikocok, arahkan mulut
botol kearah yang aman kemudian buka tutupnya.
4) Ulangi langkah 2 dan 3 dengan botol minuman berkarbonasi pada
suhu kamar.
Tabel 11.4
Lembar Pengamatan Pengaruh Tekanan Terhadap Kesetimbangan
Prosedur Pengamatan

Minuman berkarbonasi dingin

Minuman berkarbonasi
suhu lingkungan

Post Test
1. Pada bagian I, substansi apa yang terbentuk pada saat Anda
menambahakan HCl pekat pada larutan jenuh NaCl? Mengapa?
2. Pada bagian I, substansi apa yang terbentuk pada saat Anda
menambahakan larutan jenuh Na2CO3 pada larutan jenuh NaCl?
Mengapa?
3. Pada bagian I, apa yang terjadi ketika anda menambahkan larutan
jenuh MgSO4?
4. Pada bagian II, apa yang terjadi pada endapan kristal NaCl dalam
larutan jenuh NaCl ketika dipanaskan? Mengapa?
5. Pada bagian III, kita mengamati pengaruh meningkatnya volume
pelarut terhadap kesetimbangan dinamis larutan jenuh NaCl. Apakah
mungkin, beberapa senyawa, dengan meningkatnya volume pelarut
akan menurunkan jumlah zat terlarut? Mengapa atau mengapa tidak?
DAFTAR PUSTAKA

Anne Marie Helmenstine, Chemistry Expert. http://chemistry.about.com


Bettelheim & Landesberg “Laboratory Experimens For General, Organic,
Biochemistry” Brooks Cole; 8 edition (January 1, 2012)
http://belajarlabkimia.blogspot.com/2015/09
http://www.chemteam.info/Matter/Mixtures&PureSubstances.html
http://www.eschooltoday.com/science/elements-mixtures-compounds/types-of-
mixtures.html
http://www.mentorials.com/high-school-chemistry-matter-separation-of-
mixtures.htm
http://www.mentorials.com/high-school-chemistry-matter-separation-of-
mixtures.htm
http://serbamurni.blogspot.co.id/2013/01/proses-pemisahan-suatu-campuran.html
http://www.mentorials.com/high-school-chemistry-matter-separation-of-
mixtures.htm#
James M. Postma dkk. “Chemistry in the Laboratory”. New York: W. H.
Freeman And Company.2010.
Lee R. Summerlin & James L. Ealy. Jr. “Chemical Demonstrations”. American
Chemical Society. 1985.
Virginia L. Mullin, “Chemistry Experiments for Children”. New York: Dover
Publications.1968.
Ralph H.Petrucci-Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1.
(Jakarta: Erlangga, 1998)
Ralph H.Petrucci-Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2.
(Jakarta: Erlangga, 1998)
Raymond Chang. Kimia Dasar 1. (Jakarta: Erlangga.2005)
Robert Bruce Thompson, “Illustrated Guide to Home Chemistry Experiments”.
USA:Dale Doughert. 2008.
Sigurd J.Rosenlund, “The Chemical Laboratory: Its Design and Operation A
Practical Guide For Planners of Industrial, Medical, or Education
Facilities”. United States of America.1987.
Susan A. Weiner & Blaine Harrison, “Introduction to Chemical Principles A
Laboratory Approach”. USA: Mary Finci, 2005.
Mulyono HAM, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. (Jakarta: Bumi
Aksara.2008)
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2. (Bandung: Yrama Widya, 2013)

Anda mungkin juga menyukai