Anda di halaman 1dari 4

NAMA.

: Roni

NPM. : AP201810161

KELAS. : AP18B

JAWABAN UAS ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

1. pelanggaran Etika dan disiplin oleh PNS/ASN yaitu :

a) sanksi yang diterapkan dapat berupa: Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun,
Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama
satu tahun.

Kedua, jenis pelanggaran netralitas yang berkategori hukuman disiplin berat meliputi: sebagai peserta
kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.

Kemudian, Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye; Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye; dan Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa : Penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama tiga tahun; Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
Pembebasan dari jabatan, hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
PNS.

b) Kondisi banyaknya PNS yang terlibat korupsi diperparah dengan

penegakan yang belum kuat. Meskipun dalam PP 53 Tahun 2010 Pasal 10 ayat 5 secara jelas disebutkan
bahwa PNS yang terbukti mengutamakan kepentingan sendiri akan dijatuhi hukuman berat, namun
aturan tersebut belum implementasinya secara tegas. Dari 2.674 PNS yang menjadi narapidana kasus
korupsi, baru 317 yang diberhentikan sebagai PNS. Angka tersebut sama dengan 11% dari total PNS yang
terlibat, sementara 88% diantaranya masih berstatus aktif sebagai PNS. Belum ditindak tegasnya ASN
yang melakukan korupsi dapat menyebabkan korupsi semakin mengakar.Pegawai tidak merasa takut
untuk melibatkan diri dalam kegiatan korupsi karena hukuman yang diberikan tidak memberikan efek
jera. Apabila hal ini berlangsung terus menerus, korupsi akan menjadi kebiasaan, bahkan lebih parah lagi
akan menjadi budaya
2. Paradigma Lama dan Paradigma Baru Aparatur Pemerintah

a) Paradigma lama melihat bencana dalam pengelolaannya hanya ketika sedang terjadi, pertolongan dan
kemudian pemulihan dan selesai. Dalam pemberian bantuan, paradigma lama hanya memberikan
langsung barang kebutuhan dan setelah itu selesai. Ketika terjadi bencana, paradigma lama lebih ingin
meminimalisir dampak dari bencana sedangkan paradigma baru tidak hanya meminimalisisr dampak,
namun juga lebih melakukan persiapan terhadap segala kemungkinan yang terjadi ketika terjadi
bencana.

b) Sedangkan paradigma baru pengelolaannya adalah dengan mempelajari siklus. Sehingga bisa
diperkirakan bencana itu terjadi dan penanggulangannya juga lebih terkontrol dengan baik. Paradigma
baru lebih ingin melakukan pengorganisasian terhadap masyarakat sehingga terbentuk kelompok-
kelompok yang kemudian bisa diberdayakan.Perubahan paradigma baru Pemerintah daerah secara garis
besarnya meliputi dua perubahan besar yaitu: Perubahan Mindset bagi orang perorangan dijajaran
Aparatur di daerah, dan Perubahan Managemen Pemerintah Daerah, yaitu dengan menerapkan prinsip-
prinsip manajemen pemerintahan modern.

3). maladministrasi diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan
oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil
bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Bentuk-Bentuk Maladministrasi:

Hendra dkk menjelaskan yang termasuk bentuk tindakan maladministrasi adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan aparatur pemerintah dikarenakan adanya:[3]

1. Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan dengan kepentingan kantor.

Contoh : Membuat sebuah program yang mementingkan urusan pribadi

2. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik. Masyarakat
disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat.

Contoh : Aparat ASN memberikan data hoax kepada masyarakat untuk menutupi data yang sebenarnya

3. Korupsi yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya, termasuk didalamnya
mempergunakan kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan pemberian kewenangan, dan dengan
tindakan tersebut untuk kepentingan memperkaya dirinya, orang lain kelompok maupun korporasi yang
merugikan keuangan negara.

Contoh : Anggaran dana yang tidak tepat sasaran, seharunya untuk kepentingan publik malah
kepentingan kelompok

4. Defective Policy Implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan implementasi.
Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen politik hanya berhenti sampai pembahasan undang-
undang atau pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan.

Contoh : Misalnya UU tentang ketenaga kerjaan yang masih sekedar omongongan belaka dan yang di
rasakan masyarakatpun nihil

5. Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi

4). Penyebab pelayanan publik juga bersinggungan dengan masalah tak jelasnya pemerintah dalam
merencanakan formasi jabatan publik. Di beberapa daerah terdapat banyak sekali jabatan kosong.
Hanya diisi oleh staf yang bertindak sebagai pelaksana tugas. Di Beberapa daerah juga, dengan kasat
mata memperlihatkan bahwa formasi jabatan pelayanan publik masih menumpuk di Pulau Jawa dan
Indonesia bagian barat. Sementara itu, di Indonesia bagian timur, terdapat staf yang mengerjakan tugas
sebagai kepala seksi dan lintas seksi. Dari sini saja nampak bahwa formasi perencanaan SDM pemerintah
masih kurang tepat.

5). Kasus - Kasus korupsi

a) Monofoli kekuasaan

Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan tentang monopoli kekuasaan di simpulkan bahwa
kepala daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengelolaan anggaran APBD, perekrutan
pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan barang dan jasa dan pembuatan
peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti kekuasaan, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan
tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi.

b) Diskresi kebijakan

Berdasarkan pernyataan dari informan bahwa hak diskresi melekat pada pejabat publik, khususnya
kepala daerah, artinya diskresi di lakukan karena tidak semua tercakup dalam peraturan sehingga
diperlukan kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa terpenuhi tanpa
harus menunggu adanya aturan yang tersedia, masalahnya kemudian diskresi ini dipahami secara sangat
luas, padahal diskresi itu sangat terbatas, dia hanya bisa diberi ruangnya ketika tidak ada aturan main
dan itu dalam situasi yang sangat mendesak, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah
dalam satu tahun anggaran yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah dan Belanja
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan
penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.

c) Lemahnya akuntabilitas

Kolusi Eksekutif dan Legislatif dalam Pembuatan Kebijakan yang Koruptif. Dalam wawancara dengan
Informan menyatakan kondisi pada saat ini adanya kolusi antara kepala daerah dengan DPRD terkait
dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah misalnya masalah pembuatan perda dan
perijinan.termasuk dalam lemahnya akuntabilitas adalah kurang nya transparansi dalam pengelolaan
anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga menyebabkan kepala
daerah melakukan tindak pidana korupsi.

Contoh lain yaitu :

Beberapa faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi lainnya antara lain karena biaya
pemilukada langsung yang mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah, kurang
pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya yang salah.

d) Di antara penyebab paling umum korupsi adalah lingkungan politik dan ekonomi, etika profesional
dan moralitas, serta kebiasaan, adat istiadat, tradisi dan demografi. Korupsi menghambat pertumbuhan
ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi. Korupsi juga mengurangi
pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program bantuan keuangan, Tingginya tingkat korupsi pada
masyarakat luas berdampak pada menurunnya kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum,
pendidikan dan akibatnya kualitas hidup, seperti akses ke infrastruktur hingga perawatan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai