Anda di halaman 1dari 15

KARAKTERISTIK KIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MIE

KERING DARI SAYUR DAN BUAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh

Alan Dwi Bagaskara


NIM B32192261
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.)
di Program Studi Teknologi Industri Pangan
Jurusan Teknologi Pertanian

TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Mie Kering Dari Sayur Dan Buah

Proposal Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Teknologi Pertanian (A.Md.
TP) di Program studi Teknologi Industri Pangan Jurusan Teknologi Pertanian

Jember, 05 November 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Anna Mardiana H, STP., M.Sc Dr. Elly Kurniawati, S. Tp., M.P.

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian

Dr. Yossi Wibisono S.TP MP

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mie adalah nama generik. Orang Eropa menyebut pasta (dari bahasa Italia) secara
generik, dan noodle (bahasa Inggris) untuk pasta yang berbentuk memanjang. Namun begitu,
di Eropa bahan baku mie biasanya dari jenis-jenis gandum, sementara di Asia bahan baku mie
lebih bervariasi. Di Asia sendiri, pasta yang dibuat selalu berbentuk memanjang. Berbagai
bentuk mi dapat ditemukan di berbagai tempat. Perbedaan mi terjadi karena campuran bahan,
asal usul tepung sebagai bahan baku, serta teknik pengolahan.
Di Asia khususnya Indonesia mie merupakan jenis makanan yang paling populer.
Berbagai bahan dasar dapat digunakan sebagai bahan pokok pembuatan mie, contohnya saja
tepung terigu, tepung tang mien, tepung beras, tepung kanji, dan tepung kacang hijau. Tepung
terigu paling banyak digunakan khususnya untuk membuat mie instan dan mie basah yang
sudah banyak dikembangkan dan dikonsumsi masyarakat Indonesia, mulai dari masyarakat
golongan ekonomi bawah, menengah, hingga atas. Mie tidak hanya cocok bagi lidah
masyarakat Indonesia tetapi juga praktis dalam penyajiannya.
Pada prinsipnya semua jenis mie dibuat dari bahan dan metode pembuatan yang sama
tetapi di pasar dikenal berbagai jenis mie berdasarkan tingkat kematanganya seperti mie segar
atau mentah, mie basah, mi instan dan mie kering (Sutomo, 2008). Mie kering adalah produk
makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan, serta memiliki kadar air sebesar 8-10%.

Mie cukup digemari masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan cara pembuatan mie
yang mudah dan rasa mie yang dapat diterima semua kalangan terutama anak-anak atau usia
dini, hal ini mengakibatkan anak-anak kekurangan banyak Nutrisi yang disebabkan oleh
kebanyakan mengkonsumsi mie. Salah satu cara untuk menangani masalah tersebut yaitu
memodifikasi mie dengan cara menambahkan ekstrak buah naga dan sawi sebagai tunjangan
Nutrisi, salah satunya yaitu antioksidan karena antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia
tidak cukup untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan
dari luar (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).

Buah naga memiliki nutrisi berupa kandungan antioksidan tinggi, protein, serat,
karoten, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, dan vitamin C
(Nurliyana et al., 2010). Flavonoid merupakan salah satu senyawa organik warna merah yang
berperan sebagai antioksidan dalam buah naga (Feranose, 2009). Pada bahan sawi hijau
terdapat kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi, vitamin A, dan vitamin C serta
pigmen klorofil alami. Daun sawi segar juga kaya akan vitamin C dan vitamin A yang
berperan sebagai senyawa antioksidan pada sawi (Kloppenburg, 2009). Wortel segar
mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat abu, mineral (kalsium, fosfat, besi,
kalium, natrium, magnesium dan kromium), Vitamin (A, B1 dan C) (Astina, 2007).
Vitamin A pada wortel berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah buta senja
(Kumalaningsih, 2006). Menurut Astuti (2009), antioksidan alami dalam buah dan sayuran
yang memiliki fungsi seperti mencegah berkembangnya radikal bebas di dalam tubuh
sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Tumbuh-tumbuhan diketahui kaya akan
antioksidan misalnya sawi, wortel dan buah naga. Oleh karena itu, penambahan ekstrak buah
naga, sawi dan wortel pada mie kering diharapkan dapat menghasilkan pangan fungsional.

1.2 Rumusan Masalah


Modifikasi ekstrak buah naga, sawi dan wortel dalam pengolahan mie kering
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan bentuk penganekaragaman pangan
olahan. Penggunaan buah dan sayuran dapat menghasilkan karakteristik produk mie yang
memiliki vitamin dan aktivitas antioksidan. Pengolahan mie sayur buah untuk menghasilkan
mie dengan karakteristik organoleptik yang baik memerlukan konsentrasi maksimal ekstrak
sebesar 30%. Pengolahan yang dilakukan menggunakan pemanasan mempengaruhi sifat
antioksidatif mie yang dihasilkan pada proses pemanasan dan pengeringan. Penambahan
ekstrak buah dan sayur mempengaruhi karakteristik fisik, kimia dan aktivitas antioksidan
mie, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik mie kering buah dan
sayur fungsional.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui pengaruh penambahan bubur buah naga, sawi, dan wortel terhadap
karakteristik fisik, kimia, dan sensoris pada mie kering
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak buah dan sayur terhadap aktivitas antioksidatif
pada mie kering.

1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan mie sehat dengan penambahan ekstrak buah naga, sawi, dan wortel.
2. Mie buah sayur yang dihasilkan dapat dijadikan inovasi produk baru, dan meningkatkan
nilai ekonomis buah naga, sawi dan wortel.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mie
Mie termasuk salah satu makanan yang sangat digemari di Asia terutama di Asia
tenggara dan khususnya di Indonesia. Konsumsi mie terus meningkat, hal ini didukung oleh
berbagai keunggulan yang dimiliki mie, terutama dalam hal tekstur, rasa, penampakan, dan
kepraktisan penggunaannya. Keunggulan tersebut yang mendasari masyarakat Indonesia
untuk menjadikan mie sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Mie yang di sukai
oleh masyarakat Indonesia adalah mie dengan karakteristik berwarna kuning, berbentuk
pilinan yang dapat mengembang sampai batas tertentu, elastis, dan jika direbus tidak banyak
menghasilkan total padatan yang hilang (kumala, 2016)
Menurut Winarno (2016), berapa jenis mie tersebut dibedakan berdasarkan tahap
pengolahan dan kadar air. Adapun penjelasan dari beberapa jenis mie adalah sebagai berikut :
1. Mie mentah/segar, adalah mie produk langsung dari proses pemotongan lembaran
adonan dengan kadar air 35%.
2. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam
air mendidih lebih dahulu, jenis mie ini memiliki kadar air sekitar 52%.
3. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, jenis mie ini memiliki
kadar air sekitar 10%.
4. Mie goreng, adalah mie mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng.
5. Mie instan (mie siap hidang), adalah mie mentah, yang telah mengalami pengukusan
dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng sehingga menjadi
mie instan goreng (instant freid noodles).

2.2 Buah Naga


Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis kering.
Habitat asli buah naga berasal dari negara Meksiko, Amerika Utara dan Amerika Selatan
bagian utara. Namun di Indonesia buah naga telah banyak di budidayakan dan sudah populer
sejak tahun 2000. Menurut penelitian Wu et al., (2006) dalam jurnal penelitian Ni Ketut et al.,
(2015), keunggulan dari kulit buah naga yaitu kaya polifenol dan merupakan antioksidan,
kulit buah naga juga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid,
flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kabolamin, fenolik, karoten dan fitoalbumin (Jaafar et
al., 2009). Selain itu aktivitas antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan
aktivitas antioksidan pada daging buahnya, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi
antioksidan alami yang dapat bermanfaat bagi kesehatan (Wu et al , 2006).

2.3 Sawi
Sawi hijau Brassica juncea L. merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki nilai komersial yang tinggi karena merupakan tanaman sayuran daun yang banyak
digemari oleh masyarakat dan merupakan salah satu komponen menu keluarga yang tidak
dapat ditinggalkan (Marsudi, 2011). Sawi hijau berasal dari satu genus Brassica. Rasa sawi
hijau juga cenderung pahit, itu sebabnya kerap diolah dengan cara ditumis dan direbus.
Kandungan sawi yang membuatnya baik untuk dikonsumsi karena mengandung vitamin c,
vitamin k, dan serat. Sawi hjau juga baik untuk kesehatan, beberapa manfaat sawihijau
diantaranya yaitu; kaya antioksidan, menyehatkan jantung, menyehatkan mata, dan juga
potensi anti kangker.

2.4 Proses Pembuatan Mie


Proses pembuatan mie memiliki beberapa tahapan, antara lain yaitu; pengadukan,
pembentukan lembaran adonan, pembentukan untaian mie, pencetakan, pengukusan,
pengeringan.
a. Pengadukan
Pengadukan dilakukan bersamaan dengan pencampuran antara bahan utama yaitu
tepung terigu dengan bahan tambahan lainnya seperti telur, garam, STPP, dan CMC.
Pengadukan bertujuan untuk mendapatkan adonan dengan struktur kompak, penampilan
mengkilat, halus dan elastis, tidak lengket, tidak mudah terpisah, lunak dan lembut.
b. Pembentukan Lembaran Adonan
Proses ini dapat dilakukan dengan memasukkan adonan mi ke dalam mesin roll,
yang akan mengubah adonan menjadi lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten
ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Tujuan proses ini adalah
menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus
dan searah akan menghasilkan mi yang elastis, kenyal dan halus.
c. Pembentukan Untaian Mi
Pembentukan untaian mi dilakukan dengan memasukkan lembaran tipis ke dalam
mesin pencetak mi (slitter) yang berfungsi mengubah lembaran mi menjadi untaian mie
(Astawan, 2002:26).
d. Pencetakan
Lembaran pasta tipis yang halus kemudian dilakukan pencetakan mie menggunakan
alat pencetak (roll press) kemudian ditaruk diloyang. Pencetakan dengan loyang bertujuan
agar mendapatkan bentuk mi yang seragam.
e. Pengukusan
Pengukusan dilakukan dengan menggunakan dandang selama 30 menit, kemudian
diangkat dan didinginkan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinasi pati dan koagulasi gluten.
Gelatinasi dapat menyebabkan:
1. Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi
penyerapan minyak dan memberi kelembutan mi.
2. Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi kelembutan mi.
3. Terjadi perubahan beta pati menjadi pati alfa yang lebih mudah dimasak
sehingga tekstur alfa ini harus dipertahankan dalam mi kering dengan cara
dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10% (Astawan,
2008:27)
f. Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengurangi kadar air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi
panas. Pengeringan dilakukan pada mi yang telah dikukus dengan suhu 60-70C sampai kadar
airnya mencapai 11-12% (Suyanti,2008:37).

2.5 Reaksi yang Terjadi Selama Proses Pengolahan Mie


2.5.1 Glatinisasi pati
Pati adalah jenis polisakarida yang terdiri dari unit-unit glukosa, dan umumnya
tersimpan dalam berbagai jaringan tanaman sebagai cadangan energi. Secara mikroskopis
pati akan memiliki bentuk seperti granula dimana, granula pati akan memiliki struktur
pembangun dan komposisi yang berbeda-beda, namun umumnya pati mengandung 2 fraksi
utama yaitu fraksi amilosa dan amilopektin.
Glatinisasi diakibatkan oleh adanya pemanasan yang mengakibatkan partikel-
partikel granula pati berkembang. Dengan meningkatnya suhu suspensi pati, maka ikatan
hidrogen antar molekul pati akan menurun, kemudian air yang relatif kecil akan menetrasi
kedalam molekul pati. Pada saat suhu meningkat, molekul air yang menetrasi semakin
banyak sehingga terjadi pengembangan granula pati. Pengembangan granula-granula yang
telah mencapai maksimum pada suhu pemanasan tertentu, maka akan menyebabkan
pecahnya granula pati dan penurunan kekentalan pasta pati yang semakin tajam (Faridah,
2011).
2.5.2 Denaturasi Protein
Denaturasi adalah perubahan struktur pada protein sekunder, tersier, dan kuartener
yang kehilangan bentuknya diakibatkan karena adanya suhu pemanasan, pengadukan secara
terus-menerus, dan pH yang rendah. Dalam pembuatan mie denaturasi protein terjadi karena
adanya proses pengukusan dan pengerringan. Pada saat pengukusan dan pengeringan protein
mengalai agregasi dan reaksi kimia sehingga terjadi perubahan non kovalen pada stukturnya.
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya dan menyebabkan lapisan molekul
protein bagian dalam bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat
hidrofilik terlipat ke dalam. Hal tersebut akan menyebabkan protein menjadi menggumpal
dan mengendap pada larutan. Protein yang terdenaturasi akan mengalami peristiwa gelasi,
yaitu jaringan protein mengikat air dan membentuk gel jika mengalami pemanasan (Zayas,
1997).
2.5.3 Pencoklatan
Proses pencoklatan atau browning merupakan proses terbentuknya warna coklat pada
bahan pangan yang disebabkan oleh adanya beberapa perubahan reaksi. Pencoklatan terdapat
2 jenis, yaitu proses pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Proses pencoklatan enzimatis
terjadi pada bahan pangan yang mengandungfenolik sebagai substrat, memerlukan oksigen,
dan enzim fenol oksidase. Reaksi pencoklatan non-enzimatik ada tiga macam, yaitu
karamelisasi, reaksi millard, dan pencoklatan yang diakibatkan oleh vitamin c (Winarno,
1997). Proses pencoklatan yang terjadi pada mie adalah pencoklatan secara non enzimatis
dikarenakan pencoklatan tersebut terjadi tidak melibatkan enzim. Pencoklatan yang terjadi
pada proses pembuatan mie disebabkan karena adanya reaksi maillard, yaitu reaksi antara
karbohidrat (gula pereduksi) dengan gugus amino (-NH2) akibat adanya pemanasan
(Winarno, 2004).
2.5.4 Retogradasi
Retrogradasi merupakan proses bergabungnya kembali komponen pati membentuk
kristal atau disebut porses rekristalisasi. Retrogradasi pada mie terjadi saat pendinginan. Pada
proses ini ketika mengalami pendinginan setelah pemanasan, energi kinetik disekitar akan
semakin berkurang menyebabkan molekul amilosa tidak lagi terpisah dan akan bergabung
antara satu sama lainnya melalui ikatan hidrogen (Bennion, 1980). Ada dua proses yang
terjadi saat retrogradasi, pertama adalah rigidity dan crystallinity gel yang berkembang secara
cepat membentuk kristal kembali yang terjadi pada amilosa, kedua adalah gel yang
berkembang secara perlahan pada amilopektin (Billiaderis, 1990). Laju retrogradasi
berpengaruh terhadap tekstur produk. Perubahan sifat reologi yang terjadi pada peristiwa
retrogradasi adalah mampu meningkatkan kekerasan, kerapuhan, meningkatnya viskositas,
terbentuknya lapisan tak larut pada pasta panas, terbentuknya endapan partikel pati tidak
terlarut, terbentuknya gel, dan keluarnya air dari pasta. Beberapa hal yang mempengaruhi
retrogradasi adalah tipe pati, konsentrasi pati, prosedur pemasakan, suhu, waktu
penyimpanan, pH, prosedur pendinginan, dan keberadaan komponen lain (Swinkle, 1985).

2.6 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa fitokimia dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh
dari serangan radikal bebas. Antioksidan yang terdapat dalam tanaman yang memberikan cita
rasa, aroma dan warna yang khas pada tanaman tersebut. Selain itu, antioksidan suatu
senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat
atau memperlambat kerusakan akibat proses oksidasi. Tubuh manusia tidak mempunyai
cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal
maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Banyak bahan pangan yang dapat menjadi
sumber antioksidan alami, misalnya rempah, teh, coklat, biji-biji serelia, sayur-sayuran,
enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami terdapat pada tumbuhan dan
umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan (Farkas et
al., 2004).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analisis A, Laboratorium Pengolahan
Pangan Jurusan Teknologi Pertanian, Prodi Teknologi Industri Pangan, Politeknik Negeri
Jember. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2020 sampai selesai.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


3.2.1 Bahan penelitian
Bahan utama yang digunakan untuk membuat mie adalah terigu, telur, air, buah naga,
dan sawi. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4, selenium,
indikator metil biru (MB), metil merah (MM), aquades dan HCl, larutan DPPH, Etanol, follin
ciocalteau, kertas saring dan alumunium foil.
3.2.2 Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Ohaus), gelas
ukur 500 ml (Iwaki Pyrex), baskom, blender (Philips), sendok, termometer, spektofotometer
UV-1800, vortex, Penangas listrik (Gerhard), kurs porselen, oven, pipet volum, spatula,
penjepit, tanur suhu 6000, labu khajeldal, botol timbangan, soxhlet, eksikator, erlenmayer,
kompor (Gorenje), dan ekstruder.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu pembuatan bubur buah dan sayuran
serta pembuatan mie buah dan sayuran.
a. Pembuatan bubur buah dan sayuran
Proses pembuatan bubur buah diawali pengupasan bahan. Bahan yang digunakan
buah naga, sawi, dan wortel kemudian dicuci. Selanjutnya, dilakukan Hot Water blanching
selama 3-5 menit. Setelah itu, dilakukan penghancuran menggunakan blender tanpa
penambahan air.
b. Pembuatan mie buah dan sayur
Proses pembuatan mie yaitu pencampuran 150 gram terigu, 1 gram garam, 5 gram
telur, dan bubur buah dan sayuran dengan konsentrasi 30% (w/w). Setelah itu dilakukan
pencampuran dan pengadukan tanpa penambahan air hingga menjadi adonan yang kalis.
Kemudian, adonan dilakukan pembentukan mie dengan ekstruder. Mie yang sudah terbentuk
dikukus selama 5 menit dan dilakukan pengeringan 50°C selama 15 jam. Diagram alir
pembuatan mie buah dan sayur ditunjukkan pada

3.4 Parameter Pengamatan


Parameter pengamatan yang diamati meliputi sifat kimia dan aktivitas antioksidan antara lain
adalah:
3.4.1 Sifat Fisik
a. Warna (Lightness)
b.Daya rehidrasi
c. Elastisitas
d.Cooking Loss
3.4.2 Uji Organoleptik
a. Warna
b. Aroma
c. Tekstur
d.Rasa
e. Keseluruhan
3.4.3 Sifat Kimia
a. Kadar air (Metode Thermogravimetri, Sudarmadji et al., 1997)
b. Kadar Lemak (Metode Soxhlet, AOAC, 2005)
c. Kadar Protein (Metode Kjedahl, Sudarmadji et al, 1997)
d. Kadar Abu (Metode Langsung, AOAC, 2005)
e. Kadar Karbohidrat Metode Caarbohhydrate by defference (Sudarmadji et al., 1997)
3.4.4 Aktivitas Antioksidan Metode DPPH

3.5 Prosedur Analisis


3.5.1 Warna (Lightness)
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna
(berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut.
Penentuan warna (kecerahan) dilakukan menggunakan alat colour reader. Alat colour reader
awalnya distandartkan terlebih dahulu warnanya dengan cara mengukur nilai da, db, dL
papan keramim standar yang telah diketahui nilai a, b, serta L. pengukuran tersebut dilakukan
dengan tiga titik yang berbeda. Dan nilai kecerahan tersebut dapat dijabarkan dengan
menggunakan rumus berikut:
L = 94,35 – dL
Keterangan : Nilai kecerahan antara 0-100 (Semakin besar nilainya, maka semakin cerah)
3.5.2 Elastisitas
Elastisitas mie diukur dengan menggunakan penggaris. Sampel mie kering dimasak
terlebih dahulu ±4 menit dan ditiriskan, kemudian mie ditempatkan diatas penggaris dan
diukur panjangnya (P1), selanjutnya mie ditarik sampai terjadi putus dan diukur kembali
menggunakan penggaris (P2).
3.5.3 Daya Rehidrasi
Daya rehidrasi adalah kemampuan mie untuk menyerap air sesudah gelatinisasi. Daya
rehidrasi dilakukan dengan menggunakan metode penimbangan. Mie kering ditimbang
sebanyak (a) gram dan dimasak dengan air mendidih. Mie yang telah masak ditiriskan sampai
tidak ada air yang menetes, kemudian berat mie tersebut ditimbang (b)
3.5.4 Daya Pengembangan
Pengukuran daya pengembangan mie dilakukan dengan cara mengukur diameter mie
basah mentah pada 10 tempat berbeda. sampel kemudian dimasukkan ke dalam air dengan
suhu 80ºC selama 5 menit dan dilakukan pengukuran diameternya.
3.5.5 Uji Organoleptik
Uji organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan sampel. Cara
pengujian menggunakan uji kesukaan atau uji hedonik. Pada uji kesukaan, panelis diminta
menilai sampel berdasarkan kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan dinyatakan
dalam skala hedonik yang terdiri dari lima skala numerik (1-5). Adapun deskripsi penilaian
produk yang diamati sebagai berikut:
1 = Amat sangat tidak suka
2 = Sangat tidak suka
3 = Tidak suka
4 = Agak tidak suka
5 = Netral
6 = Agak suka
7 = Suka
8= Sangat suka
9=Amat sangat suka
3.5.6 Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan oven. Botol timbangan yang
telah dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam esikator ditimbang 2 g
sebagai a g. Sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan dalam botol timbang dan ditimbang
2 g sebagai b g. Kemudian dimasukan dalam oven selama 4-6 jam. Botol timbangan
dipindahkan pada esikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang. Botol timbang
kemudian dikeringkan kembali selama 30 menit dan setelah didinginkan di esikator
ditimbang kembali dan dilakukan berulang kali sampai diperoleh berat konstan sebagai c g.
Berat konstan didapatkan setelah tiga digit dibelakang koma sama antara penimbangan
berikutnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar air.
3.5.7 Kadar Lemak (AOAC, 2005)
Labu lemak di oven selama 30 menit pada suhu 100 0-105oC, kemudian didinginkan
dalam esikator untuk menghilangkan uap. Kertas saring yang digunakan juga di oven pada
suhu 60oC selama ±1 jam dan dimasukkan dalam selam 30 menit. Selanjutnya ditimbang
sebgai a g. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram tepat langsung diatas kertas saring sebagai b
g. Bahan dan kertas saring kemudian di oven suhu 60oC selama 24 jam dan ditimbang
sebagai c g. Setelah itu, dimasukan tabung ekstraksi soxhlet. Pelarut lemak dituangkan ke
labu ekstraksi secukupnya. Labu lemak dipanaskan dan dilakukan ekstraksi selama 5 jam.
Labu lemak didinginkan selama 30 menit. Sampel kemudian diangkat dan dikeringkan dalam
oven suhu 60oC selama 24 jam. Setelah di oven, bahan didinginkan dalam esikator selama 30
menit lalu ditimbang sebagai d g dan di hitung
3.5.8 Kadar protein (Sudarmadji et al, 1997)
Prosedur analisa kadar protein dilakukan dengan menimbang sebanyak 0,1 gram
sampel dan dimasukan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 2 ml H2SO4pekat dan 0,9 gram
selenium. Dipanaskan mula-mula dengan api kecil. Kemudian dibesarkan sampai larutan
berwarna jernih. Setelah itu ditambah 5 ml aquades bila larutan telah dingin. Larutan
kemudian di destilasi dan destilat ditampung dalam erlenmayer yang telah diisi dengan 15 ml
asam borat 4% dan 2 tetes indikator metil biru dan metil merah. Larutan kemudian di titrasi
dengan larutan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna menjadi biru agak ke unguan.

3.5.4 Kadar abu (AOAC, 2005)


Pengukuran kadar abu dilakukan dengan menggunakan pembakaran pada tanur
pengabuan. Kurs porselin dikeringkan dalam oven selama 15 menit didinginkan dan
dieksikator 30 menit dan ditimbang sebagai a g. Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang 2 g
sebagai b g dan dimasukan dalam kurs. Kemudian pijarkan dalam muffle dengan suhu
mencapai 300o-600oC sampai diperoleh abu berwarna putih keabu-abuan. Pendinginan
dilakukan dengan kurs dan tinggal di muffle selama 1 hari. Kemudian dipindahkan kedalam
eksikator 15 menit dan ditimbang berulang-ulang sampai berat constant sebagai c g.
Selanjutnya dilakukan dengan perhitungan.
3.5.8 Kadar karbohidrat by difference (Sudarmadji et al., 1997)
Penentuan karbohidrat secara by difference dihitung sebagai selisih 100 dikurangi
kadaar air, kadar abu, protein dan lemak. Rumus perhitungan kadar karbohidrat yaitu: Kadar
karbohidrat=100%-(%kadar protein+%kadar lemak+%kadar abu+%kadar air)
3.5.9 Aktivitas antioksidan (Aziz, 2011)
Aktivitas antioksidan dianalisis dengan menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyhl-
2-picrilhidrazyl) 400 µM. Sampel mie sebanyak 5 g dihaluskan dengan mortar menggunakan
etanol 97% secukupnya kemudian disaring. Hasil dari saringan tersebut kemudian ditera pada
labu ukur sampai 10 ml dan diambil 2 ml kemudian divortex selama 5 menit dengan
ditambahkan 1 ml larutan DPPH lalu didiamkan selama ± 20 menit.. Sampel kemudian
ditambah dengan 2 ml etanol PA dan divortex kembali selama ± 5 menit. Kontrol dilakukan
dengan mengganti sampel mie dengan aquades yang ditambah dengan larutan DPPH dan
etanol. Aktivitas antioksidan diukur berdasarkan nilai absorbansi pada panjang gelombang
517 nm.
Daftar Pustaka

-Noodles Demands. http://instantnoodles.org/noodles/expandingmarket.html


-Zainoldin, K. D., and Baba, A.S., 2012, The Effect of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus
undatus on Physicochemical, Proteolysis, and Antioxidant Activity in Yogurt, J. Bio. Life
Sci. 8, 93-98
-Syamsir, E., P. Hariyadi, D. Fardiat, N. Andarwulan dan F. Kusnandar. 2011. Karakterisasi
Tapioka Dari Lima Varietas Ubi Kayu (Manihot utilisima crantz) Asal Lampung. Jurnal
Agroteknologi. Vol. 5. No. 1. 93- 105.
-Astawan, M. 2008.Membuat Mie dan Bihun.Edisi XI. Jakarta: Penebar Swadaya.
-Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2012. Daftar Komposisi Zat Giz. Jakarta:
Departemen Zat Gizi.
-Harper, J. M. 1981. Extrusion of Foods. Volume 1. Florida: CRC Press.
-Nusarini, R. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanolik Herbal
Ketuk (Bidens pilosa L). Skripsi. Yogyakarta: UGM.
-Utami, I. S. 1992. Pengolahan Roti Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta:
UGM
-J.F. 1997. Fungtional Properties of Protein in Food. Springer-Verlag.
-Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas. Surabaya: Trubus
Agisarana
-Pratama, I. A., dan F.C. Nisa. 2014. Formlasi Mie Kering Dengan Substitusi tepung Kimpul
(Xanthosoma sagittifolium) dan Penambahan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.).
Jurnal Pangan dan Agroindustri. (2):101-112.
-Kumala, C. E. 2016. Aplikasi Ekstrak Kasar Polisakarida Larut Air Dari Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.) Pada Pembuatan Mie Kering. Skripsi. Jember: Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.
-Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Hasil
Pertanian. Yogyakarta: Liberrty.

Anda mungkin juga menyukai