Anda di halaman 1dari 12

DINAMIKA GEOGRAFI PADA PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh : Hastuti, FIS, Universitas Negeri Yogjakarta

Abstrak
Keunikan kajian geografi sebagai disiplin tentang geosfer adalah mengintegrasikan
aspek yang dikaji ilmu-ilmu alam dan sosial dengan memperhatikan ruang, tempat, dan
waktu, bahwa unsur-unsur geosfer tersebut dikaji dalam geografi secara komprehensif (De
Blij dan Murphy, 2003). Geografi secara komprehensif diyakini para geograf akan tetap
eksis dibelantara disiplin ilmu yang mengarah pada spesialisasi. Terbukti jejak pemikiran
geografi komprehensif ini diikuti oleh disiplin lain dengan dikembangkannya pemikiran
inter-disiplin karena disadari makin kompleksnya persoalan yang harus diurai ilmu
pengetahuan. Geografi sebagai kajian pendidikan sesungguhnya termasuk dalam mix
geography (Kitchin dan Tate, 1999). Salah satu cara pengembangan geografi melalui
pendidikan diharapkan dapat dilahirkan manusia berdedikasi dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memadai dan rasional dalam memahami dan
memanfaatkan geosfer. Melalui kajian geografi diharapkan mampu membawa anak bangsa
memiliki wawasan kebangsaan dan kebhinekaan untuk memajukan kehidupan bangsa
meskipun dalam pendidikan di Indonesia masih harus diperjuangkan agar seluruh peserta
didik pada pendidikan dasar menengah memperoleh materi geografi.

Kata Kunci: Geografi - Pendidikan

Pendahuluan
Di Indonesia terdapat perbedaan pengembangan geografi pada pendidikan tinggi
sebagai ilmu murni disamping pendidikan tinggi yang menghasilkan guru-guru untuk
pendidikan dasar menengah. Geografi dikembangkan mulai dari pendidikan dasar,
menengah hingga perguruan tinggi (mantan IKIP) berada pada konsorsium ilmu sosial.
Geografi dikembangkan sebagai ilmu murni masuk konsorsium ilmu alam.
Membincangkan geografi terkait pendidikan dasar dan menengah di Indonesia telah
diketahui bersama bahwa geografi erat bersentuhan dengan ilmu sosial lainnya. Geografi
pada pendidikan dasar masuk dalam wadah ilmu pengetahuan sosial, sedangkan pada
pendidikan menengah dikembangkan berdampingan dengan ilmu sosial lain seperti sejarah,
sosiologi, antropologi, ilmu politik, dan ekonomi.
Perdebatan terkait ontologi, epistemologi, dan metode hingga saat ini masih
berlangsung dalam geografi, seperti tertuang pada Questioning Geography Fundamental
Debate oleh Castree, N; Rogers,A; dan Sherman, D, 2005 membuktikan masih terjadinya

1
perdebatan geografi hingga abad ini. Perdebatan geografi sebagai disiplin natural atau
human science masih berlangsung mengiringi dinamika pemikiran geografi. Geografi telah
dikembangkan dalam disiplin terpisah pada beberapa negara seperti Inggris, Australia, dan
Belanda (Villes, 2005). Negara tersebut telah memisahkan pengembangan geografi menjadi
dua sub-devisi berbeda, geografi dengan aspek kajian fisik sebagai physical geography
lekat dengan natural science dan geografi dengan kajian manusia sebagai human
geography, dikembangkan dibawah konsorsium human science (Castree, N, Roger, A, dan
Sherman, D, 2005). Pemikiran geografi sejak lama dikembangkan untuk pemecahan
persoalan geosfer melalui analisis komprehensif. Kritikan terhadap geografi komprehensif
ini muncul karena dianggap sebagai pendangkalan geografi sementara disisi lain belantara
ilmu dikembangkan semakin spesialis. Pengembangan ilmu dihadapkan pada persoalan
yang semakin kompleks sehingga diperlukan analisis inter-disiplin dalam pemecahan
berbagai persoalan yang dihadapi. Gagasan ini justru senafas dengan pemikiran geografi
yang sejak awal bertahan sebagai ilmu komprehensif.
Geografi mengkaji manusia hingga menempatkan disiplin ini dekat dengan ilmu
sosial, teori sosial dikembangkan untuk kajian kependudukan, kebudayaan, dan kegiatan
manusia terkait ekonomi, sosial, politik dan psikologi (Fielding, 1984). Pembelajaran
geografi pada pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dikembangkan antara lain
dengan adopsi teori sosial untuk memberi pemahaman kepada peserta didik agar mampu
menyesuaikan dengan dinamika dan perkembangan manusia sebagai makhluk sosial dalam
perspektif ruang dan tempat. Sebagai contoh kajian geografi yang menekankan aspek sosial
wilayah tertentu, dimulai dengan sejarah yang mewarnai bentuk pemukiman, antropologi
sosial, dan ekonomi (Park dalam Smith Pamela Shurmer, 2002). Pada dasarnya geografi
dikembangkan pada pendidikan dasar, menengah, dan LPTK yang mendidik guru-guru
geoggrafi dalam bidang ilmu sosial.
Kurikulum 2013 menempatkan geografi melekat dalam IPS pada pendidikan dasar,
sedangkan pada pendidikan menengah hanya diberikan di kelas IPS sebagaimana mata
pelajaran sosiologi dan ekonomi. Pendidikan geografi memiliki peran strategis dalam
pendidikan di Indonesia untuk mengenal variasi dan distribusi sumberdaya oleh karena itu

2
geografi berperan untuk mengenalkan Indonesia secara utuh agar dapat sebagai wahana
pemersatu bangsa, dan menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sayang di
Indonesia geografi masih dipandang dengan sebelah mata hal demikian nampak dalam
kurikulum sekolah tahun 2013 pendidikan. Mata pelajaran pada pendidikan dasar geografi
melekat dalam mata pelajaran IPS dan pada pendidikan menengah geografi hanya diberikan
pada peserta didik kelompok IPS.

Dinamika Geografi

Sejarah menunjukkan bahwa geografi pernah dikembangkan oleh ahli dengan latar
belakang ilmu bervariasi mulai dari F. Ratzel yang ahli botani, kemudian C. Sauer dengan
latar belakang sosiologi, ketertarikan terhadap geografi untuk mengkaji muka bumi
kemudian menerbitkan exemplar geografi berbeda paradigm yakni determinisme dan
posibilisme. Ketertarikan ahli dari disiplin lain lumrah terjadi dalam perjalanan
pengembangan ilmu tentu saja akan berpengaruh pada teori yang dibangun sebagaimana F.
Ratzel sebagai pelopor determisme dan C Sauer dengan aliran posibilisme. Geosfer sebagai
objek studi geografi meliputi fenomena muka bumi, adanya relasi timbal balik, interaksi,
dan interdependensi antar fenomena (Harvey, D, 1986). Geografi memiliki sub-devisi
geografi fisik yang mempelajari faktor fisik yang menjadi lingkungan hidup manusia dan
geografi manusia mengkaji perilaku dan aktifitas manusia (Viles, H dalam Castree, N;
Rogers,A; dan Sherman, D, 2005).
Sub-devisi geografi di Indonesia dikembangkan dalam ranah ilmu alam dan ilmu
sosial, implementasi pada pendidikan dasar dan menengah geografi dikenal sebagai studi
tentang geosfer dengan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kewilayahan. Knox, P L
dan Marston SA (2004) serta de Blij dan Murphy (2003) mengemukakan pentingnya
perspektif keruangan sebagai ranah epistemologi untuk membedah fenomena geosfer.
Objek formal geografi yang menekankan pendekatan dan prinsip keruangan sebagai inti
dalam analisis geografi meliputi pola dari sebaran gejala tertentu di permukaan bumi
(Spatial Pattern), keterkaitan atau hubungan antar gejala dan membangun struktur tertentu
(Spatial System), dan perkembangan atau perubahan yang terjadi menyertai pada gejala

3
(Spatial Procces), disamping pendekatan kelingkungan dan kewilayahan (Hagget, P, 1984).
Analisis keruangan geografi dikembangkan oleh Masyarakat Geografi Jerman menjadi
konsep dasar dalam analisis keruangan geografi sebagai dilihat di skema berikut.

Konsep Dasar Dalam Analisis Keruangan Geografi.


Sumber: German Geographical Society (Ed.), 2012

Human geography dan physical geography dianalisis melalui struktur, fungsi dan proses
dalam sistem hubungan manusia dengan lingkungannya pada skala lokal, regional, national,
international, dan global. Namun demikian ranah ini belum perlu disampaikan pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah mengingat ranah ini masuk dalam ranah filosofi yang
penuh perdebatan.
Analisis geografi yang lain yakni dengan tema geografi dikenalkan de Blij dan
Murphy (2003), kerangka kerja geografi menggunakan tema yakni location, interaction
human and the enviroment, regions, place, movement, dan landscape. Knox dan Marston
(2004) menjelaskan analisis keruangan dalam geografi dengan memperhatikan lima konsep
yakni lokasi, jarak, ruang, aksesibilitas, dan keruangan.
Geografi pada pendidikan dasar dan menengah merupakan subject matter yang
mengintegrasikan ilmu-ilmu alam dan sosial sejajar dengan mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam dan sosial seperti biologi, kimia dan fisika, sosiologi, ilmu politik, dan
ekonomi. Geografi memiliki kompetensi keilmuan seperti filosofi, ontologi, metodologi,

4
dan epistemologi sebagai patokan yang mendasari salah satu cara pengembangan ilmu
melalui penelitian geografi. Pengembangan ilmu yang dilakukan ilmuwan tentu saja harus
memperhatikan aspek kemanfaatan baik secara teori atau terkait kemaslahatan kehidupan.
Kompetensi geografi tampak pada skema berikut.

Kompetensi Geografi. Sumber: Susan Bliss, 2005

Geografi dikembangkan dengan kompetensi lintas budaya, kompetensi ini juga


ditemukan dalam kompetensi ilmu sosial lainnya yang memperhatikan aspek budaya
sebagai kajiannya. Aspek budaya merupakan komponen penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Kompetensi geografi terkait dengan planet sebagai tempat kelangsungan
hidup, maka perhatian geografi juga tertuju pada pembangunan, trends, dan persoalan-
persoalan terkait terorisme, globalisasi, lingkungan, degradasi, rasisme, pengungsi, dan
kemiskinan. Kompetensi lain yakni kesadaran terhadap kesempatan yang dimiliki manusia
sehingga mengasah kepekaan mereka dalam pengambilan keputusan terkait generasi di
masa depan agar manusia dapat hidup bermasyarakat dalam konteks lokal dan global.
Kompetensi terkait dengan dinamika global dibidang ilmu pengetahuan bahwasanya dunia
ini saling berhubungan secara lokal dan global sehingga pemecahan persoalan yang
kompleks diperlukan dengan mencari relasi sebab akibat dalam konstalasi lokal dan global.
Kompetensi geografi yang menjalankan interkoneksi masing-masing kompetensi menjadi
tuntutan geografi komprehensif sehingga standar kompetensi yang menjelaskan

5
bahwasanya analisis ruang saling terkait tidak terisolasi satu sama lain merupakan kerangka
untuk pemecahan masalah dalam konteks geografi secara komprehensif.
Geografi tidak perlu risau dan terus menerus memperdebatkan kedudukan geografi
dalam struktur keilmuan, tantangan yang harus dihadapi justru mencari format sebagai ilmu
yang mampu menjawab persoalan kehidupan manusia di muka bumi. Spesialisasi dalam
pengembangan ilmu memang diperlukan agar mampu memberikan kontribusi semakin
berarti dan mendalam untuk pemecahan persoalan muka bumi yang kian kompleks
sehingga kerangka kerja sama antar disiplin ilmu senantiasa diperlukan. Geografi sebagai
ilmu yang “mengklaim” komprehensif dituntut dapat menunjukkan jati diri keilmuannya.
Komprehensif bukan berarti pendangkalan pemikiran atau jauh dari ketuntasan untuk
pemecahan persoalan namun komprehensif diharapkan mampu mengurai kompleksitas
permasalahan dimuka bumi secara utuh baik dari aspek alam maupun manusia.

Pendidikan Geografi di Indonesia


Geografi terus dikembangkan dalam suasana perdebatan, anggaplah semua ini justru
menjadi peluang bagi penguatan geografi sebagai ilmu agar memiliki kontribusi nyata
sesuai dengan peran keilmuan yang dijalankan. Menilik yang terjadi di negara-negara maju,
geografi dianggap penting dalam pendidikan sebagaimana di Inggris. Analisis keruangan
(dan tempat), menjadi fokus penelitian pendidikan sehingga disertakan dalam konstalasi
pendidikan nasional termasuk pengembangan kurikulum di Inggris, dengan demikian peran
pendidikan geografi dalam pembangunan bangsa semakin nyata di Inggris (Bliss, S, 2005).
Dibanding Indonesia, United Kingdom memiliki wilayah relatif lebih sempit dengan
keanekaragaman yang tak begitu kompleks justru mengedepankan betapa pentingnya
geografi dalam kurikulum pendidikan di negeri tersebut. Ironis memang ketika pada
kurikulum 2013, geografi masih kurang mendapat tempat signifikan pada pendidikan di
Indonesia. Sebagai contoh pada kurikulum 2013 geografi pada pendidikan dasar menengah
hanya diberikan untuk peserta didik IPS. Kritik berkembang di kalangan masyarakat
geografi yang diwadahi MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) geografi, dan IGI
(Ikatan Geografiwan Indonesia) terjadi pelemahan kajian geografi pada pendidikan dasar
menengah. Materi geografi yang seharusnya diberikan pada pendidikan dasar menengah

6
boleh jadi dengan waktu yang tersedia pada kurikulum saat ini begitu berat, untuk mengkaji
objek material apalagi masih disisipkan kajian objek formal geografi dalam kurikulum yang
berlaku. Standard pendidikan geografi dengan contoh di negara maju dapat dilihat pada
skema berikut.

Standard pendidikan geografi di USA. Sumber: Kaufhold, Tammy M, 2004


Objek material seharusnya lebih diutamakan pada kurikulum pendidikan dasar menengah,
sementara ranah objek formal untuk kurikulum pendidikan tinggi. Kajian objek material
geografi (geosfer) memerlukan waktu dalam proses pembelajaran yang lebih panjang agar
peserta didik memiliki kompetensi sesuai yang diharapkan.
Standard pendidikan geografi diatas berlaku di USA mulai dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Komitmen negeri adikuasa terhadap geografi cukup beralasan
karena negeri yang sangat besar tersebut harus melahirkan anak-anak negeri yang memiliki
pemahaman tentang negerinya secara komprehensif. Diyakini bahwa geografi mampu
untuk mengakomodasi cita-cita tersebut. Seluruh aspek geosfer apabila dicermati kemudian
dijelaskan dengan memperhatikan perspektif geografi seperti tema, prinsip, dan pendekatan
sebagaimana tercakup pada delapan belas standard dalam pendidikan geografi diatas
kiranya merupakan gagasan penting dalam membangun landasan cinta tanah air.

7
Indonesia merupakan negeri dengan 256 juta penduduk yang terdiri dari 300
kelompok etnik tersebar di hampir 17 000 pulau dikelilingi hampir 155 vulcan aktif dan
non aktif, tentu saja didalamnya terkandung kekayaan alam yang tersebar bervariasi (BPS,
2010). Disisi lain kondisi alam Indonesia tersebut juga menyimpan ancaman yang harus
selalu diwaspadai oleh penduduk negeri ini seperti ancaman gunung meletus, longsor,
banjir, serta kebakaran hutan. Fenomena alam ini merupakan kajian penting dalam
geografi, seharusnya dikenalkan kepada seluruh anak bangsa melalui kurikulum
pendidikan. Pendidikan geografi memiliki peran strategis dalam pendidikan di Indonesia
untuk mengenalkan variasi dan distribusi sumberdaya, mengenalkan Indonesia secara utuh
sebagai modal pemersatu bangsa, dan menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Tak kenal maka tak sayang, melalui pendidikan geografi diharapkan mampu untuk
mengenalkan Indonesia secara utuh kepada seluruh anak bangsa sehingga menumbuhkan
kecintaan dan rasa memiliki Indonesia sebagai satu negara yang memiliki keanekaragaman
suku bangsa, bahasa, budaya, sosial, dan sumberdaya.
Memahami pengembangan geografi melalui pendidikan di Indonesia sebagai negara
kepulauan yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan variasi sosial, ekonomi dan
budaya, geografi memiliki peran penting untuk memahami kekayaan bumi dan
keanekaragaman sosial-budaya Indonesia. Kajian geografi tentang Indonesia juga
disandingkan dengan konteks keruangan dan kelingkungan dalam ranah pergaulan pada
tataran wilayah regional, Asia Tenggara, Asia, Asia Pasific, Asia Africa, dan wilayah yang
lebih luas pada skala global. Memahami Indonesia dihadapkan dengan dinamika global
merupakan salah satu aspek kajian dalam pembelajaran geografi. Mengingat hal tersebut
seharusnya pengembang kurikulum di Indonesia mempertimbangkan betapa pentingnya
geografi untuk diketahui dan dipahami segenap elemen anak bangsa melalui pendidikan.
Geografi pada dasarnya mengedepankan pendidikan dengan Student Centre
Learning, mengutamakan problem solving, learning by doing dan applying,
mengaplikasikan pemahaman dan keterampilan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, memanfaatkan sistem informasi geografi dalam pembelajaran yang dilakukan,
memiliki standard pendidikan dan pembelajaran yang baku, memanfaatkan permainan dan
peralatan digital untuk pembelajaran, mengutamakan keterampilan geografis, dan
melakukan pelatihan secara periodik dan berkelanjutan untuk guru geografi (Suleyman,
Incekara, 2010).

8
Kecenderungan pembelajaran geografi yang berlangsung di Negara-negara Asia saat ini
adalah bagaimana membawa peserta didik lebih sensitif terhadap kondisi masyarakat dan
lingkungannya mulai dari tingkat lokal, regional, dan global. Laboratorium alam dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran geografi meliputi aspek terkait alam, sosial, budaya di
berbagai tempat (Lise Halvorsen, Anne, 2009). Pendidikan geografi dengan kajian aspek
geosfer meliputi alam dan manusia memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat
secara aktif dengan lingkungan (lokal, regional, dan global) dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran geografi diharapkan mampu membawa peserta didik memiliki wawasan
dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran, membawa peserta didik mampu
mengaplikasikan secara terampil GIS untuk kehidupan yang lebih luas, serta membawa
peserta didik memiliki kemampuan dan kemauan untuk selalu berorientasi berkompetisi di
tingkat global (Suleyman, Incekara, 2010).
Pendidikan geografi menekankan kajian kehidupan masyarakat dalam lingkungan
alam, sosial budaya, ekonomi dan politik, tentu saja berbeda dengan kajian ilmu sosial lain.
Ilmu sosial pada umumnya kurang memperhatikan aspek alam sebagai lingkungan hidup
manusia, sementara lingkungan menjadi aspek pembelajaran yang penting dalam kurikulum
geografi. Studi tentang geosfer lebih mudah digunakan untuk memberikan pemahaman
kepada peserta didik tentang cara beradaptasi terhadap lingkungan, mengingat struktur
kurikulum pendidikan geografi berbasis pada lingkungan alam maupun masyarakat.
Geografi dengan standard yang ditawarkan diharapkan mampu mengakomodasi
kepentingan guna membangun masyarakat yang lebih baik saat ini hingga masa depan.
Geografi seharusnya dijadikan komponen penting dalam pendidikan melalui
kurikulum yang responsif, kajian geografi terkait langsung dengan lingkungan oleh karena
itu selayaknya geografi diberikan pada seluruh peserta didik tanpa pengecualian agar
segenap elemen masyarakat memiliki modal tentang kepedulian terhadap lingkungan.
Mengapa demikian agar seluruh anak bangsa ini dapat mengenal dan memahami kondisi
fisik dan kondisi non fisik (sosial, budaya, dan ekonomi), memahami tentang kehidupan
mereka terkait kondisi alam, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Mengapa geografi
penting dimasukkan dalam kurikulum sekolah, penjelasan tentang hal itu telah banyak

9
diketahui, tanpa pemahaman tentang interkoneksi antar aspek geosfer sulit kiranya manusia
dapat mengenali, memanfaatkan, bahkan menjaga lingkungan dengan baik. Pengembangan
kurikulum untuk ilmu sosial lain seperti sejarah, sosiologi, politik, dan ekonomi masih
sedikit mengkaji lingkungan sebagai aspek kajian ilmunya. Geografi dengan fokus kajian
geosfer, maka aspek lingkungan dapat disesuaikan dengan pemahaman siswa tentang
transisi lingkungan kehidupan mereka di masyarakat dari lingkungan keluarga, lingkungan
rukun tetangga, lingkungan desa, dan seterusnya sampai pada lingkungan global sesuai
dengan usia peserta didik (Lise Halvorsen, Anne, 2009).
Studi geografi juga mengkaji fenomena geosfer terkait globalisasi, perubahan iklim,
gempa bumi, banjir, badai, gunung meletus, migrasi, kesenjangan pendapatan, kemiskinan,
konflik sumberdaya, dan unsur-unsur yang membentuk kehidupan masyarakat di muka
bumi. Peningkatan peran geografi dalam pendidikan di Indonesia perlu mendapat perhatian
pemerintah agar seluruh peserta didik terutama pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah memiliki kompetensi terkait topik tersebut mengingat Indonesia yang kaya
sumberdaya dan memiliki kebhinekaan ini berada di kawasan ring of fire maupun pada
jalur lalu lintas perdagangan dunia. Mengingat pendidikan geografi memiliki peran
strategis untuk mengenal Indonesia secara utuh dalam rangka menumbuhkan rasa
kebangsaan dan cinta tanah air seharusnya geografi mendapat tempat yang penting dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia. Melalui pendidikan geografi maka akan dikenalkan
tentang Indonesia dengan segala kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dan
bagaimana relasi antara keduanya dalam konteks keruangan, kelingkungan dan
kewilayahan melalui tema-tema geografi serta bagaimana mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya tersebut agar secara berkelanjutan memberikan kesejahteraan bagi
kelangsungan hidup anak bangsa. Pertanyaan yang saya kira masih terus menggelayut
adalah mengapa di negeri seperti United Kingdom dan USA geografi dianggap penting
sehingga ditempatkan sangat memadai dalam kurikulum di sekolah, justru di Indonesia
geografi kurang mendapat tempat pada kurikulum di sekolah?. Jangan salahkan para
geograf dan guru geografi apabila di masa depan, anak-anak negeri ini semakin tak
mengenal mengenai Indonesia secara utuh (kondisi fisik maupun non fisik Indonesia).

10
Bagaimana mereka akan mencintai negeri ini sementara mereka tak dikenalkan tentang
negerinya, sehingga pepatah tak kenal maka tak sayang boleh lah untuk ungkapan ini.

Penutup
Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
antara lain melalui peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan,
penyediaan sarana prasarana (hardware dan software) pendidikan, perbaikan kurikulum
agar memadai, serta menciptakan suasana kondusif untuk proses pembelajaran. Diperlukan
perhatian dari pemerintah sebagai pemegang regulasi dalam meningkatkan peran geografi
melalui pendidikan di Indonesia. Melalui pendidikan geografi yang diberikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah bahkan hingga pendidikan tinggi diharapkan mampu
membawa seluruh peserta didik memiliki kompetensi membangun wawasan kebhinekaan
dalam rangka mewujudkan kemajuan kehidupan bangsa dalam NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia). Khusus untuk pendidikan dasar dan menengah belum perlu
disampaikan objek formal, karena ranah tersebut sangat debatable dan memerlukan diskusi
lebih panjang. Upaya telah banyak dilakukan pemerintah untuk membawa seluruh anak
bangsa memahami dan mengenal Indonesia secara utuh. Upaya tersebut akan semakin
lengkap apabila ada goodwill untuk menempatkan geografi sebagai kajian yang wajib
diberikan pada peserta didik pada pendidikan dasar menengah tanpa kecuali. Pendidikan
sebagai salah satu upaya untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman tentang negeri
ini diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan terhadap tumpah darah Indonesia dengan
keanekaragaman sumberdaya (alam dan manusia), perlu dipahamkan tentang aspek geosfer
demi terwujudnya Indonesia Raya (meminjam istilah Megawati Sukarno Putri).

11
Pustaka

Agnew John and Livingstone David N Rogers, 1999. Human Geography, an essential
Anthology. Blackwell Publishers. USA
De Blij, H.J. dan Murphy, Alexander B, 2003. Human Geography Culture, Society, and
Space, John Wiley & Son, Inc, Wiley
Bliss, Susan, 2005, Global Perspectives Integrated In Global and Geography Education,
Teachers’ Association of New South Wales for Geography Bulletin, 2005, 37(4),
pp. 22-38 ISSN 0156-9236.
Castree, N; Rogers,A; dan Sherman, D, 2005. Questioning Geography Fundamental
debate, Blackwell Publish, USA
Fielding, Gordon J, 1984. Geography As Social Science. Harper and Row Publishers:
London
Gomez, Basil and John Paul Jones III, 2010, Research methods in geography, John Wiley
& Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, United Kingdom
Hagget, Peter, 1984. Geography: A Modern Synthesis. New York: Harper and Row
Hagerstrand, 1999. Diorama, Path, and Project dalam Agnew, John, Livingstone, David N,
dan Rogers, Alisdair, 1999, Human Geography An Essential Anthology, Blackwell
Publish, Oxford
Johnston, R.J, 2003. The Dictionary of Human Geography. Oxford: Brasil Blackwell.
Kaufhold, Tammy M, 2004, Geography Education: Where Is Geograaphy’s Location In
Our Scholls’ Curriculum?, Middle States Geographer, 2004, 37: 90-99
Kitchin Rob and Nicholas J. Tate, 2000. Conducting Research in Human Geography :
Theory, Methodology and Practice. Addison Wesley Longman, Singapore (Pte)
Ltd: Singapore
Knox, PL dan Marston SA, 2004. Human Geography Places and Regions in Global
Context, Pearson Edc, New Jersey
Lise Halvorsen, Anne, 2009, Back to the Future: The Expanding Communities Curriculum
in Geography Education, Heldref Publications
O’Brien, Karen, 2010, Responding to environmental change: A new age for human
geography?, Progress in Human Geography 35(4) 542–549
Peet, Richard, 1998. Modern Geographycal Thought. Blackwell Publisher, USA
Sauer, Carl, 1999. The Morphology of Landscape dalam Agnew, John, Livingstone, David
N, dan Rogers, Alisdair, 1999, Human Geography An Essential Anthology,
Blackwell Publish, Oxford
Smith Pamela Shurmer, 2002. Doing Cultural Geography. Thousand Oaks, CA: Sage
Publications.
Viles, Heather, 2005, A Devided Discipline?, dalam Castree, N; Rogers,A; dan Sherman,
D, Questioning Geography Fundamental Debate, 2005, Blackwell Publish, USA
Suleyman, Incekara, 2010, Geography Education In Asia: Samples From Different
Countries, Education Fall 2010, 131,1 Po Quest Ed Journal pg 220
Suriasumantri, 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan:
Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai