Anda di halaman 1dari 24

Tugas Kelompok 2

Pandangan Teoritis Dalam Konseling


(Tugas Mata Kuliah Psikologi Konseling)

Dosen Pengampu
Mahdia Fadhila, M.Psi, Psikolog

Disusun Oleh:
Angger Sulistyarini (200103040131)
Julia Tiana (200103040157)
Meydi Oddie Dian.F. (200103040162)
Prenata Nur Rahma.A. (200103040109)
Rijani (200103040214)
Abdi Muhaimin (200103040125)

Program Studi Psikologi Islam


Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Antasari
Banjarmasin
2022
PANDANGAN TEORITIS DALAM KONSELING

A. Pendahuluan
Kata konseling diambil dari bahasa latin yaitu counselium yang artinya
“bersama” atau “bicara bersama” yang mana dalam bicara yang dimaksudkan adalah
pembicaraan antara konselor dan klient. Konseling adalah sebuah ilmu serta
pengaplikasian secara psikologi untuk memberikan bantuan kepada orang lain yang
mempunyai definisi khusus sejalan dengan konsep yang dikembangkan dalam ruang
lingkup profesi nya. Menurut Carl Rogers, konseling adalah hubungan terapi antara
konselor dan klient yang tujuannya untuk melakukan perubahan tingkah laku pada
klient. Menurut Gladding dalam American Counseling Association (ACA) mengatakan
tentang definisi konseling yakni aplikasi dan prinsip-prinsip kesehatan mental,
psikologi, atau perkembangan individu melalui intervensi kognitif, afektif, behavioral,
pertumbuhan pribadi, pengembangan karir, serta patologi. Gladding juga berpendapat
bahwa konseling merupakan sebuah profesi, artinya orang yang sudah melakukan
proses sertifikasi dan juga harus mendapatkan lisensi untuk melakukan konseling.
Konseling adalah sebuah rancangan kegiatan yang ditujukan untuk orang
mempunyai permasalahan atau penyesuaian (juga untuk menangani orang gang
bertahan dari bentuk-bentuk penyakit mental). Konseling juga berarti hubungan dalam
kelompok, keluarga, maupun individual yang dibentuk bertujuan sebagai
pengembangan kepercayaan, keamanan, dukungan, serta perubahan yang permanen.
Konseling mempunyai sifat multidimensional, berhubungan dengan perasaan, pikiran,
dan tingkah laku seseorang pada masa lalu, sekarang, ataupun masa yang akan datang.
Adapun Ivey dan Zalaquet mengemukakan definisi konseling sebagai sebuah proses
yang lebih intensif dan personal dibandingkan dengan wawancara. Konseling berfokus
untuk membantu klient dalam mencari solusi atas permasalahan yang normal dan
terhadap berbagai kesempatan, dimana permasalahan yang normal tersebut tidak jarang
akan menjadi sedikit kompleks.
Secara umum, konseling berfungsi dalam membantu klient dalam mencari
pemahaman mengenai diri dan lingkungannya. Klient diharapkan bisa mengembangkan
potensi diri secara optimal, dan bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara
dinamis. Dalam memilih fungsi-fungsi konseling bisa dilakukan dengan cara
memahami aktivitas-aktivitas konseling sesuai dengan kerangka kerja pemecahan
masalah. Menurut John Dewey, ada empat fungsi dasar konseling dan sekaligus sebagai

1
tahapan, yaitu: pembukaan (orientasi masalah), konseptualisasi (identifikasi masalah),
intervensi (eksperimen), dan evaluasi. Adapun pembahasan mengenai kajian psikologi
konseling dapat diurutkan meliputi: membimbing, menyembuhkan, memfasilitasi,
memodifikasi, merestrukturisasi, pengembangan, mempengaruhi,
mengkomunikasikan, dan mengorganisasikan. Dalam konseling, terdapat beberapa
macam teori yang akan digunakan sebagai landasan seorang konselor yang melakukan
konseling. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa pandangan teoiritis dalam
konseling beserta contoh pengaplikasiannya diantaranya yaitu:
1. Pendekatan Psikoanalisa
2. Pendekatan Behavioristik dan Cognitive Behavioral
3. Pendekatan Humanistik dan Eksistensialism
4. Pendekatan Psikologi Islam
5. pendekatan Psikologi Positif
6. Pendekatan Ekletik

B. Landasan Teori

1. Psikoanalisa

Teori Psikoanalisa , merupakan teori kepribadian yang paling berpengaruh,


bukan hanya dalam bidang psikologi, tetapi juga bagi ilmu-ilmu lain termasuk
antropologi, sosiologi, bahkan penerapannya juga dapat ditemui dalam praktek
kehidupan seperti manajemen . Dalam dunia konseling, teori ini sangat memberikan
pengaruh yang kuat dalam memandang manusia dan beberapa implementasinya
dalam praktek konseling.1

Psikoanalisa adalah sebuah bentuk perkembangan kepribadian filsafat tentang


manusia, serta model psikoterapi dan konseling. Dalam studi kesehatan mental
Sigmun Freud bekerja sama dengan rekannya, Jean Charcot melalukan spesialisasi
tentang gangguan nervous, dengan menggunakan hipnotis untuk penyembuhan
histeria. Bersumber dari metodologi penyembuhan ini Freud mengembangkan
psikoanalisis.

1
Hidayat, Dede Rahmat, Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling, cet. II (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015), 31.

2
Konsep konseling yang berakar pada vocational guidance dan dipelopori oleh
Frank parson di Boston pada tahun 1908 telah berkembang sebagai layanan utama
dalam pendidikan. Salah satu cabang ilmu konseling juga mempunyai beberapa
pendekatan, salah satunya ialah psikoanalisa. Bagi seorang konselor pemula yang
mempelajari teori psikoanalisa sangat relevan untuk menyembuhkan pasien yang
mengalami gangguan histeria,cemas,obsesi neurosis. 2

Teori konseling Psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud merupakan


suatu cara penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Konsep
Freud aturan yang berlaku sehingga mampu menekan keinginan yang kita ingin
lakukan. Anti rasionalisme melandasi tindakannya dengan motivasi yang tidak sadar,
konflik dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia secara esensial bersifat
biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan spontan, sehingga perilaku bisa disebut
sebagai fungsi yang ada dalam arah dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional,
tidak sosial dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain. 3 Contohnya dengan
psikoanalisa yaitu menambahkan kesadaran gender di dalamnya tetapi merupakan
perubahan secara menyeluruh dalam sistem teori dan praktik.4

Konsep dari Konseling psikoanalisa yaitu :

a) Libido mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan terutama terkait dengan


seks, dalam artian libido tersebut yaitu manusia terlahir dengan sejumlah insting
(naluri).
b) Struktur kepribadian antara lain Id yaitu dorongan untuk melakukan sesuatu yang
tidak mempengaruhi waktu dan situasi, aturan yang berlaku sehingga mampu
menekan keinginan yang kita ingin lakukan.5

Konseling yang dilakukan dalam psikoanalisa bertujuan untuk membentuk


Kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kosadaran yang tidak
disadari dalam diri klien. Proses terapi difokuskan kepada upaya mengalami kembali

2
Arizona, Neni Noviza dan Meisari, Manajemen Konflik (Palembang: Bening Media Publishing, 2021)
95.
3
Yunita, Nivea Vila, Kadek Suranata dan Ni Ketut Suarni, “Model Konseling Psikoanalisa dengan Teknik
Asosiasi Bebas untuk Meminimalisir Self Heteroseksual, JIBK Undiksha: Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling
Undiksha, Vol. 10, No. 2, 2019, 11
4
Sigit Sanyata Teori dan Praktek pendekatan konseling feminis (Yogyakarta: UNY Press 2018),
5
Yunita, Nivea Vila, Kadek Suranata dan Ni Ketut Suarni, “Model Konseling Psikoanalisa dengan Teknik
Asosiasi Bebas untuk Meminimalisir Self Heteroseksual, JIBK Undiksha: Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling
Undiksha, Vol. 10, No. 2, 2019, 11.

3
pengalaman masa kanak-kanak. Terapu psikoanalitik lebih menekankan dimensi
afektif, meskipun pemahaman dan pengertian intelektual penting tetapi perasaan-
perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting.6

Konseling Islam Psikoanalisis merupakan sebuah modifikasi dari pendekatan


psikoanalisis Sigmund Frued yang dalam pemahasan – pembahasan ahli sebelumnya
dianggap sebagai pendekatan psikologis. Hal tersebut membawa psikoanalisis sebagai
pendekatan yang berbahaya bagi manusia beragama, yang nantinya dianggap akan
mengarahkan manusia pada anggapan tidak adanya Tuhan. Modifikasi pendekatan
psikoanalisis dalam bimbingan dan konseling islam yang dimaksud adalah dengan
memasukkan konsep fitrah dalam islam. Secara tekstual fitrah berarti penciptaan,
perpecahan, dan sifat pembawaan sejak lahir. 20 Penciptaan dapat diartikan sebagai
bentuk asli yang masih sama dengan keadaan semua.7

Keutamaan keunggulan psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah


sangat efektif untuk menyembuhkan klien yang histeris,cemas,obsesi neurosis. tetapi
sebagai ,kasus-kasus sehari-hari dapat juga digunakan pendekatan psikoanalisis untuk
mengatasinya.

Beberapa konstribusi utama pendekatan psikoanalisa adalah:

1. Dapat dipahaminya kehidupan mental individu untuk kemudian dianalisis untuk


mengatasi permasalahan hidup yang dialaminya
2. Dapat dipahaminya bahwa tingkah laku yang ditampilkan individu sering kali
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disadari
3. Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian masa dewasa
4. Menyediakan kerangka kerja untuk memahami cara-cara yang digunakan individu
dalam mengatasi kecemasannya
5. Pendekatan psikoanalisa telah memberikan cara dan strategi untuk memahami
ketidaksadaran melalui analisis mimpi,interpretasi resistensi, dan interpretasi
transferensi.8

6
Hidayat, Dede Rahmat, Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling
7
Nisa Auliayatun, “ Model Bimbingan dan Konseling Islam Psikoanalisis berbasis Islam untuk
Mengurangi Kecemasan Moral pada Remaja”, al-Tazkiah, Vol. 6, No 1, Juni 2017, 26.
8
Arizona, Neni Noviza dan Meisari, Manajemen Konflik 96.

4
 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Konseling Psikoanalisis
a) Kelebihan
1. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya seksualitas dan alam bawah sadar dalam
tingkah laku manusia.
2. Pendekatan ini memberikan sumbangan kepada penelitian - penelitian empiris,
bersifat heuristic.
3. Pendekatan ini menyimpan aturan teoritis yang mendukung
sejumlah instrument diagnostic.
4. Pendekatan ini kelihatan efektif bagi mereka yang menderita berbagai macam
gangguan, termasuk hysteria.
5. Pendekatan ini menekankan pentingnya tahap perkembangan pertumbuhan.

b) Kelemahan
1. Pendekatan ini membuang lebih banyak waktu dan biaya yang banyak.
2. Pendekatan ini juga tidak terlalu berguna bagi konseling lansia atau bahkan
sekelompok yang bervariasi, yang paling banyak mendapatkan keuntungan dengan
pendekatan ini adalah pria paru baya dan wanita yang tertekan dalam hidupnya.
3. Di luar harapan Freud, pendekatan ini telah diklaim secara eksklusif oleh para
psikiater.
4. Pendekatan ini berdasarkan pada banyak konsep yang tidak mudah dipahami atau
dikomunikasikan.
5. Pendekatan ini membutuhkan ketekunan. Pendekatan ini tidak begitu cocok dengan
kebutuhan kebanyakan individu yang mencari konseling professional.9

2. Behavioristik dan Cognitive-Behavioral

Pada tahun 1985, Steven Jay Lynn dan John P. Garske mengatakan bahwa teori
behavioristik sering di sebut juga dengan modifikasi tingkah laku (behavior
modification) dan terapi tingkah laku (behavior therapy). Dalam sepanjang sejarah
perkembangan behavioristik, ada suatu peristiwa yang sangat penting yaitu
dipublikasikannya tulisan salah seorang psikolog yang berasal dari Inggris yaitu H.J
Eysenck mengenai terapi behavior di tahun 1952. Di bawah pimpinan H.J Eynsenck,
prodi Psikologi di Institut Psikiatri mempunyai dua bidang yakni bidang penelitian yang

9
Greald Corey.Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. (Bandung:2005) Refika Aditama

5
mana bidang ini berfokus untuk mengembangkan dimensi perilaku untuk menjelaskan
abnormalitas perilaku yang dirumuskan oleh Eynseck, dan bidang klinis yang mana
bidang ini sebagai sarana latihan-latihan untuk para sarjana psikologi klinis.

Pada proses konseling, pendekatan behavior membatasi tingkah laku sebagai


interaksi antara bawaan dari diri dan lingkungan. Tingkah laku yang bisa dilihat adalah
sebuah tanda peduli dari konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan dalam
konseling. Dalam teori behavioristik, tingkah laku manusia adalah hasil dari belajar yang
bisa diubah dengan memodifikasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar.
Pendekatan behavioristik mencoba merubah perilaku yang termasuk abnormal, baik yang
tergolong neurotik, psikotik, maupun perilaku manusia yang tergolong normal.

Steven Jay Lynn dan John P. Garske berpendapat mengenai asumsi dasar dalam teori
behavioristik antara lain:

1) Mempunyai fokus pada proses tingkah laku.


2) Menekankan dimensi waktu here and now.
3) Manusia berada pada tingkah laku maladaptive.
4) Proses belajar adalah cara yang efektif untuk merubah tingkah laku maladaptive.
5) Melakukan penetapan tujuan pengubahan tingkah laku.10

Pendekatan cognitive-behavioral mulai berkembang pada awal tahun 1970


dimana proses kognitif mulai diakui sebagai salah satu hal yang penting mengenai
masalah-masalah psikologis. Habsy mengatakan bahwa karakteristik dari cognitive-
behavioral ini menekankan kepada perubahan pemahaman klient dari sisi kognitif,
tetapi juga memberikan konseling ke arah tingkah laku yang lebih baik dan dianggap
sebagai pendekatan konseling yang tepat di Indonesia. Para ahli dalam National
Association Of Cognitive Behavioral Therapy (NACBT) mengatakan bawa arti dari
cognitive-behavor therapy yakni pendekatan psikoterapi yang lebih berfokus pada
pikiran mengenai bagimana kita merasakan apa yang kita lakukan.

Pendekatan cognitive-behavioral menekankan bahwa masa lampau tidak


menjadi acuan penting dalam konseling, maka dari itu konseling cognitive-behavioral
lebih bertumpu pada masa kini tanpa mengabaikan masa lampau. Aspek kognitif yang

10
Sigit Sanyata, “Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling,” Paradigma VII, no. 14
(2012).

6
ada pada pendekatan cognitive-behavioral yaitu menghubah pola pikir, kepercayaan,
asumsi, sikap, serta memberi fasilitas terhadap klien untuk belajar mengenali dan
mengubah kesalahan dalam aspek kognitif.11

Tujuan pendekatan behavioristik adalah untuk menghilangkan perilaku yang


menyimpang dan membuat perilaku baru. Pendekatan perilaku dapat digunakan dalam
upaya menyembuhkan macam-macam gangguan perilaku dari yang sederhana hingga
yang kompleks, baik sendirian ataupun berkelompok. Menurut Corey, tujuan
pendekatan behavioristik yaitu sebagai refleksi dari permasalahan yang dihadapi oleh
klient.12
Tujuan pendekatan cognitive-behavioral adalah untuk mengajak klient agar
dapat berusaha menghilangkan pikiran dan emosi yang menyimpang dengan cara
memberikan bukti-bukti yang bertentangan dengan kepercayaan mereka mengenai
masalah yang dihadapi. Sebagai konselor juga diharapkan bisa membantu klient untuk
mencari keyakinan baru yang tidak menyimpang dalam diri klient dan secara kuat
menguranginya.13

Dalam proses konseling, pendekatan behavioristik adalah sebuah proses dimana


konselor memberikan arahan kepada klient dalam memecahkan permasalahan yang
dialami oleh klient. Pendekatan behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh
kelebihan dan tingkah laku klient, jenis permasalahan, jenis penguatan yang diberikan
oleh orang lain yang mempunyai arti khusus bagi hidup klient dalam perubahan tingkah
lakunya. Dalam pendekatan behavior ini, konselor berperan penuh pada setiap proses
pemecahan masalah klient. Kekurangan dari pendekatan behavioristik yaitu pendekatan
ini hanya berfokus pada perilaku namun tidak mengubah perasaan, bersifat manipulatif
dan seringkali mengabaikan hubungan antar pribadi, lebih berfokus kepada teknik,
pengambilan keputusan ditentukan oleh konselor yang mana hal tersebut dapat
menyebabkan klient bisa ketergantungan dan hal tersebut menjadi tidak efektif.

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan behavioristik adalah pendekatan yang


bertujuan untuk mengubah perilaku yang menyimpang atau perilaku berlebihan dengan
cara membentuk perilaku yang baru yang bisa dilakukan dengan beberapa teknik seperti

11
Akhmad Syah Roni Amanullah, “Pendekatan Konseling Kognitif Perilaku,” JURKAM 3, no. 1 (2019).
12
Sanyata, “Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling.”
13
Amanullah, “Pendekatan Konseling Kognitif Perilaku.”

7
dan lain sebagainya. Dalam behavioristik, konselor mempunyai keterlibatan penuh
dalam pemecahan masalah yang dialami oleh klient.14

3. Humanistik dan Eksistensialism


a) Humanistik
Konseling dengan pendekatan humanistik sendiri berkonsentrasi pada kondisi
atau keadaan manusia itu sendiri. Pendekatan ini merupakan suatu sikap yang
menuntut manusia pada suatu pemahaman atas manusia. Humanistik memandang
manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya. Manusia bebas
untuk menjadi semua yang dia inginkan. Manusia merupakan makhluk hidup yang
menentukan sendiri apa yang ingin dilakukannya dan apa yang tidak ingin dia
lakukan, karena manusia merupakan makhluk yang bertanggung jawab atas apa
yang dikerjakan. Pendapat ini menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk
yang sadar, mandiri, dan dapat menentukan (hampir) segalanya aktivitas di dalam
kehidupannya. Manusia sendiri memiliki julukan “the self determining being” yang
mampu menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan dengan cara-cara
yang dianggapnya paling benar dan paling tepat.15

Kelebihan dari teori ini yaitu dapat digunakan kepada klien yang mengalami
kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri. Humanistik juga
membebaskan klien untuk mengambil keputusan sendiri serta memanusiakan
manusia, kekurangan dari konseling Humanistik ini sendiri yaitu metodologi, bahasa
serta konsepnya yang mistikal, lalu dalam melakukan konseling humanistik tidak
memiliki teknik yang tegas, serta terlalu mempercayai kemampuan klien dalam
mengatasi masalah dan memakan waktu yang lama.Tujuan peneliti pada teknik ini
adalah agar terciptanya suasana yang nyaman dan harmonis antara klien dan
peneliti.16

b) Eksistensialism

Konsep dasar eksistensial adalah psikopatologi yang terjadi akibat dari kegagalan
dalam mengaktualkan potensi, perkembangan kepribadian yang normal, dilandaskan

14
Sanyata, “Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling.”
15
Zulfikar, KONSELING HUMANISTIK: SEBUAH TINJAUAN FILOSOFI, Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3
No. 1 (Januari-Juni 2017), hlm 147.
16
Ratu Misqiyah, Teknik Konseling Humanistik Dalam Mengatasi Perilaku Agresif Remaja Dengan
Orang Tua Tunggal, Serang, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 18 Mei 2018. hlm 47.

8
pada keunikan individu tersebut, determinasi diri dan kecenderungan kearah
pertumbuhan adalah gagasan sentral, orientasi kemasa depan bukan pada masa lalu,
menekankan kesadaran sebelum bertindak dan perbedaan dibuat antara rasa bersalah
eksitensial dan rasa bersalah neurotik

Tujuan konseling eksistensial adalah menghilangkan hal-hal factor utama


penyebab terhambatnya individu dalam mengaktualisasi potensi diri, membantu
klien untuk lebih bertanggung jawab atas kehidupannya, menyajikan kondisi untuk
memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan, mengarahkan klien untuk
menemukan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri.

Fungsi dan peran terapis dalam pandangan eksistensial adalah koselor mampu
memahami pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi, menyadari peran serta
tanggung jawab, mengakui sifat timbal balik dari hubungan, berorientasi pada
pertumbuhan, mengharuskan konselor terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
yang menyeluruh, memandang konselor sebagai model, mengakui kebebasan klien
untuk mengungkapkan pandangan dan tujuan-tujuan serta nilainya sendiri,
mengurangi kebergantungan klien, meingkatkan kebebsan klien dan menyadari
bahwa keputusan dan pilihan akhir terletak pada klien bukan pada konselor.

a) Kelebihan konseling eksistensialism


1. Konseling atau tehnik ini biasa di gunakan untuk klien yang mengalami
keminiman kepercayaan diri.
2. Memiliki sifat membentuk kepribadian, hati nurani, dan sikap terhadap fenomena
sosial.
3. Pendekatan ini lebih cocok digunakan pada perkembangan klien di bidang
kegagalan kawin, perundungan terhasan seseorang dan perkembangan remaja.
b) Kekurangan metode eksistensialism
1. Memakan waktu yang lama dalam melakukan konseling.
2. Teknik yang tidak tegas
3. Metode, bahasanya serta konsepnya yang mistikal.17

17
Y. Triyono, SJ, Konseling Eksistensial: Suatu Proses Menemukan Makna Hidup, Orientasi Baru, Vol.
19, No. 1, April 2010, hlm 22

9
4. Psikologi Islam

Menurut Prof. Zakiah Daradjat, Psikologi Islam adalah disiplin ilmu buatan
manusia yang didasarkan pada filsafat, teori, metode, dan pemecahan masalah dengan
menggunakan rangkuman dari Al-Qur'an dan Hadits, serta intuisi dan akal, indera, dan
sumber-sumber lain.18 Psikologi Islam juga merupakan cabang psikologi yang berfokus
pada kondisi manusia melalui lensa ajaran Islam tentang hubungan interpersonal,
spiritualitas, dan pencarian pengetahuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
mental dan fisik. Kemudian Psikologi Islam adalah corak psikologi berlandaskan citra
manusia menurut ajaran Islam yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia
sebagai ekspresi interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohanian
dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keragaman. 19
Latar belakang adanya konseling keagamaan berawal mula dari adanya
kebutuhan angkatan bersenjata Amerika Serikat tentang penegakan spiritual keagamaan
sebagai motivasi yang memicu semangat juang para petugas angkatan bersenjata. Para
pembimbing dan konselor yang berada di bidang keagamaan diberikan pendidikan dan
latihan bidang keilmuan yang berhubungan dengan tugasnya, seperti latihan kemiliteran,
metodologi konseling, psikoterapi, psikologi, serta latihan-latihan praktik yang
menggunakan pendekatan psikoterapi, psikologi, dan religius psikoterapi keagamaan dan
kesehatan mental.
Konseling keagamaan mendapat perhatian dari para ilmuwan, diantaranya
seperti Norman Vincent Peale (USA) yang memiliki banyak pengalaman akan
penyembuhan melalui pendekatan keagamaan seperti yang ditulis di dalam bukunya The
Power of Positive Thinking. C.G. Jung juga menyatakan bahwa penyembuhan penyakit
jiwa pasien-pasiennya yang berumur 35 tahun ke atas tersebut dapat dilakukan apabila
mereka telah menemukan jalan keluar melalui penemuan nilai-nilai keagamaan yang ada
di dalam dirinya. Dengan adanya pendekatan keagamaan dalam konseling, klien dapat
diberi insight di dalam dirinya yang kemudian dihubungkan dengan nilai keimanannya
yang kemungkinan pada saat itu telah lenyap dari dalam diri klien.20
Dalam Islam konseling merupakan satu cara dalam mencapai maksud dan
tujuan Islam dalam membangun bumi dan memperbaikinya. Namun sesuai dengan moral

18
Yudiani, Ema. 2013 . Pengantar Psikologi Islam. Palembang: JIA.
19
Bastaman, Hanna Djumhana. 1996. Integrasi Psikologi dengan Islam, menuju Psikologi Islami.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
20
Dr H. Abdul Basit M.Ag, Konseling Islam (Prenada Media, 2017).

10
berlaku di masyarakat yang di artikan oleh kaum muslimin dengan berbagai model
kepribadian yang digunakan berbagaiaktivitas kehidupan sehari – hari. konseling Islam
bertujuan dan cara kerjanya berlandaskan agama Islam. Konseling ini merupakan proses
motivasional kepada individu agar memiliki kesadaran untuk kembali keajaran agama.
Melalui konseling Islam mengantarkan klien untuk kembali memiliki kesadaran
beragama dengan melaksanakan segala ajaran agama yang telah ditetapkan.21
Menurut Musfir bin Said Az – Zahrani (2005: 27), Islam memberikan gambaran
akan konselor yang memberikan konseling. Al Qur’an menjelaskan akan kemampuan
dan kekhususan mereka yang ditetapkan berdasarkan pengetahuan, kemampuan dalam
memberikan konseling, kemampuan berbicara serta kepribadian yang menunjang, seperti
bagaimana konselor menerima klien dan berbuat baik padanya. 22

5. Psikologi Positif
Menurut pendapat Linley psikologi positif adalah studi tentang kondisi dan proses yang
mengarah pada perkembangan dan fungsi optimal individu, kelompok, dan lembaga.
Pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan potensi positif bawaan dari lahir
serta milik setiap manusia. Psikologi positif memberikan harapan bahwa penelitian
psikologis harus lebih memperhatikan dan mengembangkan nilai positif yang ada pada
orang-orang yang selama ini terabaikan.23
Pada tahun 1988 Martin Seligman merupakan Presiden APA (American
Psychological Association), seorang pakar psikolog studi optimisme yang merintis
revolusi psikologi melalui gerakan psikologi positif. Berbeda dengan psikologi negatif,
yang menjadi fokus psikologi positif ini adalah sisi positif manusia, dengan
mengembangkan potensi untuk kekuatan dan kebajikan dalam menciptakan kebahagiaan
sejati.
Psikologi positif mempelajari kekuatan dan etika yang membuat seorang individu
atau kelompok sukses dalam hidup atau mencapai tujuan hidupnya, sehingga ia menjadi
bahagia. Salah satu fokus utama cabang psikologi ini adalah studi dan pengembangan
kemampuan pribadi, bakat seseorang atau kelompok masyarakat dan kemudian membantu

21
Fenti Hikmawati, Bimbingan konseling (Jakarta: Rajawali Press, 2010).
22
Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi (Jakarta: Gema Insani, 2005).
23
Linley, P. Alex, J., Stephen, H., Suzan, A., & Wood., M. Wood, Positive psychology: Past, Present, and
(possible) Future dalam The Journal of Positive Psychology, 2006) , h. 1

11
mereka meningkatkan kualitas hidup (dari normal menjadi lebih baik, berarti dan
bahagia).24
a) Kelebihan
Munculnya psikologi positif sebagai studi psikologi modern di haruskan
mendorong manusia untuk mengenali karakteristik kepositifan yang mereka miliki,
sehingga mereka dapat mencapai kehidupan lebih bahagia dan kualitas hidup yang lebih
baik. Kebahagiaan memberikan berbagai efek positif dalam semua aspek kehidupan
dan kemauan yang mengarah pada kehidupan yang lebih baik. Misalnya memberikan
manusia kesempatan untuk menciptakan hubungan yang lebih baik, menunjukkan
produktivitas yang lebih tinggi, memiliki usia yang panjang, kesehatan yang lebih baik,
lebih banyak kreativitas, dan keterampilan memecahkan masalah dan membuat
keputusan tentang rencana untuk kehidupan yang lebih baik.25

b) Kekurangan
Psikologi positif tidak menyangkal nilai penelitian yang sudah ada tentang
psikopatologi. Tapi selain itu, menekankan peluang untuk memperbaiki keberfungsian
manusia dengan mencoba membangun kekuatan seseorang daripada berfokus pada
kelemahan mereka26. Hal ini dijelaskan dalam istilah pendidikan karakter (Character
Education)27.
Jika psikologi positif dianggap sebagai “Ilmu Kebahagian”, seperti yang
diungkapkan Tal Ben-Shahar, maka dengan munculnya gelombang psikologi positif, di
sana terdapat “tekanan budaya” pada setiap orang untuk bahagia sepanjang waktu yang
pada akhirnya membuat orang selalu mempelajari tingkat kebahagiaan dan kemudian
menginginkan lebih. Kebahagiaan menjadi “obsesi” yang hanya membuat orang
menjadi lebih tidak berbahagia.28

24
Syarifan Nurjan, “PSIKOLOGI POSITIF” (Penerbit Titah Surga, 2018).
25
A. Carr, Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strength. (New York: Brunner-
Routledge, 2004).
26
Carr, E. G., “The expanding vision of positive behavior support: Research perspectives on happiness,
helpfulness, hopefulness”. In Journal of Positive Behavior Interventions, 9 (1), 2007, hlm. 3-14.
27
Peterson, C., & Martin E. P. Seligman, Character Strengths and Virtues, (Washington, DC: American
Psychological Association, 2004).
28
Megan, K., “The pursuit of unhappiness: Let’s give melancholy its due, experts advise”. In McClatchy
– Tribune Business News. Diambil pada 17 Maret 2009, dari ABI/INFORM Dateline database. Diakses 2
September 2016.

12
6. Pendekatan Eklektik

Secara bahasa eklektik artinya menyeleksi atau memilih sesuatu yang sesuai dan terbaik
dari berbagai macam sumber. Secara etimologis, kata eklektik berasal dari bahasa Yunani
yakni eklekticos yang artinya memilih atau suatu cara dalam menentukan beberapa sumber
yang berbeda. Sedangkan secara terminologis, eklektik dapat diartikan sebagai bentuk
usaha memilih yang terbaik dari berbagai sumber. Apabila kata eklektik digabungkan
dengan kata konseling yang menjadi konseling eklektik, maka dapat diartikan sebagai
bimbingan dan konseling yang memakai berbagai macam metode, teori, sistem,
pandangan, pendekatan, maupun doktrin yang digabungkan untuk memahami cara
mengaplikasikannya pada klien atau pada saat konseling dalam situasi yang berbeda-beda.

Pelopor utama dari konseling eklektik ini ialah Frederick Thorne yang mengelola
majala Journal of Clinical Psychology pada tahun 1945 dan menyebarluaskan rangkaian
pandangannya di dalam beberapa buku, seperti Principles of Personality Counseling.
Dryden dan Norcross dalam (1992) berpendapat bahwa konseling eklektik ialah memilih
yang baik dari berbagai macam sumber, gaya serta sistem untuk menghadapi masalah
khusus. Menurut Gilliland dalam Arintoko (2011) juga berpendapat bahwa konseling
eklektik ialah teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang
kepribadian. Sedangkan menurut pandangan Shertzer dan Stone dalam buku
Fundamentals of Counseling, konseling eklektik ialah seperti yang dirancang oleh Thorne
yang mengandung unsur positif dan negatif. Adapun Cooper menyarankan bahwa tiga
bentuk dasar pengalaman seperti afektif, kognitif dan behavioral tersebut menggambarkan
tentang unsur-unsur internal sistem lingkungan klien. Lalu, hal tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal yang melingkup faktor keluarga dan sosial yang ada di luar diri
seseorang.29

Teori konseling eklektik merujuk pada sistematika konseling yang berpedoman pada
pandangan teoritis dan pendekatan yang merupakan perpaduan dari berbagai macam unsur
yang diambil dari beberapa konsepsi serta pendekatan. Menurut Astuti (2016), “Konselor
yang berpedoman pada pola eklektik memiliki pendapat bahwa konselor yang hanya
mengikuti satu orientasi teoritis serta mengaplikasikannya dengan satu pendekatan itu
terlalu membatasi ruang gerak, sebaliknya apabila konselor menggunakan berbagai

29
Elistiani Tambunan, “MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI KONSELING EKLEKTIK
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA SUPERHERO PADA SISWA KELAS VIII-6 SMP NEGERI 5 SIBOLGA,” PSIKOLOGI
KONSELING 11, no. 2 (2 Mei 2018): 5.

13
macam variasi dalam teoritis, prosedur dan teknik akan mampu melayani masing-masing
konseling sesuai dengan kebutuhannya serta sesuai dengan ciri khas berbagai macam
masalah yang dihadapi”.30

Konselor yang berpedoman pada teknik eklektik harus menguasai sejumlah prosedur
dan teknik serta mampu memilih prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang ada yang di
mana hal tersebut dianggap paling sesuai untuk melayani konseling tertentu. Sebaliknya,
teknik eklektik juga dapat menjadi metode seadanya atau semaunya apabila si pemilih
hanya memilih yang berdasarkan selera, mana yang dianggapnya nyaman dan paling
mudah bagi si konselor. Untuk mencapai tujuan yang memuaskan, maka klien dibantu
untuk bisa menyadari akan situasi masalah yang dihadapinya, kemudian mengajari klien
untuk melatih diri dalam mengendalikan tingkah laku. Secara langsung, teknik eklektik
berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya.31

Tujuan dari konseling eklektik ialah mengajak klien untuk mampu aktif dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri agar aktualisasi diri klien bisa terealisasikan. Teknik
pendekatan eklektik konseling sangat sering digunakan oleh konselor, sebab dari beberapa
pengalaman konselor yang melakukan konseling membuktikan bahwa pendekatan tersebut
mampu membantu mengatasi masalah seseorang sesuai sifat masalah klien dan situasi
klien karena pendekatan tersebut merupakan pendekatan gabungan antara unsur-unsur
pendekatan directive dan non-directive. Hal tersebut dapat dilihat dari cara pada saat awal
proses konseling, konselor menggunakan teknik non-directive yang memberikan
keleluasaan terhadap klien untuk meluapkan dan mengungkapkan perasaan serta
pikirannya. Kemudian konselor menggunakan teknik directive untuk membuat pemikiran
klien menjadi lebih aktif.

Adapun kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh pendekatan eklektik ini berdasarkan


para tokoh ialah:

a. T. Raxler menyebut konseling yang menggunakan teknik pendekatan eklektik ini sebagai
opotunis dan peminjam yang tidak mempunyai filsafat tertentu untuk dijadikan pedoman
pelaksanaan kerjanya.

30
Nur Halizah dkk., “PENERAPAN TEORI KONSELING ELEKTIK PADA SISWA TINGKAT SEKOLAH DASAR,”
Al-Mursyid : Jurnal Ikatan Alumni Bimbingan dan Konseling Islam (IKABKI) 4, no. 1 (10 Agustus 2022).
31
Siti Nurul Jannah, “EFEKTIVITAS TEKNIK EKLEKTIKDALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL
REMAJA DI PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH PUTRIKABUPATEN PAMEKASAN TAHUN 2018,” Bayan Lin-Naas :
Jurnal Dakwah Islam 4, no. 1 (15 Februari 2022): 51.

14
b. Menurut Rogers, eklektisme tersebut sangat kecil sumbangannya dalam usaha
memecahkan persoalan yang muncul di dalam perkembangan konseling pada umumnya.
Rogers beranggapan bahwa pendekatan ini adalah aliran yang melakukan wishful thinking
dengan mengompromikan dua aliran pendekatan yang berbeda .32

Berikut ini contoh penelitian terdahulu, yakni penelitian yang dilakukan oleh
Khairunisa, Neviyarni, Marjohan, Ifdiil dan Afdal dengan judul penelitian “Konseling
Kelompok Dengan Pendekatan Eklektik Untuk Menurunkan Tingkat Stress Pada Peserta
Didik Korban Bullying”. Hasil penelitian yang diperoleh ialah, layanan bimbingan
kelompok yang menggunakan teknik eklektik berpengaruh dalam menurunkan kecemasan
berbicara di depan kelas.33

C. Penelitian Terdahulu
Pendekatan Konseling Hasil Penelitian
Penelitian terdahulu mengenai pendekatan
konselingdapat dijumpai pada penelitian yang dilakukan
oleh Riky Putra Perdana yang berjudul “Penerapan
Pendekatan Psikoanalisis Klasik Untuk Mengurangi
Kecemasan Belajar Siswa Kelas X SMA Al-Hidayah
Medan Tahun 2016/2017". Di dalam penelitian tersebut
menyatakan adanya masalah tidak percaya diri terhadap
fisik pada siswa kelas X SMA Al-Hidayah Medan yang
Psikoanalisa
membuatnya menjadi tidak mampu berinteraksi dengan
baik terhadap teman-temannya. Kemudian adanya
trauma masa lalu yang membuatnya takut serta
pergaulan yang salah. Perilaku-perilaku tersebut
tentunya mengganggu cara belajar karena adanya
kecemasan pada diri serta menurunnya perkembangan
mental siswa yang menurun. Masalah tersebut tentunya
ditangani oleh konselor untuk mengurangi kecemasan

32
Wenny Audina K. S, “PENGARUH KONSELING EKLEKTIK DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR
PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017” (Undergraduate, UIN
Raden Intan Lampung, 2017).
33
Khairunisa dkk., “KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN EKLEKTIK UNTUK MENURUNKAN
TINGKAT STRESS PADA PESERTA DIDIK KORBAN BULLYING,” Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna,
Mulia 8, no. 2 (23 Mei 2022): 104–11, 9.

15
belajar dengan perizinan guru BK dan Kepala Sekolah.
Konselor mengatasi dengan melakukan layanan
konseling pendekatan Psikoanalisis, yang artinya
konseling tersebut membiarkan klien untuk berbicara
lebih banyak agar konselor dapat masuk dan merasakan
apa yang dirasakan oleh klien. Hasil penelitian yang
dilakukan akhirnya menyatakan bahwa siswa yang sudah
bercerita bebas akan masalah-masalahnya tersebut
akhirnya mulai mampu mengenali dirinya sendiri dan
memadamkan ketegangan yang ada di dalam dirinya
tanpa meminum obat dan mulai menerima segala sesuatu
yang terjadi.
Penelitian terdahulu mengatakan bahwa pendekatan
behavioristik lebih kepada memberikan arahan kepada
klient. Konselor mempunyai peran aktif dalam
membantu klient untuk memperbaiki tingkah lakunya.
Dalam metode pengkondisian klasik, model yang kerap
digunakan yaitu disentisasi sistematis, flooding, dan
hipnotis. Adapun pada era selanjutnya teknik yang
Behavioristik dan Cognitive-
dipakai yaitu self-management, shaping, modeling, role
Behavioral
playing, assertiveness training. Pada pendekatan
behavioristik konselor berperan aktif untuk melakukan
intervensi dan membawa klient menuju perubahan
perilaku yang lebih baik dari sebelumnya, konselor juga
berperan direktif yaitu memberikan arahan secara
langsung kepada klient tersebut.

Penelitian terdahulu sebelum abad ke 19 yaitu studi


tentang tingkah laku manusia hampir semuanya
Humanistik dan merupakan wewenang para ahli teologi dan ahli filsafat .
Eksistensialism Berkat penemuan-penemuan Galileo, Isaac Newton dan
para ilmuwan lain sesudah mereka, perhatian tentang
manusia serta tingkah lakunya sedikit mulai

16
Dalam penelitiannya, humanistik dipandang manusia
sebagai makhluk yang bebas dalam menentukan
kemajuan dirinya menjadi manusia yang sehat mental
apabila ia memiliki kesempatan, sehingga ia dapat
optimal dalam mengeluarkan potensi yang dimilikinya.
Manusia dianggap sebagai makhluk bermartabat dan
bertanggung jawab dan memiliki beberapa potensi-
potensi yang perlu diusahakan pengaktualisasiannya.
Tujuan terakhirnya adalah agar individu dapat
memajukan kemanusiaannya secara utuh.
Pendekatan humanistik dimunculkan sebagai suatu
usaha untuk memusatkan aspek positif tentang manusia.
Pendekatan humanistik mengarah kepada pemikiran,
imajinasi kreatif dan bukan semata pengaruh keadaan.
Jenis kelamin, agresi dan pengaruh biologi lain juga
berpengaruh, karena manusia pada dasarnya terkait
dengan nilai dan pertumbuhan pribadi. Dengan
demikian, pendekatan humanistik beranggapan bahwa
manusia tidak bisa dipahami melalui kondisi stimulus
saja, namun proses psikologi internal juga mempunyai
pengaruh pada pemikiran, perasaan dan tindakannya.
Aliran humanistik juga menggugah para psikolog untuk
mengerti arti pentingnya dasar-dasar kebutuhan
psikologis manusia yang sangat mendasar, seperti
kebutuhan-kebutuhan kasih sayang, cinta, harga diri,
pengakuan dari orang lain, rasa memiliki, menyatakan
diri/pemunculan diri (self actualizing) dan butuh
kreatifitas. Menurut aliran ini, semua kebutuhan itu sama
pentingnya bagi manusia seperti halnya kebutuhan
biologis, makan minum dan sebagainya.34

34
Masbur, INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKANPERSPEKTIF ABRAHAM MASLOW, Jurnal Ilmiah
Edukasi Vol 1, Nomor 1, Juni 2015 (1908-1970), hlm 31.

17
Penelitian-penelitian yang sering ditemukan mengenai
konseling yang menggunakan pendekatan Psikologi
Islam ialah metode tazkiyatun nafs atau bisa juga terapi
dzikir yang mampu meredamkan nafsu serta membentuk
akhlak menjadi lebih baik. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Liliza Agustin yang berjudul “Intervensi
Psikologi Islam: Model Konseling Kelompok Dengan
Teknik Self-Management-Tazkiyatun Nafs”. Di dalam
Psikologi Islam penelitian tersebut, peneliti melakukan kegiatan
pembiasaan yang terprogram terhadap siswa seperti
kegiatan i’tikaf, shalat berjamaah, shalat dhuha, tadarrus,
puasa Ramadhan, zakat, dan udhiyyah. Ada juga
kegiatan mabit yakni kegiatan bermalam yang berisikan
kegiatan rohani. Dari kegiatan yang dilakukan tersebut
memberikan bukti bahwa peran tazkiyatun nafs yang
merupakan konsep Islam dapat dijadikan acuan untuk
merubah perilaku manusia menjadi lebih baik.35
Penelitian yang dilakukan oleh Boman dan Yates (dalam
Furlog et,al, 2009) menjelaskan bahwa siswa memiliki
optimism yang tinggi akan lebih mampu beradaptasi
dengan tantangan terkait sekolah dari pada siswa yang
lebih pesimistik. Penelitian lainnya dari Boman, Smith
Psikologi Positif dan Curtis (2003) menemukan bahwa anak-anak dengan
pesimisme tinggi cenderung menunjukkan permusuhan
terhadap sekolah dan lebih cenderung menggunakan
tindakan destruktif untuk mengelola perasaan cemas
mereka dibandingkan pada siswa dengan optimism
rendah.36
Penelitian terdahulu tentang pendekatan eklektik dapat
Pendekatan Eklektik
dilihat melalui penelitian yang dilakukan oleh

35
Liliza Agustin, “Intervensi Psikologi Islam: Model Konseling Kelompok Dengan Teknik Self-
Management-Tazkiyatun Nafs,” Jurnal Psikologi Islam 5, no. 2 (31 Desember 2018): 75—86-75—86.
36
Farah Aulia, “Aplikasi Psikologi Positif dalam Konteks Sekolah,” dalam Seminar Psikologi &
Kemanusiaan, 2015, 121.

18
Khairunisa, Neviyarni, Marjohan, Ifdiil dan Afdal
dengan judul penelitian “Konseling Kelompok Dengan
Pendekatan Eklektik Untuk Menurunkan Tingkat Stress
Pada Peserta Didik Korban Bullying”. Hasil penelitian
yang diperoleh ialah, layanan bimbingan kelompok yang
menggunakan teknik eklektik berpengaruh dalam
menurunkan kecemasan berbicara di depan kelas sebab
rata-rata tingkat stres pada saat pre-test sangat tinggi,
namun setelah dilakukan dengan layanan konseling
pendekatan eklektik jumlah tingkat stres pada peserta
didik jadi menurun.

D. Contoh
1. Contoh konseling dengan pendekatan Psikoanalisa, yakni ketika seseorang melakukan suatu
kesalahan yang kemungkinan berpotensi dibully oleh orang sekitar, maka yang terjadi pada
dirinya adalah kecemasan diri yang mungkin membuatnya menjadi lebih tertutup dengan
sekitar. Bahkan di samping itu ia bisa melakukan suatu kebohongan untuk melindungi
dirinya dari rasa kebersalahan tersebut. Dalam pandangan psikoanalisa, hal tersebut
merupakan mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasannya sehingga
ia melakukan self defense mechanism untuk pertahanan dirinya.

2. Contoh konseling dengan pendekatan behavioristik dan cognitive-behavioral ialah Perilaku


yang bermasalah dalam konseling behavioristik yaitu perilaku yang berlebih contohnya
seperti kecanduan bermain game, merokok, dan lain sebagainya, serta perilaku yang kurang
contohnya sering bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas, terlambat kesekolah, dan lain-
lain. Adapun contoh pengaplikasian pendekatan behavioristik dalam konseling dapat di lihat
pada link berikut: https://youtu.be/PIX6DKAHRyk

3. Contoh konseling dengan pendekatan humanistik, yakni dengan cara mengeksplorasi


masalah yang ada pada diri klien agar klien dapat memahami masalah yang adap ada dirinya.
Konselor juga melakukan teknik empati kepada klien dengan tujuan agar konselor dapat
masuk ke permasalahan klien sehingga konselor dapat merefleksikannya dengan baik.
Karena dalam praktiknya klien centered therapy bertujuan agar klien puas dengan
pertemuan pertama sehingga tertarik untuk melakukan konseling pada pertemuan
19
berikutnya. Contoh open questions, peneliti bertanya seperti ada kejadian apakah hari ini,
sehingga nampaknya klien terlihat lebih lemas. Kemudian contoh yang dengan pendekatan
eksistensialism yakni memusatkan upayanya pada pencarian makna hidup manusia. Pusat
perhatian eksistensialisme adalah masa depan atau pencarian makna hidup yang harus
dilakukan oleh individu di masa depannya. Maka dari itu peran utama yang dilakukan
logoterapi adalah membantu individu menyadari makna hidunya dan dengan jalan itu
menolong individu mengatasi masalah yang dialami individu tersebut.

4. Contoh konseling dengan pendekatan Psikologi Islam yaitu dengan cara pendekatan
terhadap Tuhan atau spiritual. Bisa menggunakan metode dakwah, metode dzikir, tazkiyatun
nafs, dsb., yang berkaitan dengan konsep keagamaan.
5. Contoh konseling dengan pendekatan psikologi positif, yakni mengapresiasi diri atas
pencapaian yang telah diraih dalam artian setiap orang perlu memberikan self reward agar
menumbuhkan jiwa-jiwa yang lebih positif di dalam diri serta lebih semangat untuk
mengerjakan tugas di hari seterusnya.

6. Contoh konseling dengan pendekatan eklektik yakni Anggap saja ada sebuah kasus seorang
mahasiswi yang selalu ceria di setiap harinya. Namun, ketika ia melakukan suatu kesalahan,
mahasiswi berinisial A tersebut menjadi bahan bullyan setiap harinya hingga menyebabkan
dirinya mengalami kecemasan yang berlebih. Hal tersebut cukup mengganggu teman-teman
dekatnya hingga membuatnya harus dibawa ke konselor. Kemudian kasus tersebut di
analisis menggunakan pendekatan eklektik dari berbagai macam metode, diantarnya yakni
metode humanistik asosiasi bebas yang lebih menuju klien untuk mengungkapkan semua
apa yang di rasakan. Kemudian metode terapi humanistik dan eksperimental kontemporer
yang di mana terapi ini membuat konselor harus memasuki dunia atau pengalaman klien.
Dari metode-metode tersebut akan difilter oleh konselor yang mana yang lebih sesuai untuk
digunakan.

E. Penutup

Teori Psikoanalisa , merupakan teori kepribadian yang paling berpengaruh, bukan


hanya dalam bidang psikologi, tetapi juga bagi ilmu-ilmu lain termasuk antropologi,sosiologi,
bahkan penerapannya juga dapat ditemui dalam praktek kehidupan seperti manajemen . Dalam

20
dunia konseling, teori ini sangat memberikan pengaruh yang kuat dalam memandang manusia
dan beberapa implementasinya dalam praktek konseling.

Pada tahun 1985, Steven Jay Lynn dan John P. Garske mengatakan bahwa teori
behavioristik sering di sebut juga dengan modifikasi tingkah laku (behavior modification) dan
terapi tingkah laku (behavior therapy). Konseling dengan pendekatan humanistic sendiri
berkonsentrasi pada kondisi atau keadaan manusia itu sendiri. Pendekatan ini merupakan suatu
sikap yang menuntut manusia pada suatu pemahaman atas manusia. Humanistik memandang
manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya, sedangkan psikologi
positif adalah studi tentang kondisi dan proses yang mengarah pada perkembangan dan fungsi
optimal individu, kelompok, dan lembaga.

Secara bahasa eklektik artinya menyeleksi atau memilih sesuatu yang sesuai dan terbaik
dari berbagai macam sumber. Apabila kata eklektik digabungkan dengan kata konseling yang
menjadi konseling eklektik, maka dapat diartikan sebagai bimbingan dan konseling yang
memakai berbagai macam metode, teori, sistem, pandangan, pendekatan, maupun doktrin yang
digabungkan untuk memahami cara mengaplikasikannya pada klien atau pada saat konseling
dalam situasi yang berbeda-beda, Sedangkan psikologi Islam merupakan salah satu cabang
Islam yang telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW Psikologi Islam adalah cabang
psikologi yang berfokus pada kondisi manusia melalui lensa ajaran Islam tentang hubungan
interpersonal, spiritualitas, dan pencarian pengetahuan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan mental dan fisik.

F. Daftar Pustaka

Agustin, Liliza. “Intervensi Psikologi Islam: Model Konseling Kelompok Dengan Teknik Self-
Management-Tazkiyatun Nafs,” Jurnal Psikologi Islam 5, no. 2.
Arizona, Neni Noviza dan Meisari. 2021. Manajemen Konflik. Palembang: Bening Media
Publishing.
Aulia, Farah. 2015. “Aplikasi Psikologi Positif dalam Konteks Sekolah,” dalam Seminar
Psikologi & Kemanusiaan.
Auliayatun, Nisa. 2017. “ Model Bimbingan dan Konseling Islam Psikoanalisis berbasis Islam
untuk Mengurangi Kecemasan Moral pada Remaja”, al-Tazkiah, Vol. 6, No 1, Juni.
Basit, Abdul. 2017. Konseling Islam. Prenada Media.

21
Bastaman, Hanna Djumhana. 1996. Integrasi Psikologi dengan Islam, menuju Psikologi
Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
bin Said Az-Zahrani, Musfir. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani.
C., & Martin E. P. Seligman, Peter. 2004. Character Strengths and Virtues. Washington, DC:
American Psychological Association,.
Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strength. New York:
Brunner-Routledge.
Corey, Greald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
E. G., Carr. 2007. “The expanding vision of positive behavior support: Research perspectives
on happiness, helpfulness, hopefulness”. In Journal of Positive Behavior Interventions,
9 (1).
Hidayat, Dede Rahmat, 2015. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling,
cet. II Bogor: Ghalia Indonesia.
Hikmawati, Fenti. 2010. Bimbingan konseling. Jakarta: Rajawali Press.
K., Megan. 2016. “The pursuit of unhappiness: Let’s give melancholy its due, experts advise”.
In McClatchy – Tribune Business News.
Khairunisa, dkk., 2022. “KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN
EKLEKTIK UNTUK MENURUNKAN TINGKAT STRESS PADA PESERTA
DIDIK KORBAN BULLYING,” Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna,
Mulia 8, no. 2.
Linley, P, dkk. 2006. Positive psychology: Past, Present, and (possible) Future dalam The
Journal of Positive Psychology.
Masbur. 2015. INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKANPERSPEKTIF ABRAHAM
MASLOW, Jurnal Ilmiah Edukasi Vol 1, Nomor 1, Juni.
Misqiyah, Ratu. 2018. Teknik Konseling Humanistik Dalam Mengatasi Perilaku Agresif
Remaja Dengan Orang Tua. Skripsi. UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten:
Fakultas Dakwah.
Nur Halizah, Nur, dkk., 2022. “PENERAPAN TEORI KONSELING ELEKTIK PADA
SISWA TINGKAT SEKOLAH DASAR,” Al-Mursyid : Jurnal Ikatan Alumni
Bimbingan dan Konseling Islam (IKABKI) 4, no. 1.
Nurul Jannah, Siti. 2022 “EFEKTIVITAS TEKNIK EKLEKTIKDALAM
MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL REMAJA DI PANTI ASUHAN
MUHAMMADIYAH PUTRIKABUPATEN PAMEKASAN TAHUN 2018,” Bayan
Lin-Naas : Jurnal Dakwah Islam 4, no. 1 (15 Februari 2022).

22
Sanyata, Sigit. 2018. Teori dan Praktek pendekatan konseling feminis. Yogyakarta: UNY
Press.
Syah Roni Amanullah, Akhmad. 2019. “Pendekatan Konseling Kognitif Perilaku,” JURKAM
3, no. 1.
Syarifan Nurjan, Syarifan. 2018. “PSIKOLOGI POSITIF”. Yogyakarta: Titah Surga.
Tambunan, Elistiani. 2018. “MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI
KONSELING EKLEKTIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA SUPERHERO
PADA SISWA KELAS VIII-6 SMP NEGERI 5 SIBOLGA,” PSIKOLOGI
KONSELING 11, no. 2.
Triyono, SJ, Y. 2010. Konseling Eksistensial: Suatu Proses Menemukan Makna Hidup,
Orientasi Baru, Vol. 19, No. 1, April
Wenny Audina K. S, Wenny. 2017. “PENGARUH KONSELING EKLEKTIK DALAM
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP
NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017”. Undergraduate, UIN
Raden Intan Lampung.
Yudiani, Ema. 2013 . Pengantar Psikologi Islam. Palembang: JIA.
Yunita, dkk. 2019. “Model Konseling Psikoanalisa dengan Teknik Asosiasi Bebas untuk
Meminimalisir Self Heteroseksual, JIBK Undiksha: Jurnal Ilmiah Bimbingan
Konseling Undiksha, Vol. 10, No. 2.
Zulfikar. 2017. KONSELING HUMANISTIK: SEBUAH TINJAUAN FILOSOFI, Jurnal
Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 Januari-Juni.

23

Anda mungkin juga menyukai