Anda di halaman 1dari 16

RESUME KEPERAWATAN ANAK DENGAN TFA

PADA ANAK S. T DI RUANG POLI ANAK

RUMKIT TK II PROF Dr. J.A LATUMETEN AMBON

Disusun Oleh

PUPUT INGGRID MASSA

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKes) MALUKU HUSADA

AMBON
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT NURSING

RESUME KEPERAWATAN ANAK DENGAN TFA

PADA ANAK C. H DI RUANG POLI ANAK

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh CI Institusi dan CI Klinik Ruang Poli Anak

RUMAH SAKIT TINGKAT II PROF dr. J.A LATUMETEN AMBON

Mahasiswa Ners

( )

Mengetahui :

CI INSTITUSI CI KLINIK

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
TONSILOFARINGITIS AKUT

I. Konsep Dasar

A. Definisi
Tonsilofaringitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada
tonsil dan faring (Muscari, 2018).
Tonsilofaringits adalah peradangan pada tongsil dan faring yang masih
bersifat ringan, radang faring pada anak hampir selalu melibatakan organ
disekitarnya sehinggga infeksi pada faring biasanya juga mengenal tongsil.
Sehingga disebut sebagai tongsilofaringitis akut akut (Suriadi, 2020)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tonsilofaringitis
merupakan peradangan pada faring atau tonsil ataupun keduanya yang
disebabkan oleh bakteri dan oleh virus.

B. Etiologi
Menurut Muallimah (2020) berbagai bakteri dan virus dapat menjadi
etiologi faringitis, baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai
bagian dari penyakit lain. Virus merupakan etiologi terbanyak terjadinya
faringitis akut, terutama pada anak berusia ≤ 3 tahun (prasekolah).
Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak
faringitis / tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30% dari
penyebab faringitis akut pada anak.
Mikroorganisme penyebab tonsilofaringitis adalah:
1. Bakteri
Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lainnya
seperti morbili dan varisella atau komplikasi penyakit kuman lain seperti
pertusis atau pneumonia dan pneumococcus. Streptococcus lebih banyak pada
anak-anak dan bersifat progresif resistensi terhadap pengobatan dan sering
menimbulkan komplikasi seperti abses paru, empiema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Lebih dari 200 virus dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bagian atas, diantaranya adalah :
Rhinovirus adalah salah satu jenis virus yang paling sering menjadi penyebab
infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. Meskipun pasien mendapat
immunitas terhadap serotipe virus akan tetapi lebih dari 100 serotipe virus
telah dikenali. Meningkatkan immunitas terhadap semua rhinovirus
membutuhkan waktu yang lama.
3. Syncytial .
Sering dimulai pada bayi menyerang sistim pernapasan bagian atas kemudian
menginvasi saluran penapasan bagian bawah. Pada anak yang lebih tua dan
orang dewasa secara alami yang terinfeksi virus syncytial biasanya
mempunyai gejala pernapasan yang khas yang mungkin berakhir 2 minggu.
Masa inkubasi virus 2-7 hari setelah pajanan dan berlanjut hingga 2 minggu.

C. Tanda dan Gejala


Tonsilofaringitis akut Streptococcus sangat mungkin jika dijumpai tanda
dan gejala sebagai berikut:
1. Awitan akut, disertai mual dan muntah.
2. Terdapat nyeri pada tenggorokan
3. Nyeri ketika menelan
4. Kadang disertai otalgia (sakit telinga)
5. Demam tinggi
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Kelenjar limfa leher membengkak
9. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan :
Pembesaran tonsil disertai hiperemia, kadang didapatkan bercak kuning keabu-
abuan yang dapat meluas membentuk seperti membran. Bercak menutupi
kripta dan terdiri dari leukosit, sel epitel yang sudah mati dan kuman patogen
Pada tonsilofaringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum
mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit
dibedakan dengan eksudat pada tonsilofaringitis akibat Stretococcus. Gejala
yang timbul dapat menghilang selama 24 jam, berlangsung 4 – 10 hari
( Muallimah, 2020)
D. Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar
dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan
kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih
keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri
telan, demam tinggi dan bau mulut serta otalgia.
Faringitis Streptococcus beta hemolitikus grup A (SBHGA) adalah infeksi
akut orofaring dan atau nasofaring oleh SBHGA. Penyebaran SBHGA
memerlukan penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat.
Infeksi jarang terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, mungkin karena kurang
kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel. Infeksi pada toddlers paling sering
melibatkan nasofaring. Remaja biasanya telah mengalami kontak dengan
organisme beberapa kali sehingga terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi
SBHGA lebih jarng pada kelompok ini.
Faringitis akut jarang disebabkan oleh bakteri, diantara penyebab bakteri
tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak. Streptococcus grup C dan D
telah terbukti dapat menyebabkan epidemi faringitis akut, sering berkaitan dengan
makanan dan air yang terkontaminasi. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut (GNA). Organisme ini lebih sering terjadi pada usia
dewasa.
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvaasi mukosa faring
yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan
iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring, uvula dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya adalah
terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan
lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, dan keduanya. Infeksi
Streptococcus ditandai dengan invasi lokal serta pelepasan toksin ekstraseluler
dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi
akibat kontak tangan dengan sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral.
Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek yaitu 24 – 72 jam
( Muallimah, 2020).

E. WOC

Invasi kuman pathogen

Penyebaran limfogen

Faring dan tonsil

Proses inflamasi

Tonsilofaringitis akut

Hipertermi

Edema faring dan tonsil Tonsil dan adenoid membesar

Nyeri Obstruksi pada tuba eustaki


telan

Sulit makan dan minum kurangnya pendengaran infeksi sekunder

Kelemahan otitis media


Defisit nutrisi
kurang dari
Intoleransi
kebutuhan tubuh Gangguan persepsi :
aktivitas
pendengaran
( Muallimah, 2020).

F. Komplikasi
Menurut Muallimah, (2020) komplikasi yang bisa timbul akibat penyakit
tonsilofaringitis yang tidak tertangani secara baik adalah :
1. Otitis media akut
2. Abses peritonsil
3. Toksemia
4. Bronkitis
5. Miokarditis
6. Artritis.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

H. Penatalaksanaan
Penanganan pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1. Penatalaksanaan medis
a. antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin,
amoksisilin, eritromisin dll
b. antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c. analgesic
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. kompres dengan air hangat
b. istirahat yang cukup
c. pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
d. kumur dengan air hangat
e. pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien

II. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Keluhan utama : sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
2. Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan,
efek terapi dll
3. Riwayat kesehatan lalu : riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, penyakit yang
pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media ), riwayat
hospitalisasi.
4. Pengkajian umum : usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital
dll
5. Pernafasan : kesulitan bernafas, batuk
6. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
• T0 : bila sudah dioperasi
• T1 : ukuran yang normal ada
• T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
• T3 : pembesaran mencapai garis tengah
• T4 : pembesaran melewati garis tengah
7. Nutrisi : sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak
makan dan minum, turgor kurang.
8. aktifitas / istirahat : anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise.
9. keamanan / kenyamanan : kecemasan anak terhadap hospitalisasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan tonsilofaringitis
akut adalah :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera biologi : pembengkakan
pada tonsil.
3. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan adanya anoreksia.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.

C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Hipertermia Termogulasi MANAJEMEN HIPERTERMIA
Tujuan : setelah (I.15506)
dilakukan tindakan
keperawatan 1x8 jam Observasi
diharapkan suhu tubuh
tetap berada pada 1. Identifkasi penyebab
rentang normal hipertermi (mis. dehidrasi
Kriteria hasil : terpapar lingkungan panas
1. Menggigil penggunaan incubator)
menurun 2. Monitor suhu tubuh
2. Suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit]
membaik 4. Monitor haluaran urine
3. Suhu kulit
membaik Terapeutik

5. Sediakan lingkungan yang


dingin
6. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
7. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
10. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
11. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
12. Batasi oksigen, jika perlu

Edukasi

13. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

14. Kolaborasi cairan dan


elektrolit intravena, jika
perlu

Nyeri Akut Tujuan : setelah Manajemen Nyeri (1.08238)


berhubungan dilakukan tindakan hal.201
dengan Agen keperawatan 1x8 jam
Pencedera biologi : diharapkan Tingkat Observasi
pembengkakan nyeri menurun dengan 1. Lokasi, karakteristik,
pada tonsil. kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri.
menurun 2. Identitas skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identitas respon nyeri non
3. Sikap protektif verbal
menurun 4. Identitas faktor yang
4. TTV membaik memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identitas pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan

Terapeutik.
8. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Edukasi
9. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
analgetik

Defisit Nutrisi Tujuan : setelah MANAJEMEN NUTRISI (I.


dilakukan tindakan 03119)
keperawatan 1x8 jam
diharapkan Nutrisi Observasi
terpenuhi dengan
kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makan 2. Identifikasi alergi dan
meningkat intoleransi makanan
2. Frekuensi makan 3. Identifikasi makanan yang
meningkat disukai
3. Nafsu makan 4. Identifikasi kebutuhan kalori
meningkat dan jenis nutrient
4. Berat badan atas 5. Identifikasi perlunya
IMT meningkat penggunaan selang
nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

8. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian


medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
11. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

Intoleransi aktifitas Tujuan : setelah MANAJEMEN ENERGI (I.


berhubungan dilakukan tindakan 05178)
dengan kelemahan. keperawatan 1x8 jam
diharapkan Intoleransi Observasi
aktivitas meningkat
1. Identifkasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik

1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara,
kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Edukasi

5. Anjurkan tirah baring


6. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
7. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
8. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

9. Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

TERAPI AKTIVITAS (I.05186)

Observasi

1. Identifikasi deficit tingkat


aktivitas
2. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
3. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
6. Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas

Terapeutik

7. Fasilitasi focus pada


kemampuan, bukan deficit
yang dialami
8. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
9. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
10. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
11. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
12. Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
13. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
14. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. ambulansi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
15. Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
16. Fasilitasi akvitas motorik
kasar untuk pasien
hiperaktif
17. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
18. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
19. Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit
dan emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
20. Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
21. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan
( mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki
dan kart)
22. Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
23. Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
24. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
25. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
26. Berikan penguatan positfi
atas partisipasi dalam
aktivitas

Edukasi

27. Jelaskan metode aktivitas


fisik sehari-hari, jika perlu
28. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
29. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
30. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
31. Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi

32. Kolaborasi dengan terapi


okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
33. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. (2017). Buku Ajar Ilmu Kesehatan :

Telinga HidungTenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Muallimah, dkk (2020). Laporan Pendahuluan Tonsilofaringitis Akut (TFA). Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai