Anda di halaman 1dari 8

Konsep dan Contoh Melakukan penghayatan langsung terhadap perilaku masyarakat

yang aman, damai dan harmonis dalam kebhinekaan.

“Damai itu indah” selogan ini seringkali kita dengar bahkan dijadikan motto untuk
mendorong terciptanya keharmonisan antar sesama. Damai memiliki banyak arti. Damai
dapat berarti sebuah keadaan tenang. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi
dalam diri. Damai dapat pula diartikan sebuah harmoni dalam kehidupan alami antar manusia
di mana tidak ada perseturuan ataupun konflik,dan akhirnya damai juga dapat berarti
kombinasi dari definisi-definisi di atas.

Konsepsi damai setiap orang berbeda sesuai dengan budaya dan lingkungan. Orang dengan
budaya berbeda kadang-kadang tidak setuju dengan arti dari kata tersebut, dan juga orang
dalam suatu budaya tertentu. Namun, secara sederhana, damai dalam kehidupan sosial dapat
diartikan tidak adanya kekerasan atau perang dan sistem keadilan yang berlaku baik untuk
pribadi maupun dalam sistem keadilan sosial politik secara menyeluruh.

Memelihara perdamaian tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh beberapa


aspek,baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam meliputi dorongan diri sendiri untuk
berperilaku damai, sedangkan dari luar adalah hal-hal yang mempengaruhi. Mengapa
demikian? Ada faktor-faktor yang berpotensi dapat mempengaruhi seseorang bersikap
anarkis dan radikal. Seperti pemberitaan-pemberitaan yang tidak independen dan akurat,
kecanggihan teknologi untuk memprovokasi dan lain sebagainya.

Akhir-akhir ini, kekerasan tampaknya kian akrab dalam kehidupan masyarakat kita. Hal itu
ditandai dengan semakin meningkatnya beragam bentuk kekerasan, mulai dari konflik
sosial,tawuran antar kampung atau antarsuku, geng motor,perkelahian pelajar hingga
kekerasan dalam rumah tangga. Kenyataan ini menandakan semakin memudarnya semangat
perdamaian dalam kehidupan.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab, tergantung dari sudut pandang mana yang
dipergunakan untuk memahaminya. Tidak mudah untuk mengurai dari berbagai faktor yang
ada karena masing-masing faktor saling memiliki keterkaitan. Namun satu hal mendasar yang
harus dilakukan adalah bagaimana menghentikan, atau paling tidak mengurangi, agar
kekerasan tidak semakin berkembang. Tanpa adanya usaha pencegahan, kekerasan akan
semakin meluas dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sosial kemasyarakatan.
Membangun perdamaian sejati mesti sampai pada menciptakan budaya damai. Budaya damai
itu menyangkut pola pikir, cara bersikap, perilaku, karakter, mentalitas, keyakinan, pola
hubungan dengan pihak lain, tata kehidupan bersama yang ditandai dengan nilai-nilai luhur
seperti keadilan, kesetaraan, demokrasi, dan solidaritas. Budaya damai itu menyangkut
bagaimana kita menata suatu kehidupan bermasyarakat baru yang bebas dari kekerasan,
penindasan, monopoli, dan peminggiran.

Singkatnya, budaya damai itu adalah damai yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Mengenai budaya damai itu Deklarasi PBB (1998) menyatakan: budaya damai adalah
seperangkat nilai, sikap, tradisi,cara-cara berperilaku dan jalan hidup yang merefleksikan dan
menginspirasi :

1. Respek terhadap hidup dan hak asasi manusia.


2. Penolakan terhadap semua kekerasan dalam segala bentuknya dan komitmen untuk
mencegah konflik kekerasan dengan memecahkan akar penyebab melalui dialog dan
negosiasi.
3. Komitmen untuk berpartisipasi penuh dalam proses pemenuhan kebutuhan untuk
generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
4. Menghargai dan mengedepankan kesetaraan hak dan kesempatan bagi kaum
perempuan dan laki-laki.
5. Penerimaan atas hak-hak asasi setiap orang untuk kebebasan berekspresi,opini dan
informasi.
6. Penghormatan terhadap prinsip-prinsip kebebasan, keadilan, demokrasi,toleransi,
solidaritas, kerjasama, pluralisme, keanekaragamanbudaya, dialog dan saling
pengertian antar bangsa-bangsa, antar etnik,agama, budaya, dan kelompok-kelompok
lain dan serta individu-individu.

Oleh karena itu, untuk membangun budaya damai harus dilakukan sejak dini melalui
pembentukan karakter generasi muda. Dalam hal ini, tri pusat pendidikan (keluarga, lembaga
pendidikan dan lingkungan) harus berjalan seiring dan saling mendukung dalam membangun
budaya damai.Keluarga adalah tempat dimana generasi berkembang. Di keluarga itulah,
secara berangsur-angsur anak-anak membentuk sikap hidup. Di sana pula merupakan tempat
pembibitan dasar-dasar kebudayaan yang kelak akan mampu dianut oleh generasi
tersebut.Oleh karena itu, keluarga merupakan tempat yang paling tepat untuk membangun
budaya damai. Sebab, keluarga memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian anak.
Jika ditelusuri secara mendalam, budaya kekerasan dapat tumbuh berkembang dalam
keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga, misalnya, memiliki andil dalam mewariskan
budaya kekerasan kepada anak-anak. Bahkan, mungkin tidak pernah kita sadari bahwa
memaksakan kehendak secara semena-mena kepada anak, tanpa mendengar apa kehendak
dan keinginan sang anak, adalah juga bagian dari pola pembudayaan kekerasan (non-fisik).
Dalam pemilihan sekolah anak misalnya, sangat besar kemungkinan terjadi kekerasan non
fisik ini. Anak-anak bersekolah hampir selalu atas keinginan orangtuanya. Akibatnya, anak
diharuskan untuk patuh dan tunduk kepada sekolah pilihan orang tua tanpa dapat ditawar lagi.

Di era sekarang ini, terutama di daerah perkotaan, peran keluarga semakin berkurang karena
masing-masing orang tua sibuk dengan pekerjaan. Akibatnya, anak-anak tidak memperoleh
kasih sayang dan perhatian yang cukup. Belum lagi media massa, khususnya televisi,banyak
mempertontonkan tayangan berbau kekerasan. Singkat kata, televisilah yang lebih banyak
menanamkan nilai-nilai perilaku kepada anak dibanding orang tua.

Selanjutnya, lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi) juga memilikan peran


signifikan dalam membentuk budaya damai. Hal ini karena sebagai proses dan kondisi yang
dihasilkan melalui praktik sosial,maka budaya damai hanya mungkin terjadi melalui
pendidikan perdamaian,yaitu suatu pendidikan yang menekankan anak untuk hidup secara
damai dengan lingkungan hidup dan sesama manusia. Dalam pendidikan perdamaian, sejak
dini anak-anak diajarkan untuk tidak melakukan diskriminasi dan penghinaan terhadap orang
lain. Sebaliknya anak-anak didorong untuk memiliki rasa toleransi dan mencintai sesama
manusia dan lingkungannya.

Dalam konteks Indonesia, yang sangat majemuk, maka pendidikanberbasis multikultural


menjadi sangat strategis. Dengan pendidikan semacam ini maka peserta didik dapat
mengelola kemajemukan secara kreatif. Melalui pendidikan multikultural diharapkan konflik
yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara
cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa di masa depan. Pendidikan
berbasis multikultural layak dikembangkan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat
pendidikan dasar sampai denganpendidikan menengah. Pendidikan berbasis Multikultural
sebaiknya dapat dikembangkan ke dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanaannya dapat
dilakukan sebagai pelajaran ekstra-kurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah
(khususnya untuk daerah-daerah rawan konflik sosial). Pendidikan berbasis multikultural
akan menjadi sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya
konflik dalam kehidupan masyarakat secara luas. Melalui pendidikan berbasis multikultural,
sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai
keberagaman.

Dalam konteks ini juga maka pengetahuan mengenai budaya damai dapat dilakukan dengan
berpijak pada:
a) nilai-nilai agama, di mana setiap agama mengajarkan penganutnya untuk hidup secara
damai dengan sesama.
b) Nilai-nilai kearifan lokal,karena kita adalah bangsa yang kaya akan warisan nilai-nilai
luhur yang telah teruji oleh zaman dalam mewujudkan masyarakat yang damai dan harmonis.

Budaya damai merupakan tumpuan bagi penciptaan stabilitas, kemajuan dan kesejahteraan
dunia. Kebutuhan akan budaya damai, terutama karena peradaban dunia kita dari waktu ke
waktu ditandai dengan berbagai tindak kekerasan.Tak terkecuali dunia pendidikan yang
diharapkan menjadi desminator pendidikan. Dibalik tembok-tembok sekolah, ruang-ruang
kampus kekerasan juga menjadi fenomena yang tak terbantahkan. Tawuran, vandalisme,
bullying merupakan tindakan yang sering dijumpai dalam dunia pendidikan. Fenomena
kekerasan dalam dunia pendidikan yang memprihatinkan itu tentu bukan gejala yang lahir
dengan sendirinya. Bisa jadi kekerasan itu berakar pada banyak faktor seperti muatan
kurikulum yang hanya mengedepankan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan
bahkan mungkin berakat pada paradigma pendidikan yang melihat anak didik sebagai obyek
rekayasa sosial, dan tidak menempatkannya sebagai proses humanisasi.

Setiap manusia tentu tidak bisa hidup seorang diri. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup
berdampingan satu dengan yang lainnya. Bahkan secara tidak langsung, di suatu tempat atau
daerah akan terbentuk masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang. Ini terjadi di berbagai
wilayah yang tersebar secara merata di seluruh dunia.

Dengan begitu, sudah selayaknya masyarakat di seluruh dunia harus hidup rukun
berdampingan. Di mana masing-masing individu saling menghormati, menghargai dan
membantu satu dengan yang lain. Bukan hanya itu, sekelompok masyarakat di setiap wilayah
juga perlu saling bergotong royong untuk menciptakan kehidupan yang aman dan damai.

Di samping itu, terdapat berbagai manfaat hidup rukun yang bisa didapatkan bagi setiap
masyarakat yang melakukannya. Dalam hal ini, hidup rukun dapat membantu masyarakat
untuk hidup lebih tenang dan menjaga keamanan bersama. Hal ini tentu akan terbentuk
lingkungan yang suportif sehingga masyarakat yang tinggal di dalamnya akan lebih betah dan
terhindari berbagai gangguan.
1. Saling Membantu
Manfaat hidup rukun di masyarakat yang pertama yaitu dapat membangun sikap
saling membantu. Ketika setiap individu menerapkan hidup rukun di masyarakat,
tentu akan lebih mudah dan tidak segan untuk memberikan pertolongan terhadap
tetangga atau orang terdekat yang membutuhkan. Menerapkan hidup rukun ini juga
dapat melatih rasa simpati dan empati bagi setiap masyarakat. Dengan begitu,
hubungan di antaranya akan semakin kuat dan akan tumbuh sikap suportif satu
dengan yang lainnya. Hal ini pun akan memberikan perasaan damai dan bahagia
dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
2. Hidup Lebih Tenang
Manfaat hidup rukun berikutnya yaitu dapat merasakan hidup yang lebih tenang.
Dalam hal ini, setip masyarakat perlu membangun sosialisasi yang baik satu dengan
yang lain. Sehingga seiring berjalannya waktu masing-masing individu akan
mengenal sifat dan karakter orang terdekat di lingkungan tempat tinggalnya. Semakin
mengenal, tentu akan mengurangi anggapan buruk dan prasangka yang tidak penting
dan dapat berdampak buruk. Di samping itu, masing-masing masyarakat akan tumbuh
untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Jika hal ini diterapkan
dengan baik pada kehidupan sehari-hari, tentu akan mendapatkan hidup yang lebih
tenang, tentram, dan damai.
3. Lingkungan Menjadi Lebih Aman
Manfaat hidup rukun di masyarakat yang bisa didapatkan selanjutnya adalah
terciptanya lingkungan yang lebih aman. Hidup dengan rukun, berarti setiap individu
di dalamnya akan saling menghargai dan saling peduli satu dengan yang lain. Sikap
kepedulian inilah yang membuat lingkungan menjadi lebih aman dan suportif.
Berbagai tidak kejahatan pun bisa diminimalisir ketika setiap individu mempunyai
rasa kepedulian besar. Dengan begitu, masing-masing individu akan saling menjaga
dan membantu tetangga atau lingkungan terdekatnya ketika tertimpa musibah.
Sehingga hidup akan terasa lebih aman dan nyaman.
4. Menghargai Perbedaan
Manfaat hidup rukun juga dapat melatih setiap individu untuk mengembangkan sikap
menghargai dan toleransi terhadap perbedaan yang ada. Dalam hal ini, setiap individu
akan memahami bahwa setiap perbedaan yang ada di lingkungan masyarakat
merupakan suatu hal yang wajar.

Meributkan setiap perbedaan tentu menjadi sikap yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
Sebab, setiap manusia tidak harus memiliki nilai-nilai yang sama. Meskipun berbeda,
masing-masing dapat saling menghargai dan menghormati. Dengan begitu, hidup
akan lebih tenang dan terhindari dari berbagai konflik dan perpecahan.

5. Lingkungan yang Saling Mendukung


Terciptanya lingkungan yang saling mendukung juga termasuk salah satu manfaat
hidup rukun yang bisa dirasakan di masyarakat. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, dengan menerapkan hidup rukun masing-masing orang akan tergerak
untuk saling membantu satu dengan yang lain.

Sikap saling membantu ini menjadi salah satu nilai kebaikan yang mendatangkan
banyak manfaat bagi siapa saja yang melakukannya. Dengan membantu orang lain
secara ikhlas, tentu di lain kesempatan kita akan mendapatkan manfaat yang sama
ketika sedang tertimpa musibah. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan akan selalu
berbuah kebaikan bagi siapapun yang menebarkannya.

6. Meningkatkan Gotong Royong


Manfaat hidup rukun berikutnya yaitu dapat meningkatkan sikap gotong royong.
Dalam hal ini, setiap masyarakat menyadari bahwa terdapat berbagai hal yang
menjadi kepentingan bersama. Dengan begitu akan muncul keinginan untuk
bergotong royong agar setiap masyarakat dapat merasakan manfaat yang sama.
Sesederhana bergotong royong membersihkan lingkungan atau membangun fasilitas
umum yang digunakan bersama. Dengan begitu, masyarakat dapat hidup dengan baik
dan sejahtera.

7. Meningkatkan Kesejahteraan
Manfaat hidup rukun di masyarakat yang terakhir yaitu dapat meningkatkan kualitas
kesejahteraan. Berkaitan dengan poin sebelumnya, bahwa masyarakat yang saling
tolong menolong dan bergotong royong tentu dapat menciptakan lingkungan yang
suportif. Bukan hanya itu, hal ini juga dapat memberikan pengaruh baik pada
lingkungan yang lebih positif. Dengan begitu, kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat akan semakin meningkat ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Th. Sumartana Dkk (Ed). 2002. Pluralisme, Konflik Dan Perdamaian Studi Bersama Antar
Iman, Yogyakarta: Institut Dian/Interfidie,
Eka Hendry. 2009. Sosiologi Konflik:Telaah Teoritis Seputar Konflik Dan Perdamaian,
Pontianak: STAIN Pontianak Press
Hagen Berndt. 2006. Agama Yang Bertindak Kesaksian Hidup Dari Berbagai Tradisi,
Yogyakarta: Kanisius.
Taat Wulandari. 2010. Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Di Sekolah, Volume V
Nomor 1,: Jurnal Dosen Program Studi Pendidikan IPS FISE UNY. Mozaik
Wahyu Nanda Eka Saputra. 2016. Pendidikan kedamaian:peluang penerapan pada pendidikan
tingkat dasar di Indonesia: Jurnal Care Edisi Khusus Temu Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai