Anda di halaman 1dari 4

Dampak jika Indonesia menganut Ideologi Komunisme :

1. Indonesia Kemungkinan akan Seperti Korea Utara


Ketika Indonesia mengimplementasikan sistem komunis, maka kebebasan dibatasi, sangat
tunduk dengan aturan yang ketat, hingga tekanan batin karena aturan hidup yang harus
mematuhi garis yang dibuat pemerintah. Salah omong sedikit gantung, protes karena
ketidakadilan peluru pun nyasar ke kepala, serta beragam ketidakenakan lainnya.
2. Rakyat Dicekoki Propaganda-Propaganda
Hasil dari propaganda ini tentu saja buruk. Kita akan diajarkan membenci kepada pihak-
pihak penentang komunisme sejak kecil, serta kemungkinan tumbuhnya paham-paham
radikal. Tapi, tak selalu begitu juga, buktinya adalah Rusia. Negaranya Vladimir Putin itu
seratus persen komunis, tapi mereka sepertinya agak lebih bebas.
3. Indonesia Kemungkinan Besar Kena Isolasi
Seperti Korut yang sudah seperti dihapus dari peta dunia oleh barat, mungkin Indonesia juga
akan mengalami nasib yang serupa. Ada tapi dianggap tidak ada. Dampaknya tentu saja soal
ekonomi yang akan stagnan bahkan turun gara-gara embargo. Tidak akan ada kerja sama
kita dengan barat juga bisa dibilang menyusahkan. Pada akhirnya kita hanya akan beraliansi
dengan negara-negara sesama komunis.
4. Nasionalisasi Aset Mungkin Akan Berakhir Perang
Komunisme tak selalu menyajikan hal-hal buruk, beberapa dari azasnya justru sangat
menarik. Misalnya menasionalisasi semua aset negara, dalam artian tak ada satu pun sumber
daya yang dimiliki atau dikelola asing. Jika demikian banyak tambang pun akan jadi milik
negara, termasuk yang dikelola Freeport atau NewMont.
Wacana nasionaliasi aset pasti akan berujung konfrontasi. Sayangnya, nasionalisasi ini
takkan berlangsung damai dan aman. Seperti Kuba yang diteror gila-gilaan Amerika karena
Fidel Castro melakukan nasionalisasi asetnya, Indonesia juga akan mengalami pergolakan
yang sama, bahkan lebih gila. Misalnya, Amerika pasti akan mati-matian mempertahankan
Freeport. Kalau perlu panggil sekutu-sekutunya. Jika demikian, perang besar pun takkan
terhindarkan.
5. Mungkin Saja Bendera Kita Bukan Lagi Merah Putih
Realisasi ideologi komunisme tentunya tak hanya tertuang dalam regulasi-regulasi. Tapi
juga atribut yang ditampakkan. Entah semboyan, lagu kebangsaan, atau bahkan bendera
negara. Nah, soal bendera ini mungkin Indonesia tak lagi hanya punya warna merah dan
putih sebagai bendera negara. Tapi, ada sedikit tambahan aksen ala komunis.
Bendera negara mungkin juga akan diberi aksen-aksen komunisme. Mungkin dengan
menambahkan logo palu dan arit di ujung kiri atau mungkin atribut representatif lain. Hal ini
tak memengaruhi apa pun selain hanya sebagai penegas saja jika negara ini sudah menjadi
bagian dari blok timur.
6. DN Aidit Mungkin Jadi Pengganti Soekarno
Salah satu pentolan komunis di era orde lama adalah DN. Aidit. Pria asal Belitung yang
pernah kabur dan kembali lagi ini berperan besar terhadap tumbuh kembangnya komunisme
di Indonesia. Lalu jika pada akhimya skenario G30S sukses, maka tak pelak akan
mengangkat elit komunis ini merengkuh posisi tertinggi di Indonesia. Bisa menjadi presiden
atau perdana menteri.
DN Aidit pun pasti akan jadi tokoh nasional besar. Dengan kejadian ini maka buku buku
sejarah yang pernah kita pelajari di sekolah akan berubah total. Yang jelas, sosok satu ini
akan digembar-gemborkan sebagai tokoh nasional hebat. Bahkan tak menutup kemungkinan
kita akan menghormat patung raksasanya, seperti yang dilakukan oleh rakyat Korut terhadap
patung Kim Il Sung dan Kim Jong II.
2.3 Penumpasan G30S/PKI

pemerintah mengupayakan penumpasan G30S PKI pada 1 Oktober 1965.


Mayjen Soeharto kala itu mengambil alih komando angkatan darat, akibat belum
adanya kepastian kabar mengenai Letjen Ahmad Yani. Sementara Kolonel
Sarwo Edhi Wibowo, yang menjadi Komandan Resimen Para Komando
Angkatan Darat (RPKAD) berupaya untuk menghimpun pasukan seperti Divisi
Siliwangi dan Kavaleri. Operasi penumpasan G30S PKI diarah ke sejumlah
tempat yang telah dikuasai para simpatisan PKI.  Salah satunhya adalah wilayah
Bandar Udara Halim Perdana Kusuma. setelah daerah sekitar Istana Merdeka
dan Medan Merdeka bersih dari pasukan G30S/PKI, maka operasi penumpasan
terhadap kaum pemberontak ditujukan ke Pangkalan Halim Perdanakusama dan
sekitarnya yang digunakan sebagai basis oleh pemberontak. 
Situasi militer di Ibukota segera berubah karena direbutnya inisiatif dari Gerakan
30 September PKI oleh Kostrad. Pangkostrad Mayjen Soeharto melalui Ajudan
Presiden, Kolonel KKO Bambang Widjanarko, mengirimkan pesan kepada
Presiden Soekarno agar meninggalkan kompleks Halim, selambat-lambatnya
pada pukul 24.00, karena Kostrad telah mengetahui pangkalan itu merupakan
basis kekuatan fisik pemberontak. Perkembangan menjelang petang hari itu
juga, berlangsung dengan cepat, sehingga pemberontak yang berkedudukan di
Halim dan sekitarnya merasakan tekanan situasi. Akhirnya, mereka segera
menyingkir keluar Halim. Perintah Presiden melalui Brigjen Supardjo agar
menghentikan gerakannya, menimbulkan kerumitan bagi D.N. Aidit, Sjam, dan
Pono. Dengan ketegasan sikap Mayjen Soeharto tersebut, yang dibarengi
dengan operasi-operasi penumpasan secara militer, jelas bahwa Pangkalan
Udara Halim Perdanakusuma tidak akan mungkin dapat dipertahankan lagi. 
Presiden Soekarno beserta rombongan pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul
23.30 telah meninggalkan Pangkalan Halim Perdanakusuma melalui jalan darat
menuju Bogor.Pada pukul 01.00 dinihari tanggal 2 Oktober 1965, Jenderal
Soeharto memerintahkan kesatuan-kesatuan RPKAD dibantu oleh Batalyon 328
Kujang/Siliwangi, satu kompi tank dan satu kompi panser Kavaleri untuk
membebaskan Pangkalan Halim. Kepada pasukan-pasukan yang ditugasi
dipesankan, agar dalam melaksanakan perintah ini sedapat mungkin
menghindarkan pertumpahan darah serta menghindarkan pengrusakan terhadap
benda-benda yang berguna. Demikianlah sekitar pukul 03.00 pagi, pasukan
tersebut bergerak menuju sasaran yang telah ditentukan. Pada pukul 06.00 pagi,
lapangan udara Halim telah dapat dikuasai kembali. Namun karena luasnya
kompleks Halim, kekuatan-kekuatan pemberontak ternyata tidak seluruhnya
mengundurkan diri.
Gerakan penumpasan selanjutnya adalah menuju desa Lubang Buaya yang
diperkirakan sebagai tempat pembunuhan terhadap 7 orang Perwira Tinggi
Angkatan Darat. Tembak-menembak terjadi di Lubang Buaya antara RPKAD
dengan satuan-satuan Yon 454, sehingga jatuh korban seorang gugur dan dua
orang luka-luka. Pada pukul 14.00 gerakan pembersihan oleh satuan-satuan
RPKAD dan Yon 328 Kujang di sekitar Cililitan dan Lubang Buaya dihentikan
karena para pemberontak telah buyar melarikan diri ke luar kota. Saat telah
mengusai Halim dan bubarnya pasukan pemberontak, maka gagallah kudeta
Gerakan 30 September yang didalangi PKI itu. Para pemimpin pemberontak
meninggalkan Halim menuju ke Pondok Gede, dan selanjutnya menyelamatkan
diri dari kejaran RPKAD.
Langkah untuk menumpaskan G30S PKI terus berlanjut dengan sejumlah
operasi yang dijalankan. Di antaranya adalah operasi Trisula di Blitar Selatan
serta Operasi Kikis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.Melalui operasi
penumpasan itu, para tokoh PKI berhasil ditangkap. Ketua PKI DN Aidit yang
dituding sebagai dalang pemberontakan ditemukan tewas tertembak dalam
operasi tersebut. Sementara, sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer
Luar Biasa (Mahmilub) dan beberapa lainnya dijatuhi hukuman mati.  

Anda mungkin juga menyukai