1
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I. DEFINISI................................................................................................ 1
BAB II. RUANG LINGKUP................................................................................. 2
BAB III. TATA LAKSANA.................................................................................... 3
A. Organisasi Team Code blue........................................................... 3
B. Uraian Tugas................................................................................... 4
C. Mekanisme kerja tim code blue....................................................... 5
D. Survey Primer.................................................................................. 6
E. Pelaksanaan tindakan Bantuan Hidup Dasar................................. 7
F. Alur Pengaktifan Code blue............................................................ 9
G. RJP dengan 2 penolong.................................................................. 10
H. Kapan resusitasi jantung paru tidak perlu dilakukan...................... 10
I. Kapan resusitasi jantung paru Dilakukan........................................ 11
J. Kapan menghentikan usaha resusitasi........................................... 12
K. Troley emergency tim code blue..................................................... 12
BAB IV. DOKUMENTASI..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 15
ii
Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Gambiran Kota Kediri
Nomor : 445 /210/ 419.80 / 2022
Tanggal : 29 AGUSTUS 2022
BAB I
DEFINISI
1
BAB II
RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua
kondisi darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera
mungkin. Tim Code blue dalam memberikan pelayanan resusitasi tersedia selama 24
jam setiap hari di seluruh area Rumah Sakit. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap:
1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di
sekitarnya, dimana terdapat layanan bantuan Hidup Dasar (BHD).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang
berasal dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code
blue.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar
kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal
tersebut yang dilakukan adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BHD untuk
menunjang kecepatan respon untuk BHD di lokasi,
2. Peralatan BHD harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan
rumah sakit.
2
BAB III
TATA LAKSANA
LANTAI 1 LANTAI 2
Koordinator : Ka Ru IGD Koordinator : WaKa Ru Jenggala
3
LANTAI 3 LANTAI 4
Koordinator : WaKa Ru Kahuripan Koordinator : Case Manager
4
B. Uraian Tugas
1. Ketua dijabat oleh dokter anastesi bertugas :
a. Mengkoordinir segenap anggota
b. Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawatdaruratan yang
dibutuhkan oleh anggota
c. Menerima konsulan dari tim medis
d. Menentukan sikap
2. Koordinator tim Medis Dijabat oleh dokter jaga Instalasi Gawat Darurat
Bertugas :
a. Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang.
b. Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan.
c. Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP.
d. Menentukan sikap
3. Perawat Pelaksana. Perawat bertugas :
a. Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien
di ruang.
b. Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat
dan gawat darurat di ruang
4. Tim Resusitas Dijabat Perawat terlatih dan Dokter Jaga IGD. Bertugas :
a. Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat
diruang.
b. Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat
diruang perawatan
5
ada di ruang Kahuripan, ICU dan ICCU, lantai 4 troley emergency ada di ruang
Dhaha A.
Individu pertama yang menemukan adanya kejadian code blue segera
memulai bantuan hidup dasar sampai dengan tim code blue tiba di lokasi
kejadian.
Perawat atau staf yang terdekat dengan trolley emergency mendorong
trolley emergency ke lokasi kejadian code blue segera setelah mendengar
pemberitahuan kejadian code blue.
Setelah tim code blue tiba di tempat kejadian maka upaya resusitasi
jantung-paru dilanjutkan oleh tim code blue dengan pembagian tugas dalam
resusitasi jantung paru disesuaikan dengan jumlah anggota tim code blue.
1. Pemimpin resusitasi dalam tim code blue adalah individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas dengan
prioritas seperti di bawah ini:
a. Prioritas pertama dokter spesialis Emergency Medicine
b. Prioritas kedua dokter spesialis Anestesi dan atau dokter spesialis
Jantung
c. Prioritas ketiga dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2. Sebelum tim code blue tiba di tempat kejadian maka individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas bertindak
sebagai pemimpin resusitasi sesuai dengan keadaan saat kejadian code
blue.
3. Dokter jaga ruangan dan perawat ruangan memiliki kewajiban berespon
terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju
tempat kejadian code blue bila kejadian code blue terjadi di ruang
perawatan.
4. Pada hari kerja dan jam kerja Dokter jaga code blue adalah dokter jaga
Instalasi Gawat Darurat (IGD) bila hari libur atau di luar jam kerja, dokter
jaga code blue adalah dokter jaga ruangan yang memiliki kewajiban
merespon terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera
menuju tempat kejadian code blue. Ketidakhadiran dimungkinkan bila
terdapat kegawatan di unit masing-masing pada saat bersamaan yang tidak
memungkinkan untuk segera menuju tempat kejadian code blue.
5. Setidaknya perawat ruangan masing-masing lantai yang memiliki tanggung
jawab sebagai tim code blue memiliki kewajiban berespon terhadap
pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat
kejadian code blue.
6. Perawat ruangan masing-masing lantai yang memiliki tanggung jawab
6
sebagai tim code blue ditentukan di setiap shift jaga oleh koordinator atau
penanggung jawab shift.
7. Respon time adalah waktu yang diperlukan sampai dengan tim code blue
tiba di tempat kejadian code blue sejak pemberitahuan kejadian code blue
melalui pagging terdengar, yaitu maksimal 5 menit.
8. Penentuan berakhirnya upaya resusitasi pada kejadian code blue
ditentukan oleh pemimpin tim code blue sesuai dengan pertimbangan
medis.
9. Kejadian code blue dan hasil dari resusitasi jantung-paru yang dilakukan
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
10. Kewenangan tim code blue adalah stabilisasi pasien dan evakuasi ke ICU
dengan kondisi AED masih terpasang selama dalam perjalan
D. Survey Primer
Sebelum melakukan tahapan Bantuan Hidup Dasar, harus terlebih
dahulu dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong
harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien,
dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien
dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil
memanggil namanya atau Pak! / Bu! / Mas! / Mbak! Sambil membuka jalan nafas
dan melihat pergerakan dada, dan mendengarkan suara nafas
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk
mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut. penolong dapat
meminta bantuan kepada orang di sekitarnya untuk menghubungi
panggilan darurat/ rumah sakit terdekat supaya dapat mengirimkan
bantuan tenaga kesehatan yang lebih ahli.
4. Memperbaiki posisi korban / pasien.
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus
dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan
keras.Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah
posisi korban ke posisi terlentang.Ingat !penolong harus membalikkan
korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan
secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus
7
dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan
kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau
menggerakan lutut.
8
f. Seminimal mungkin melakukan interupsi pada kompresi
Kompresi dada pada anak umur 1 — 8 tahun
a. Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan
jari-jari pada tulang iga anak
b. Menekan sternum sedalam 5 cm kemudian lepaskan dengan rasio
menekan, melepas adalah, dengan kecepatan 100-120 kali permenit.
c. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas
buatan sampai dada terangkat untuk 1 penolong.
d. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).
Kompresi dada pada bayi
a. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari
berada di bawah garls intermammari.
b. Menekan sternum sedalam 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari
dari sternum, dengan kecepatan 100-120 kali permenit
c. Setelah 30 kali kompresi, bukajalan napas dan berikan 2 kali napas
buatan sampai dada terangkat untuk 1 penolong.
d. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 untuk 2 penolong.
Kompresi dada pada ibu hamil
a. Memposisikan uterus ke sisi kiri korban
b. Kompresi dada lebih efektif jika penderita dimiringkan ke kiri 30 o
Akan mengurangi tekanan pada vena kava inverior dan menaikkan
volume darah yang menuju ke jantung
6. Setelah melakukan RJPO sebanyak 5 siklus cek ulang nadi karotis, bila
ditemukan nadi karotis hentikan RJPO, bila tidak ditemukan nadi karotis lakukan
RJPO seperti pada poin 5 sampai bantuan datang dan selanjutnya diambil alih
oleh tim code blue
9
6. Memasang Paddel pad AED dan IV line
7. Alat AED terpasang mengikuti instruksi AED yang ada
a. Bila irama Shockabel (VF atau VT tanpa nadi)
1) Bila ingin melakukan DC Shock memberikan aba-aba agar semua
penolong tidak memegang pasien dengan berteriak “SAYA BEBAS..
ANDA BEBAS.. SEMUA BEBAS”
2) Menekan tombol SHOCK
3) Melanjutkan RJP pertama selama 2 menit (5 siklus)
4) Setelah 2 menit RJP pertama, evaluasi irama sesuai perintah AED
5) Bila irama SHOCKABLE, lakukan shock sesuai langkah-langkah poin
1 dan 2, dan mengikuti perintah AED
6) Melanjutkan RJP kedua selama 2 menit
7) Setelah 2 menit RJP kedua, evaluasi irama sesuai perintah AED
8) Bila irama SHOCKABLE lakukan SHOCK sesuai langkah-langkah
pada poin 1 dan 2 sesuai perintah AED
9) Melanjutkan RJP ketiga selama 2 menit
10) Memasukkan Epinefrin 1 mg intra vena setiap 2 menit (dengan dosis
yang sama setiap pemberian)
11) Masukkan Amiodaron dengan dosis :
12) Dosis awal = 300 mg IV cepat (diencerkan dengan 20-30 ml NaCl
0,9%)
13) Pertimbangkan pemberian berikutnya sebanyak 150 mg IV dengan
selang waktu 3-5 menit
14) Melakukan poin 1 s/d 9 sampai dengan ada perubahan irama dan
perintah AED
15) Bila terjadi perubahan irama maka lakukan cek nadi untuk
memastikan apakah pasien ROSC atau PEA
b. Bila irama UNSHOCKABLE (asistole atau PEA)
1) Melanjutkan RJP pertama selama 2 menit
2) Memasukkan epinefrin 1 mg intra vena setiap 2 menit (dengan dosis
yang sama pada setiap pemberian)
3) Setelah 2 menit RJP pertama, evaluasi irama sesuai perintah AED
4) Melanjutkan RJP kedua selama 2 menit
5) Setelah 2 menit RJP kedua evaluasi irama sesuai perintah AED
6) Melakukan poin 1-5 sampai ada perubahan irama dan perintah AED
7) Bila terjadi perubahan irama maka lakukan cek nadi untuk
memastikan apakah pasien ROSC, PEA atau menjadi irama
SHOCKABLE
10
8. Bila pasien ROSC pasien dibawa ke ICU untuk mendapatkan penanganan
atau bantuan lebih lanjut (post cardiac arrest care).
11
resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest)
telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen
telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema
paru refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat,
penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.
1. Resusitasi dilakukan pada :
a. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams-Stokes
c. Trauma
d. Penghirupan asap (beracun)
e. Hipoksia akut
f. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
g. Sengatan listrik
h. Refleks vagal
i. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi
peluang untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
a. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau
kronik yang berat.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih,
yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia
tanpa RJP
Usaha resusitasi jantung paru masih dapat dilaksanakan selama pasien
masih dalam kondisi mati klinis, yaitu keadaan saat seseorang mengalami henti
nafas dan henti jantung. Penderita tidak akan tertolong kalau sudah mengalami
mati biologis. Kerusakan sel otak dimulai 4-6 menit setelah berhentinya
pernapasan dan sirkulasi darah. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi
kematian biologis
J. Kapan menghentikan usaha resusitasi
1. Asistol yang menetap atau tidak terdapat denyut nadi pada neonatus lebih
dan 10 menit
2. Penderita yang tidak respons setelah dilakukan Bantuan Hidup Jantung
Lanjut minimal 20 menit
3. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan
beracun atau mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan
system saraf pusat
4. Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong
12
5. Diambil alih oleh tenaga yang lebih terlatih (tim code blue)
6. Penolong sudah melakukan BHD secara optimal dan kelelahan
7. Permintaan dari keluarga inti
8. Secara etik, penotong RJP selalu menerima keputusan klinik yang layak
untuk memperpanjang usaha pertolongan (misalnya oleh karena
konsekuensi psikologis dan emosional). Juga menerima alasan klinis untuk
mengakhiri resusitasi dengan segera (karena kemungkinan hidup yang
kecii).
9. Menurunnya kemungkinan keberhasilan resusitasi sebanding dengan makin
lamanya waktu melaksanakan bantuan hidup. Perkiraan kemungkinan
keberhasilan resusitasi mulai dari 60-90 % dan menurun secara jelas 3-
10% per menit
LACI 1 : AIRWAY
□ Mayo no 7 (1)
□ Mayo no 9 (1)
□ Magil tang (1)
□ Set laryngoscope (1)
□ Stilet no 2, 4 (1)
□ ETT no 3,5 6 7 7,5 (1)
□ Suction Cateter 8, 10, 12 (2)
□ Face mask anak, dewasa (1)
LACI 2 : BREATHING
□ Dexa Methason (4)
□ Aminophilin (2)
□ Xylocain spray 10mg (1)
□ Tiopol (1)
□ Fentanyl (1)
□ Atracurium (1)
□ Stesolit 10 mg (4)
LACI 3 : CIRCULATION
□ Adrenalin Inj (10)
□ Sulfas Atrofin (10)
□ Ephedrin (4)
□ Farmabes (1)
13
□ Dopamin (2)
□ Dobutamin (2)
□ Amiodaron 150mg (4)
□ Lidocain 2% (5)
□ Noreponephine inj (2)
□ NACL 0,9% (1)
□ Gelofusin (1)
□ ECG electrode (6)
□ Aqua pro inj (2)
□ Infus set (1)
□ Transfusi set (2)
□ Stopchock / three way (1)
□ Extention tube (2)
□ Spuit (3, 5, 10, 20, 50) cc (4)
□ Surflo no 18, 20, 22, 24 (2)
□
LACI 4 : DISABILITY
□ D 40% (4)
□ Verban (2)
□ Plester roll (2)
□ Cavavix (1)
□ MgSO4 20% (4)
□ Handschoon box (1)
□ Alkohol Swap
LACI 5 : EXTRA
□ Ambu bag (1)
□ Jackson risk (1)
□ Stetoskop (1)
□ Baterai laryngoskop (2)
Catatan :
1. Setiap pagi di cek oleh apoteker
2. Setiap kali pakai atau dibuka harus diisi kembali
BAB IV
DOKUMENTASI
14
Setiap kejadian bantuan hidup dasar harus dicatat oleh unit tempat resusitasi jantung
paru dilakukan meliputi:
1. Nama pasien atau korban.
2. Waktu terjadinya kejadian bantuan hidup dasar.
3. Waktu berakhirnya kejadian bantuan hidup dasar
4. Hasil upaya resusitasi jantung paru yang dilakukan: berhasil yang ditandai
kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak berhasil ROSC yang berakhir
kematian.
Tim code blue akan melakukan rekapitulasi data dan membuat laporan tahunan yang
berisi rekapitulasi data selama satu tahun.
Ditetapkan di : Kediri
Pada Tanggal : 29 AGUSTUS 2022
ADITYA.B.DJATMIKO,dr.,M.Kes
DAFTAR PUSTAKA
15
ILCOR 2010. Recommendations. The evidence evaluation process in
resuscitation
PERKI 2019, Buku Ajar Kursus bantuan Hidup Jantung lanjut ACLS Indonesia ; AHA
2015. IDI Kediri.
SNARS 2019, Panduan Kode Biru atau “Code Blue” Kegawatdaruratan Medis
SNARS – Standart Nasional Akreditasi RS Indonesia All Rights Reserved.
16