Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PENGARUH KORELASI LINGKUNGAN BERTETANGGA TERHADAP

KETAKUTAN AKAN KEJAHATAN DI SURABAYA


(Proposal Penelitian Disusun Guna Memenuhi Tugas Metodologi Penelitian)
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Drs. Ec. Slamet Riyadi, M.P., M.M.

Disusun Oleh:
NAMA : SETO ADJIE WIKUBOWO
NIM : 202011320020
PRODI : MANAJEMEN
KELAS :A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS DR. SOETOMO
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Metodologi Penelitian yang berjudul
Analisis Pengaruh Korelasi Lingkungan Bertetangga Terhadap Ketakutan Akan Kejahatan Di
Surabaya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Prof. Dr. Drs. Ec. Slamet Riyadi, M.P., M.M. pada mata kuliah Metodologi Penelitian. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dan juga menambah wawasan
serta pengetahuan tentang pengaruh korelasi lingkungan bertetangga terhadap ketakutan akan
kejahatan di Surabaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drs. Ec. Slamet Riyadi, M.P., M.M,
selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan lebih tentang pengaruh korelasi lingkungan bertetangga
terhadap ketakutan akan kejahatan di Surabaya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membantu akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 19 November 2022

Seto Adjie Wikubowo


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penelitian Sebelumnya
2.2 Landasan Teori

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Definisi Variabel Operational
3.2 Populasi & Sampel
3.3 Jenis, Sumber & Metode Pengumpulan Data
3.4 Hipotesis
3.5 Teknik Analisis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang”
yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku menyimpang itu
merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang
mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual
maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensial bagi
berlangsungnya ketertiban sosial. Kejahatan di samping masalah kemanusiaan juga
merupakan masalah sosial, tidak hanya merupakan masalah bagi masyarakat tertentu, tetapi
juga menjadi masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia.
Salah satu jenis kejahatan yang menonjol adalah kejahatan terhadap harta benda yaitu
pencurian. Pengertian pencurian adalah pengambilan property milik orang lain secara tidak
sah tanpa seizin pemilik. Pelaku tindak pidana pencurian ini biasa disebut dengan pencuri dan
tindakannya oleh masyarakat sering dikenal dengan istilah mencuri. Pencurian terdiri dari dua
unsur yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif tindak pidana pencurian terdiri
dari perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang menyertai atau
melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Unsur
subjektif dari tindak pidana pencurian antara lain adalah adanya maksud, yang ditujukan
untuk memiliki, dan dengan melawan hukum.
Kejahatan bisa terjadi dimanapun, kapanpun dan siapapun. Salah satunya adalah di
lingkungan bertetangga kota Surabaya. Berdasarkan penelitian dari Badan Pusat Statistik,
dalam laporan Statistik Kriminal tahun 2009, menunjukan bahwa kejahatan yang terjadi di
rumah tangga mencapai 1.854.122, dimana untuk jenis kasus pencurian pada peringkat
pertama dengan 1.367.452 kali, dan disusul perampokan sebanyak 74.497 kasus di posisi
kedua. Dari laporan tersebut memperlihatkan bahwa lingkungan bertetangga bukan tempat
yang selalu mampu menghadirkan perasaan aman bagi penghuninya. Kondisi lingkungan
yang tidak aman tentu akan mempengaruhi perasaan tidak aman bagi penghuninya. Keadaan
lingkungan dapat mempengaruhi rasa aman orang-orang yang berada di dalam rumahnya.
Rasa aman merupakan hal yang penting bagi seseorang, dikarenakan apabila seseorang
merasa terancam dan takut itu akan membuat sesorang berperilaku tertutup, tidak
mempercayai orang lain dan lingkungannya, menolak untuk berbicara dengan orang asing,
ragu-ragu terhadap hal baru, serta ragu ketika menghadapi situasi baru. Dengan timbulnya
rasa tidak aman ini sendiri akan menyebabkan disorganisasi sosial pada lingkungan
permukiman. Dengan meningkatkan rasa aman dalam ruang lingkup bertetangga akan
mendorong seseorang untuk mengambil kendali terhadap lingkungannya dan memungkinkan
adanya interaksi antar penghuni di lokasi permukimannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana cara masyarakat kota Surabaya bisa membuat permukimannya aman dari
tindak kejahatan?
2. Bagaimana cara masyarakat sekitar kota Surabaya membuat tetangganya merasa aman
dari kejahatan?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya untuk
menanggulangi kejahatan?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian dari makalah ini adalah:
1. Dengan cara membuat system pos kamling bergantian tiap harinya di pemukiman kota
Surabaya.
2. Dengan cara perduli terhadap lingkungan atau tetangga sekitar pemukimannya.
3. Dengan cara memerintahkan petugas untuk patroli di setiap daerah pemukiman.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang
pengaruh korelasi lingkungan bertetangga terhadap ketakutan akan kejahatan di Surabaya.
Terkait implementasi korelasi lingkungan bertetangga, apakah dapat terjamin pekumin itu
aman. Serta dapat dijadikan bahan bacaan maupun diskusi dan bisa dijadikan juga sebagai
referensi untuk penelitian penelitian yang akan datang nantinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya


No Penelitian Sebelumnya Judul Hasil
1. Mochamad Rifai (2012) Hubungan Fear Of Crime Dengan
Intensitas Aktifitas Masyarakat Di
Tempat Yang Pernah Terjadi
Kejahatan Terorisme
2. Alfat Putra Ibrahim (2018) Korelasi Lingkungan Bertetangga
(Neighborhood) Terhadap
Ketakutan Akan Kejahatan (Fear
of Crime) di Kelurahan Padang
Bulan.
3. Ardy Maulidy Navastara Pengaruh Implementasi Variabel
(2018) Crime Prevention Through
Enviromental Design terhadap
Persepsi Rasa Aman Penghuni
Perumahan Wisma Permai Timur
Surabaya.
4. Dhita Dwidinita (2018) Penataan Kawasan Kelurahan
Krembangan Selatan Kota
Surabaya Dalam Upaya Megatasi
Tindak Kejahatan.

2.2 Landasan Teori


A. Pengertian Kejahatan
Masalah kejahatan dalam masyarakat akhir-akhir ini merupakan fenomena yang selalu
menjadi topik pembicaraan karena senantiasa melingkupi kehidupan bermasyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kejahatan pasti terjadi dimana terdapat manusia-manusia
yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Kejahatan merupakan delik hukum, yakni
peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang
hidup di dalam keyakinan hidup manusia dan terlepas dari undang-undang (G.W.
Bawengan, 1974: 22). Kemudian, Departemen Pendidikan Nasional (2008: 557)
memberikan batasan pengertian kejahatan sebagai perbuatan yang jahat yang melanggar
hukum, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang telah disahkan oleh
hukum tertulis. Dilihat dari segi hukum, kejahatan dapat didefinisikan sebagai berikut:
- Kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa
yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan
yang ditetapkan dalam kaidah hukum, dan tidak memenuhi atau melawan perintah-
perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat
dimana yang bersangkutan bertempat tinggal (Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita,
1987: 29).
Selain itu, beberapa ahli juga memberikan definisi tentang kejahatan, antara lain:
a. Bonger (1982: 21-24) dalam bukunya Pengantar Tentang Kriminologi,
mendefinisikan kejahatan dirasakannya sebagai perbuatan immoril dan anti-sosial,
yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan yang bersangkutan, dan secara
sadar ditentang oleh pemerintah (negara) dengan pemberian penderitaan yang berupa
hukuman atau tindakan.
b. Selanjutnya David M. Gordon dan Paul Mudigdo Moeliono yang dikutip oleh Ninik
Widiyanti dan Yulius Waskita (1987: 27-29) memberikan batasan tentang kejahatan
sebagai berikut:
1) David M. Gordon mendefinisikan kejahatan merupakan usaha pelanggar untuk
hidup dalam suatu situasi ekonomi tidak menentu yang terbentuk dalam tatanan
sosial tertentu.
2) Paul Mudigdo Moeliono mendefinisikan kejahatan adalah perbuatan manusia
yang merupakan pelanggaran norma, yang dirasakan merugikan, menjengkelkan,
sehingga tidak boleh dibiarkan berkembang dalam masyarakat dengan
menuangkannya dalam norma hukum pidana yang disertai ancaman-ancaman
hukuman.
Berdasarkan beberapa definisi tentang kejahatan seperti yang telah disebutkan di atas,
pada intinya sama yakni menyebutkan bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang
melanggar peraturan/hukum yang berlaku di mana masyarakat itu tinggal serta merugikan
masyarakat lainnya. Kejahatan termasuk dalam semua jenis pelanggaran public
(Suhartono W. Pranoto, 2008: 39). Atas pelanggaran yang dilakukan tersebut membawa
konsekuensi berupa sanksi hukuman atau tindakan dari aparat yang berwenang.
Ditambahkan pula bahwa tidak jarang suatu kejahatan diakibatkan oleh situasi ekonomi
yang tidak menentu dalam masyarakat. Akibatnya seseorang nekat melakukan tindak
kejahatan agar tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup.
B. Teori Penanggulangan Kejahatan
Pada masa-masa silam reaksi penghukuman atas kejahatan sangat berat dimana
tujuannya adalah untuk menakut-nakuti masyarakat agar jangan melakukan kejahatan,
dan siksaan sebagai pembalasan (Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita, 1987: 23). Akan
tetapi, untuk masa sekarang usaha-usaha untuk mengurangi kejahatan lebih diarahkan
pada pembinaan serta pemberian efek jera agar para pelaku bisa menginsafi kejahatan
yang telah mereka lakukan.
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian
integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat (social welfare) (Barda Nawawi Arief, 2011: 4). Dapat
dikatakan bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai dari upaya penanggulangan kejahatan
adalah memberikan perlindungan, rasa aman dan kesejahteraan kepada masyarakat.
Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan
memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga
permasyarakatan (Soejono Dirdjosisworo, 1984: 19-20). Namun demikian, bahwa
efektifitas kejahatan hanya mungkin dapat dicapai dengan melalui keikutsertaan
masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata (Moh Kemal
Dermawan, 1994: 102-103).
Menurut G.P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief (2011: 45), upaya
penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
1) Penerapan Hukum Pidana (criminal law application)
2) Pencegahan Tanpa Pidana (prevention without punishment)
3) Mempengaruhi Pandangan Masyarakat Mengenai Kejahatan Dan Pemidanaan lewat
mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media)
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh G.P. Hoefnagels yang dikutip oleh
Barda Nawawi Arief (2011: 46), upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua, yakni:
1) Jalur Penal
Upaya penanggulangan lewat jalur penal ini bisa juga disebut sebagai upaya yang
dilakukan melalui jalur hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya penanggulangan
yang lebih menitikberatkan pada sifat represif, yakni tindakan yang dilakukan sesudah
kejahatan terjadi dengan penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap
kejahatan yang telah dilakukan. Selain itu, melalui upaya penal ini, tindakan yang
dilakukan dalam rangka menanggulangi kejahatan sampai pada tindakan pembinaan
maupun rehabilitasi.
2) Jalur Nonpenal
Upaya penanggulangan lewat jalur nonpenal ini bisa juga disebut sebagai upaya
yang dilakukan melalui jalur di luar hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya
penanggulangan yang lebih menitikberatkan pada sifat preventif, yakni tindakan yang
berupa pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Melalui upaya nonpenal ini sasaran
utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan,
yakni meliputi masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau
tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Variabel Operational


1. Korelasi
Korelasi adalah sebuah hubungan yang selalu ada di setiap titik kehidupan kita. Sebagian
besar kejadian pada kehidupan sehari-hari yang disebut sebagai variabel itu saling
berhubungan atau berkorelasi.
2. Lingkungan Bertetangga
Lingkungan bertetangga (neighborhood) merupakan sebuah konsep yang
menggambarkan suatu konstruksi hubungan yang terjalin melalui proses interaksi, yang
berjalan selama kurun waktu yang panjang pada suatu kelompok masyarakat disuatu
tempat. Lalu melibatkan sisi personal yang membentuk rasa keintiman, saling memiliki,
dan menjaga satu sama lainnya.
3. Ketakutan
Takut adalah suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons
terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli
psikologi juga telah menyebutkan bahwa ketakutan adalah salah satu dari emosi dasar,
selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan.
4. Kejahatan
Kejahatan sering diartikan sebagai perilaku pelanggaran aturan hukum akibatnya
seseorang dapat dijerat hukuman. Kejahatan terjadi ketika seseorang melanggar hukum
baik secara langsung maupun tidak langsung, atau bentuk kelalaian yang dapat berakibat
pada hukuman.

3.2 Populasi & Sampel


Dalam penelitian ini menjadi objek penelitian korelasi bertetangga terhadap ketakutan
akan kejahatan di surabaya. Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
metode deskriptif seperti keadaan, situasi, kondisi, peristiwa-peristiwa, kegiatan dan lain-
lain. Maksud dari penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki
kondisi-kondisi, keadaan, atau hal-hal lain seperti yang telah disebutkan diatas dan
hasilnya disajikan dalam bentuk sebuah laporan penelitian.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Metode yang akan dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara karena metode ini
menerapkan pendekatan personal sehingga hasil yang didapat pun akurat.
Jenis data yang akan diperoleh adalah data primer, karena peneliti terjun langsung ke
lapangan dengan mewancarai penduduk yang ada dipemukiman tersebut. Data primer
adalah informasi yang diperoleh secara langsung di lokasi penelitian atau objek/subjek
penelitian.

3.4 Hipotesis
1. Korelasi
2. Lingkungan Bertetangga
3. Ketakutan
4. Kejahatan

3.5 Teknik Analisis


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode deskriptif
dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang
(sementara berlangsung). Tujuan menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan
sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan
memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, metode ini mendefinisikan suatu
kegiatan yang meliputi pengumpulan data, dalam rangka menguji hipotesis atau
menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu sedang berjalan, dari pokok
penelitian.
Dalam penelitian metode deskriptif, ada tiga cara dalam pengumpulan data terdiri ;
1. Metode yang paling umum digunakan, misalnya di dalam pengumpulan data yang
dapat berhubungan dengan sikap dan pendapat dari suatu kelompok orang. Adalah
dengan cara meminta mereka untuk memberikan informasi penting. Informasi ini
mungkin dapat diperoloeh melalui wawancara pribadi atau melalui survei surat-
menyurat.
2. Cara kedua dalam pengumpulan informasi deskriptif adalah melalui pengamatan.
Salah satu ciri penting metode ini adalah komunikasi langsung antara peneliti dengan
responden, yang dipilih untuk diselidiki atau diteliti. Dalam pengamatan dapat
digolongkan atas tiga, yaitu pengamatan yang memusatkan, pada tingkah-laku
sesungguhnya responden, dapat digolongkan sebagai analisis kegiatan, dan analisis
tugas atau analisis proses.
3. Cara ketiga dapat diperoleh informasi deskriptif adalah dengan menggunakan alat-
alat atau instrumen survei deskriptif untuk melakukan pengukuran pada responden
yang telah diketahui di dalam penyelidikan. Suatu penelitian yang menetapkan
patokan-patokan yang lain disebut survei normatif. Adapun aktifitas dilakukan dalam
bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam
model ini peneliti tetap bergerak dalam komponen analisis seperti tersebut diatas. Di
tengah-tengah waktu pengumpulan data dan analisis data juga akan dilakukan audit
data demi validitas data. Sedangkan sesudah pengumpulan data selesai, bila masih
terdapat kekurangan data, dengan menggunakan waktu yang tersedia, maka peneliti
dapat kembali melakukan penelitian untuk pengumpulan data demi kemantapan
kesimpulan. Untuk lebih jelasnya proses analisis data dengan model interaktif ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Alfat Putra. 2018. Korelasi Lingkungan Bertetangga (Neighborhood) Terhadap


Ketakutan Akan Kejahatan (Fear of Crime) di Kelurahan Padang Bulan. Universitas
Sumatera Utara. Diakses dari https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8128

Rifai, Mochamad. 2012. Hubungan Fear Of Crime Dengan Intensitas Aktifitas Masyarakat Di
Tempat Yang Pernah Terjadi Kejahatan Terorisme. Universitas Indonesia. Diakses dari
https://adoc.pub/hubu-ngan-fear-o-f-cri-me-dengan-intensita-s-a-ktifitas-mas-.html

Dwidinita, Dhita. 2018. Penataan Kawasan Kelurahan Krembangan Selatan Kota Surabaya
Dalam Upaya Megatasi Tindak Kejahatan. Institut Teknologi Sepuluh November. Diakses
dari https://repository.its.ac.id/52618/1/08111650030007-Master_Thesis.pdf

Anda mungkin juga menyukai