NOMOR :
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TERMINAL RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT
MENIMBANG :
a. bahwa jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak semakin meningkat;
b. bahwa pada stadium lanjut pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik dan gangguan aktivitas, melainkan juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien serta keluarganya;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien
dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan, selain dilakukan perawatan
kuratif dan rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan
stadium terminal;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b dan c, maka perlu ketetapan
Direktur tentang Pedoman Pelayanan Terminal di Rumah Sakit
MENGINGAT :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
KESATU : Pedoman Pelayanan Terminal Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan
evaluasi setiap tahunnya.
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di :
Tanggal :
Direktur Utama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007
tantangan yang kita hadapi pada hari-hari kemudian nyata sangat besar.
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan
baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif,
penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung
/heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang
memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas, professional, dan
sesuai dengan standart.
2. Tujuan Khusus
Tersedianya acuan dalam melaksanakan pelayanan pada pasien perawatan
paliatif.
BAB II
DEFINISI PALIATIF
A. Pengertian
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR:
812,2007).
Dimensi deari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan
Harvey Schipper (1999), adalah :
1. Gejala fisik
2. Kemampuan fungsional (aktifitas)
3. Kesejahteraan Keluarga
4. Spritual
5. Fungsi social
6. Kepuasan terhadap pengibatan (termasuk masalah keuangan)
7. Orientasi masa depan
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
9. Fungsi dalam bekerja
2. Masalah Psikologi
a. Ketergantungan tinggi
b. Kehilangan control
c. Kehilangan produktifitas
d. Hambatan dalam berkomunikasi
3. Masalah Spiritual
a. Kehilangan harapan
b. Perencanaan saat ajal tiba
2. Anger – marah
Fase marah terjadi saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan.Rasa
kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga/orang terdekat oleh karena
dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan.
Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya ,bisa terjadi kapan saja
dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara
emosional punya kedekatan hubungan
5. Acceptance – menerima
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya, yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat
menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan
dan memulai perjalanan panjang ( franciscasri.wordpress.com ).
2. Mutual Pretense
Dalam hal ini klien,keluarga,team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal
tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang
dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena tdk dapat mengekspresikan
ketakutannya.
BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN PALIATIF
Non opiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan
ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer
pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di
daerah luka. (Berman, et al. 2009).Analgesik adjuvans adalah obat yang
dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat
mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif
ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi
spasme otot yang menyakitkan, kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga
klien dapat tidur nyenyak.
4) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya.
Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit
perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi
terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).
5) Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang dengan nyeri
kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode relaksasi yang
teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang
terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer dan Bare,
2002).
B. Intervensi Keperawatan
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien yang sedang dalam
keadaan terminal, perawat harus memperhatikan hak-hak pasien berikut ini:
1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba,
2. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang
terjadi,
3. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya,
apapun yang terjadi,
4. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian
yang sedang dihadapinya,
5. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan
perawatan,
6. Hak memperoleh perhatian dalam{ pengobatan dan perawatan secara
berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi
tujuan memberikan rasa nyaman,
7. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian,
8. Hak untuk bebas dari rasa sakit,
9. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur,
10. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga
yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya,
11. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat,
12. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil
keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut,
13. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun
artinya bagi orang lain,
14. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati
setelah yang bersangkutan meninggal,
15. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat
mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian
( nursemuslim.wordpress.com ).
BAB V
PENUTUP