Anda di halaman 1dari 9

Alat Pelindung Diri (APD)

Jenis Alat Pelindung Diri


Pakaian pelindung, sarung tangan, masker, hoodie, respirator, kacamata pelindung (goggles),
pelindung wajah, dan sepatu boots merupakan alat pelindung diri yang direkomendasikan saat
menangani pasien tersangka kasus infeksi sangat menular. Pemilihan jenis alat pelindung diri
sebaiknya disesuaikan dengan tipe paparan (aerosol, percikan darah atau cairan tubuh,
bersentuhan dengan pasien atau jaringan tubuh), jenis prosedur atau aktivitas yang dikerjakan,
serta ukuran yang sesuai dengan pengguna.
Baju Pelindung

Menurut tinjauan Cochrane yang dipublikasikan pada Juli 2019, penggunaan jubah (gown)
memberikan perlindungan terhadap kontaminasi lebih baik dibandingkan apron. Studi ini juga
menyebutkan bahwa material baju pelindung yang lebih breathable tidak meningkatkan risiko
kontaminasi dibandingkan material yang lebih tahan air. Jenis material ini bahkan bisa
meningkatkan kenyamanan pengguna. Namun, perlu dicatat bahwa kesimpulan ini ditarik dari
studi dengan kualitas bukti yang rendah.[7] Prinsip baju pelindung yang lain adalah sekali pakai,
serta ukurannya sesuai dengan pengguna sehingga tidak menghambat pergerakan.[9]
Di Eropa, baju pelindung menggunakan standar EN 14126, yang membagi tipe baju pelindung
menjadi 6 kelas. Baju pelindung kelas 6 memiliki perlindungan paling baik, yang bahkan mampu
melindungi dari partikel bakteriofag pada tekanan hidrostatik 20 kPa. Di Amerika Serikat,
digunakan standar ANSI/AAMI PB70 2012 untuk jubah pelindung. Berdasarkan standar tersebut
baju pelindung dibagi menjadi 4 kelas. Efek perlindungan yang diberikan oleh baju pelindung
kelas 4 paling baik, yakni mampu melindungi dari kontaminasi virus pada tekanan 2 psi. WHO
menganjurkan penggunaan EN 13795 atau ANSI/AAMI PB70 2012 kelas 3 atau kelas 4 untuk
proteksi tenaga medis pada kasus Ebola.

Pelindung Mata

Alat pelindung diri untuk bagian mata bisa menggunakan goggles atau face shield. Atribut alat
pelindung diri tersebut berguna untuk melindungi mata dari  kontaminasi patogen berupa droplet,
percikan darah, atau cairan tubuh pasien. Face shield dapat dikenakan di luar goggles untuk
melindungi bagian wajah seluruhnya. Face shield dan goggles biasanya dapat dipakai ulang,
namun harus dibersihkan dengan cara direndam menggunakan larutan klorin yang diencerkan
1:49 kemudian dibilas dengan air bersih.[9]
Masker
Pada sebuah penelitian (low evidence) penggunaan masker dengan bahan
yang breathable mendapatkan angka kepuasaan pengguna yang lebih baik dan tidak
menyebabkan kontaminasi yang lebih tinggi secara signifikan. Penggunaan powered air-purify
respirator (PAPR) memberikan perlindungan yang lebih baik ketimbang penggunaan respirator
atau alat pelindung jenis lain (RR 0,27; 95% CI 0,17-0,43). PAPR merupakan salah satu jenis
respirator dengan blower elektrik dengan baterai untuk menyaring udara masuk. PAPR
dianjurkan digunakan bila masker N95 tidak sesuai dengan bentuk wajah atau bila akan
melakukan prosedur yang memproduksi gas aerosol.[7,9]
Sarung Tangan dan Sepatu Boot

Sarung tangan mencegah kontak kulit tangan dengan darah, cairan tubuh, droplet, jaringan
tubuh, dan benda-benda yang terkontaminasi patogen. Sarung tangan sebaiknya digunakan sekali
pakai. Panjang sarung tangan sebaiknya melewati pergelangan tangan dan ukurannya sesuai
sehingga bagian lengan baju pelindung dapat dimasukkan ke dalamnya. Hasil tinjauan Cochrane
menemukan bahwa penggunaan sarung tangan ganda (double gloving) menurunkan kontaminasi
dibandingkan penggunaan tunggal.
Untuk bagian kaki, alat pelindung diri yang digunakan berupa sepatu boot dari bahan karet atau
bahan tahan air lainnya yang bisa ditambah dengan penggunaan boot cover di bagian luarnya.
[7,9]
Modifikasi Bentuk APD

Modifikasi bentuk alat pelindung diri (APD) dengan tujuan proteksi yang lebih tinggi dapat
menurunkan risiko kontaminasi. Jenis modifikasi ini misalnya kombinasi jubah dan sarung
tangan yang dapat dilekatkan (RR 0,27), atau jubah dengan bentuk yang lebih ketat di bagian
leher dan pergelangan tangan (RR 0,08).[7]

Cara Penggunaan Alat Pelindung Diri


Ada berbagai pedoman terkait cara penggunaan alat perlindungan diri (APD), antara lain CDC
2014, WHO  2014, European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) 2014, dan
Australian NHMRC (National Health and Medical Research Council) 2010.
Berbeda dengan pedoman lainnya, menurut ECDC 2014, penggunaan APD harus ditambah
dengan pemberian plester di pergelangan sarung tangan, bagian yang terbuka di sepatu boot, dan
bagian tepi goggles untuk memastikan tidak ada bagian yang terbuka. WHO menyatakan bahwa
penggunaan plester tidak diperlukan apabila ukuran APD sudah sesuai dan tidak ada celah antara
baju pelindung dengan sarung tangan atau sepatu boot. Penggunaan plester yang terlalu banyak
membuat proses pemakaian (donning) menjadi lama, sulit saat melepaskan, serta berisiko
merusak sarung tangan atau baju pelindung saat melepaskan plester.[7,10,11]
Pedoman WHO 2014 menganjurkan penggunaan sarung tangan ganda ketika melakukan
prosedur berisiko tinggi atau akan melakukan kontak dengan cairan tubuh pasien. Selama kontak
dan melakukan prosedur pada pasien, seluruh atribut APD tidak boleh dilepas, kecuali mengganti
sarung tangan bagian luar. Sarung tangan luar dapat diganti segera setelah melakukan satu
prosedur medis dengan kontaminasi yang signifikan. Tenaga medis harus segera melepaskan
APD di area doffing apabila terkena cairan tubuh atau darah dalam jumlah signifikan, serta bila
ditemukan adanya robekan pada sarung tangan atau bagian lengan yang tidak tertutupi oleh
sarung tangan.[5,7]
Teknik Penggunaan Alat Pelindung Diri

Saat melakukan prosedur pemakaian alat pelindung diri (APD), perlu ada seorang petugas
terlatih yang melakukan supervisi prosedur sesuai protokol dan juga seorang asisten yang
membantu memakaikan atribut tertentu. Berikut ini prosedur penggunaan (donning) APD:
1. Sebelum menggunakan alat pelindung diri, petugas melepaskan seluruh perhiasan yang
dikenakan termasuk jam tangan. Petugas yang berambut panjang harus mengikat rambut.
Petugas yang berkacamata harus melekatkan kacamata supaya tidak jatuh

2. Inspeksi kondisi alat pelindung diri, memastikan ukurannya sesuai dengan tubuh petugas dan
tidak ada kerusakan pada alat

3. Lakukan cuci tangan (hand hygiene)


4. Kenakan sepatu Lalu, pasang boot cover, ikat tali yang melingkari boot cover. Usahakan tangan
tidak menyentuh lantai. Tahap ini sebaiknya dikerjakan dalam posisi duduk
5. Kenakan sarung tangan (dalam)

6. Kenakan baju pelindung dan buat agar lengan baju menutupi pergelangan sarung tangan dalam.
Pastikan semua bagian lengan sarung tangan masuk di bawah lengan baju pelindung. Pakaikan
plester di pergelangan tangan apabila masih ada celah antara baju dengan sarung tangan

7. Kenakan masker N95. Pastikan seluruh bagian tepi menyesuaikan bentuk wajah sehingga tidak
ada celah.

8. Kenakan hood, pastikan bagian telinga dan leher tertutup dan tidak ada rambut yang keluar.
Bagian bawah hood harus menutupi kedua bahu. Asisten dapat membantu proses pemakaian
9. Kenakan apron (tidak wajib) apabila menangani pasien dengan gejala muntah dan diare

10. Kenakan sarung tangan luar yang biasanya memiliki pergelangan lebih panjang. Tarik bagian
lengan sarung tangan hingga menutupi bagian lengan baju pelindung. Penggunaan sarung tangan
yang berbeda warna dengan sarung tangan dalam dapat membantu identifikasi

11. Kenakan pelindung wajah (face shield)


12. Evaluasi kelengkapan dan kesesuaian penggunaan alat pelindung diri menggunakan bantuan
cermin, ditambah dengan verifikasi oleh petugas donning[5,12]
Bila menggunakan powered air-purify respirator (PAPR), maka atribut tersebut dikenakan
setelah menggunakan baju pelindung. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan sarung tangan
luar, hood khusus PAPR, dan apron (bila perlu). Penggunaan PAPR membutuhkan bantuan
asisten yang terlatih agar dapat berfungsi dengan baik dan tidak meningkatkan risiko
kontaminasi.[7,12]
Self-Contamination Saat Proses Melepaskan Alat Pelindung Diri
Penularan penyakit tetap bisa terjadi walaupun petugas sudah mengenakan alat pelindung diri
yang sesuai standard. Hal ini diduga sebagai akibat self-contaminating saat proses melepaskan
alat pelindung diri (doffing). Patogen yang terdapat pada cairan yang mengkontaminasi alat
pelindung diri (APD) dapat tetap infeksius selama beberapa waktu. Pada wabah SARS terdahulu,
meskipun tenaga medis sudah menggunakan alat pelindung diri, namun jumlah tenaga medis
yang tertular mencapai 20% dari total kasus SARS.[3,13,14]
Penggunaan APD berlapis memang memberikan efek proteksi yang baik, namun dapat
membatasi gerak tenaga medis. Selain itu risiko self-contaminating juga meningkat pada saat
petugas harus melepaskan APD yang berlapis-lapis tersebut. Oleh karena itu, prosedur pelepasan
harus dilakukan secara seksama dan sesuai dengan urutan yang benar. Prosedur pelepasan APD
harus dilakukan di area khusus doffing, dipandu oleh seorang supervisor terlatih, dan dibantu
oleh seorang asisten, terutama dalam melepaskan atribut yang kompleks seperti PAPR.[3,5,7]
Penelitian menunjukkan risiko self-contamination yang cukup tinggi saat proses melepaskan
APD, terutama jenis coverall kepala-mata kaki. Hal ini disebabkan karena karet elastis
pada hoodie cenderung melipat ke dalam saat dilepaskan. Ada pula laporan sarung tangan yang
robek karena tersangkut saat membuka resleting baju pelindung jenis coverall. Pada sebuah
penelitian lain menggunakan marker fluoresen, terjadi kontaminasi pada kulit atau pakaian
tenaga medis pada 46% (200/435) prosedur melepaskan APD. Sekitar 70,3% prosedur
melepaskan APD dilakukan tidak sesuai panduan. Kontaminasi lebih sering ditemukan saat
melepaskan sarung tangan dibandingkan saat melepaskan baju pelindung (52,9% vs 37,8%,
p=0,002).[15,16]
Sebuah penelitian di Korea Selatan melaporkan self-contamination terbesar ditemukan saat
melepaskan atribut respirator, hood, dan boot cover. Kontaminasi terbesar pada penelitian-
penelitian lain ditemukan di area leher, jari tangan, tangan, pergelangan tangan, lengan, dan juga
wajah. Semakin banyak atribut APD yang harus dikenakan, semakin tinggi kesalahan prosedur
pelepasannya. Keterbatasan waktu untuk melepaskan APD juga dapat meningkatkan angka
ketidakpatuhan pada urutan prosedur.[15, 17-20]
Teknik Melepaskan Alat Pelindung Diri
Berdasarkan pedoman WHO, prosedur melepaskan alat pelindung diri sesuai urutan adalah
sebagai berikut:

1. Lakukan cuci tangan (hand hygiene) dengan tetap menggunakan sarung tangan
2. Robek apron di bagian leher kemudian gulung ke bagian depan dan bawah. Hindari tangan
menyentuh bagian coverall di belakang
3. Lakukan cuci tangan. Cuci tangan dilakukan setiap selesai melepaskan 1 jenis atribut alat
pelindung diri

4. Lepaskan pelindung kepala-leher (bila hood terpisah dari baju pelindung) dengan cara menarik
bagian atas penutup kepala. Bila menggunakan coverall kepala-mata kaki, buka terlebih dahulu
resleting di bagian dada, kemudian lepaskan hoodie ke arah belakang secara perlahan dengan
cara menggulung bagian dalam menjadi bagian luar. Hindari menyentuh bagian luar coverall
5. Setelah coverall terlepas melewati bahu hingga pertengahan siku, tarik lengan perlahan
agar coverall terlepas bersama dengan sarung tangan luar. Teruskan membuka dan
menggulung coverall dengan tetap menggunakan sarung tangan dalam, hingga terlepas
seluruhnya dari bagian kaki
6. Lakukan cuci tangan kembali (terus dilakukan setiap selesai melepaskan 1 jenis atribut)

7. Lepaskan pelindung mata dengan memegang tali di bagian belakang

8. Lepaskan masker dengan menarik bagian tali bawah di belakang melewati kepala ke bagian
depan. Dilanjutkan dengan melepaskan tali bagian atas

9. Lepaskan boot cover. Lalu, lepaskan sepatu boot tanpa menyentuh dengan tangan


10. Lepaskan sarung tangan dalam

11. Lakukan cuci tangan di akhir prosedur[21]

Manfaat Pelatihan Khusus Penggunaan Alat Pelindung Diri


Pelatihan khusus cara penggunaan alat pelindung diri (APD) memiliki manfaat menurunkan
kontaminasi dari 60% menjadi 18,9% menurut sebuah penelitian di 4 rumah sakit di Ohio.
Penurunan kontaminasi dilaporkan menetap selama pengamatan di bulan pertama dan ketiga
tanpa pelatihan ulang.

Self-contamination umumnya terjadi karena tenaga medis kurang familiar dengan prosedur


penggunaan APD. Pelatihan tenaga medis menggunakan media audio visual, simulasi, dan
evaluasi langsung, memiliki efek yang lebih baik dibandingkan hanya menonton video atau
membaca checklist.[16,17,19,22]
Penelitian oleh Casalino et al, membandingkan pelatihan menggunakan instruktur yang
membacakan dengan lantang urutan penggunaan dan pelepasan APD, dengan pelatihan tanpa
instruktur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan APD yang didampingi
instruktur yang memberikan instruksi penggunaan secara lisan menurunkan angka
ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan dengan tenaga medis yang tidak mendapatkan
instruksi apapun. Hung et al melaporkan bahwa pemanfaatan simulasi komputer dalam sesi
pelatihan menurunkan angka kesalahan saat melakukan doffing.[23,24]
Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Menghadapi Pandemi COVID-19
Jenis alat pelindung diri yang digunakan terkait COVID-19 ditentukan berdasarkan lokasi dan
aktivitas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Hal ini diatur oleh pedoman pemerintah
mengenai petunjuk teknis alat pelindung diri dalam menghadapi wabah COVID-19.[25]

Pedoman ini perlu diperhatikan dan diikuti oleh tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan yang
memeriksa, merawat, mengantar, atau membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus
terkonfirmasi COVID-19 tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai standar termasuk dalam
definisi orang tanpa gejala. Hal ini akan membuat tenaga kesehatan tersebut menjadi perlu
diisolasi untuk pemantauan gejala selama 14 hari.[26]

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Ruang Rawat Inap, IGD,
dan Kamar Operasi

Tenaga kesehatan yang merawat langsung pasien COVID-19 perlu menggunakan alat pelindung
diri sebagai berikut:

 Masker bedah

 Gaun

 Sarung tangan

 Pelindung mata (goggles)


 Pelindung wajah (face shield)
 Penutup kepala

 Sepatu pelindung

Walau demikian, ketika tenaga kesehatan melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol
(aerosol generating procedure), masker bedah perlu diganti dengan masker respirator N95, dan
tambahkan penggunaan apron.
Contoh tindakan yang menghasilkan aerosol adalah sebagai berikut:

 Intubasi
 Ventilasi noninvasif

 Trakeostomi

 Resusitasi jantung paru

 Nebulisasi

 Bronkoskopi

 Pengambilan swab

 Pemeriksaan hidung dan tenggorokan, serta pemeriksaan gigi[25]

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Area Triase

Tenaga kesehatan yang bertugas di area triase hanya perlu menggunakan masker bedah. Walau
demikian, perlu dipastikan bahwa tenaga kesehatan di area triase hanya melakukan skrining awal
tanpa kontak langsung dan membatasi jarak dengan pasien minimal 1 meter.[25]

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Ruang Rawat Jalan

Tenaga kesehatan yang menangani pasien tanpa gejala infeksi saluran napas hanya perlu
menggunakan masker bedah dengan tetap menjaga jarak minimal 1 meter.

Tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dengan gejala infeksi saluran
napas perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

 Masker bedah

 Gaun

 Sarung tangan

 Pelindung mata

 Pelindung wajah

 Pelindung kepala

 Sepatu pelindung

Pada petugas yang melakukan pemeriksaan atau tindakan yang menghasilkan aerosol pada
pasien dengan/tanpa gejala infeksi saluran napas, masker bedah diganti dengan masker respirator
N95, dan tambahkan penggunaan apron.[25]
Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Laboratorium
Di laboratorium, tenaga kesehatan yang mengerjakan sampel saluran napas perlu mengenakan
alat pelindung diri sebagai berikut:

 Masker respirator N95

 Gaun

 Sarung tangan

 Pelindung mata

 Pelindung wajah

 Pelindung kepala

 Sepatu pelindung

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 untuk Tenaga Kebersihan

Tenaga kebersihan yang bertugas membersihkan ruang rawat pasien COVID-19, ruang rawat
jalan, atau ruang isolasi, perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

 Masker bedah

 Gaun

 Sarung tangan tebal

 Pelindung mata

 Pelindung kepala

 Sepatu pelindung

Alat pelindung diri tersebut juga perlu digunakan saat membersihkan ambulans yang digunakan
untuk memindahkan pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19.[25]

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Ambulans

Tenaga kesehatan yang mengantar pasien dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19 ke RS rujukan
perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

 Masker bedah

 Gaun
 Sarung tangan

 Pelindung mata

 Pelindung kepala

 Sepatu pelindung

Sopir yang mengendarai ambulans cukup menggunakan masker bedah dan menjaga jarak
minimal 1 meter dengan pasien. Namun, jika sopir membantu mengangkat pasien yang dicurigai
atau terkonfirmasi COVID-19, sopir perlu menggunakan alat pelindung diri yang sama dengan
tenaga kesehatan, yaitu:

 Masker bedah

 Gaun

 Sarung tangan

 Pelindung mata

 Pelindung kepala

 Sepatu pelindung[25]

Kesimpulan
Penggunaan alat pelindung diri (APD) dapat membantu menurunkan risiko penularan penyakit
yang sangat infeksius. Teknik penggunaan dan pelepasan APD yang baik, penting untuk
diketahui tenaga medis. Teknik pemasangan dan pelepasan APD sebaiknya mengikuti pedoman
dari berbagai instansi kesehatan, seperti WHO dan CDC.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah risiko self contamination yang sering kali terjadi saat
proses pelepasan APD. APD harus dilepaskan secara berurutan dan dengan melakukan cuci
tangan setiap kali selesai melepaskan satu atribut.
Walaupun APD lengkap, seperti dibahas pada artikel di atas, digunakan dalam
kondisi outbreak penyakit yang sangat infeksius dan dengan angka mortalitas tinggi, APD
sederhana tetap harus digunakan sebagai pencegahan universal setiap berkontak dengan pasien.
Saat menghadapi pandemi COVID-19, pemerintah telah mengeluarkan panduan petunjuk teknis
penggunaan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan lokasi dan aktivitas yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Pastikan tenaga kesehatan mengikuti panduan ini karena tenaga kesehatan
yang memeriksa, merawat, mengantar, atau membersihkan ruangan kasus terkonfirmasi COVID-
19 tanpa alat pelindung diri sesuai standar termasuk dalam kategori orang tanpa gejala yang
perlu diisolasi selama 14 hari untuk pemantauan gejala.

Anda mungkin juga menyukai