Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TEORI DASAR

Semen merupakan suatu bahan yang bersifat hidrolis, yaitu bahan yang akan

mengalami proses pengerasan pada percampurannya dengan air ataupun larutan

asam. Salah satu jenis semen yang khas dan biasa aplikasikan dalam industri

perminyakan adalah semen portland (mula-mula ditemukan di pulau Portland,

Inggris) .

Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke

dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen tersebut

mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun formasi

untuk melindungi casing dari masalah masalah mekanis, melindungi casing dari

fluida formasi yang bersifat korosif dan untuk memisahkan zona yang satu dengan

zona lainnya dibelakang casing. Proses penyemenan dilakukan pada sekeliling

outside diameter casing yang telah dimasukkan kedalam wellbor. Diameter lubang

sumur bor lebih besar dari pada diameter casing, karena itu untuk memperkuat

posisi casing maka perlu dilakukan penyemenan. Semula penguunaan semen ini

hanyalah untuk menutup formasi air (tahun 1903), tetapi dengan keadaan dan

kebutuhan sekarang yang makin berkembang, maka penggunaannya semakin

bervariasi pada pemboran sumur.

Semen yang digunakan pada umumnya adalah jenis semen Portland biasa,

dimana semen Portland ini adalah semen yang belum mendapat tambahan bahan

kimia lain sebagai aditif. Semen ini merupakan hidraulik semen, yaitu akan

mengeras apabila bercampur dengan air yang kemudian mengalami proses hidrasi.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
5

Hidrasi ini bukan sekedar proses pengeluaran air dari bubur semen, tetapi dalam

proses ini terjadi reaksi kimia antara air dengan unsur-unsur yang terdapat dalam

semen. Hidrasi itu sendiri menghasilkan setting, pengerasan, dan pembentukan

kekuatan (compressive strength) pada bubur semen. Waktu pengejalan dan

pembentukan kekuatan semen dapat direkayasa sesuai dengan kebutuhan, sehingga

semen bisa direncanakan dalam operasi penyemenan untuk setiap kedalaman sumur

yang berbeda dengan kondisi tekanan dan temperature yang berbeda pula.

Kenaikan temperatur dan tekanan pada semen akan menaikan compressive

strength dari semen. Akan tetapi untuk temperatur diatas 230oF compressive dari

semen turun. Penurunan dari strength disebut juga strength restrogression.

Strength restrogression dapat pula terjadi karena penambahan air diwaktu

pembuatan semen terlalu banyak. Selain dari itu aditif yang terlalu banyak dapat

menyebabkan restrogression juga.

Prosedur untuk penyemenan dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing

dan secondary cementing.

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah

pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran,

salah satu diantaranya adalah tergantung dari berhasil atau tidaknya penyemenan

sumur tersebut.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
6

2.1 Tujuan Penyemenan

Penyemenan sumur secara integral, merupakan salah satu aspek yang sangat

penting dalam suatu operasi pemboran, baik sumur minyak maupun gas. Semen

tersebut digunakan untuk melekatkan rangkaian pipa selubung dan mengisolasi

zona produksi serta mengantisipasi adanya berbagai masalah pemboran.

Perencanaan penyemenan meliputi :

 Perkiraan kondisi sumur (ukuran, suhu, tekanan, dsb.)

 Penilaian terhadap sifat lumpur pem-boran.

 Pembuatan suspensi semen (slurry design).

 Teknik penempatan.

 Pemilihan peralatan, seperti centralizers, scratchers, dan float equipment.

Program perencanaan penyemenan secara tepat, merupakan hal pokok yang

akan mendukung suksesnya operasi pemboran. Pada dasarnya operasi penyemenan

bertujuan untuk :

 Melekatkan pipa selubung pada dinding lubang sumur.

 Melindungi pipa selubung dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi

pemboran (seperti getaran).

 Melindungi pipa selubung dari fluida formasi yang bersifat korosi.

 Memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa selu-

bung.

Penyemenan lubang sumur perlu dilakukan terutama untuk menyekat zona-

zona pada sumur pemboran sehingga dapat mencegah masuk atau merembesnya

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
7

fluida formasi yang tidak diinginkan ke dalam lubang sumur pemboran. Dengan

penyekatan yang baik maka diharapkan dapat diperoleh produksi yang optimal.

Pelaksanaan penyemenan yang salah akan dapat menyebabkan

terbentuknya channel semen, adanya produksi air/gas yang tidak diinginkan dan

korosi pada pipa. Untuk mencegah timbulnya problema tersebut maka diperlukan

pengetahuan yang luas tentang prinsip-prinsip dasar dan perhitungan-perhitungan

dalam melaksanakan penyemenan.

Semen yang digunakan dalam industri perminyakan adalah dalam bentuk

material bubuk semen tanpa aditif adalah semen portland. Bahan dari semen

tersebut adalah limestone, clay dan senyawa besi (Fe2O3) ditambah gypsum

sejumlah tertentu untuk memperlambat setting time dan untuk meningkatkan

kekerasan semen.

Portland Cement adalah semen yang biasa dipakai pada operasi

penyemenan sumur dalam industri perminyakan. Portland cement ini akan

mengeras bila bertemu dengan air. Semen ini dibuat dari bahan dasar calcareous

seperti limestone, marl, karang-karangan dan argillaceous seperti clay, shale, slate

yang diproses pada rotary klin (tempat pembakaran berputar) dengan temperatur

2600 – 28000F.

2.2 Tipe – Tipe Penyemenan

Penyemenan sangat erat hubungannya dengan operasi pemboran, dimana

keberhasilan perencanaan penyemenan merupakan salah satu faktor keberhasilan

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
8

dalam proses pemboran. Pengertian penyemenan adalah proses pendorongan

sejumlah suspensi bubur semen yang mengalir dari bawah sepatu casing hingga

naik ke annulus di antara casing dan formasi, yang kemudian membutuhkan

beberapa waktu untuk mengeras sehingga mengikat antara casing dengan dinding

lubang bor atau casing dengan casing. Berdasarkan tujuannya proses penyemenan

dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Penyemenan Awal (Primary Cementing).

2. Penyemenan Kedua atau Perbaikan (Secondary atau Remedial Cementing).

2.2.1 Primary Cementing

Primary cementing adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah

casing diturunkan ke dalam sumur. Pada primary cementing, penyemenan casing

pada dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen.

Penyemenan conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi

fluida pemboran (lumpur pemboran) dengan formasi. Penyemenan surface casing

bertujuan untuk melindungi air tanah agar tidak tercemar dari fluida pemboran,

memperkuat kedudukan surface casing sebagai tempat dipasangnya BOP (Blow

Out Preventer). Untuk menahan beban casing yang terdapat di bawahnya dan untuk

mencegah terjadinya aliran fluida pemboran atau fluida formasi yang akan melalui

surface casing. Penyemenan intermediate casing bertujuan untuk menutup tekanan

formasi abnormal atau mengisolasi daerah lost circulation. Penyemenan production

casing bertujuan untuk mencegah terjadinya aliran antar formasi ataupun aliran

fluida formasi yang tidak diinginkan yang akan memasuki sumur. Selain itu juga

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
9

bertujuan untuk mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida formasi

dan juga untuk mencegah terjadinya korosi pada casing yang disebabkan oleh

material-material korosif. Adapun kegiatan dari Primary Cementing adalah :

 Melindungi casing terhadap tekanan formasi.

 Melekatkan casing pada formasi.

 Membuat pemisahan – pemisahan zone antara lapisan permeable dan

 dinding lubang bor.

 Melindungi daerah produksi dari water bearing sands.

 Mencegah casing berkarat, karena masuk cairan formasi.

 Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan sari satu formasi

ke formasi yang lain.

2.2.2 Secondary/Remedial Cementing

Apabila pekerjaan penyemenan pertama (primary cementing) telah

dilakukan, dapat dilakukan pengecekan keberhasilan dengan melakukan running

CBL (Cement Bond Logging) dan VDL (Variable Density Logging), sehingga dapat

diamati sempurna atau terdapat kerusakan. Jika pada hasil logging tersebut terdapat

kerusakan maka dilakukanlah secondary cementing. Selain itu, secondary

cementing dilakukan apabila dari proses pengeboran gagal mendapatkan minyak

dan zona produksi yang di perforasi akan ditutup. Penyemenan yang kurang baik

dapat membuat operasi pemboran tidak berjalan lancar, sehingga tingkat kualitas

dari penyemenan sangat diperhatikan dan solusi untuk kualitas buruk dari

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
10

penyemenan ialah secondary cementing. Secondary Cementing dibagi menjadi 3

bagian, yaitu :

a. Squeeze Cementing

Squeeze cementing adalah proses bubur semen (slurry) yang diberi tekanan

hingga terdorong ke bawah sampai pada titik tertentu di dalam sumur untuk

maksud perbaikan sumur tersebut.

b. Re-cementing

Re-cementing dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang

gagal dan untuk memperluas perlindungan casing di atas top semen.

c. Plug Back Cementing ( Plug Abandon )

Plug-Back Cementing digunakan untuk :

 Menutup atau meninggalkan sumur (abandonment)

 Melakukan directional drilling sebagai landasan whipstok, yang

dikarenakan adalanya perbedaan compressive strength antara semen

dan formasi maka akan mengakibatkan perubahan arah pada bit.

 Menutup zona air di bawah zona minyak agar water oil ratio

berkurang pada open hole completion

 Metode Plug cementing terdiri dari :

 Balanced Plug Method

Merupakan metode paling umum digunakan karena paling sederhana

dalam pengaplikasiannya serta tidak memerlukan alat-alat khusus, akan

tetapi memiliki kelemahan dalam hal mud contamination dan plug

movement.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
11

 Dump Bailer

Metode ini hanya memerlukan biaya yang murah dan akurat. Pada

umumnya membutuhkan semen basket, permanent bridge plug dan

sand pack. Kelemahan dari metode ini adalah proses yang lambat.

 Two Plug Method

Pada metode ini alat – alat yang digunakan adalah plug catcher, top

plug dan bottom plug. Metode ini memiliki kelebihan dalam hal

displacement control dan metode ini mereduksi mud contamination.

 Modified Two Plug Method

Pada dasarnya metode ini sama dengan metode two plug, namun pada

metode modified two plug dilakukan run centralizer dan scratchers

pada tail pipe (dibawah plug catcher) dan metode ini lebih efektif dalam

filter cake removing yang tebal atau lunak.

 Penyebab kegagalan dalam pekerjaan plug cementing adalah sebagai berikut :

 Mud removal yang buruk.

 Cement slurry yang tidak stabil.

 Volume slurry yang tidak cukup.

 Koordinasi yang buruk.

 Ketidak sabaran dalam pekerjaan.

2.3 Bubur Semen ( Cement Slurry )

Bubur semen (cement slurry) terbuat dari pencampuran antara fasa cair,

semen dan aditif yang disesuaikan dengan program kegiatan penyemenan yang

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
12

akan dilakukan. Bubur semen yang akan dibuat harus didesain sesuai dengan

formasi yang akan disemen. Berikut ini adalah komposisi dari bubur semen, antara

lain :

 Fasa Cair

Fasa cair yang dipergunakan pada umumnya adalah air namun ada juga

yang menggunakan minyak pada pembuatan semen khusus. Tujuan

penggunaan zat cair adalah sebagai media agar bubuk semen dapat saling

berikatan.

 Bubuk semen

Bubuk semen merupakan material padatan yang mempunyai sifat

menyemen. Bubuk semen ditempatkan pada karung atau sak. Berat sak semen

umumnya adalah 94 lbs, sedangakan berat jenis bubuk semen adalah 3.14

gr/cc. Bubuk semen yang digunakan dalam penyemenan sumur minyak atau

gas berbeda dengan semen yang digunakan untuk bangunan karena sumur

minyak maupun gas mempunyai karakteristik tertentu sehingga bubuk semen

yang dipakai pun harus mempunyai sifat-sifat tertentu pula. American

Petroleum Institute (API) dan American Society for testing Material (ASTM)

telah membuat standar tentang bubuk semen yang dipergunakan untuk sumur

minyak dan gas.

2.3.1 Komposisi Mineral Semen

Ada empat komponen utama semen yang apabila bereaksi dengan air akan

membentuk struktur yang kaku/keras, yaitu8):

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
13

a. Tricalcium Silicate (3CaO SiO2)

Dinotasikan sebagai C3S yang dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2 dan

merupakan komponen terbanyak dalam semen portland, sekitar 40 – 45% untuk

semen yang lambat proses pengerasannya dan 60 – 65% untuk semen yang cepat

proses pengerasannya (high-early strength cement). Komponen ini pada semen

memberikan strength yang terbesar pada awal pengerasan.

3CaO + SiO3 3CaO.SiO2 (Tricalcium Silicate/C3S)

b. Dicalcium Silicate (2CaO SiO2)

Dinotasikan sebagai C2S yang juga dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2.

Memberikan pengaruh terhadap strength semen akhir. C2S menghidrasi sangat

lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time semen, tetapi sangat

berpengaruh dalam kekuatan semen lanjut dan kadarnya dalam semen tidak lebih

dari 20% Rumus kimia Dicalcium Silicate adalah, merupakan komponen yang

memberikan kenaikkan strength yang lambat.

2CaO + SiO2 2CaO.SiO2 (Dicalcium Silicate/C2S)

c. Tricalcium Aluminate (3CaO Al2O3)

Dinotasikan sebagai C3A yang terbentuk dari reaksi CaO dan Al2O3. Kadarnya

15% untuk high-early strength dan 3% untuk semen yang tahan terhadap

kandungan sulfate, namun berpengaruh terhadap rheologi suspensi dan

membantu proses pengerasan awal semen.

3CaO + Al2O3 3CaO. Al2O3 Tricalcium Aluminat (C3A)

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
14

d. Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO Al2O3 Fe2O3)

Dinotasikan sebagai C4AF yang terbentuk dari reaksi CaO.Al2O3 dan Fe2O3.

Kadarnya tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap

kandungan sulfat tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan

menaikkan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A dan menurunkan panas hasil

reaksi / hidrasi C2S dan C3S.

CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3

Komponen utama semen Portland diperlihatkan oleh Tabel 3.1 Dari tabel

tersebut dapat dilihat bahwa C3S dan C2S merupakan komponen utama. C3S

memiliki laju hidrasi yang paling tinggi dan berpengaruh pada sifat ketahanan

semen secara keseluruhan. C2S merupakan komponen yang tidak begitu reaktif dan

berpengaruh pada peningkatan kekuatan semen secara bertahap. C3A berpengaruh

pada pengerasan awal karena sifat hidrasinya yang cepat. C4AF hampir sama

dengan C3A akan tetapi sangat tergantung pada temperatur dan persentase additif.

Bahan dasar pembuatan semen diambil dari batuan jenis Calcareous dan

Argillaceous seperti limestone, clay dan shale, serta jenis bahan lainnya dengan

kandungan kalsium karbonat yang tinggi.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
15

Tabel 2.1

Komposisi Mineral Penyusun Semen8)

Komponen Rumus Kimia Nama Dagang Jumlah

Tricalcium Silicate 3CaO.SiO2 C3S 50%

Dicalcium Silicate 2CaO.SiO2 C2S 25%

Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 10%

Tetracalcium Aluminofferite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 10%

Oksida lain (gipsum, magne- 5%

sium, sulfat, CaO dan

additif khusus lainnya

2.3.2 Klasifikasi Oil Well Cement

Adapun klasifikasi semen menurut API spec 10A adalah sebagai berikut :

a. Kelas A

 Semen ini dapat digunakan sampai kedalaman 6000 ft (1830m) dengan

temperature hingga 80oC

 Tidak tahan terhadap sulphate

 Semen ini sama dengan semen bangunan

 Tersedia hanya dalam tipe Ordinary (O)

 Digunakan pada kondisi normal

 Setara dengan ASTM C-150 tipe I

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
16

b. Kelas B

 Semen ini dapat digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft

(1830m) dan suhu hingga 80oC

 Bubuk semen ini tahan terhadap sulphate, tersedia untuk menengah

sampai tinggi

 Tersedia hanya dalam tipe Ordinary (O) dan Moderate Sulfate

Resistance (MSR)

 Setara dengan ASTM C-150 tipe II

c. Kelas C

 Semen ini dapat digunakan sampai kedalaman 6000 ft (1830m) dengan

kondisi suhu 80oC

 Mempunyai strength awal yang tinggi

 Tersedia semen yang tahan terhadp sulphate dan juga yang tidak tahan

terhdap sulphate

 Semen yang tahan terhadap sulphate tersedia dari tingkat menengah

sampai tinggi

 Tersedia semen tipe Ordinary (O), Moderate Sulfate Resistent (MSR)

dan High Sulfate Resistent (HSR).

 Setara dengan ASTM C-150 tipe III

d. Kelas D

 Digunakan untuk kedelaman 6000 ft (1830 meter) sampai 10.000 ft

(3050 meter)

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
17

 Digunakan dengan kondisi tekanan formasi dan temperatur agak tinggi

(antara 80 – 1300C).

 Tersedia untuk semen yang tahan terhadap sulphate dan yang tidak tahan

terhadap sulphate

 Semen yang tahan terhadap sulphate tersedia dalam tingkat menengah

sampai tinggi

 Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistance (MSR) dan High Sulfate

Resistance (HSR).

e. Kelas E

 Digunakan untuk kedalaman kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai

14.000 ft (4270 meter)

 Digunakan untuk tekanan formasi tinggi dan temperatur tinggi (130 –

145oC)

 Terserdia untuk tipe yang tahan terhadap sulphate dan yang tidak tahan

terhadap sulphate

 Untuk tipe yang tahan terhadap sulphate tersedia untuk tingkat tinggi

 Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistance (MSR) dan High Sulfate

Resistence (HSR).

f. Kelas F

 Digunakan untuk kedalaman 10000 ft (3050 meter) sampai 16.000 ft

(4880 meter)

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
18

 Digunakan untuk menyemen formasi dengan tekanan dan temperatur yang

sangat tinggi (130 – 1600C)

 Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistance (MSR) dan High Sulfate

Resistance (HSR).

g. Kelas G

 Merupakan semen dasar yang dapat digunakan sampai kedalaman 8000 ft

(2440 meter)

 Bila ditambah dengan aditif, maka semen kelas G ini dapat digunakan

pada tekanan dan suhu yang lebih tinggi serta kedalaman yang lebih.

Tersedia untuk ketahanan terhadap sulphate untuk tingkat menengah

sampai tinggi

 Tahan suhu hingga 900C

 Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistance (MSR) dan High

Sulfate Resistance (HSR).

h. Kelas H

 Merupakan semen dasar, yang sifatnya sama dengan semen kelas G

 Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistance (MSR) dan High

Sulfate Resistance (HSR). Kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft

(2440 meter) dengan suhu hingga 950C.

Oil well cement (owc) merupakan semen yang mempunyai karakteristik dan

kekuatan tertentu untuk kegiatan penyemenan formasi sumur yang dalam dan

sempit pada sumur minyak, gas alam dan panas bumi. Dengan demikian semen

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
19

menurut fungsi dan kegunaannya terbagi menjadi beberapa kelas berdasarkan

Standarisasi di Amerika yang dilakukan oleh suatu badan khusus seperti API

(American Petroleum Institute) dan ASTM (American Society for Testing

Material).

Tabel 2.2

Klasifikasi Semen Berdasarkan API8)

API Mixing Water Slurry Weight Well Depth Static Temperatur

Classification (gal/sk) (lb/gal) (ft) (0F)

A (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170

B (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170

C (high early) 6.3 14.8 0 to 6.000 80 to 170

D (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 12.000 170 to 260

E (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 14.000 170 to 290

10.000 to

F (retarded) 4.3 16.2 16.000 230 to 320

G (basic) 5.0 15.8 0 to 8.000 80 to 170

H (basic) 4.3 16.4 0 to 8.000 80 to 170

Berikut ini adalah tabel klasifikasi semen berdasarkan kandungan mineral

dari semen.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
20

Tabel 2.3

Klasifikasi Semen Berdasarkan Kandungan Mineral Semen8)

Cement
A B C ClassD,E,F G H
Ordinary Type (O)
Magnesium Oxide (MgO), maxximum, % 6.0 6.0
Sulfur Trioxide (SO3) maximum, % 3.5 4.5
Loss on ignition, maximum, % 3.0 3.0

Insolube residue, maximum, % 0.75 0.75


Tricalcium aluminate
(3CaO.Al2O3), maximum, % 15
Moderate Sulfate-Resistant Type (MSR)

Magnesium Oxide (MgO), Maximum, % 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0


Sulfur trioxide (SO3),maximum, % 3.0 3.5 3.0 3.0 3.0
Loss on ignition, maximum, % 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0
Insolube residue, maximum, % 0.75. 0.75 0.75 0.75 0.75
Tricalcium Silicate
(3CaO.SiO2), maximum, % 58 58
Tricalcium aluminate
(3CaO.Al2O3), maximum, % 48 48
Total Alkali content expressed as
sodiyum oxide (Na2O)
equivalent, maximum, % 8 8 8 8 8
High Sulfate-Resistant Type (HSR) 0.75 0.75
Magnesium Oxide (MgO), maxximum, % 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
Sulfur Trioxide (SO3) maximum, % 3.0 3.5 3.0 3.0 3.0
Loss on ignition, maximum, % 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0
Insolube residue, maximum, % 0.75. 0.75. 0.75 0.75 0.75
Tricalcium Silicate
(3CaO.SiO2), maximum, % 65 65
Tricalcium Silicate
(3CaO.SiO2), minimum, % 48 48
Tricalcium aluminate
(3CaO.Al2O3), maximum, % 3 3 3 3 3
Total Alkali content expressed as

sodiyum oxide (Na2O) 0.75 0.75


equivalent, maximum, %

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
21

2.4 Sifat - Sifat Semen

Bubur semen yang dibuat haruslah dengan sifat-sifat formasi yang akan di

semen. Oleh karena itu, ada beberapa macam sifat fisik semen yang perlu dibahasi

yaitu Densitas, waktu pengerasan (thickening time), viskositas, fluid loss, kadar air

bebas (free water content), perbandingan air semen (water cement ratio ), waktu

tunggu semen (waiting on cement), permeabilitas, kuat tekan semen (compressive

strength) serta hidrasi semen.

2.4.1 Densitas

Densitas suspensi semen dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara

besarnya massa komponen penyusun suspensi (semen, air dan aditif) dengan

volume komponen penyusun tersebut.

2.4.2 Waktu Pengerasan (Thickening Time)

Thickening time adalah waktu yang diperlukan suspensi semen untuk

mencapai konsistensi sebesar 100 Bc (Unit Of Consistency). Konsistensi sebesar

100 Bc merupakan batasan bagi suspensi semen masih dapat di pompa lagi.

2.4.3 Filtration Loss

Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dari suspensi semen ke

dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan ini sering disebut dengan filtrat.

Apabila filtrat yang hilang terlalu banyak maka akan menyebabkan suspensi semen

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
22

kekurangan air, lalu bubur semen akan menjadi keras dalam waktu yang singkat,

kejadian ini disebut dengan flash set.

Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press pada

kondisi temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Filtration loss diketahui dari

volume filtrat yang ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30

menit masa pengujian. Bila waktu pengujian tidak sampai 30 menit maka besarnya

filtration loss dapat diketahui dengan rumus4):

5.477
F30  Ft ............................................................... (2.1)
t

dimana :

F30 : Filtrat pada 30 menit.

Ft : Filtrat pada t , ml.

t : Waktu pengukur, menit.

2.4.4 Water Cement Ratio (WCR)

Water Cement Ratio (WCR) adalah perbandingan air yang dicampur

terhadap bubuk semen sewaktu suspensi semen dibuat. Jumlah air yang dicampur

tidak boleh lebih atau kurang, karena akan mempengaruhi baik-buruknya ikatan

semen nantinya.

2.4.5 Waiting On Cement (WOC)

Waiting On Cement (WOC) atau waktu menunggu pengerasan suspensi

semen adalah waktu yang dihitung saat plug diturunkan sampai kemudian plug

dibor kembali untuk operasi selanjutnya.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
23

2.4.6 Compressive Strength dan Shear Strength

Compressive Strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam

menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun dari casing,

sedangkan Shear Strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan

berat casing.

2.4.7 Plastic Viscosity

viskositas plastik semen dapat didefinisikan sebagai parameter yang

mengindikasikan ukuran, bentuk dan jumlah daripada partikel-partikel yang

terkandung di dalam semen.

Besarnya harga viskositas plastik suatu suspensi semen dapat ditentukan

berdasarkan data pembacaan dari pengukuran dengan menggunakan

viscosimeter, yaitu berupa skala pembacaan (dial) pada 100 rpm dan 300 rpm,

kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut4) :

 P  R300  R100 .................................................................. (2.2)

dimana,

P = plastic viscosity, cp

R100 = pembacaan dial pada 100 rpm

R300 = pembacaan dial pada 300 rpm

2.4.8 Yield Point

Yield point dapat diartikan sebagai suatu ukuran daripada besarnya gaya

tarik menarik antar partikel-partikel penyusun semen.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
24

Harga yield point suatu suspensi semen dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

YP R300  pv ...................................................................... (2.3)

dimana:

Yp = yield point, lb/100 ft2.

R300 = pembacaan dial pada 300 rpm.

2.5 Aditif Semen

Aditif merupakan bahan-bahan yang ditambah dalam membuat bubur

semen, untuk mendapatkan sifat-sifat bubur semen sesuai yang diinginkan.

Bermacam-macam semen telah dibuat orang untuk memenuhi kebutuhan

bermacam-macam kondisi sumur, seperti kedalaman, temperatur, tekanan dan ini

dapat diubah-ubah densitas dan thickening time-nya dalam batas-batas tertentu

dengan mengubah kadar air. aditif atau zat-zat tambahan adalah material-material

yang ditambahkan pada semen untuk memberikan variasi yang lebih luas pada sifat-

sifat bubur semen agar memenuhi persyaratan yang diinginkan. Aditif ini penting

sekali dalam perencanaan bubur semen karena digunakan untuk :

a. Mempercepat atau memperlambat thickening time.

b. Memperbesar strength.

c. Menaikkan atau menurunkan densitas bubur semen.

d. Menaikkan volume bubur semen.

e. Mencegah lost circulation.

f. Mengurangi fluid loss.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
25

g. Menaikkan sifat tahan lama (durability).

h. Mencegah kontaminasi gas pada semen.

i. Menekan biaya.

2.5.1 Accelerator

Aditif yang digunakan untuk mempercepat pengerasan bubur semen.

Penggunaan aditif ini terutama untuk penyemenan pada suhu dan tekanan

rendah (sumur yang dibor masih dangkal) yang umumnya juga karena jarak

untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Selain itu juga mempercepat

naiknya strength semen dan mengimbangi aditif lain (seperti dispersant dan

fluid loss control agent), agar tidak tertunda proses pengerasan suspensi

semennya. Contoh-contoh additives yang berlaku sebagai accelerator yang

umum digunakan adalah Calcium Chloride, Sodium Chloride, Gypsum, Sodium

Silicate dan Sea Water.

 Kalsium Klorida

Umumnya penambahan kalsium klorida antara 2 – 4% saja ke

dalam suspensi semen. Pengaruhnya dapat mempercepat

thickening time dan menaikkan compressive strength.

 Sodium Klorida

Sodium klorida atau natrium klorida dengan kadar sampai 10 %

BWOMW (by weight on mix water) berlaku sebagai accelerator.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
26

2.5.2 Retarder

Aditif yang digunakan untuk memperpanjang waktu pengerasan. Hal ini

biasanya dilakukan pada penyemenan sumur yang dalam, dimana suhunya

tinggi. Aditif yang berfungsi sebagai retarders antara lain : Lignosulfonate,

Organic Acids, Modified Lignosulfonate, Carboxy Methyl Hydroxy Ethyl

Cellulose. Retarder sering digunakan pada penyemenan casing sumur-sumur

yang dalam, bertemperatur tingi atau untuk kolom penyemenan yang panjang

 Lignosulfonate

Lignosulfonate merupakan polymer yang terbuat dari pulp.

Umumnya dengan kadar 0,1 - 1,5 % BWOC (by weight on cement)

efektif dicampur ke dalam suspensi semen untuk berfungsi sebagai

retarder. Lignosulfonate dapat berfungsi sampai temperatur 62 C

(144 F), namun tetap efektif sampai temperatur 121 C (250 F).

Dan bila ditambahkan sodium borate dapat bertahan sebagai retarder

hingga temperatur 315 C (600 F).

 CMHEC

CMHEC (Carboxymethyl Hydroxyethyl Cellulose) merupakan

polisakaride yang terbentuk dari kayu dan tetap stabil bila terdapat

alkalin pada suspensi semen. CMHEC tetap efektif sebagai retarder

sampai temperatur 121 C (250 F).

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
27

2.5.3 Extender

Merupakan aditif yang digunakan untuk membuat volume bubur semen

menjadi lebih banyak dari setiap sak semenya, karena diperlukan penambahan

air. Dengan demikian extenders berfungsi sebagai aditif yang dapat mengurangi

atau menurunkan densitas bubur semen. yang termasuk extenders adalah :

Bentonite-Attapulgite, Gilsonite, Diatomaceous Earth, Perlite dan Pozzolans.

 Bentonite

Bentonite merupakan extender aditif yang umum digunakan dan

bersifat banyak menghisap air, sehingga volume suspensi semen bisa

menjadi 10 kalinya. API merekomendasikan bahwa tiap

penambahan 1% bentonite akan ditambahkan pula 5,3 % (BWOC)

yang berlaku untuk seluruh kelas semen. Pengaruh lain dari

penambahan bentonite adalah yield semen naik, kualitas perforasi

lebih baik, compressive strength menurun, permeabilitas naik,

viskositas naik dan biaya lebih murah. untuk temperatur di atas 110

C (233 F), penambahan bentonite menyebabkan turunnya

compressive strength secara drastis.

 Sodium Silikat

Sodium slikat dengan kadar 0,2 – 3 % BWOC dapat menurunkan

densitas suspensi semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan

umumnya dengan bertambahanya kadar sodium silikat tersebut

maka compressive strength semen akan turun.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
28

 Pozzolan

Pozzolan terbentuk dari material-material seperti aluminium dan

silika yang bereaksi dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis

pozzolan yaitu pozzolan alam seperti diatomaceous earth dan

pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth sebagai

extender tidak memperbesar viskositas suspensi semen dan harganya

cukup mahal. Sedangkan fly ashes dapat mempercepat naiknya

compressive strength serta harganya sangat murah.

 Glass Bubble

Glass Bubble merupakan lost circulation material berbentuk bola-

bola udara yang elastic yang dapat menghasilkan compressive

strength semen yang baik dan tetap kompak sehingga tidak ada

settling, dapat menaikkan absolute volume.

 Gilsonite

Gilsonite terjadi pada mineral aspal, yang mula-mula ditemukan di

Colorado dan Utah. Dengan specifik gravity 1,07 dan cukup dengan

jumlah air yang sedikit (sekitar 2 gal/ft3) akan didapat densitas

suspensi semen yang rendah. Kadar gilsonite sampai 50 lb yang

dicampur dengan 1 sak semen portland dapat menghasilkan densitas

suspensi semen sekitar 12 ppg.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
29

2.5.4 Weighting Agents

Merupakan aditif yang digunakan untuk memperbesar density bubur

semen dan biasanya digunakan pada formasi yang bertekanan tinggi yang

berguna mengurangi kemungkinan terjadinya blow out. yang termasuk dalam

additives ini adalah : Hematite, Limenite, Barite dan pasir.

 Hematite

Hematite adalah material berbebtuk kristal yang berwarna merah.

Dengan mempunyai specifik gravity sebesar 5,02 maka hematite

termasuk paling efisien sebagai weighting agent. Densitas suspensi

semen bisa mencapai 19 -22 ppg bila ditambah hematite.

 Ilmenite

Ilmenite merupakan aditif yang terbaik sebagai weighting agent.

Material ini merupakan inert solid dan tidak berpengaruh terhadap

thickening time. Dengan mempunyai specifik gravity sekitar 4,4

maka suspensi semen bila ditambahan ilmenite bisa mencapai

densitas lebih dari 20 ppg.

 Barite

Barite merupakan aditif yang paling umum digunakan sebagai

weighting agent, baik untuk suspensi semen maupun dalam lumpur

pemboran. Penambahan barite harus disertai pula dengan

penambahan air untuk membasahi permukaan partikel barite yang

besar. Dengan specifik gravity 4,23 maka barite dapat menaikkan

densitas suspensi semen sampai sekitar 19 ppg.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
30

 Pasir

Pasir yang digunakan sebagai weighting agent adalah pasir ottawa.

Dengan specifik gravity 2,63 maka densitas suspensi semen yang

mengandung pasir ottawa ini dapat mencapai 18 ppg. Penggunaan

pasir ottawwa ini biasanya digunakan untuk penyemenan lubang

sebagai tempat pemasangan whipstock dan untuk plug job.

2.5.5 Lost Circulation Materials

Seperti halnya dengan sirkulasi lumpur pemboran pada sirkulasi bubur

semen pada penyemenan bisa juga terjadi kehilangan bubur semen. Sehingga di

sini perlu ditambahkan aditif untuk menghindari hal tersebut. Gilsonite

dianggap material yang paling baik untuk itu, selain itu juga dapat berfungsi

sebagai extenders. lost circulation materials lainnya : Walnut Hulls, Cellophane

Flakes dan Nylon Fibers.

2.5.6 Dispersant

Dispersant adalah aditif yang berfungsi untuk mengurangi viskositas

suspensi semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena dispersant

mempunyai kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan

suspensi semen menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran

turbulensi walaupun dipompa dengan laju pemompaan yang rendah. Aditif

yang dapat digunakan adalah Organic Acids, Lignosulfonate, Plymers dan

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
31

Sodium Chloride. Aditif yang tergolong dispersant adalah senyawa-senyawa

sulfonate.

 Polymelamine Sulfonate

Polymelamine sulfonate (PMS) dengan kandungan 0,4 % BWOC

sering dicampur dengan suspensi semen sebagai dispersant. Sampai


0
temperatur 85 C (185 0F), PMS tetap aktif karena unsur-unsur

kimianya masih stabil.

 Polynaphtalena Sulfonate

Polynaphtalena sulfonate (PNS) dengan kandungan dispersant yang

umum digunakan. Dan bila pada suspensi semen berisi NaCl, maka

ditambahkan PNS sebanyak 4 % BWOC.

2.5.7 Fluid Loss Control Agent

Fluid loss control agent adalah aditif yang berfungsi mencegah hilangnya

fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan pada

suspensi semen. Aditif yang termasuk ke dalam fluid loss control agents

diantaranya polymer, CMHEC dan Latex.

2.6 Quality Control Bubur Semen

Sebelum kegiatan penyemenan, ada beberapa factor yang harus diketahui

yaitu : berapa kedalaman sumur minyak yang akan disemen, berapa tekanan

formasi sumur, apa kendala-kendala yang ada di dalam formasi dan sebagainya.

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah
32

Sehingga perlu dilakukan quality control terhadap semen yang akan digunakan agar

mampu berfungsi sebagai zona isolasi

Untuk mendapatkan suatu kualitas dan ketahanan tertentu dari suatu bubur

semen, maka perlu ditambahkan zat aditif tertentu ke dalam semen tersebut. Quality

control merupakan suatu pekerjaan menganalisa faktor-faktor yang terdapat pada

bubur semen, diantaranya:

1. Bubur semen selama pemompaan berlangsung harus mempunyai viscosity


rendah, artinya tidak kental atau berbentuk bubur. Hal ini bertujuan agar
bubur semen tersebut bisa dipompakan ke dalam sumur.
2. Waktu yang diperlukan oleh bubur semen dari bentuk cair sampai keras,
harus mampu memberikan kekuatan yang cukup untuk menahan beban axial
atau disebut Waiting on Cement (WOC).
3. Kelanjutan operasi pengeboran tidak dapat dilanjutkan sebelum WOC yang
disarankan sudah terlewati. Kenyataan ini menunjukkan data kekuatan
tekan (Compressive Strength) dari semen sangat penting pada kegiatan
penyemenan.
4. Suhu, tekanan serta kedalaman sumur sangat berpengaruh dalam desain
bubur semen yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena makin dalam
suatu sumur, maka temperature dan tekanannya semakin tinggi. Sedangkan
kekuatan dan sifat dari semen mempunyai batasan tertentu dalam
penggunaannya. suhu dalam mendesain semen terbagi menjadi dua bagian
; Bottom hole circulating temperature (BHCT) yaitu suhu dari slurry atau
mud yang tersirkulasikan sepanjang bore hole dan Bottom Hole Static
Temperature (BHST) yaitu suhu ketika semen telah selesai di sirkulasikan
atau pada kondisi diam (static).

Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Aditif Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pengejalan dan Kuat Tekan Semen Pemboran Kelas 'G'
pada Berbagai Curing Time dan Temperatur. Teuku Rieza Hariesah

Anda mungkin juga menyukai