Anda di halaman 1dari 59

Modul 1

Paradigma Pembangunan Ekonomi


Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si.

PEN D A HU L UA N

M odul ini akan dibagi menjadi tiga kegiatan belajar, kegiatan belajar
yang pertama membahas tentang paradigma pembangunan ekonomi
secara umum. Pada kegiatan belajar yang kedua akan dibahas tentang
paradigma pembangunan ekonomi dalam ekonomi Islam. Kemudian pada
kegiatan belajar ketiga akan dijelaskan penerapan maqashid syariah dalam
pembangunan ekonomi.
Manfaat dalam mempelajari modul ini akan menambah dan memperluas
pengetahuan pembaca tentang konsep dasar ekonomi pembangunan dalam
ekonomi konvensional. Selain itu, modul ini bermanfaat pula dalam
memberikan pemahaman mengenai ekonomi pembangunan dalam ekonomi
Islam serta pemahaman mengenai internalisasi maqashid syariah dalam
pembangunan ekonomi.
Perhatian ilmu ekonomi selama ini tidak terfokus pada masalah-masalah
yang berkenaan dengan pembangunan ekonomi. Perhatian terhadap masalah-
masalah pembangunan ekonomi mulai muncul setelah Perang Dunia II
berakhir, yakni mulai ada perhatian tentang menata dan membangun ekonomi
negara-negara terutama perekonomian pada negara-negara yang baru
merdeka. Setidaknya, ada tiga alasan utama mengapa masalah terkait
pembangunan ekonomi belum menjadi fokus perhatian dalam pembahasan
ilmu ekonomi. Pertama, negara-negara penjajah tidak mempedulikan
pembangunan ekonomi pada negara jajahannya. Mereka fokus bagaimana
sebanyak mungkin menguasai sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh
negara jajahannya, tanpa mempedulikan bagaimanakah nasib masyarakat dari
negara jajahannya. Kedua, negara-negara yang dijajah fokus perhatian
mereka ialah bagaimana mampu melepaskan diri dari jerat negara penjajah
dan memproklamirkan kemerdekaannya. Selama mereka masih terjajah,
maka mereka tidak akan bisa memikirkan bagaimana membangun
ekonominya. Ketiga, para ekonom terfokus bagaimana membangun ekonomi
dalam jangka pendek semata, namun melupakan proses pembangunan
ekonomi yang pada umumnya bersifat jangka panjang.
1.2 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Melihat pada semakin meluaskan perhatian terhadap masalah


pembangunan ekonomi turut pula membuka wawasan para ekonom mengenai
betapa pentingnya pembangunan ekonomi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, hal inilah yang kemudian memunculkan cabang
ilmu ekonomi yang baru, yaitu ekonomi pembangunan. Ekonomi
pembangunan merupakan salah satu cabang ilmu ekonomi yang relatif baru
jika dibandingkan cabang ilmu ekonomi yang lain, seperti ekonomi mikro,
ekonomi makro, ekonomi moneter ataupun yang lainnya. Pembahasan yang
sistematis tentang masalah dan proses pembangunan ekonomi di Afrika,
Asia, dan Amerika Latin baru muncul setelah perang dunia kedua. Ada
sebagian kalangan yang menyatakan bahwa ekonomi pembangunan hanyalah
campuran dari beberapa cabang ilmu ekonomi. Namun, menurut penulis
pendapat ini tidak tepat karena ilmu ekonomi pembangunan merupakan suatu
cabang ilmu yang berdiri sendiri, dimana ia memiliki identitas analisis dan
metodologi yang khas. Namun, ekonomi pembangunan sebagai cabang dari
ilmu ekonomi tetap memiliki keterkaitan dengan cabang ilmu ekonomi yang
lain.
Para sarjana dan ilmuwan muslim mulai sadar betapa pentingnya
mengintegrasikan antara keilmuan dengan agama dan akan mampu menjadi
suatu sinergi yang mampu mengembalikan kejayaan Islam seperti pada masa
dark ages di Barat di Abad 21 ini. Hal ini terlihat salah satunya dari
perkembangan ekonomi Islam pada masa sekarang. Islam memandang
aktivitas ekonomi secara positif, semakin banyak manusia terlibat dalam
aktivitas ekonomi maka semakin baik pula selama tidak terjadi
penyimpangan tujuan dan prosesnya dengan ajaran Islam.
Tujuan dari penulisan modul ini adalah agar pembaca dapat mengetahui
paradigma pembangunan menurut ekonomi Islam. Dengan demikian,
pembaca dapat mengetahui apa perbedaan paradigma pembangunan antara
ekonomi Islam dan ekonomi konvensional. Perbedaan utama antara ekonomi
Islam dan ekonomi konvensional adalah nilai-nilai yang terdapat di
dalamnya. Dari perbedaan nilai itu akan didapatkan perbedaan dalam turunan
ilmunya.
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
hal-hal berikut ini.
1. Paradigma pembangunan ekonomi dalam ekonomi konvensional.
2. Paradigma pembangunan ekonomi dalam ekonomi Islam.
3. Internaliasi maqashid syariah dalam pembangunan ekonomi.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.3

Kegiatan Belajar 1

Paradigma Pembangunan

D alam Kegiatan Belajar 1 ini, kita akan membahas tentang konsep dasar
ekonomi pembangunan, pembangunan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi, karakteristik negara sedang berkembang, hambatan, dan prasyarat
pembangunan.

A. KONSEP DASAR EKONOMI PEMBANGUNAN

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, perhatian terhadap masalah-


masalah dan hal-hal terkait pembangunan ekonomi berkembang dengan
pesat. Menurut Sukirno (2006), berikut ini beberapa faktor yang menjadi
penyebab meluasnya perhatian terhadap pembangunan ekonomi di negara
berkembang.
1. Keinginan negara berkembang untuk mengatasi keterbelakangan mereka.
Negara-negara berkembang yang notabenenya sebagian besar
merupakan negara bekas jajahan yang baru merdeka berupaya
mewujudkan pembangunan ekonomi dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Mereka berupaya
mengejar ketertinggalan jika dibandingkan dengan kemajuan ekonomi
yang dicapai oleh negara bekas penjajah mereka. Negara-negara baru
merdeka tersebut memiliki banyak masalah yang membutuhkan suatu
pembangunan ekonomi yang menjadi kebutuhan mendesak untuk
dilakukan. Hal ini sebagai upaya untuk mengatasi pengangguran,
mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat,
meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat, dan lainnya.
2. Sebagai usaha membantu mewujudkan pembangunan ekonomi untuk
menghambat perkembangan komunisme. Selain dari sisi internal negara-
negara berkembang tersebut, perhatian terhadap pembangunan ekonomi
muncul pula dari sisi eksternal. Negara-negara maju yang notabenenya
negara Barat terutama Amerika Serikat berkepentingan untuk
mempercepat pembangunan ekonomi di negara berkembang, hal ini
sebagai upaya untuk membendung dan menjaga agar negara-negara
tersebut tidak berubah menjadi negara komunis.
1.4 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

3. Sebagai usaha untuk meningkatkan hubungan ekonomi. Bantuan yang


diberikan oleh negara maju kepada beberapa negara berkembang sebagai
cara mempercepat pembangunan ekonomi dipandang sebagai salah satu
alat untuk mempererat hubungan ekonomi diantara negara maju dan
negara berkembang. Hubungan baik ini akan berimplikasi pada posisi
istimewa negara bekas penjajah tersebut pada negara bekas jajahan,
sehingga negara bekas penjajah masih dapat mengembangkan pasar
untuk hasil-hasil industri mereka.
4. Berkembangnya keinginan untuk membantu negara berkembang.
Negara-negara maju berkeinginan untuk membantu negara berkembang
agar usaha pembangunan ekonomi dapat cepat tercapai. Bentuk bantuan
tersebut ada yang berupa hibah ataupun pinjaman lunak. Hibah yang
diberikan ada yang berbentuk bantuan dana adapula yang berbentuk
bantuan teknik, bantuan tenaga ahli, bantuan penelitian, dan bantuan
dalam bentuk material.

Todaro (2000) menyebutkan bahwa ekonomi pembangunan membahas


berbagai hal mulai dari cara-cara alokasi sumber daya produktif langka
seefisien mungkin serta kesinambungan pertumbuhannya dari waktu-ke
waktu. Kemudian menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme perubahan
yang terjadi dalam sektor ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan, dimana
seluruh mekanisme ini bertujuan dalam terciptanya suatu perbaikan standar
hidup secara cepat dan berskala luas bagi masyarakat di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin yang selama ini masih menghadapi masalah-masalah terkait
pembangunan ekonominya.
Menurut Sukirno (2006) ekonomi pembangunan dapat didefinisikan
sebagai suatu bidang studi dalam ilmu ekonomi yang mempelajari tentang
masalah-masalah ekonomi di negara-negara berkembang dan kebijakan-
kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi.
Jadi, pada dasarnya ekonomi pembangunan merupakan analisis mengenai
berbagai:
1. masalah ekonomi yang dihadapi negara berkembang;
2. kebijakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dan
mempercepat tingkat pembangunan ekonomi.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.5

Disamping kedua aspek yang paling pokok tersebut, analisis dalam


Ekonomi Pembangunan memperhatikan pula:
1. asumsi-asumsi dasar yang diperlukan dalam suatu proses pembangunan
ekonomi;
2. karakteristik perubahan kegiatan ekonomi dalam proses pembangunan;
3. faktor-faktor utama dan penting dalam suatu proses pembangunan
ekonomi.

Sumitro Djojohadikusumo menyatakan ekonomi adalah usaha


memperbesar pendapatan perkapita dan menaikkan produktivitas perkapita
dengan jalan menambah peralatan modal dan menambah keahlian.
Pembangunan mengandung arti perubahan struktural sebab bermaksud untuk
memperluas dasar ekonomi dan memperluas lapangan kehidupan serta
mengandung kehendak mengubah cara hidup, cara berfikir, cara menghadapi
persoalan untuk menempuh jalan-jalan baru yang dapat membawa kemajuan
atau mengandung kesadaran untuk merubah keadaan, baik dalam menaikkan
tingkat kehidupan, maupun dalam arti menempuh cara kehidupan yang baru.

B. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Pembangunan ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu


rangkaian proses perubahan dalam perekonomian untuk mengembangan
kegiatan ekonominya, sehingga terjadi pertumbuhan, perkembangan dan
peningkatan tingkat kualitas hidup manusia, teknologi, dan infrastruktur. Hal
ini berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat yang diukur dari peningkatan pendapatan dan peningkatan
tingkat kualitas hidup manusianya.
Menurut Kuznets (1955) dalam Arsyad (2010), berdasarkan
pengamatannya pada negara-negara maju menyimpulkan bahwa setiap proses
pembangunan ekonomi akan terdapat tiga tanda, yaitu:
1. produksi, baik jumlah maupun jenisnya terus menerus bertambah;
2. teknologi yang terus menerus berkembang;
3. agar perkembangan ekonomi itu menjadi unsur yang tidak lepas dari
pertumbuhan teknologi, dibutuhkan penyesuaian kelembagaan, ideologi
dan sikap hidup.
1.6 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Secara umum, para ekonom membedakan antara pertumbuhan dan


pembangunan ekonomi. Kebanyakan literatur ekonomi mengartikan
pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan
perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2006). Perkembangan
tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan
nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurut Jhingan (2012) pembangunan ekonomi didefinisikan dalam tiga
cara berikut ini.
1. Pembangunan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan
nasional riil dalam suatu jangka waktu yang sangat panjang. Pendapatan
nasional riil ini merujuk pada keseluruhan output barang dan jasa dari
negara tersebut.
2. Definisi kedua berkaitan dengan kenaikan pendapatan riil per kapita
dalam jangka panjang. Para ekonom berpendapat sama dalam
mendefinisikan pembangunan ekonomi dalam arti kenaikan pendapatan
atau output riil per kapita. Definisi ini menekankan bahwa bagi
pembangunan ekonomi, tingkat kenaikan pendapatan riil seharusnya
lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk.
3. Ada kecenderungan lain untuk mendefinisikan pembangunan ekonomi
dari titik kesejahteraan ekonomi. Sebagai contoh, pembangunan ekonomi
dipandang sebagai suatu proses dimana pendapatan nasional riil per
kapita naik dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan
pemenuhan keinginan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Jhingan (2012) definisi yang telah disebutukan tersebut tidak


bebas dari berbagai keterbatasan. Pertama, bisa saja terjadi kenaikan
pendapatan nasional atau pendapatan per kapita, namun kesenjangan
pendapatan justru semakin melebar. Kedua, dalam mengukur kesejahteraan
ekonomi harus hati-hati terutama berkaitan dengan komposisi output total
yang menyumbang kepada kenaikan pendapatan riil per kapita dan
bagaimana output tersebut dinilai. Kesulitan yang muncul ialah terletak pada
cara menilai output. Ketiga, harus mempertimbangkan pula tentang
bagaimana suatu produk tersebut diproduksi. Keempat, tidak cukup melihat
kenaikan kesejahteraan masyarakat hanya diukur dari kenaikan output per
kapita, melainkan harus pula memasukkan berbagai pertimbangan tambahan
seperti distribusi pendapatan, komposisi output, dan yang lainnya.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.7

Dalam kebanyakan literatur awal mengenai pembangunan ekonomi yang


diterbitkan tahun 1950-an dan 1960-an, pada umumnya pembangunan
ekonomi didefinisikan sebagai berikut, yaitu suatu proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat secara berkelanjutan
dalam jangka panjang.
Menurut Sukirno (2006) cara yang paling mudah untuk membedakan arti
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi adalah dengan
menggunakan ungkapan “Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan
ekonomi ditambah dengan perubahan”. Artinya, ada tidaknya pembangunan
ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari
kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi
juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek
kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan
teknologi, peningkatan kesehatan, peningkatan infrastruktur dan peningkatan
pendapatan dan kemakmuran masyarakat.
Pembangunan ekonomi diarahkan pada semakin kecilnya jurang
pembangunan yang terjadi di suatu negara. Zimmerman (1965) dalam
Sukirno (2006) menganalisis mengenai lajunya tingkat pembangunan
ekonomi di beberapa negara di dunia di antara tahun 1860-1960 dan
implikasiya kepada jurang pembangunan. Oleh karena pembangunan
ekonomi meliputi berbagai aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka
sampai dimana taraf pembangunan ekonomi yang dicapai suatu negara telah
meningkat, tidak mudah diukur secara kuantitatif. Berbagai jenis data perlu
dikemukakan untuk menunjukkan prestasi pembangunan yang dicapai suatu
negara. Namun demikian, sebagai gambaran data pendapatan per kapita
selalu digunakan untuk menggambarkan:
1. taraf pembangunan ekonomi yang dicapai berbagai negara;
2. tingkat perkembangan pendapatan per kapita dari tahun ke tahun.

Pendapatan per kapita meskipun memiliki banyak kekurangan tetap


dipergunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan
ekonomi dan taraf kemakmuran masyarakat. Pendapatan per kapita memiliki
fungsi lain untuk menggambarkan jurang tingkat kemakmuran di antara
berbagai negara.
1.8 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

C. KARAKTERISTIK NEGARA SEDANG BERKEMBANG

Pada sub bagian ini akan dibahas karakterisitik dari negara terbelakang
yang umumnya merupakan negara berkembang. Negara sedang berkembang
pada umumnya terdiri dari negara-negara yang tersebar di tiga benua, yaitu di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Berikut ini, beberapa ciri umum negara
berkembang (Sukirno, 2006).

1. Tingkat Kemakmuran Relatif Rendah


Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur kemakmuran masyarakat di
suatu negara ialah pendapatan yang diperoleh masyarakatnya. Hal ini yang
menjadikan pendapatan per kapita sebagai alat pengukur kasar taraf
kemakmuran suatu negara. Minimnya pendapatan ini berdampak kepada
masalah kekurangan gizi dan kesehatan, kemiskinan yang meluas, dan taraf
pendidikan yang rendah.

2. Produktivitas Pekerja Sangat Rendah


Produktivitas yang rendah ini diakibatkan karena masalah minimnya
lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan banyak penduduk masih
terkonsentrasi pada sektor pertanian maupun usaha keluarga. Hal ini
mengakibatkan tingginya pengangguran terselubung. Selain itu rendahnya
produktivitas diakibatkan pula pada sektor ekonomi yang masih dikelola
secara tradisional, serta taraf pendidikan dan kesehatan pekerja yang belum
mencapai tahap yang diinginkan sehingga berdampak pada penurunan
produktivitas pekerja. Tingkat pendidikan yang rendah akan mengakibatkan
pekerja tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang semakin
pesat, selain itu tingkat kesehatan rendah berdampak langsung pada
produktivitas pekerja.

3. Tingkat Pertumbuhan Penduduk Sangat Tinggi


Setelah berakhirnya Perang Dunia, penemuan-penemuan baru pada
bidang kesehatan mempengaruhi taraf kesehatan masyarakat dunia, sehingga
tingkat kematian penduduk semakin berkurang. Sedangkan dalam waktu
yang sama tingkat kelahiran tidak mengalami perubahan, hal ini berdampak
pada cepatnya tingkat pertambahan penduduk terutama di negara
berkembang. Pertambahan penduduk yang cepat akan memiliki beberapa
dampak, yaitu:
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.9

a. jumlah tanggungan dalam keluarga semakin meningkat;


b. besarnya tanggungan tanpa pendapatan yang memadai akan membatasi
kemampuan keluarga untuk menyediakan dana bagi pendidikan dan
kesehatan yang memadai;
c. pertambahan penduduk yang cepat ini tidak diimbangi dengan
pertambahan kesempatan kerja yang sama cepatnya.

4. Kegiatan Ekonomi Bersifat Dualistis


Kegiatan ekonomi dualistis, ialah ciri-ciri dalam suatu kegiatan ekonomi
tertentu atau dalam suatu sektor tertentu yang menggunakan dua teknologi
yang berbeda. Misalkan di sektor pertanian terdapat dua macam kegiatan,
yaitu yang dilakukan oleh para petani tradisional dengan menggunakan
metode kerja yang tradisional dan pada waktu yang sama terdapat
perkebunan yang telah menggunakan teknologi yang modern.

5. Kegiatan Ekonomi Berpusat di Pertanian


Hampir sebagian besar negara berkembang yang baru merdeka setelah
berakhirnya Perang Dunia bertumpu pada sektor pertanian. Negara
berkembang yang miskin yang proses pembangunannya berjalan lambat,
kegiatan ekonominya masih tetap bertumpu pada sektor pertanian. Sektor
pertanian di negara berkembang sebagian besarnya masih menggunakan
metode kerja yang tradisional, hal ini berdampak pada rendahnya
produktivitas ekonomi pada sektor tersebut. Produktivitas yang rendah akan
berdampak pada rendahnya pendapatan per kapita yang diterima pada sektor
pertanian.

6. Bahan Mentah Merupakan Ekspor Terpenting


Negara berkembang sejak masa penjajahan menjadi perhatian karena
kekayaan sumber alamnya. Kekayaan sumber alam ini menjadikan negara-
negara berkembang tersebut melakukan ekspor bahan mentahnya tanpa
diolah terlebih dahulu. Hal ini menjadikan negara berkembang akan tetap
terbelakang dibandingkan dengan negara maju, karena negara maju yang
mengimpor bahan mentah dari negara berkembang mampu mengolah bahan
mentah tersebut menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Produk
akhir yang sudah bernilai tambah ini kemudian diekspor kembali ke negara
berkembang dengan nilai yang berkali-kali lipat dibandingkan dengan nilai
bahan mentah awal.
1.10 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Dalam memberikan definisi yang tepat mengenai keterbelakangan suatu


hal yang (adalah) cukup sulit. Pada umumnya, negara berkembang banyak
dikaitkan dengan negara terbelakang. Kuznets (1955) membuat tiga dimensi
dalam membahas keterbelakangan ini. Pertama, istilah keterbelakangan
dapat berarti kegagalan memanfaatkan secara penuh potensi produktif dengan
menggunakan tingkat pengetahuan teknologi yang ada atau suatu kegagalan
yang bersumber pada perlawanan lembaga-lembaga sosial. Kedua,
keterbelakangan dapat dibahas dalam kaitannya dengan kinerja ekonomi dari
suatu negara diperbandingkan dengan kinerja ekonomi dari negara lain.
Ketiga, keterbelakangan dapat berarti kemiskinan ekonomi, dalam arti
kegagalan untuk menyediakan biaya hidup yang memadai dan harta benda
yang mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Berikut ini, beberapa kriteria keterbelakangan (Jhingan, 2012).
1. Kriteria pertama ialah nisbah (rasio) penduduk terhadap wilayah tanah.
Kriteria ini dianggap kurang tepat karena ditemui sebagian besar negara
terbelakang di wilayah Afrika dan Amerika Latin memiliki sejumlah
daerah kosong. Sedangkan di sejumlah negara terbelakang lain di
wilayah Asia memiliki rasio tinggi penduduk terhadap wilayahnya.
2. Indikator lain keterbelakangan ialah perbandingan output industri
terhadap keseluruhan output. Menurut kriteria ini, negara dengan rasio
yang rendah antara output industri dan output keseluruhan dianggap
sebagai terbelakang. Akan tetapi, rasio ini cenderung untuk meningkat
bersama dengan kenaikan pendapatan per kapita. Oleh karenanya,
kriteria ini bukan merupakan indikator keterbelakangan yang handal.
3. Kriteria keterbelakangan ketiga, ialah rasio yang rendah antara modal
terhadap populasi per kapita. Perekonomian terbelakang ialah
perekonomian yang tidak memiliki cukup stok modal untuk
mempekerjakan semua angkatan kerja yang ada berdasarkan teknik
produksi yang modern. Namun, kriteria kekurangan modal bukan kriteria
keterbelakangan yang memuaskan karena: (a) kekurangan modal
tidaklah relevan dengan jumlah absolut stok modal suatu negara tetapi
dengan rasio modal itu sendiri terhadap penduduk atau terhadap faktor
yang lain; (b) prinsip produktivitas marginal menyatakan bahwa
manakala rasio modal terhadap faktor lain rendah, maka produktivitas
marginal modal akan tinggi, akan tetapi, sulit untuk menyimpulkan
bahwa di dalam negara terbelakang produktivitas marginal modal
menandakan kelangkaan modal, mungkin saja rendahnya produktivitas
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.11

marginal disebabkan oleh organisasi yang jelek, keterampilan yang


rendah, dan lainnya; (c) jika kelangkaan modal diambil sebagai indikator
keterbelakangan, faktor sosio-ekonomi lainnya akan jadi terabaikan.
Modal memang suatu hal yang penting dalam pembangunan, namun hal
ini bukanlah syarat mutlak.
4. Kriteria lain dari keterbelakangan ialah kemiskinan. Negara
terbelakangan ditandai dengan kemiskinan massal yang kronis dan
bukan merupakan akibat bencana sementara. Selain itu, kemiskinan
ditandai oleh metode produksi dan organisasi sosial yang usang, berarti
kemiskinan itu sama sekali bukan disebabkan oleh karena negara itu
miskin sumber alam dan oleh sebab itu kemiskinan barangkali dapat
dikurangi lewat penerapan metode-metode yang telah teruji di negara-
negara lain.
5. Kriteria yang paling umum banyak dipergunakan meskipun tidak
sepenuhnya akurat ialah rendahnya pendapatan per kapita negara
terbelakang dibandingkan dengan negara-negara maju. Namun, batasan
pendapatan per kapita masih belum memadai karena hanya memusatkan
pada satu sisi keterbelakangan, yaitu kemiskinan, selain itu kesulitan
dalam mengukur pendapatan nasional per kapita di negara terbelakang
tersebut dan membandingkannya dengan pendapatan per kapita di negara
maju.

D. HAMBATAN PEMBANGUNAN

Perkembangan pembangunan di negara berkembang yang masih jauh di


bawah dari pembangunan di negara maju baik sebelum perang dunia II
maupun setelah perang dunia II menimbulkan suatu pertanyaan mengenai
faktor-faktor apa yang menyebabkan sebagian besar negara berkembang
belum berhasil mencapai tingkat pembangunan ekonomi sebagaimana yang
diharapkan. Hal ini kemudian menimbulkan banyak teori yang mengkaji
mengenai teori-teori yang menghambat pembangunan. Sukirno (2006)
menjelaskan bahwa setidaknya terdapat lima faktor berdasarkan teori-teori
tesebut yang menghambat pembangunan di negara berkembang.

1. Perkembangan Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk memiliki dampak positif dan negatif
terhadap proses pembangunan di negara berkembang. Dampak positif
1.12 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

perkembangan penduduk sebagai faktor pendorong ialah: pertama,


perkembangan penduduk akan berdampak pada pertambahan jumlah tenaga
kerja dari masa ke masa. Apabila tenaga kerja yang ada merupakan tenaga
kerja yang terdidik dan memiliki keterampilan akan memberikan sumbangan
lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi. Kedua, dengan
perkembangan penduduk akan mendorong terjadinya perluasan pasar. Pasar
yang semakin luas akan menjadi perangsang bagi sektor produksi untuk
meningkatkan kegiatan usahanya. Hal ini akan berdampak bagi kemajuan dan
pengembangan kegiatan ekonomi.
Namun, perkembangan penduduk akan berdampak negatif atau menjadi
faktor penghambat pembangunan apabila produktivitas sektor produksi
sangat rendah dan di dalam masyarakat terdapat banyak pengangguran. Dua
kondisi ini akan mengakibatkan pertambahan penduduk tidak akan
menaikkan produksi secara signifikan, justru akan menjadi beban bagi
pembangunan ekonomi suatu negara.
Anaisis pengaruh langsung pertambahan penduduk kepada
perkembangan tingkat kesejahteraan dilakukan oleh Nelson (1956) dan
Leibenstein (1957). Mereka menyatakan bahwa pertambahan penduduk yang
pesat di negara berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat
tidak mengalami perbaikan yang berarti dan dalam jangka panjang mungkin
menurun. Mereka berpendapat bahwa sebagai akibat dari perkembangan
penduduk yang tinggi, dalam jangka panjang tingkat pendapatan per kapita
akan kembali mencapai tingkat pendapatan subsisten atau cukup hidup saja.

2. Dualisme dalam Perekonomian


Salah satu karakteristik negara berkembang sebagaimana yang telah
dibahas sebelumnya ialah kegiatan ekonomi yang masih bersifat dualistik.
Berbagai hambatan yang timbul dari adanya dualisme dalam perekonomian
yang baru berkembang bersumber dari pengaruh sektor tradisional kepada
kegiatan perekonomian. Sebagian besar kegiatan ekonomi negara
berkembang yang relatif miskin masih menggunakan teknik-teknik yang
sangat sederhana dan cara berpikir yang masih kuno. Hal pertama
menyebabkan produktivitas berbagai kegiatan produksi yang sangat rendah,
dan hal yang kedua menyebabkan usaha-usaha pembaharuan sangat terbatas.
Dengan demikian cara berproduksi tradisional dan memiliki produktivitas
rendah tidak mengalami perubahan berarti dari masa ke masa. Kehidupan
masyarakat yang masih dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup yang diwarisi
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.13

selama beberapa generasi membatasi kemungkinan perbaikan teknologi


memproduksi maupun organisasinya, dan mengembangkan pasar yang baru.
Keadaan masyarakat seperti ini akan menimbulkan ketidaksempurnaan di
dalam pasar sehingga mekanisme pasar tidak dapat berfungsi secara efisien.

3. ‘Lingkaran Setan’ Kemiskinan


Negara terbelakang pada umumnya terjerat dalam lingkaran setan
kemiskinan (the vicious circle of poverty). Nurkse (1953) dalam Jhingan
(2012) menjelaskan “lingkaran setan mengandung arti deretan melingkar
kekuatan-kekuatan yang satu sama lain beraksi dan bereaksi sedemikian
rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin tetap berada dalam
keadaan melarat”. Lingkaran setan kemiskinan berawal dari suatu fakta
bahwa produktivitas total di suatu negara terbelakang sangat rendah, hal ini
disebabkan oleh kekurangan modal, pasar yang tidak sempurna, dan
keterbelakangan perekonomian.
Jika dilihat dari sudut permintaan dapat dijelaskan bahwa rendahnya
tingkat pendapatan akan menyebabkan tingkat permintaan menjadi rendah
sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang
rendah kembali menyebabkan modal kurang dan produktivitas rendah.
Sedangkan dari sudut penawaran, produktivitas rendah tercermin di dalam
pendapatan nyata yang rendah, pendapatan yang rendah berarti tingkat
tabungan rendah. Tingkat tabungan rendah menyebabkan tingkat investasi
rendah dan modal kurang. Kekurangan modal pada akhirnya bermuara pada
produktivitas yang rendah.

Gambar 1.1
Lingkaran Setan Kemiskinan
1.14 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Lingkaran setan ketiga menyangkut keterbelakangan manusia dan


sumber alam. Pengembangan sumber alam pada suatu negara tergantung
pada kemampuan produktif manusianya. Jika penduduknya terbelakang dan
buta huruf, langka akan keterampilan teknik, pengetahuan dan aktivitas
kewiraswastaan maka sumber-sumber alam akan tetap terbengkalai, kurang
atau bahkan salah guna. Pada pihak lain, keterbelakangan sumber alam ini
menyebabkan keterbelakangan manusia. Keterbelakangan sumber alam,
karena itu, merupakan sebab dan sekaligus akibat keterbelakangan manusia.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.2. berikut ini.

Gambar 1.2
Lingkaran Setan Kemiskinan Ketiga

Hambatan yang paling erat berkaitan dengan pembangunan ekonomi


adalah kelangkaan modal. Hal ini bersumber dari lingkaran setan yang telah
dijelaskan sebelumnya. Kemiskinan menjadi penyebab dan sekaligus akibat
dari rendahnya tingkat pembentukan modal suatu negara. Masyarakat suatu
negara terbelakang sering terbelenggu oleh kemiskinan, kebanyakan dari
mereka buta huruf dan tidak terdidik, serta menggunakan peralatan modal
dan metode produksi yang telah usang.

4. Struktur Ekspor Berupa Bahan Mentah


Ekspor memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, namun ekspor seringkali menjadi salah satu
penghambat pembangunan di negara berkembang. Hal ini disebabkan ekspor
di negara berkembang memiliki ciri-ciri berikut ini. (a) Sebagian besar
barang-barang yang diekspor merupakan hasil industri primer (pertanian,
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.15

pertambangan, kehutanan, dan perikanan) dan masih merupakan bahan


mentah. (b) Jenis-jenis bahan mentah yang diekspor sangat terbatas. (c)
Sektor ekspor pada mulanya dikembangkan terutama oleh pengusaha-
pengusaha yang berasal dari negara penjajah. Beberapa ahli ekonomi seperti
Myrdal, Myint, Prebisch, Singer, dan Meier telah menunjukkan bahwa ciri-
ciri sektor ekspor tersebut tidak dapat memberikan sumbangan yang
memuaskan untuk mempercepat pembangunan ekonomi.

5. Proses Sebab-Akibat Kumulatif


Teori yang dikemukakan oleh Myrdal ini mengemukakan sebab-sebab
bertambah memburuknya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah
dalam suatu negara. Myrdal berkeyakinan bahwa dalam proses pembangunan
ada faktor-faktor yang akan memperburuk perbedaan tingkat pembangunan
antara berbagai daerah atau negara. Keadaan seperti itu terjadi akibat dari
suatu proses sebab akibat kumulatif. Menurut Myrdal, pembangunan di
daerah yang lebih maju akan menciptakan beberapa keadaan yang akan
menimbulkan hambatan yang lebih besar bagi daerah yang terbelakang untuk
berkembang. Keadaan ini dikenal sebagai backwash effect. Selain itu,
perkembangan di daerah yang lebih maju dapat menimbulkan keadaan-
keadaan yang mendorong perkembangan daerah yang lebih miskin.
Keadaaan ini, dinamakan sebagai spread effects.
Selain hambatan-hambatan di atas, Jhinghan (2012) menyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor lain yang turut menjadi hambatan dalam
pembangunan di negara berkembang, yaitu sebagai berikut.

a. Tingkat Pembentukan Modal yang Rendah


Kelangkaan modal sebagai salah satu modal dasar pembangunan
menjadi salah satu hambatan. Hal ini bersumber dari lingkaran setan
kemiskinan yang telah dijelaskan sebelumnya. Kemiskinan merupakan
penyebab sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pembentukan modal suatu
negara. Masyarakat suatu negara terbelakang tercekam oleh kemiskinan, hal
ini pada akhirnya menyebabkan tingkat tabungan yang rendah. Kebanyakan
tabungan di negara berkembang dilakukan oleh kelompok berpendapatan
tinggi, tetapi tabungan ini tidak mengalir ke saluran-saluran produktif.
Menurut Jhinghan (2012) terdapat beberapa sebab utama pada akhirnya
yang menyebabkan tingkat investasi yang rendah di negara berkembang.
Pertama, ketidakberanian untuk mencoba sesuatu yang baru. Kedua,
1.16 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

sempitnya pasar domestik. Ketiga, kesulitan mendapatkan dana untuk tujuan


investasi. Keempat, kurangnya buruh terampil dan kurangnya mobilitas
faktor sehingga mempertinggi biaya produksi dan dengan demikian akan
menghalangi calon investor. Kelima, kemampuan wiraswasta yang langka.

b. Hambatan Sosio-Budaya
Negara berkembang memiliki lembaga sosial dan sikap yang tidak
menunjang pembangunan ekonomi. Terdapatnya unsur-unsur perlawanan
sosial terhadap perubahan ekonomi yang berakar pada faktor-faktor
kelembagaan, seperti nampak pada stratifikasi pekerjaan yang ketat,
pengelompokan masyarakat berdasarkan kelas sosial di masyarakat, etos
kerja yang tidak mau keluar dari lingkungannya adalah beberapa faktor sosio-
budaya yang menghambat pembangunan. Hambatan sosio-budaya inilah
yang harus mampu dipecahkan melalui sistem pendidikan yang baik, dimana
sistem pendidikan tidak hanya terkait pada aspek pengetahuan semata
melainkan juga harus mampu membentuk suatu karakter kepribadian yang
paripurna.

c. Dampak Kekuatan Internasional


Hambatan lain yang menghambat negara berkembang ialah pengaruh
buruk investasi asing, terutama investasi yang ditujukan pada barang-barang
yang dapat diekspor secara terus menerus. Hal ini pada akhirnya hanya akan
merugikan perekonomian. Tingkat produktivitas, pendapatan, dan tingkat
kehidupan di sektor primer tidak mengalami kenaikan. Pihak asing menguras
habis sejumlah besar uang dalam bentuk laba dan upah manajemen yang
tinggi.

E. PRASYARAT PEMBANGUNAN

Negara-negara berkembang yang memiliki keinginan untuk maju harus


memenuhi prasyarat-prasyarat dasar bagi pembangunan ekonomi. Jhinghan
menyebutkan beberapa prasyarat pembangunan ekonomi yang dibutuhkan.

1. Atas Dasar Kekuatan Sendiri


Syarat utama bagi pembangunan ekonomi ialah proses pertumbuhannya
harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat
untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.17

harus muncul dari warga negara itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada kasus
Jepang yang mampu bangkit setelah seluruh perekonomiannya hancur pasca
perang dunia II. Kebangkitan perekonomian dalam negeri harus ditopang
oleh kepemimpinan nasional yang kuat, dimana pemimpin bangsa harus
yakin bahwa negaranya dapat bangkit oleh kemampuannya sendiri. Oleh
karenanya komitmen dan keberpihakan terhadap sektor produksi dalam
negeri harus kuat, hal inilah yang kurang kita lihat pada kepemimpinan
nasional di Indonesia.

2. Menghilangkan Ketidaksempurnaan Pasar


Syarat kedua berkaitan dengan usaha menghilangkan ketidaksempurnaan
pasar. Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan immobilitas faktor dan
menghambat ekspansi sektoral dan pembangunan. Untuk menghilangkan hal
ini, lembaga sosio-ekonomi yang ada harus diperbaiki dan diganti dengan
yang lebih baik. Pemerintah harus berani melakukan suatu perubahan yang
radikal untuk menghilangkan ketidaksempurnaan yang terjadi di pasar.

3. Perubahan Struktural
Perubahan struktural mengandung arti peralihan dari masyarakat
pertanian tradisional menjadi ekonomi industri modern, yang mencakup
peralihan lembaga, sikap sosial, dan motivasi yang ada secara radikal.
Perubahan struktural semacam ini menyebabkan kesempatan kerja semakin
banyak dan produktivitas buruh stok modal, pendayagunaan sumber-sumber
baru serta perbaikan teknologi akan semakin tinggi. Perubahan struktural
terkait dengan ekspansi besar-besaran pada sektor non-pertanian, penurunan
peran sektor pertanian tidak berarti terjadi penurunan output pertanian.
Output pertanian harus selalu meningkat dalam artian absolut. Perubahan
radikal ini terkait dengan modernisasi sektor pertanian, reformasi pertanahan,
dan lainnya.
Aspek penting lain dari perubahan struktural ialah perpindahan
penduduk dari sektor primer dan sekunder ke sektor tersier. Sektor tersier
mencakup sejumlah jasa yang menghasilkan barang non-material, seperti:
pengangkutan, sistem distribusi, pendidikan, jasa pemerintah dan rumah
tangga, dan sebagainya. Dengan adanya pembangunan ekonomi, permintaan
produk sektor tersier meningkat amat cepat karena ekspansi sektor pertanian
dan industri pada umumnya tergantung pada tersedianya pengangkutan,
distribusi, dan sebagainya. Aspek lain yang cukup penting ialah perubahan
sistem sosial yang ada. Sistem sosial baru dimaksudkan untuk melahirkan
terobosan dalam tatanan sosio-ekonomi masyarakat.
1.18 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

4. Pembentukan Modal
Pembentukan modal merupakan faktor paling penting dan strategis di
dalam proses pembangunan. Proses ini berjalan melewati tiga tingkatan: (a)
Kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan
kemampuan untuk menabung; (b) keberadaan lembaga kredit dan keuangan
untuk menggalakkan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan
menjadi dana yang dapat diinvestasikan; (c) Penggunaan tabungan untuk
tujuan investasi dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pemerintah di
negara berkembang harus mampu mencari sumber-sumber pendanaan
optimal terkait pembentukan modal ini, karena akan sangat kecil jika hanya
mengandalkan tabungan dalam negeri sebagaimana yang telah dijelaskan
pada bagian hambatan pembangunan.

5. Menentukan Investasi yang Tepat


Menentukan investasi yang tepat sama pentingnya dengan menentukan
laju pembentukan modal. Negara berkembang tidak saja harus menentukan
besarnya tingkat investasi tetapi juga komposisi investasi. Negara
bertanggung jawab untuk melakukan investasi yang paling menguntungkan
bagi masyarakat. Oleh karenanya, negara harus memiliki skala prioritas
dalam penentuan investasi. Hal ini harus dilakukan karena keterbatasan
modal yang dimiliki, terutama di negara berkembang sehingga bisa jadi suatu
proyek dapat bertahun-tahun tidak atau belum dilaksanakan karena ada
proyek investasi yang lebih penting dan harus dilaksanakan segera.
Kesinambungan dalam pelaksanaan investasi termasuk menjadi hal yang
menentukan. Setiap rezim pemerintahan harus merujuk pada rencana
investasi yang telah ditetapkan oleh rezim sebelumnya untuk kemudian
ditindaklanjuti.

6. Persyaratan Sosio-Budaya
Wawasan sosio-budaya masyarakat haruslah diubah jikalau
pembangunan diharapkan dapat berjalan. Hambatan sosial yang menghalangi
kemajuan ekonomi haruslah disesuaikan atau disingkirkan. Setiap perubahan
sosio-budaya harus selektif dan diperkenalkan secara bertahap. Tidak seluruh
tatanan sosio-budaya yang ada tidak baik, contohnya budaya gotong royong
yang ada di Indonesia merupakan salah satu tatanan sosio-budaya yang harus
selalu dijaga. Perubahan nilai-nilai budaya mencakup hal-hal yang terkesan
sepele, seperti budaya antri, budaya membuang sampah pada tempatnya,
budaya disiplin, etos kerja yang tinggi dan sebagainya. Hal-hal inilah yang
seringkali menghambat kemajuan ekonomi termasuk di Indonesia.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.19

7. Administrasi dan Birokrasi


Pembangunan ekonomi yang baik harus ditunjang oleh sistem
administrasi yang kuat, berwibawa, dan tidak korup. Pemerintah harus kuat,
mampu menegakkan hukum dan ketertiban, serta mempertahankan keamanan
dan pertahanan negara. Oleh karenanya, pembangunan ekonomi memerlukan
perlengkapan administratif yang baik dan efisien. Reformasi birokrasi
diperlukan untuk membangun sistem administrasi yang baik dan efisien.

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebutkan alasan utama mengapa pada era sebelum perang dunia II
masalah terkait pembangunan ekonomi belum menjadi fokus perhatian
dalam ilmu ekonomi?
2) Sebutkan tiga hal yang menandai suatu proses pembangunan menurut
Simon Kuznets?
3) Apakah kegunaan data pendapatan per kapita?

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa masalah terkait pembangunan


ekonomi belum menjadi fokus perhatian dalam pembahasan ilmu
ekonomi. Pertama, negara-negara penjajah tidak mempedulikan
pembangunan ekonomi pada negara jajahannya. Mereka fokus
bagaimana sebanyak mungkin menguasai sumber daya ekonomi yang
dihasilkan oleh negara jajahannya, tanpa mempedulikan bagaimanakah
nasib masyarakat dari negara jajahannya. Kedua, negara-negara yang
dijajah fokus perhatian mereka ialah bagaimana mampu melepaskan diri
dari jerat negara penjajah dan memproklamirkan kemerdekaannya.
Selama mereka masih terjajah maka mereka tidak akan bisa memikirkan
bagaimana membangun ekonominya. Ketiga, para ekonom terfokus
bagaimana membangun ekonomi dalam jangka pendek semata, namun
melupakan proses pembangunan ekonomi yang pada umumnya bersifat
jangka panjang.
1.20 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

2) Menurut Simon Kuznets, berdasarkan pengamatannya di negara-negara


maju, ia menyimpulkan bahwa setiap proses pembangunan ekonomi
akan terdapat tiga tanda, yaitu:
a. produksi, baik jumlah maupun jenisnya terus menerus bertambah;
b. teknologi yang terus menerus berkembang;
c. agar perkembangan ekonomi itu menjadi unsur yang tidak lepas dari
pertumbuhan teknologi, dibutuhkan penyesuaian kelembagaan,
ideologi dan sikap hidup.
3) Data pendapatan per kapita selalu digunakan untuk menggambarkan: (a)
taraf pembangunan ekonomi yang dicapai berbagai negara; (b) tingkat
perkembangan pendapatan per kapita dari tahun ke tahun.

R A NG KU M AN

1. Pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun


tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa
yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari
perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan
ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan
teknologi, peningkatan kesehatan, peningkatan infrastruktur dan
peningkatan pendapatan dan kemakmuran masyarakat.
2. Secara umum, terdapat beberapa karakteristik negara sedang
berkembang, yaitu (a) tingkat kemakmuran relatif rendah; (b)
produktivitas pekerja sangat rendah; (c) tingkat pertumbuhan
penduduk sangat tinggi; (d) kegiatan ekonomi bersifat dualistis; (e)
kegiatan ekonomi terpusat di sektor pertanian; (f) bahan mentah
merupakan ekspor penting.
3. Terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat proses
pembangunan di negara sedang berkembang, yaitu (a)
perkembangan penduduk; (b) dualisme di dalam perekonomian; (c)
lingkaran setan kemiskinan; (d) struktur ekspor berupa bahan
mentah; (e) proses sebab-akibat kumulatif.
4. Terdapat beberapa prasyarat pembangunan, yaitu (a) atas dasar
kekuatan sendiri; (b) menghilangkan ketidaksempurnaan pasar; (c)
Perubahan struktural; (d) pembentukan modal; (e) menentukan
investasi yang tepat; (f) persyaratan sosio-budaya; (g) administrasi
dan birokrasi.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.21

TES F OR M AT IF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Pembangunan ekonomi seringkali diukur dengan menggunakan…


A. pendapatan riil per kapita yang semakin meningkat
B. kesenjangan yang semakin lebar
C. kemiskinan yang semakin meluas
D. ekspor bahan mentah yang semakin intensif

2) Salah satu ciri umum negara berkembang ialah…


A. tingkat kemakmuran relatif tinggi
B. rendahnya produktivitas pekerja
C. kegiatan ekonomi bersifat sentralistik
D. sektor pertanian sebagai penyokong kegiatan ekonomi

3) Faktor penghambat pembangunan menurut M.L Jhinghan ialah...


A. struktur impor suatu negara
B. faktor sosio-budaya
C. pembentukan modal yang tinggi
D. kerjasama perdagangan internasional

4) Faktor yang menjadi prasyarat pembangunan ialah…


A. meningkatkan hambatan di dalam pasar
B. memperbesar kue pembangunan
C. kesejahteraan ekonomi
D. persyaratan sosio-budaya

5) Ciri-ciri ekspor produk di negara berkembang ialah…


A. sebagian besar barang-barang ekspor merupakan hasil industri
primer
B. kemampuan negara berkembang dalam mengolah bahan mentah
yang dihasilkan
C. ekspor barang setengah jadi dan barang jadi
D. ekspor produk yang memberikan nilai tambah
1.22 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.23

Kegiatan Belajar 2

Paradigma Pembangunan dalam


Ekonomi Islam

D alam Kegiatan Belajar 2 ini, kita akan membahas tentang paradigma


pembangunan ekonomi dalam perspektif islam, konsep pembangunan
ibnu khaldun, pertumbuhan ekonomi dalam ekonomi Islam, dan dimensi
keadilan dan kesejahteraan dalam pembangunan Islam.

A. PARADIGMA PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM


PERSPEKTIF ISLAM

Ekonomi pembangunan Islam dapat didefinisikan sebagai suatu konsep


yang mempelajari dan menganalisis proses pembangunan dan faktor-faktor
yang memengaruhinya, serta mengidentifikasi dan merekomendasikan
kebijakan pembangunan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah (Beik dan
Arsyanti, 2016). Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa terdapat
perbedaan paradigma yang cukup mendasar antara konsep ekonomi
pembangunan Islam dengan ekonomi pembangunan konvensional.
Salah satu hal utama yang membedakan antara konsep pembangunan
dalam ekonomi Islam dan ekonomi konvensional ialah paradigma. Paradigma
pembangunan inilah yang kemudian menjadi suatu variabel yang cukup
signifikan dalam ruang lingkup dalam cara pandangan dan aktivitas
pembangunan ekonomi. Paradigma pembangunan ekonomi konvensional
sebagaimana yang telah kita bahas pada kegiatan belajar 1 cenderung
terfokus pada aspek-aspek yang bersifat material, seperti pertumbuhan
ekonomi, pendapatan per kapita, dll.
Hal yang harus dilakukan ialah bagaimana ekonomi Islam memandang
berbagai hal yang sudah dilakukan oleh paradigma pembangunan
konvensional, kemudian bagaimana solusi dan kebijakan yang tepat untuk
mengatasinya. Konsep Islam tentang pembangunan ekonomi lebih luas dari
konsep pembangunan konvensional. Pembangunan ekonomi dalam Islam
merupakan suatu pembangunan yang bersifat multi-dimensional, karena tidak
hanya berorientasi pada dunia, namun juga berorientasi akhirat (Mannan,
1997; Huda, dkk, 2015).
1.24 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Pembangunan ekonomi Islam tidak hanya berorientasi pada aspek


material semata, melainkan harus pula menyentuh aspek spiritual dan moral.
Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam QS Asy-Syams Ayat 7-10,
dimana kurang lebih terjemahnya sebagai berikut:
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya) (7), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8),
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu (9), dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10)” (QS 91: 7 – 10)

Pada ayat diatas, menggambarkan betapa pentingnya aspek kesucian


jiwa dalam suatu proses pembentukan karakter manusia. Hal ini menjadikan
suatu kesadaran betapa pentingnya pemerintah menaruh perhatian pula
kepada aspek spiritual dan moral. Manusia merupakan penciptaan yang
sempurna apabila mampu memadukan pembangunan yang tidak hanya
menyentuh aspek material semata, melainkan telah mampu pula menyentuh
aspek pembangunan karakter melalui pembangunan spiritual dan moral.
Dalam ajaran Islam, manusia memiliki dua tugas utama, yaitu sebagai
hamba Allah dan sebagai wakil Allah di muka bumi (khalifatulah fil ardh).
Keberhasilan manusia dalam menjalankan kedua tugas utamanya ini sangat
bergantung pada jalan yang dipilihnya. Pilihan atas jalan tersebut akan
memengaruhi potensi mana yang dapat dioptimalkan, apakah potensi
kebaikan (at-taqwa) ataukah potensi keburukan (al-fujuur). Jika jalan
tazkiyah yang diambil maka manusia akan mampu mengoptimalkan potensi
kebaikan yang dimilikinya. Namun, jika jalan yang dipilih adalah dassiyah,
maka yang akan dominan adalah potensi keburukannya. Kerangka jalan
tazkiyah akan didasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu keadilan,
keseimbangan, dan ketundukan penuh terhadap aturan Allah (Beik dan
Arsyanti, 2016).
Fokus utama pembangunan dalam konsep jalan tazkiyah tidak hanya
akan diarahkan pada hal-hal yang bersifat material semata, melainkan juga
dikaitkan dengan aspek moral spiritual. Ukuran-ukuran keberhasilan
pembangunan tidak hanya didasarkan pada ukuran-ukuran materiil semata,
melainkan harus mampu memasukkan pula ukuran-ukuran moral spiritual.
Jalan tazkiyah mensyaratkan suatu keseimbangan peran antara negara dengan
masyarakat.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.25

Menurut Metwally (1993) yang membedakan antara Islam dengan


agama lain adalah ajaran yang terdapat dalam Islam tidak hanya terkait
masalah ibadah ritual semata namun turut pula mengatur permasalahan
kehidupan dunia yang dapat dilakukan oleh seorang muslim dalam kehidupan
kesehariannya. Perbedaan antara ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya menurut Metwally (1993) pada hal-hal berikut ini.
1. Sumber daya merupakan kepemilikan mutlak dari Allah yang
diamanahkan kepada manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam
rangka maksimalisasi produksi dengan tujuan untuk memberikan
kesejahteraan kepada kehidupan umat di dunia.
2. Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi dengan memberikan
beberapa batasan. Pertama, kepemilikan pribadi yang diakui dalam
Islam adalah tidak boleh menganggu kepentingan masyarakat sekitar.
Kedua, Islam melarang seorang muslim untuk memperoleh pendapatan
yang berasal dari jalan yang tidak halal dan thayib, seperti mencuri,
merampok, dll. Ketiga, pelarangan akan penimbunan.
3. Ekonomi Islam menggunakan model kerjasama dalam aktivitas
ekonominya, sementara ekonomi pasar (free market economies)
menggunakan teknik sebaliknya dalam mencapai keseimbangan.
4. Sistem ekonomi Islam menentang adanya akumulasi dan konsentrasi
kekayaan pada sekelompok individu atau golongan. Dalam sistem
ekonomi Islam setiap harta harus diproduktifkan agar memberikan
kontribusi positif dalam menggerakkan perekonomian.
5. Ketika ekonomi pasar (free market economies) didominasi oleh industri
yang bersifat monopoli dan oligopoly, maka sistem ekonomi Islam
menganjurkan kepemilikan dan manajemen public atas berbagai sumber
daya yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat
6. Seorang muslim harus menyadari bahwa segala aktivitas ekonominya
selalu diamati oleh Allah SWT, sehingga berbagai tindakan yang
melanggar aturan syariat Islam akan dihindari. Inilah merupakan nilai
dasar yang mengarahkan prilaku individu dalam aktivitas ekonominya.

Berikut ini, beberapa prinsip dari ekonomi Islam yang ditawarkan oleh
M.A. Choudhury (1986).
1. Prinsip tauhid dan persaudaraan. Tauhid ialah konsep yang
menggambarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Segala
aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang muslim akan sangat
1.26 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

terjaga karena ia merasa bahwa Allah SWT akan selalu melihat apa yang
dilakukannya. Sementara konsep persaudaraan atau yang biasa dikenal
sebagai ukhuwah Islamiyah memberikan makna persaudaraan dan
kerjasama yang tulus antara sesama muslim dalam aktivitas ekonomi.
2. Prinsip bekerja dan produktivitas. Dalam ekonomi Islam individu
dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin dengan tingkat produktivitas
kerja yang tinggi dengan tujuan untuk memberikan yang terbaik bagi
kemaslahatan umat. Hasil pekerjaan ini harus dikompensasi secara layak
sesuai dengan standar kehidupan yang layak.
3. Prinsip distribusi kekayaan yang adil. Prinsip ekonomi Islam yang
ketiga adalah pengakuan atas hak masyarakat dan redistribusi kekayaan.
Mekanisme pendistribusian kekayaan dalam Islam adalah dengan
melalui mekanisme zakat. Proses mekanisme zakat akan mampu
melakukan redistribusi kekayaan dari pihak kaya kepada pihak miskin.

Beik dan Arsyanti (2016) menyatakan bahwa terdapat beberapa konsep


dasar yang menjadi basis dalam ekonomi pembangunan Islam, yaitu sebagai
berikut.
1. Konsep tauhid, khalifah, dan tazkiyah dalam pembangunan ekonomi.
2. Aspek pembangunan: fisik materiil, dan moral spiritual.
3. Fokus utama: manusia (subjek dan objek pembangunan) dan
kesejahteraan sosial.
4. Peran negara.

Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam


berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan
kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah (Al Arif, 2015):
1. pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat;
2. memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang;
3. mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan
ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat;
4. memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai
moral;
5. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.27

Chaudhury (1986) diikuti dengan Beik dan Arysanti (2016) menyatakan


bahwa tauhid memegang peranan penting dalam proses pembangunan
ekonomi Islam. Pembangunan ekonomi yang dilakukan harus diarahkan
kepada upaya untuk melaksanakan segala ketentuan-Nya. Pada dasarnya,
tauhid dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
1) Tauhid rububiyyah. Konsep ini mengajarkan bahwa Allah SWT ialah
Sang Pencipta alam semesta. Oleh karenanya, alam ini bekerja
berdasarkan aturan dari Sang Pencipta. Hal ini harus terinternalisasi oleh
segenap ekonomi muslim dalam melakukan penyembahan hanya
kepada-Nya.
2) Tauhid uluhiyyah. Konsep ini mengajarkan bahwa Allah adalah pemilik
sistem kehidupan yang harus diikuti tanpa syarat. Semua aturan dan
ketentuan-Nya dalam berbagai bidang kehidupan menjadi suatu
keharusan untuk dipatuhi dan dilaksanakan. Dalam konteks
pembangunan ekonomi maka menjalankan segala petunjuk-Nya terkait
ekonomi menjadi suatu keharusan. Desain pembangunan ekonomi harus
berbasis kepada tauhid.
3) Tauhid asma wa sifat. Hal ini terkait dengan keyakinan terhadap nama-
nama Allah yang melambangkan sifat-sifat dan kekuasaan yang ada
pada-Nya.

Secara umum, nilai-nilai Islam yang menjadi filosofi ekonomi Islam


dapat dijumpai dalam asas yang mendasari perekonomian Islam yang diambil
dari serangkaian doktrin ajaran Islam. Asas-asas tersebut ialah sebagai berkut
(Abdullah, dkk, 2002).
1. Asas suka sama suka, ialah kerelaan yang sebenar, bukan kerelaan yang
sifatnya semu dan seketika. Kerelaan ini harus dapat diekspresikan
dalam berbagai bentuk muamalah yang legal dan dapat
dipertanggungjawabkan. Itulah sebabnya kenapa Nabi Muhammad saw
mengharamkan berbagai transaksi yang terindikasi terkandung maysir,
gharar, dan riba karena dalam transaksi tersebut pasti ada pihak yang
dikecewakan atau dirugikan dan transaksi ini tidak terjadi atas keridhaan
kedua belah pihak.
2. Asas keadilan. Keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keseimbangan
atau kesetaraan antar individu atau komunitas. Keadilan tidak berarti
kesamaan secara mutlak, dimana semua individu harus sama rata, sebab
kesetaraan yang mutlak akan menciptakan ketidakadilan. Keadilan harus
1.28 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

mampu menempatkan segala sesuatu sesuai dengan proporsinya.


Keadilan termasuk memberikan kesempatan yang sama untuk dapat
berkembang sesuai potensi yang dimiliki.
3. Asas saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh
karenanya dalam ekonomi Islam dilarang transaksi maysir, gharar, dan
riba sebab dalam transaksi tersebut pasti akan ada pihak yang dirugikan.
Dalam ekonomi Islam harus terjadi suatu kerjasama yang saling
menguntungkan antara pihak yang bekerjasama.
4. Asas tolong menolong dan saling membantu serta dilarang untuk adanya
pemerasan dan eksploitasi. Sistem ekonomi kapitalis ditentang karena
adanya unsur eksploitasi dari si pemilik modal kepada kelompok
masyarakat lain yang kurang memiliki akses terhadap modal dan pasar.

B. KONSEP PEMBANGUNAN IBNU KHALDUN

Kekayaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan dianugerahkan


kepada manusia tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang atau
kelompok semata. Pemerataan merupakan suatu hal yang menjadi keharusan
di dalam Islam, hal ini agar tidak menimbulkan kesenjangan yang tinggi.
Salah satu tujuan utama kebijakan ekonomi dalam Islam ialah agar terjadi
pendistribusian kekayaan yang adil di masyarakat.
Chapra (2001) melakukan rekonstruksi atas pemikiran Ibnu Khaldun.
Keseimbangan ekonomi dengan definsi wujudnya keharmonisan antara
pembangunan dan kesejahteraan, baik ekonomi maupun sosial. Hal ini telah
menjadi suatu indikator utama dari kebenaran suatu sistem ekonomi. Suatu
sistem ekonomi yang mampu memberikan keseimbangan dan kestabilan yang
mendasar ialah sistem ekonomi Islam. Negara perlu melakukan beberapa hal
penting untuk mewujudkan keseimbangan ini. Model Ibnu Khaldun yang
dikembangkan oleh Chapra (2001) menunjukkan hubungan antar variabel-
variabel yang harus terpenuhi sebagai prasyarat dalam mewujudkan suatu
negara yang makmur. Variabel dependen pada model ini ialah kemajuan
suatu negara (g) dipengaruhi oleh variabel-variabel independen sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.3.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.29

Sumber: Chapra (2001)

Gambar 1.3
Model Pembangunan Ibnu Khaldun

Chapra (2001) merumuskan pemikiran Ibnu Khaldun dengan lingkaran,


yaitu lingkaran keadilan, negara hanya satu komponen dari beberapa
komponen yang ada, maka upaya dalam penegakan syariat Islam di dalam
ekonomi dapat dimulai dari komponen yang paling mungkin di jaman dan
wilayah tertentu. Rumusan yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun mencerminkan
karakter interdisipliner dan dinamis. Rumusan tersebut menghubungkan
semua variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik termasuk syariah (S),
kekuasaan politik atau pemerintah (G), masyarakat (N), kekayaan atau
sumber daya atau maal (W, pembangunan atau imarah (g), dan keadilan atau
‘adl (j).
Variabel-variabel tersebut berada dalam satu lingkaran yang saling
tergabtung karena satu sama lain saling mempengaruhi. Cara kerja lingkaran
ini menyerupai rantai reaksi selama bertahun-tahun, suatu dimensi
kedinamisan diperkenalkan dalam seluruh analisis. Dimensi ini membantu
1.30 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

untuk menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, agama, sosial, dan


ekonomi saling mempengaruhi selama kurun waktu tertentu. Hal ini
menjadikan faktor-faktor tersebut dapat menuntun suatu peradaban menuju
pembangunan dan kemunduran atau kejayaan dan keruntuhan.
Di dalam analisa jangka panjang rumusan ini, tidak ada klausa ceteris
paribus karena tidak ada satu variabel pun yang konstan. Satu variabel dapat
berfungsi sebagai mekanisme pemicu, tetapi variabel yang lain dapat bereaksi
ataupun tidak, dalam arah yang sama. Kegagalan di satu sektor tidak akan
menyebar ke variabel lain karena sektor yang gagal tersebut akan diperbaiki
atau kemunduran suatu peradaban akan lebih lama. Sebaliknya jika sektor
yang lain bereaksi sama layaknya mekanisme pemicu, kegagalan itu
memperoleh momentum melalui rantai reaksi yang berkaitan. Lingkaran
sebab akibat ini akan mengacu pada lingkaran keadilan (circle of equity).
Dua pengait yang paling penting dalam rantai sebab akibat tersebut
adalah pembangunan (g) dan keadilan (j). Pembangunan (g) dianggap penting
karena kecenderungan normal di dalam masyarakat berubah-ubah.
Kecenderungan ini dapat meningkat maupun menurun. Dalam pembahasan
ini, pembangunan yang dimaksud tidaklah semata-mata mengacu pada
pertumbuhan ekonomi. Pembangunan tersebut juga mengacu pada
pembangunan manusia seutuhnya sehingga masing-masing variabel tersebut
(G, S, N, dan W) memperkaya satu sama lain dan dengan cara demikian
semua variabel tersebut memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan atau
kebahagiaan masyarakat.
Keseluruhan variabel tidak hanya menjamin kelangsungan kehidupan
masyarakat, tetapi juga kemajuan peradaban. Suatu pembangunan tidak akan
terlaksana tanpa adanya keadilan. Keadilan yang dimaksud ialah keadilan
yang lebih luas dalam setiap aspek kehdupan manusia. Keadilan dalam
konteks luas ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan tanpa menciptakan
masyarakat yang peduli terhadap persaudaraan dan persamaan sosial.
Keadilan juga dapat tercipta dengan adanya jaminan keselamatan jiwa, hak
milik dan penghormatan bagi setiap orang, pemenuhan kewajiban sosial,
ekonomi, dan politik, hak untuk bebas menentukan tindakan apa yang
diinginkan oleh seseorang dan pencegahan terhadap kejahatan dan
ketidakadilan dalam bentuk apapun.
Sedangkan variabel lain, yaitu syariah (S) mengacu pada nilai-nilai dan
lembaga atau aturan perilaku yang membuat masyarakat (N) bersedia untuk
memenuhi kewajiban mereka terhadap sesama dan mencegah perilaku sosial
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.31

yang menyimpang. Hal itu semua dapat digunakan untuk menjamin keadilan
(j), pembangunan (g), dan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat. Aturan
perilaku dapat bersifat formal dan informal baik tertulis maupun tidak
tertulis. Setiap masyarakat memiliki aturan perilaku berdasarkan sistem nilai
masing-masing yang berlaku di masyarakat. Pedoman utama perilaku dalam
masyarakat Islam disebut syariat (S).
Syariat (S) tidak akan mampu memainkan peranan yang berarti bila
syariat tersebut dijalankan secara benar dan tidak memihak dalam
pelaksanannya. Salah satu tanggung jawab masyarakat (N) dan pemerintah
(G) adalah mewujudkan kesejahteraan (W) dengan menyediakan sumber
daya yang dibutuhkan untuk menegakkan keadilan dan pembangunan,
pemanfaatan yang efektif atas sumber daya tersebut oleh pemerintah (G) dan
kesejahteraan masyarakat (N).
Secara umum analisis Ibnu Khaldun dapat diformulasikan dalam bentuk
persamaan berikut:
G = f (S, N, W, g, j)

Persamaan ini tidak secara umum merepresentasikan model dinamika


Ibnu Khaldun, tetapi persamaan ini mencerminkan karakter interdisipliner
dengan memperhatikan pada semua variabel penting yang telah dibahas
olehnya. Pada persamaan ini, G dianggap sebagai variabel terikat (variabel
dependen), karena salah satu tujuan utamanya adalah untuk menjelaskan
kejayaan dan runtuhnya suatu dinasti (negara) atau pun peradaban. Menurut
Ibnu Khaldun, kekuatan atau kelemahan suatu dinasti tergantung pada
kekuatan dan kelemahan penguasa politik yang berhasil merek wujudkan.
Penguasa politik (G) harus menjamin kesejahteraan masyarakat (N) dengan
menyediakan lingkungan yang sesuai untuk aktualisasi pembangunan (g) dan
keadilan (j) melalui implementasi syariat (S) dan pembangunan dan
pemerataan distribusi kekayaan (W). Hal ini dilakukan untuk kepentingan
bersama dalam jangka panjang.
Akan tetapi, di saat hubungan sebab akibat yang normal tidak seharusnya
diputar balik, hubungan sebab akibat dalam masyarakat yang melingkar dan
saling tergantung yang ditekankan oleh Ibnu Khaldun pada umumnya
cenderung dapat diputar-balik. Setiap variabel bebas dapat dianggap sebagai
variabel terikat, saat variabel yang lain dianggap sebagai variabel bebas. Hal
ini menyiratkan bahwa mekanisme pemicu runtuhnya suatu masyarakat tidak
sepenuhnya sama untuk masyarakat yang lain dan dalam analisis Ibnu
1.32 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Khaldun faktor tersebut dinggap sebagai bagian kegagalan penguasa politik


(G) ataupun kegagalan variabel lain. Sebagai contoh tingginya tingkat
perceraian dapat dianggap sebagai bagian integral masyarakat (N) di dalam
model tersebut. Perceraian merupakan awal dari adanya disintegrasi keluarga
yang kemudian berdampak pada penurunan kualitas pendidikan yang baik
kepada anak-anak. Hal ini yang menyebabkan penurunan kualitas masyarakat
(N) yang merupakan lapisan inti suatu peradaban.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial dan lebih suka untuk
hidup bersama-sama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada,
mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka sendiri
terlebih-lebih untuk mempertahankan diri mereka. Masyarakat sangat
membutuhkan suasana kehidupan saling tolong-menolong dan bekerjasama.
Akan tetapi, mereka tidak dapat saling tolong-menolong dan kerja sama
apabila keadaan suatu negara tengah mengalami konflik, permusuhan, dan
ketidakadilan. Oleh karenanya, diperlukan adanya rasa kebersamaan dan
pemerintah untuk mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan serta
mempersatukan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2, dimana kurang
lebih terjemahnya berbunyi sebagai berikut:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran (QS 5: 2).

Rasa kebersamaan akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan (j)
untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan
kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangunan (W dan g).
Hilangnya keadilan (j) cenderung untuk menimbulkan ketidakpuasan di
antara masyarakat dan berpengaruh buruk terhadap solidaritas masyarakat.
Namun, suatu keadilan mengharuskan adanya suatu aturan dalam perilaku,
aturan berperilaku tercakup dalam syariat (S). Akan tetapi, suatu aturan yang
mengatur prilaku masyarakat tidak akan efektif apabila masyarakat tidak
memahami manfaat dari aturan tersebut dan kekuasaan politik (G) yang
efektif untuk menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Ibnu Khaldun mengelompokkan kekuasaan menjadi tiga jenis. Jenis
pertama ialah kekuasaan yang alamiah atau normal (tabi’i) yang
membolehkan setiap orang untuk memenuhi kepentingan pribadinya (al-
ghard) dan kesenangan hawa nafsu (al-shahwat). Jenis kedua ialah
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.33

kekuasaan politik rasional (siyasah ‘aqliyyah) yang membolehkan setiap


orang untuk memenuhi kepentingan pribadi, duniawi, dan untuk mencegah
kejahatan sesuai dengan prinsip-prinsip rasional. Jenis ketiga ialah kekuasaan
politk berdasarkan moral (siyasah diniyyah atau khilafah) yang
memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan
akhirat sesuai dengan ajaran syariat. Jenis ketiga inilah yang disebut oleh
Chapra sebagai welfare state Islami.
Welfare state Islam harus menempatkan kekuatan yang utama pada
pendidikan, tindakan persuasif dan penciptaan lingkungan yang mendukung
untuk mewujudkan cita-cita negara tersebut. Dengan tidak mengesampingkan
tindakan-tindakan amar ma’ruf nahi munkar. Kedaulatan hendaknya
mengandung kualitas karakter yang mulia sesuai dengan agama dan ilmu
politik. Pemegang kedaulatan harus toleran, moderat, adil, serta menghindari
perbuatan yang dzalim (seperti kelicikan, penipuan, ingkar janji, dll.).
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa negara dapat menyediakan
kepemimpinan yang demikian dengan menciptakan lingkungan yang
mendukung, susunan yang tepat untuk membina dan mendidik masyarakat
dalam rangka menciptakan kualitas yang dibutuhkan dalam masyarakat. Serta
mempromosikan ilmu pengetahuan dan industri, melaksanakan pembangunan
infrastruktur, menjamin hukum dan perundang-undangan, mengedepankan
lingkungan fisik yang sehat. Berbagai hal tersebut membutuhkan efektivitas
dari organisasi politik dalam melaksanakan peranannya pada proses
pembangunan (g).
Jika organisasi politik tidak menetapkan syariat secara efisien maka tidak
akan ada keadilan. Bila tidak ada keadilan maka tidak akan ada kebersamaan.
Ketiadaan kebersamaan maka tidak akan ada lingkungan yang mendukung
terlaksananya implementasi syariah, hukum dan perundang-undangan,
pembangunan, serta kemakmuran. Ketiadaan hal-hal tersebut akan
menjadikan administrasi politik (G) menjadi lemah dan tidak efektif, hal ini
tercermin dalam kemunduran variabel-variabel sosial ekonomi yang penting
(S, N, W, dan j), serta menyebabkan kehancuran dan keruntuhan. Pemerintah
hendaknya menggunakan kekuasannya untuk membuat fungsi pasar berjalan
lancar dan untuk menciptkan lingkungan yang mendukung bagi realisasi
pembangunan (g) dan keadilan (j).
Prilaku masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan akan efektif
bila masyarakat dapat menerima tanpa keberatan dan dijalankan dengan
ikhlas. Syariat akan memenuhi kepentingan masyarakat karena syariat
1.34 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

mengutamakan kerjasama dan menjembatani perbedaan yang ada. Syariat


membantu masyarakat (N) menanamkan kualitas kebaikan seperti ketaatan,
kejujuran, integritas, kesederhanaan, dan perasaan kebersamaan yang dapat
memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan.
Variabel kesejahteraan (W) dan pembangunan (g) menjadi hal yang
penting dalam menciptakan kemakmuran masyarakat karena kelemahan
ataupun kekuatan masyarakat tergantung pada W dan g. Ibnu Khaldun
menerangkan bahwa W dan g tidak tergantung pada potensi sumber daya
alam yang dimiliki, melainkan tergantung pada aktivitas ekonomi yang
dilakukan. Semakin banyak aktivitas ekonomi yang dilakukan maka
pendapatan negara akan semakin besar. Pendapatan yang besar inilah yang
pada akhirnya akan memberikan kontribusi kepada kesejahteraan (W) dan
pembangunan (g). Tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang semakin
tinggi akan memberikan kotribusi terhadap kenaikan pendapatan pajak,
sehingga memungkinkan pemerintah mengeluarkan anggaran yang lebih
untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini menimbulkan perluasan di dalam
lapangan ekonomi dan meningkatkan pembangunan.

C. PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM ISLAM

Pertumbuhan ekonomi menurut salah satu tolak ukur keberhasilan


pembangunan di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi bukanlah sekedar
menjelaskan mengenai perkembangan aktivitas produksi yang terdapat di
suatu negara. Pertumbuhan ekonomi harus dikaitkan dalam mendapatkan
gambaran komprehensif mengenai aktivitas menyeluruh dalam
perekonomian. Tariqi (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan bukan hanya
persoalan ekonomi, melainkan aktivitas manusia yang ditujukan untuk
pertumbuhan dan kemajuan sisi material dan spiritual manusia.
Konsep pertumbuhan ekonomi telah muncul dalam diskusi oleh para
ilmuan muslim klasik. Hal ini sebagaiman yang termaktub dalam Al-Qur’an
surat Hud ayat 61, dimana kurang lebih artinya sebagai berikut.
“...Dia yang menjadikan kamu dari tanah dan menjadikannya kamu
pemakmurnya...” (QS 11: 61)
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.35

Terminologi “memakmurkan tanah” secara implisit mengandung makna


terkait pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ali
bin Abi Thalib kepada seorang Gubernurnya di Mesir.
“Hendaklah kamu memperhatikan pemakmuran tanah dengan perhatian
yang lebih besar daripada orientasi pemungutan pajak, karena pajak
sendiri hanya dapat dioptimalkan dengan pemakmuran tanah.
Barangsiapa yang memungut pajak tanpa memperhatikan pemakmuran
tanah, negara tersebut akan hancur.”

Pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi sebenarnya telah menjadi


perhatian oleh para ilmuan muslim, seperti Ibnu Khaldun dan Abu Yusuf.
Terdapat beberapa pemahaman pokok mengenai pertumbuhan ekonomi yang
dilihat dari perspektif Islam diantaranya mengenai batasan tentang persoalan
ekonomi. Persoalan ekonomi dalam perspektif ekonomi konvensional hanya
terkait persoalan kekayaan dan minimnya sumber-sumber kekayaan.
Perspektif Islam menyatakan bahwa hal itu sesuai dengan kapasitas yang
telah disediakan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
ditujukan untuk mengatasi persoalan kehidupan manusia (Huda dkk, 2015).
Pertumbuhan ekonomi dalam perspektif Islam, tidak sekedar terkait
dengan peningkatan volume barang dan jasa, namun juga terkait dengan
aspek moralitas dan kualitas akhlak serta keseimbangan antara tujuan
duniawi dan ukhrawi. Ukuran keberhasilan pertumbuhan ekonomi tidak
semata-mata dilihat dari sisi pencapaian materi semata, namun juga ditinjau
dari sisi perbaikan kehidupan agama, sosial, dan kemasyarakatan. Jika
pertumbuhan ekonomi yang terjadi justru memicu tercerabutnya nilai-nilai
keadilan dan kemanusiaan, maka dipastikan pertumbuhan tersebut tidak
sesuai dengan prinsip syariah (Beik dan Arsyanti, 2016).
Islam tidak melihat pertumbuhan kekayaan sebagai sesuatu yang terpisah
dengan cara distribusinya dan tuntutan realisasi keadilan sosial. Hal ini
karena Islam terhubung dengan cara distribusinya, tuntutan untuk
merealisasikan pertumbuhan kekayaan bagi anggota masyarakat dalam
suasana kemudahan dan kasih sayang, dan berbagai persyaratan yang
memungkinkan mereka dapat saling memberi dan menjalankan tugas dalam
kehidupan ini. Islam pada sisi yang lain mendorong agar produk masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan pokok semua anggotanya dengan sejumlah
komoditas yang memang diperlukan dalam tingkat berimbang bagi
keseluruhan untuk mendapatkannya.
1.36 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Berikut ini, Tariqi (2004) menguraikan beberapa karakteristik


pertumbuhan ekonomi dalam perspektif Islam.
1. Serba meliputi, Islam memandang pertumbuhan bukan hanya sekedar
materi, namun memiliki tujuan yang lebih universal yaitu untuk
menciptakan keadilan sosial. Islam berada dalam posisi yang lebih utama
yaitu dalam terwujudnya masyarakat yang sempurna dari semua aspek.
Masyarakat yang mencerminkan keadilan sosial dalam aturan-aturan
buatan manusia hadir dalam bentuk yang hambar jika dibandingkan
dengan tujuan-tujuan penting yang ingin dijaga oleh Islam.
2. Berimbang, pertumbuhan ekonomi dalam Islam tidak hanya
diorientasikan untuk menciptakan pertambahan produksi, namun
ditujukan berlandaskan keadilan distribusi. Keadilan dilakukan dengan
memberlakukan kebaikan bagi semua manusia dalam kondisi apa pun.
Tujuan pertumbuhan ekonomi dalam Islam yaitu adanya kesempatan
semua anggota masyarakat untuk mendapatkan kecukupan dan bukan
kekurangan.
3. Realistis, sifat realistis dalam bidang pertumbuhan ekonomi menjelaskan
bahwa Islam melihat persoalan ekonomi dan sosial yang mungkin terjadi
di masyarakat Islam dengan tawaran posisi yang juga realistis. Salah satu
contoh realistis dalam Islam terkait pemecahan masalah kemiskinan
ialah dengan hadirnya instrumen zakat.
4. Keadilan, Islam dalam menegakkan hukum-hukumnya didasarkan atas
landasan keadilan di antara manusia. Allah telah memerintahkan untuk
berbuat adil dalam banyak ayat Al-Qur’an. Sebagaimana salah satunya
termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nahl Ayat 90, dimana artinya
berbunyi:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari
berbuat keji, kemunkaran, dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepada kamu agar kamu mendapat pelajaran”
(QS 16: 90).

5. Bertanggung jawab, landasan adanya tanggung jawab sebagai salah satu


pondasi paling penting diungkapkan secara jelas dan gamblang dalam
syariat Islam. Jika mengikuti syariat ini, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa adanya tanggung jawab ada dua sisi, yaitu (a) tanggung jawab
antara sebagian anggota masyarakat atas sebagian golongan lainnya; (b)
tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.37

6. Mencukupi, Islam tidak hanya menetapkan adanya karakteristik


tanggung jawab semata, namun tanggung jawab itu haruslah mutlak dan
mampu mencakup realisasi kecukupan bagi semua manusia. Oleh
karenanya, Islam membagi tanggung jawab itu sebagai kewajiban atas
golongan kaya, kerabat, orang-orang yang diberi kemudahan dan negara,
hingga semua potensi ini menjadi satu sinergi besar untuk mengatasi
persoalan ekonomi.
7. Berfokus pada manusia, pertumbuhan ditujukan untuk menciptakan
batas kecukupan bagi seluruh rakyat. Fokus pertumbuhan dalam
ekonomi Islam tidak lain adalah manusia itu sendiri. Pembangunan dari
aspek spiritual penting agar manusia tidak diperbudak oleh materi.

Beik dan Arsyanti (2016) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut.
1. Sumber daya yang dapat diinvestasikan (investible resources).
Investible resources dapat didefinisikan sebagai segala sumber daya
yang dapat digunakan untuk menggerakkan roda perekonomian. Sumber
daya tersebut antara lain: sumber daya alam, maupun sumber daya
modal. Sumber daya alam merupakan anugerah dari Allah dan telah
disiapkan oleh Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah-Nya di
muka bumi. Oleh karenanya, harus dapat dioptimalkan dengan baik dan
tentunya dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan alam
dengan baik.
2. Sumber daya manusia (SDM) dan entrepreneurship.
Kunci penggerak utama dalam perekonomian menurut ekonomi syariah
ialah bergeraknya sektor riil. Oleh karenanya, memiliki SDM yang
memiliki jiwa wirausaha sangatlah efektif untuk menggerakkan sektor
riil. Menumbuhkan karakter wirausaha sangatlah penting dalam
mewujudkan kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi dapat dicapai
melalui pemenuhan dua hal, yaitu optimalisasi potensi lokal, dan
pengembangan budaya bisnis syariah.
3. Teknologi dan inovasi.
Perkembangan teknologi merupakan faktor yang dapat mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi. Saat ini, perkembangan teknologi telah
memasukan tahap revolusi industri keempat, yaitu berbasis kepada
pengembangan internet. Teknologi akan mampu melahirkan efisiensi,
dan peningkatan pertumbuhan ekonomi secara cepat. Teknologi dan
1.38 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

inovasi ini erat kaitannya dengan faktor sumber daya manusia pula, oleh
karenanya perubahan radikal dalam sistem pendidikan sangatlah
diperlukan. Perlu ada perubahan kurikulum yang dapat mengadopsi dan
menumbuhkan jiwa kreatif dan wirausaha, dimana mampu menghasilkan
inovasi-inovasi di dalam teknologi.

D. DIMENSI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN DALAM


PEMBANGUNAN ISLAM

Pertumbuhan ekonomi yang akseleratif diharapkan akan mampu


melahirkan kesejahteraan. Namun kesejahteraan yang hakiki akan melalui
proses sinergitas antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi. Beik dan
Arsyanti (2016) mengemukakakn bahwa terdapat empat indikator utama
terkait dengan konsep kesejahteraan dalam pembangunan Islam.
1. Indikator pertama, ialah sistem nilai Islam. Pada indikator pertama, basis
dari kesejahteraan adalah ketika nilai ajaran Islam menjadi panglima
dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa.
2. Indikator kedua, ialah kekuatan ekonomi (industri dan perdagangan).
Kesejahteraan tidak dapat diraih ketika kegiatan ekonomi tidak berjalan
sama sekali. Inti dari kegiatan ekonomi terletak pada sektor riil, yaitu
bagaimana memperkuat industri dan perdagangan. Sektor riil inilah yang
menyerap angkatan kerja paling banyak dan menjadi inti dari ekonomi
syariah.
3. Indikator ketiga, ialah pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi.
Suatu masyarakat tidak mungkin disebut sejahtera apabila kebutuhan
dasar mereka tidak terpenuhi. Demikian pula, apabila yang bisa
memenuhi kebutuhan dasar ini hanya sebagian masyarakat. Islam
mengajarkan bahwa sistem distribusi yang baik adalah sistem distribusi
yang mampu menjamin rendahnya angka kemiskinan dan kesenjangan,
serta menjamin bahwa perputaran roda perekonomian dapat dinikmati
oleh semua lapisan masyarakat.
4. Indikator keempat, ialah keamanan dan ketertiban sosial. Masyarakat
yang sejahtera apabila segala macam konflik horisontal dapat dicegah.
Masyarakat yang sudah sejahtera cenderung tidak akan melakukan
tindak kejahatan. Banyak kita lihat berita di media massa, bahwa
sebagian besar alasan orang melakukan tindak kejahatan ialah karena
kebutuhan. Oleh karenanya kesejahteraan yang semakin meningkat akan
secara konsisten menurunkan tindak kejahatan atau dengan kata lain
semakin meningkatnya keamanan.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.39

Myrdal sebagaimana yang dikutip Arief (2002) mengemukakan dimensi


keadilan, sebagai berikut.
1. Sebagian besar rakyat di negara-negara sedang berkembang berada
dalam kondisi-kondisi kehidupan yang menyedihkan baik dalam tingkat
kesehatan, fasilitas pendidikan, perumahan, dan sanitasi. Hal ini jelas
menjadi faktor yang menjadikan mereka tidak memiliki kapasitas untuk
bekerja secara intensif sehingga tingkat produksi keseluruhan dalam
negara-negara ini yang berasal dari kekuatan rakyat relatif sangat rendah.
Menaikkan pendapatan riil rakyat sehingga memungkinkan mereka
memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak tentu akan
mendorong kenaikan produktvitas dan produksi nasional.
2. Adanya social inequality dalam kehidupan sosial ekonomi
mengakibatkan rendahnya social mobility sehingga menimbulkan suatu
situasi free competition yang kejam dan mematikan golongan ekonomi
lemah. Pada akhirnya ini merusak perkembangan ekonomi.
3. Adanya pendapat yang keliru yang menyatakan bahwa dengan
menimbulkan berakumulasinya kekayaan di tangan segelintir orang akan
cenderung untuk melaksanakan investasi produktif secara besar-besaran.
Fakta menunjukkan bahwa orang kaya di negara sedang berkembang
ialah orang-orang yang terkenal sebagai orang yang banyak melakukan
pelarian modal dan aset ke luar negeri, karena tidak aman di sekitar
rakyat yang melarat. Hal ini dibarengi dengan sistem pengumpulan pajak
yang lemah, maka tabungan yang diharapkan terkumpul dengan banyak
dari orang kaya ini menjadi tidak dapat direalisasikan.
4. Konsolidasi nasional hanya mungkin terjadi jikalau kehidupan sosial
ekonomi mengandung keadilan sosial. Proses konsolidasi nasional hanya
akan menjadi ilusi jika jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar
dan terus melebar.
1.40 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskanlah esensi dari Qur’an surat Asy-Syams ayat 7-10.
2) Berikanlah contoh salah satu sebab-akibat runtuhnya suatu peradaban
ditentukan oleh masyarakat.
3) Sebutkan pengelompokkan kekuasaan menurut Ibnu Khaldun.

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Pada Qur’an Asy-Syams ayat 7-10 menggambarkan betapa pentingnya


aspek kesucian jiwa dalam suatu proses pembentukan karakter manusia.
Hal ini menjadikan suatu kesadaran betapa pentingnya pemerintah
menaruh perhatian pula kepada aspek spiritual dan moral. Manusia
merupakan penciptaan yang sempurna apabila mampu memadukan
pembangunan yang tidak hanya menyentuh aspek material semata,
melainkan telah mampu pula menyentuh aspek pembangunan karakter
melalui pembangunan spiritual dan moral.
2) Disintegrasi keluarga dapat menjadi salah satu penyebab jatuhnya suatu
peradaban. Disintegrasi keluarga yang kemudian berdampak pada
penurunan kualitas pendidikan yang baik kepada anak-anak. Hal ini yang
menyebabkan penurunan kualitas masyarakat (N) yang merupakan
lapisan inti suatu peradaban.
3) Pengelompokkan kekuasaan menurut Ibnu Khaldun, ialah Jenis pertama
ialah kekuasaan yang alamiah atau normal (tabi’i) yang membolehkan
setiap orang untuk memenuhi kepentingan pribadinya (al-ghard) dan
kesenangan hawa nafsu (al-syahwat). Jenis kedua ialah kekuasaan politik
rasional (siyasah ‘aqliyyah) yang membolehkan setiap orang untuk
memenuhi kepentingan pribadi, duniawi, dan untuk mencegah kejahatan
sesuai dengan prinsip-prinsip rasional. Jenis ketiga ialah kekuasaan
politk berdasarkan moral (siyasah diniyyah atau khilafah) yang
memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan
akhirat sesuai dengan ajaran syariat.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.41

R A NG KU M AN

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam


berdasarkan konsep dasar dalam Islam, yaitu tauhid dan berdasarkan
rujukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah, adalah (a) pemenuhan
kebutuhan dasar manusia; (b) memastikan kesetaraan kesempatan
untuk semua orang; (c) mencegah terjadinya pemusatan kekayaan;
(d) memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi
nilai-nilai moral; (e) memastikan stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi.
2. Asas-asas dalam suatu sistem ekonomi Islam, ialah asas: (a) suka
sama suka; (b) keadilan; (c) saling menguntungkan dan tidak ada
pihak yang dirugikan; (d) tolong menolong dan saling membantu.
3. Rumusan yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun mencerminkan
karakter interdisipliner dan dinamis. Rumusan tersebut
menghubungkan semua variabel-variabel sosial, ekonomi dan
politik termasuk syariah (S), kekuasaan politik atau pemerintah (G),
masyarakat (N), kekayaan atau sumber daya atau maal (W,
pembangunan atau imarah (g), dan keadilan atau ‘adl (j).
4. Pertumbuhan ekonomi sebaiknya diartikan bukan hanya kegiatan
produksi semata, melainkan harus pula berkaitan dengan keadilan
distributif. Islam tidak melihat pertumbuhan kekayaan sebagai
sesuatu yang terpisah dengan cara distribusinya dan tuntutan
realisasi keadilan sosial.

TES F OR M AT IF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Salah satu prinsip dasar ekonomi Islam yang ditawarkan oleh Choudhury
ialah….
A. musyawarah mufakat
B. bekerja individual
C. distribusi kekayaan yang merata
D. tauhid dan persaudaraan

2) Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam


berdasarkan tauhid ialah….
A. pemenuhan kebutuhan sekunder manusia
1.42 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

B. distribusi merata untuk semua orang


C. memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang
D. penurunan dalam kesejahteraan warga negara

3) Salah satu asas dalam suatu sistem ekonomi Islam, ialah asas….
A. saling meninggikan
B. ketergantungan
C. keadilan
D. saling menjatuhkan

4) Berikut ini merupakan salah satu variabel yang terdapat dalam model
rumusan Ibnu Khaldun....
A. politik
B. perang
C. musyawarah
D. pemerintah

5) Kekuasaan politik berdasarkan moral biasa juga dikenal dengan welfare


state...
A. Islami
B. atheis
C. sosialis
D. kapitalis
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.43

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.44 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Kegiatan Belajar 3

Maqashid Syariah dan


Pembangunan Ekonomi

D alam Kegiatan Belajar 3 ini, kita akan membahas tentang Konsep Dasar
Mashlahah, Konsep Dasar Maqashid Syariah, Mashlahah, Maqashid
Syariah, dan Pembangunan Ekonomi.

A. KONSEP DASAR MASHLAHAH

Mashlahah dalam syariat Islam memiliki dhowabith (batasan) yang


harus dipenuhi untuk menentukan substansi mashlahah yang bersifat umum
(kulli) dan mengaitkannya dengan dalil hukum (tafshili), sehingga ada
keterkaitan antara aspek kulli dan tafshili-nya. Batasan ini juga sangat
penting agar mashlahah yang dimaksud adalah mashlahah yang dikehendaki
oleh Allah SWT. Terdapat tiga batasan mashlahah (Sahroni dan Karim
2017).

1. Batasan Pertama, Mashlahah Itu Termasuk Bagian dari Maqashid


Syariah
Mashlahah yang dimaksud harus salah satu bagian dari 5 (lima) unsur
dalam maqashid syariah atau tujuan yang Allah SWT inginkan pada
makhluknya, yaitu (a) memenuhi hajat agamanya; (b) memenuhi hajat
jiwanya; (c) memenuhi hajat akalnya; (d) memenuhi hajat keturunannya; (e)
memenuhi hajat hartanya.
Kelima hajat tersebut didasarkan pada istiqra’ (telaah) terhadap hukum-
hukum furu (juz’iyyat) bahwa seluruh hukum-hukum furu tersebut memiliki
tujuan yang sama, yaitu melindungi kelima hajat manusia tersebut. Setiap
perilaku ataupun kebijakan yang bertujuan untuk memenuhi kelima hajat
tersebut adalah mashlahah, dan sebaliknya setiap perilaku atau kebijakan
yang menghilangkan kelima hajat tersebut adalah mafsadat. Suatu hal dapat
dikategorikan mashlahah jika bagian dari kulliatu al-khamsah tersebut, dan
jika bukan bagian dari kulliatu al-khamsah maka tidak bisa dikategorikan
mashlahah.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.45

2. Batasan Kedua, Tidak Bertentangan dengan Al-Qur’an dan


As-Sunnah
Setiap mashlahah harus menjadi bagian dari lima maqashid syariah itu
tidak cukup, tetapi harus dipastikan tidak bertentangan dengan nash Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Al-Buthi menjelaskan bahwa setiap mashlahah yang
bertentangan dengan Al-Qur’an terbagi pada dua bagian (Oni dan Karim,
2017).
a. Mashlahah yang didasarkan pada asumsi dan tidak didasarkan pada
qiyas, nash yang qoth’i dilalah (tidak multi tafsir), maka kekuatan
hukum mashlahah tersebut menjadi batal.
b. Mashlahah yang didasarkan pada qiyas yang benar. Mashlahah sebagai
far’ yang diqiyaskan kepada ashl karena memiliki illat yang sama. Jika
mashlahah seperti ini bertentangan dengan Al-Qur’an, sedangkan
perbedaan antara keduanya adalah perbedaan juz’i, maka hakikatnya
perbedaan ini adalah perbedaan antara dua dalil yang memiliki kekuatan
hukum yang sama.

Seluruh ulama telah berkonsensus bahwa mashlahah yang memiliki


sandaran qiyas, jika bertentangan dengan As-Sunnah yang bersifat qot’i
ataupun zhanni, maka mashlahah tersebut tidak berkekuatan hukum. Jika
mashlahah didasarkan pada qiyas, maka ada dua kategori hukum.
a. Jika mashlahah didasarkan pada qiyas, tetapi bertentangan dengan nash
qathi’ dan sharih, maka qiyas tersebut adalah qiyas fasid (qiyas yang
salah) dan tidak bisa dijadikan sandaran hukum.
b. Jika mashlahah didasarkan pada qiyas, tetapi bertentangan dengan nash
zhanni, dan pertentangan ini bisa diselesaikan dengan cara takhsis, maka
hukumnya dikembalikan kepada ijtihad para mujtahid untuk
menggabungkan antara nash dan bukan memilih mashlahah dan
meninggalkan nash.

Al-Qur’an dan As-Sunnah ialah sumber hukum (al-ashl) dan mashlahah


adalah salah satu muatan hukumnya, maka tidak mungkin muatan hukum
bertentangan dengan sumber hukum. Oleh karena itu, mashlahah yang
bertentangan dengan sumber hukum itu bukanlah mashlahah. Setiap
mashlahah harus memiliki sandaran dalil baik Al-Qur’an, hadits, ijma’
ataupun qiyas atau minimal tidak ada dalil yang menentangnya. Jika
mashlahah itu berdiri sendiri, maka mashlahah menjadi tidak berlaku dan
1.46 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

mashlahah tersebut tidak berlaku pula serta tidak bisa dijadikan sandaran.
Mashlahah tidak bisa dijadikan dalil yang berdiri sendiri dan sandara hukum-
hukum tafshili tetapi legalitasnya harus didukung dalil-dalil syari’i.

3. Batasan Ketiga, Tidak Bertentangan dengan Mashlahah yang Lebih


Besar
Mashlahah menjadi berkekuatan hukum, jika tidak bertentangan dengan
mashlahah yang lebih besar. Jika terdapat mashlahah yang lebih besar, maka
mashlahah yang lebih kecil itu menjadi batal. Setiap hukum fikih tidak akan
melahirkan mashlahah atau tidak mengandung mashlahah kecuali jika
mashlahah tersebut sesuai dengan hukum tersebut. Mashlahah bisa sesuai
dengan hukum tersebut jika tidak bertentangan dengan mashlahah yang lebih
besar atau yang setara.
Mashlahah adalah kaidah umum yang disarikan dari banyak masalah
furu’ yang bersumber kepada dalil-dalil hukum. Maksudnya, hukum-hukum
fikih dalam masalah furu’ dianalisis dan disimpulkan bahwa semuanya
memiliki satu titik kesamaan, yaitu memenuhi atau melindungi mashlahah
hamba di dunia dan akhiratnya.
Oni dan Karim (2017) menyatakan bahwa mashlahah memiliki dua
kedudukan, yaitu:
1. mashlahah sebagai salah satu sumber hukum, khususunya dalam
mashlahah yang tidak dijelaskan dalam nash;
2. mashlahah adalah target hukum, maka setiap hasil ijtihad dan hukum
syariah harus dipastikan memenuhi aspek mashlahah dan hajat manusia.
Singkatnya, mashlahah menjadi indikator sebuah produk ijtihad.

Setiap perbuatan dipandang oleh syara’ berdasarkan mashlahah atau


masfadah yang terdapat dalam perbuatan tersebut.
1. Jika perbuatan tersebut memiliki mashlahah yang besar, maka perbuatan
tersebut termasuk dalam kategori rukun.
2. Jika perbuatan tersebut memiliki mafsadat yang besar, maka perbuatan
tersebut termasuk dalam kategori dosa besar.
3. Jika perbuatan tersebut memiliki mashlahah yang tidak besar, maka
perbuatan tersebut termasuk dalam kategori ihsan.
4. Jika perbuatan tersebut memiliki mafsadat yang kecil, maka perbuatan
tersebut termasuk kategori dosa kecil.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.47

B. KONSEP DASAR MAQASHID SYARIAH

Maqashid syariah dapat didefinisikan sebagai tujuan untuk


merealisasikan mashlahah setiap manusia dan menghindarkan mafsadah.
Asy-Syatibi menjelaskan ada 5 (lima) bentuk maqashid syariah atau yang
biasa disebut kulliyat al-khamsah, yaitu:
1. hifdzu din (melindungi agama),
2. hifdzu nafs (melindungi jiwa),
3. hifdzu aql (melindungi pikiran),
4. hifdzu mal (melindungi harta),
5. hifdzu nasab (melindungi keturunan).

Kelima maqashid tersebut di atas bertingkat-tingkat sesuai dengan


tingkat mashlahah dan kepentingannya. Tingkatan urgensi dan kepentingan
tersebut ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
1. Dharuriyat, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi, yang jika tidak
dipenuhi maka akan membuat kehidupan menjadi rusak.
2. Hajjiyat, yaitu kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi, yang jika tidak
dipenuhi akan mengakibatkan kesulitan.
3. Tahsiniyat, kebutuhan pelengkap, yang jika tidak dipenuhi akan
membuat kehidupan menjadi kurang nyaman.

Kelima hajat tersebut didasarkan pada istiqra’ (telaah) terhadap hukum-


hukum furu (juz’iyyat), bahwa seluruh hukum-hukum furu’ tersebut memiliki
tujuan yang sama, yaitu melindungi kelima hajat manusia tersebut. Hal ini
menjadi salah satu perbedaan paradigma mendasar pula dalam proses
pembangunan ekonomi dalam ekonomi Islam. Pencapaian tujuan dalam
pembangunan ekonomi haruslah selaras dengan maqashid syariah.
Mashlahah dan maqashid syariah tidak bisa dijadikan satu-satunya alat
untuk memutuskan hukum dan fatwa. Akan tetapi, setiap fatwa dan ijtihad
harus menggunakan kaidah-kaidah ijtihad yang lain sebagaimana yang ada
dalam bahasan Ushul Fikih. Lembaga Fikih OKI (Organisasi Konferensi
Islam) menegaskan bahwa setiap fatwa harus menghadirkan maqashid
syariah, karena maqashid syariah memberikan manfaat sebagai berikut.
1.48 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

1. Bisa memahami nash-nash Al-Qur’an dan Hadits beserta hukumnya


secara komprehensif.
2. Bisa mentarjih salah satu pendapat fuqaha berdasarkan maqashid syariah
sebagai salah satu standar (murajjihat).
3. Memahami ma’alat (pertimbangan jangka panjang) kegiatan dan
kebijakan manusia, serta mengaitkannya dengan ketentuan hukumnya.

Tiga hal di atas menunjukkan bahwa mengaitkan status hukum dengan


maqashid syariah itu sangat penting supaya produk-produk hukum ataupun
kebijakan itu tidak bertentangan dengan mashlahah dan hajat manusia.
Asy-Syatibi sebagaimana yang dikutip pada Oni dan Karim (2017)
menyebutkan berikut ini beberapa hal untuk mengenali maqashid syariah.
1. Memahami maqashid syariah sesuai dengan ketentuan bahasa Arab,
karena nash-nash Al-Qur’an dan Hadits menggunakan bahasa Arab.
2. Memahami Al-Awamir wa an-nawahi (perintah dan larangan) Allah
SWT, karena dibalik perintah atau larangan terkandung maksud dan
tujuan.
3. Mengetahui ‘illat dalam setiap perintah dan larangan Allah SWT, karena
dengan mengetahui ‘illat, maka akan mengenalkan pada hikmah dan
maqashid dalam perintah dan larangan Allah SWT.
4. Maqashid ashliyah wa maqashid taba’iyyah (maqashid inti dan
maqashid pelengkap). Dengan mengetahui maqashid taba’iyyah
(maqashid pelengkap), maka akan diketahui maqashid ashliyah
(maqashid inti).
5. Sukut syaari’ (Allah SWT tidak menjelaskan hukum tertentu).
6. Istiqra’ (meneliti hukum dalam masalah furu’ (masalah-masalah detail
hukum) untuk menemukan satu maqashad (tujuan) dan ‘illat yang
menjadi titik persamaan seperti kulliyatu al-khomsah yang dihasilkan
dari istiqra’ tersebut.
7. Masalik at-ta’lil (cara mengetahui ‘illat) yaitu dengan menggunakan
ijma’, nash, tanbih, dan munasabah. Terkhusus tanbih dan munasabah
itu biasanya digunakan untuk mengungkap maqashid juz’iyyah
(maqashid khusus) dan bukan maqashid ‘ammah (maqashid umum).

Selanjutnya akan kita bahas kaidah-kaidah untuk mengetahui maqashid


syariah. Hal ini diperlukan dalam proses pengambilan kebijakan ekonomi.
Kaidah-kaidah tersebut ialah sebagai berikut (Oni dan Karim, 2017).
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.49

1. Kaidah pertama, ialah seluruh ketentuan syariah memiliki maksud


(maqashid). Allah SWT tidak menciptakan sesuatu kecuali untuk tujuan
tertentu, Ia juga memberi atau tidak memberi kecuali untuk target
tertentu, begitu pula ia tidak menambah atau mengurangi sesuatu kecuali
atas hikmah tertentu pula.
2. Kaidah kedua, ialah taqshid (menentukan maqashid) itu harus
berdasarkan dalil. Tidak boleh menetapkan atau menafikan maqashid
syariah kecuali atas dasar dalil. Oleh karena itu, menisbatkan suatu
maqashad (tujuan hukum) atas hukum tertentu dalam syariat Islam itu
sama halnya menisbatkan sebuah perkataan dan hukum kepada Allah
SWT.
3. Kaidah ketiga, ialah menertibkan mashlahah dan mafasadah. Menurut
Islam, mashlahah dan mafsadat itu berbeda-beda tingkat urgensi dan
kepentingannya. Jika maqashid (tujuan) itu bertingkat-tingkat dan
berbeda tingkat kepentingannya maka hal yang sama terjadi pada wasail
(sarana) karena setiap ada tujuan (maqashid), maka harus ada sarana
(wasail) yang menghantarkan kepada tujuan tersebut.
4. Kaidah keempat, ialah membedakan antara maqashid dan wasa’il dalam
setiap ketentuan Allah.

C. MASHLAHAH, MAQASHID SYARIAH DAN PEMBANGUNAN


EKONOMI

Kesejahteraan sebagai tujuan utama pembangunan dapat dicapai apabila


aspek kedaulatan ekonomi dan tata kelola perekonomian yang baik dapat
diwujudkan secara nyata. Oleh karenanya, membangun kedaulatan ekonomi
dan tata kelola perekonomian yang baik merupakan prasyarat utama bagi
tercapainya kondisi kesejahteraan masyarakat dan bangsa (Beik dan Arsyanti,
2016).
Kedaulatan ekonomi dapat ditegakkan melalui kebijakan ekonomi yang
berbasis pada konsep mashlahah. Mashlahah adalah suatu konsep yang
mendasarkan pada dua aspek utama, yaitu manfaat dan berkah.
Kemashlahatan akan tercapai ketika yang muncul dari sebuah proses adalah
kemanfaatan dan keberkahan. Suatu proses pembangunan ekonomi haruslah
berorientasi pada pencapaian mashlahah yang lebih besar bagi masyarakat.
Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan yang dihasilkan
dapat membawa manfaat dan keberkahan, yaitu (Beik dan Arsyanti, 2016):
1.50 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

1. kebijakan tersebut harus sesuai dengan maqashid syariah, atau tujuan


syariat Islam;
2. dasar orientasi kebijakan tersebut adalah pada perlindungan kepentingan
kaum dhuafa.

Selain aspek kedaulatan ekonomi, aspek kedua yang dapat


mengakselerasi terwujudnya kesejahteraan adalah aspek tata kelola
perekonomian. Tata kelola ini merupakan variabel yang sangat penting,
karena terkait dengan bagaimana mengelola suatu perekonomian. Terdapat
tiga hal yang tidak dapat dipisahkan dari aspek tata kelola ini, yaitu
transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Transparansi merupakan hal yang sangat mendasar, hal ini berkaitan
dengan keterbukaan dan kemudahan publik dalam mengakses informasi.
Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan harus memiliki ruang untuk
mengakses beragam informasi yang relevan serta memberikan masukan dan
saran bagi perbaikan kinerja perekonomian.
Hal kedua berkenaan dengan aspek tata kelola ialah profesionalitas.
Profesionalitas merupakan prinsip dasar yang akan menjamin bekerjanya
mesin perekonomian, serta menentukan kualitas output yang dihasilkannya.
Ajaran Islam telah memerintahkan umat ini untuk senantiasa profesional,
sehingga segala potensi dan sumber daya yang dimiliki dapat dioptimalkan.
Profesionalitas juga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
perekonomian dalam mencapai tujuannya.
Sedangkan hal ketiga berkenaan dengan aspek tata kelola ialah
akuntabilitas atau pertanggungjawaban. Ajaran Islam ialah ajaran yang
sangat menekankan pentingnya pertanggungjawaban baik pertanggung-
jawaban administratif dan etika di dunia maupun pertanggungjawaban nanti
di akhirat. Pertanggungjawaban administratif merupakan instrumen yang
menjamin setiap rupiah yang dikeluarkan akan selaras dengan tujuan
pembangunan ekonomi tanpa terkontaminasi oleh korupsi dan
penyalahgunaan wewenang.
Tujuan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam akan
sedikit berbeda dengan tujuan pembangunan ekonomi dalam perspektif
ekonomi konvensional. Pembangunan ekonomi konvensional hanya
berorientasi pada aspek materiil semata, sedangkan pencapaian pembangunan
ekonomi Islam harus berorientasi pada maqashid syariah.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.51

Sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya tujuan utama maqashid


syariah ialah terletak pada perwujudan kemaslahatan manusia yang terletak
pada perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan
(nasl), dan kekayaan (maal). Ekonomi Islam lebih memiliki perspektif yang
lebih holistik dalam suatu proses pembangunan ekonomi di masyarakat.
Maqashid syariah yang pada akhirnya akan mampu membedakan
pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam dengan perspektif
ekonomi konvensional.

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebutkan syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan yang dihasilkan
dapat membawa manfaat dan keberkahan.
2) Sebutkan tiga batasan mashlahah dalam syariah Islam.
3) Sebutkan tujuan utama maqashid syariah.

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan yang dihasilkan
dapat membawa manfaat dan keberkahan, yaitu: (a) Kebijakan tersebut
harus sesuai dengan maqashid syariah; (b) Dasar orientasi kebijakan
tersebut adalah pada perlindungan kepentingan kaum dhuafa.
2) Terdapat tiga batasan mashlahah dalam syariat Islam, yaitu (a)
Mashlahah itu termasuk bagian dari maqashid syariah; (b) Mashlahah
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah; (c) Mashlahah
tidak bertentangan dengan mashlahah yang lebih besar.
3) Tujuan utama maqashid syariah ialah terletak pada perwujudan
kemaslahatan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap agama
(dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal).
1.52 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

R A NG KU M AN

1. Kesejahteraan sebagai tujuan utama pembangunan dapat dicapai


apabila aspek kedaulatan ekonomi dan tata kelola perekonomian
yang baik dapat diwujudkan secara nyata. Oleh karenanya,
membangun kedaulatan ekonomi dan tata kelola perekonomian yang
baik merupakan prasyarat utama bagi tercapainya kondisi
kesejahteraan masyarakat dan bangsa.
2. Tujuan utama maqashid syariah ialah terletak pada perwujudan
kemaslahatan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap
agama (dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan kekayaan
(maal).
3. Tingkatan urgensi dan kepentingan ada 3 (tiga), yaitu (a) dharuriyat,
yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi, yang jika tidak dipenuhi maka
akan membuat kehidupan menjadi rusak; (b) hajiyat, yaitu
kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi, yang jika tidak dipenuhi akan
mengakibatkan kesulitan; (c) tahsinat, kebutuhan pelengkap, yang
jika tidak dipenuhi akan membuat kehidupan menjadi kurang
nyaman.
4. Lembaga Fikih OKI (Organisasi Konferensi Islam) menegaskan
bahwa setiap fatwa harus menghadirkan maqashid syariah karena
maqashid syariah memberikan manfaat sebagai berikut: (a) bisa
memahami nash-nash Al-Qur’an dan Hadits beserta hukumnya
secara komprehensif; (b) bisa mentarjih salah satu pendapat fuqaha
berdasarkan maqashid syariah sebagai salah satu standar
(murajjihat); (c) memahami ma’alat (pertimbangan jangka panjang)
kegiatan dan kebijakan manusia, serta mengaitkannya dengan
ketentuan hukumnya.

TES F OR M AT IF 3

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Faktor yang tidak berkenaan dengan aspek tata kelola perekonomian


adalah….
A. transparansi
B. profesionalitas
C. akuntabilitas
D. mashlahah
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.53

2) Bisa memahami nash-nash Al-Qur’an dan Hadits beserta hukumnya


secara komprehensif merupakan....
A. unsur dalam pengambilan fatwa
B. panduan untuk menggantikan nash yang syar’i
C. tujuan dalam pembentukan fatwa
D. manfaat maqashid syariah dalam fatwa

3) kebutuhan yang harus dipenuhi, yang jika tidak dipenuhi maka akan
membuat kehidupan menjadi rusak disebut dengan ….
A. tahsiniyat
B. dharuriyat
C. hajjiyat
D. mudharat

4) Jika perbuatan tersebut memiliki mashlahah yang besar, maka perbuatan


tersebut termasuk dalam kategori....
A. rukun
B. dosa besar
C. dosa kecil
D. ihsan

5) Jika mashlahah didasarkan pada qiyas, tetapi bertentangan dengan nash


qathi’ dan sharih, maka qiyas tersebut adalah qiyas....
A. fasid
B. ahsan
C. yang diterima
D. mashlahah
1.54 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang
belum dikuasai.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.55

Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 1
1) Jawaban: A
Menurut Jhingan (2012) pembangunan ekonomi didefinisikan dalam tiga
cara. Salah satunya ialah berkaitan dengan kenaikan pendapatan riil per
kapita dalam jangka panjang. Para ekonom berpendapat sama dalam
mendefinisikan pembangunan ekonomi dalam arti kenaikan pendapatan
atau output riil per kapita.
2) Jawaban: B
Secara umum terdapat beberapa karakteristik negara sedang
berkembang, yaitu: (a) Tingkat kemakmuran relatif rendah; (b)
Produktivitas pekerja sangat rendah; (c) Tingkat pertumbuhan penduduk
sangat tinggi; (d) Kegiatan ekonomi bersifat dualistis; (e) Kegiatan
ekonomi terpusat di sektor pertanian; (f) Bahan mentah merupakan
ekspor penting.
3) Jawaban: B
Faktor yang dapat menghambat pembangunan menurut M.L. Jhinghan
ialah: (a) Tingkat pembentukan modal yang rendah; (b) Hambatan sosio-
budaya; (c) Dampak kekuatan internasional.
4) Jawaban: D
Terdapat beberapa prasyarat pembangunan, yaitu: (a) Atas dasar
kekuatan sendiri; (b) Menghilangkan ketidaksempurnaan pasar; (c)
Perubahan struktural; (d) Pembentukan modal; (e) Menentukan investasi
yang tepat; (f) Persyaratan sosio-budaya; (g) Administrasi dan birokrasi
5) Jawaban: A
Ciri-ciri ekspor di negara berkembang ialah: (a) Sebagian besar barang-
barang yang diekspor merupakan hasil industri primer dan masih
merupakan bahan mentah; (b) Jenis-jenis bahan mentah yang diekspor
sangat terbatas; (c) Sektor ekspor pada mulanya dikembangkan terutama
oleh pengusaha-pengusaha yang berasal dari negara penjajah.
1.56 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Tes Formatif 2
1) Jawaban: D
Terdapat beberapa prinsip dari ekonomi Islam yang ditawarkan oleh
Choudhury (1986), yaitu: (a) Prinsip tauhid dan persaudaraan; (b)
Prinsip bekerja dan produktivitas; (c) Prinsip distribusi kekayaan yang
adil.
2) Jawaban: C
Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam
berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan
rujukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah: (a) Pemenuhan kebutuhan
dasar manusia; (b) Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua
orang; (c) Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan; (d) Memastikan
kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral; (e)
Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
3) Jawaban: C
Asas-asas dalam suatu sistem ekonomi Islam ialah: (a) Asas suka sama
suka; (b) Asas keadilan; (c) Asas saling menguntungkan dan tidak ada
pihak yang dirugikan; (d) Asas tolong menolong dan saling membantu
4) Jawaban: D
Rumusan yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun mencerminkan karakter
interdisipliner dan dinamis. Rumusan tersebut menghubungkan semua
variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik termasuk syariah (S),
kekuasaan politik atau pemerintah (G), masyarakat (N), kekayaan atau
sumber daya atau maal (W, pembangunan atau imarah (g), dan keadilan
atau ‘adl (j).
5) Jawaban: A
Kekuasaan politk berdasarkan moral (siyasah diniyyah atau khilafah)
yang memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan
dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran syariat. Jenis ketiga inilah yang
disebut oleh Chapra sebagai welfare state Islami.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.57

Tes Formatif 3
1) Jawaban: D
Terdapat tiga hal yang tidak dapat dipisahkan dari aspek tata kelola
perekonomian, yaitu: transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas
2) Jawaban: D
Lembaga Fikih OKI (Organisasi Konferensi Islam) menegaskan bahwa
setiap fatwa harus menghadirkan maqashid syariah karena maqashid
syariah memberikan manfaat sebagai berikut: (a) Bisa memahami nash-
nash Al-Qur’an dan Hadits beserta hukumnya secara komprehensif; (b)
Bisa mentarjih salah satu pendapat fuqaha berdasarkan maqashid syariah
sebagai salah satu standar (murajjihat); (c) Memahami ma’alat
(pertimbangan jangka panjang) kegiatan dan kebijakan manusia, serta
mengaitkannya dengan ketentuan hukumnya.
3) Jawaban: B
Dharuriyat, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi, yang jika tidak
dipenuhi maka akan membuat kehidupan menjadi rusak.
4) Jawaban: A
Jika perbuatan tersebut memiliki mashlahah yang besar, maka perbuatan
tersebut termasuk dalam kategori rukun.
5) Jawaban: A
Jika mashlahah didasarkan pada qiyas, tetapi bertentangan dengan nash
qathi’ dan sharih, maka qiyas tersebut adalah qiyas fasid.
1.58 Ekonomi Pembangunan Islam ⚫

Glosarium
Ekonomi pembangunan : suatu bidang studi dalam ilmu ekonomi
yang mempelajari tentang masalah-
masalah ekonomi di negara-negara
berkembang dan kebijakan-kebijakan yang
perlu dilakukan untuk mewujudkan
pembangunan ekonomi.
Ekonomi pembangunan Islam : suatu konsep yang mempelajari dan
menganalisis proses pembangunan dan
faktor-faktor yang memengaruhinya, serta
mengidentifikasi dan merekomendasikan
kebijakan pembangunan berdasarkan Al-
Qur’an dan Sunnah.
Mashlahah : suatu konsep yang mendasarkan pada dua
aspek utama, yaitu manfaat dan berkah
Maqashid syariah : tujuan dalam syariah untuk merealisasikan
mashlahah setiap manusia dan
menghindarkan mafsadah.
Pembangunan ekonomi : suatu rangkaian proses perubahan dalam
perekonomian untuk mengembangan
kegiatan ekonominya, sehingga terjadi
pertumbuhan, perkembangan dan
peningkatan tingkat kualitas hidup
manusia, teknologi, dan infrastruktur.
⚫ EKSA4204/MODUL 1 1.59

Daftar Pustaka

Al Arif, M. N. R. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka


Setia.

Arief, S. (2002). Ekonomi Kerakyatan Indonesia: Mengenang Bung Hatta,


Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan (ed. 5). Yogyakarta: UPP STIM


YKPN.

Beik, I., dan Arsyianti, L. D. (2016). Ekonomi Pembangunan Syariah. (ed.


Revisi). Jakarta: Rajawali Pers.

Chapra, U. (2001). The Future of Islamic Economics. Jakarta: Gema Insani


Pers.

Choudhury, M.A. (1986). Contributions to Islamic Economic Theory.


London: MacMillan.

Huda, N., Rifaldi, I., Alhifni, A., El Hasan, S. S., Afrianti, S., dan Noer, T. F.
(2015). Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Kencana.

Metwally, M.M. (1993). Essays on Islamic Economics. Calcutta: Academic


Publisher.

Sahroni, O., & Karim, A. A. (2017). Maqashis Bisnis dan Keuangan Islam:
Sintesis Fikih dan Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers.

Sukirno, S. (2006). Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar


Kebijakan, ed. 2 cet. 2. Jakarta: Kencana

Tariqi, A. A. H. (2004). Ekonomi Islam Prinsip, Dasar, dan Tujuan.


Yogyakarta: Magistra Insania Press.

Anda mungkin juga menyukai