Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN PELAYANAN

BANTUAN HIDUP DASAR


DAN LANJUT
RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I. DEFINISI................................................................................................ 1
BAB II. RUANG LINGKUP................................................................................. 2
BAB III. TATA LAKSANA.................................................................................... 3
A. Organisasi Team Code blue........................................................... 3
B. Uraian Tugas................................................................................... 4
C. Mekanisme kerja tim code blue....................................................... 5
D. Survey Primer.................................................................................. 6
E. Pelaksanaan tindakan Bantuan Hidup Dasar................................. 7
F. Alur Pengaktifan Code blue............................................................ 9
G. RJP dengan 2 penolong.................................................................. 10
H. Kapan resusitasi jantung paru tidak perlu dilakukan...................... 10
I. Kapan resusitasi jantung paru Dilakukan........................................ 11
J. Kapan menghentikan usaha resusitasi........................................... 12
K. Troley emergency tim code blue..................................................... 12
BAB IV. DOKUMENTASI..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 15

ii
Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Gambiran Kota Kediri
Nomor : 445 /210/ 419.80 / 2022
Tanggal : 29 AGUSTUS 2022

BAB I
DEFINISI

A. Code blue / kode biru :


Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana
terdapat pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata
sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat
darurat
B. Tim code blue :
Tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code blue
Team, yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.
Tim Code blue dalam memberikan pelayanan resusitasi tersedia selama 24 jam
setiap hari di seluruh area Rumah Sakit.
C. Pasien gawat darurat :
Pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan pertolongan
RJP segera.
D. Pasien :
Pasien yang terancam jiwanya tetapi belum memerlukan pertolongan RJP.
Pemilahan kondisi pasien melalui penilaian klinis pasien.
E. Perawat :
Perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP / Code blue Team

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua
kondisi darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera
mungkin. Tim Code blue dalam memberikan pelayanan resusitasi tersedia selama 24
jam setiap hari di seluruh area Rumah Sakit. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap:
1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di
sekitarnya, dimana terdapat layanan bantuan Hidup Dasar (BHD).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang
berasal dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code
blue.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar
kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal
tersebut yang dilakukan adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BHD untuk
menunjang kecepatan respon untuk BHD di lokasi,
2. Peralatan BHD harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan
rumah sakit.

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. Organisasi Team Code blue


Pelindung : Direktur RS
Penanggung Jawab : Wadir Pelayanan
Ketua Tim Code blue : Dokter Spesialis Anastesi
Sekretaris : Perawat ICU
Koordinator Medis : Kepala Instalasi Gawat Darurat
Anggota :
Tim Dokter : Dokter Jaga IGD
Tim Paramedis : : Perawat Pelaksana

LANTAI 1 LANTAI 2
Koordinator : Ka Ru IGD Koordinator : WaKa Ru Jenggala

1. Gigih Budiarto, S.Kep.Ns 1. Tri Purnaningsih, S.Kep.Ns


2. Mario Ade, S.Kep.Ns 2. Yuska Agastian, Amd.Kep
3. Ali Munip, Amd.Kep 3. Welly Sanda, Amd.Kep
4. Mono Sandianto, S.Kep.Ns 4. Dian Agustina, Amd.Kep
5. Nur Azizah, Amd.Kep 5. Nur Wisnu Indra Nasikah,
6. Guntur Aritonang, S.Kep.Ns Amd.Kep
7. Rutvi Kusventy, Amd.Kep 6. Nanik Riyanti, Amd.Kep
8. Irmas Wulandari, Amd.Kep 7. Siswanti, Amd.Kep
9. Albert Ardiansyah, Amd.Kep 8. Septya Yogi Karunia Rahmat,
10. Totok Sugiarto, S.Kep.Ns Amd.Kep
11. Achmad Mashuri Setia, S.Kep.Ns 9. Moh Habib, Amd.Kep
12. Meyke Dwi Sofiyani, Amd.Kep 10. Agung Juli Setiawan
13. Aris Heri, S.Kep.Ns
14. Deni Pramita Sari, Amd.Kep
15. Tri Wahyuni, Amd.Kep
16. Nur Iffana, Amd.Kep
17. Dwi Kristiani, S.Kep.Ns
18. Suliami, S.Kep.Ns
19. Selfi Ananta, S.Kep.Ns
20. M. Fahrurroji, S.Kep.Ns
21. Duwi Wahyu, S.Kep.Ns

3
LANTAI 3 LANTAI 4
Koordinator : WaKa Ru Kahuripan Koordinator : Case Manager

1. Salim Hermawan, S.Kep.Ns 1. Dwi Suryanto, S.Kep.Ns


2. Sri Cahyaningsih, Amd.Kep 2. Setyo Agung Nugroho, S.ST
3. Hanjar Rubiyati, S.Kep.Ns 3. Naning Dwi Parwati, Amd.Kep
4. Ipung Yunendra Agung, SST 4. E Setya Puji Astuti, Amd.Kep
5. Eko Sulistyo, Amd.Kep 5. Thomas Adi Gafur, S.Kep.Ns
6. Andrias Setyawan, S.ST 6. Ika Yuni Diatuti, S.Kep.Ns
7. Anton Arif Wahyudi, S.M 7. Herman Dianto, S.Kep.Ns
8. Eka Yuli Sofiana, S.Kep.Ns
9. Patmi Rahayuni, S.Kep.Ns
10. Bambang Sulistyawan, S.Kep.Ns
11. Albertina Yasis P, Amd.Kep
12. Tri Lulus Sulis Setyo Rini,
Amd.Kep
13. Sigit Eko Setyobudi, Amd.Kep
14. Endra Farida Nuraini, SST
15. Nunik Widyaningsih, Amd.Kep
16. Bowo Dwi Saputro, S.Kep.Ns
17. Ice Winarti, Amd.Kep
18. Putri Rohmawati, Amd.Kep
19. Olivia Kristin, Amd.Kep
20. Kristiana, Amd.Kep
21. Endah Haryani, Amd.Kep
22. Diah Asriningrum, Amd.Kep
23. Dewi Maya Sofa, Amd.Kep
24. Endang Mundayati, SST
25. Leni Susanti, Amd.Keb
26. Lusy Wulandari, SST
27. Rindang Windriasih, Amd.Keb
28. Miskram, S.Kep.Ns
29. Verry Octavianto, S.Kep.Ns
30. Siti Sari Ningsih, S.Kep.Ns
31. Andy Eko Wahyudi, Amd.Kep
32. Mita Rachmaningsih, Amd.Kep

4
B. Uraian Tugas
1. Ketua dijabat oleh dokter anastesi bertugas :
a. Mengkoordinir segenap anggota
b. Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawatdaruratan yang
dibutuhkan oleh anggota
c. Menerima konsulan dari tim medis
d. Menentukan sikap
2. Koordinator tim Medis Dijabat oleh dokter jaga Instalasi Gawat Darurat
Bertugas :
a. Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang.
b. Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan.
c. Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP.
d. Menentukan sikap
3. Perawat Pelaksana. Perawat bertugas :
a. Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien
di ruang.
b. Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat
dan gawat darurat di ruang
4. Tim Resusitas Dijabat Perawat terlatih dan Dokter Jaga IGD. Bertugas :
a. Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat
diruang.
b. Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat
diruang perawatan

C. Mekanisme kerja tim code blue


Prosedur code blue dimulai dengan adanya kejadian code blue di
lingkungan RSUD Gambiran Kota kediri. Individu pertama yang menemukan
kejadian code blue akan meminta pertolongan dengan mengeluarkan suara
teriakan “code blue”.
Petugas yang berada di dekat lokasi yang mendengar teriakan itu segera
menghubungi dan memberitahukan informasi mengenai adanya kejadian code
blue dan lokasi terjadinya (Lantai, Ruangan dan nomor kamar). Setiap lantai
terdapat titik Trolley emergency dan tim code blue.
Tim code blue yang mendengar alarm code blue segera menuju tempat
kejadian code blue. Kejadian code blue di lantai satu emergency kit ada di IGD,
lantai 2 troley emergency ada di ruang Jenggala A, lantai 3 troley emergency

5
ada di ruang Kahuripan, ICU dan ICCU, lantai 4 troley emergency ada di ruang
Dhaha A.
Individu pertama yang menemukan adanya kejadian code blue segera
memulai bantuan hidup dasar sampai dengan tim code blue tiba di lokasi
kejadian.
Perawat atau staf yang terdekat dengan trolley emergency mendorong
trolley emergency ke lokasi kejadian code blue segera setelah mendengar
pemberitahuan kejadian code blue.
Setelah tim code blue tiba di tempat kejadian maka upaya resusitasi
jantung-paru dilanjutkan oleh tim code blue dengan pembagian tugas dalam
resusitasi jantung paru disesuaikan dengan jumlah anggota tim code blue.
1. Pemimpin resusitasi dalam tim code blue adalah individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas dengan
prioritas seperti di bawah ini:
a. Prioritas pertama dokter spesialis Emergency Medicine
b. Prioritas kedua dokter spesialis Anestesi dan atau dokter spesialis
Jantung
c. Prioritas ketiga dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2. Sebelum tim code blue tiba di tempat kejadian maka individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas bertindak
sebagai pemimpin resusitasi sesuai dengan keadaan saat kejadian code
blue.
3. Dokter jaga ruangan dan perawat ruangan memiliki kewajiban berespon
terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju
tempat kejadian code blue bila kejadian code blue terjadi di ruang
perawatan.
4. Pada hari kerja dan jam kerja Dokter jaga code blue adalah dokter jaga
Instalasi Gawat Darurat (IGD) bila hari libur atau di luar jam kerja, dokter
jaga code blue adalah dokter jaga ruangan yang memiliki kewajiban
merespon terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera
menuju tempat kejadian code blue. Ketidakhadiran dimungkinkan bila
terdapat kegawatan di unit masing-masing pada saat bersamaan yang tidak
memungkinkan untuk segera menuju tempat kejadian code blue.
5. Setidaknya perawat ruangan masing-masing lantai yang memiliki tanggung
jawab sebagai tim code blue memiliki kewajiban berespon terhadap
pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat
kejadian code blue.
6. Perawat ruangan masing-masing lantai yang memiliki tanggung jawab

6
sebagai tim code blue ditentukan di setiap shift jaga oleh koordinator atau
penanggung jawab shift.
7. Respon time adalah waktu yang diperlukan sampai dengan tim code blue
tiba di tempat kejadian code blue sejak pemberitahuan kejadian code blue
melalui pagging terdengar, yaitu maksimal 5 menit.
8. Penentuan berakhirnya upaya resusitasi pada kejadian code blue
ditentukan oleh pemimpin tim code blue sesuai dengan pertimbangan
medis.
9. Kejadian code blue dan hasil dari resusitasi jantung-paru yang dilakukan
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
10. Kewenangan tim code blue adalah stabilisasi pasien dan evakuasi ke ICU
dengan kondisi AED masih terpasang selama dalam perjalan

D. Survey Primer
Sebelum melakukan tahapan Bantuan Hidup Dasar, harus terlebih
dahulu dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong
harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien,
dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien
dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil
memanggil namanya atau Pak! / Bu! / Mas! / Mbak! Sambil membuka jalan nafas
dan melihat pergerakan dada, dan mendengarkan suara nafas
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk
mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut. penolong dapat
meminta bantuan kepada orang di sekitarnya untuk menghubungi
panggilan darurat/ rumah sakit terdekat supaya dapat mengirimkan
bantuan tenaga kesehatan yang lebih ahli.
4. Memperbaiki posisi korban / pasien.
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus
dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan
keras.Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah
posisi korban ke posisi terlentang.Ingat !penolong harus membalikkan
korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan
secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus

7
dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan
kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau
menggerakan lutut.

E. Pelaksanaan tindakan Bantuan Hidup Dasar


1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien
Dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien
dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan,
sambil memanggil namanya atau Pak! / Bu! / Mas! / Mbak! Sambil
membuka jalan nafas dan melihat pergerakan dada, dan mendengarkan
suara nafas.
3. Memperbaiki posisi pasien dan posisi penolong segera lakukan resusitasi
(30 kali kompresi efektif) dengan kecepatan 100-120x/menit sambil minta
pertolongan / aktifkan emergency system dengan cara berteriak “Tolong-
Tolong ada Code blue !!!”
4. Cek nadi karotis dengan waktu 5-10 detik. Jika dalam 10 detik penolong
belum bisa meraba pulsasi arteri, maka segera lakukan kompresi dada.
5. Melanjutkan bantuan sirkulasi atau RJPO dengan rincian 30 x pijat jantung
diselingi 2 x hembusan nafas, hal ini dilakukan sampai dengan 5 siklus.
Cara melakukan bantuan sirkulasi yang benar :
a. Tentukan lokasi kompresi di dada yaitu di setengah bagian bawah tulang
sternum. Letakkan tumit salah satu tangan di titik kompresi tersebut. Tangan
satunya ditumpangkan di atas tangan yang melakukan kompresi.
b. Posisi lengan lurus dengan siku terkunci, sehingga bahu ada di atas sternum
pasien. Untuk mendapatkan posisi ini, biasanya lutut harus dekat dengan
tubuh pasien
c. Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman 5 hingga 6 cm.
Pada anak dan bayi, kedalaman sepertiga diameter dinding anteroposterior
dada, atau 4 cm (1.5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inchi) pada anak
(1/3 diameter dinding arterior dan posterior)
d. Penolong melakukan kompresi 100 - 120x/menit tanpa interupsi. Penolong
tidak terlatih lakukan kompresi saja. Penolong terlatih lakukan kompresi dan
ventilasi dengan perbandingan 30 : 2 (setiap 30 kali kompresi efektif, berikan
2 napas bantuan)
e. Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempuma
setelah setiap kompresi (complete chest recoil).

8
f. Seminimal mungkin melakukan interupsi pada kompresi
Kompresi dada pada anak umur 1 — 8 tahun
a. Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan
jari-jari pada tulang iga anak
b. Menekan sternum sedalam 5 cm kemudian lepaskan dengan rasio
menekan, melepas adalah, dengan kecepatan 100-120 kali permenit.
c. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas
buatan sampai dada terangkat untuk 1 penolong.
d. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).
Kompresi dada pada bayi
a. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari
berada di bawah garls intermammari.
b. Menekan sternum sedalam 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari
dari sternum, dengan kecepatan 100-120 kali permenit
c. Setelah 30 kali kompresi, bukajalan napas dan berikan 2 kali napas
buatan sampai dada terangkat untuk 1 penolong.
d. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 untuk 2 penolong.
Kompresi dada pada ibu hamil
a. Memposisikan uterus ke sisi kiri korban
b. Kompresi dada lebih efektif jika penderita dimiringkan ke kiri 30 o
Akan mengurangi tekanan pada vena kava inverior dan menaikkan
volume darah yang menuju ke jantung
6. Setelah melakukan RJPO sebanyak 5 siklus cek ulang nadi karotis, bila
ditemukan nadi karotis hentikan RJPO, bila tidak ditemukan nadi karotis lakukan
RJPO seperti pada poin 5 sampai bantuan datang dan selanjutnya diambil alih
oleh tim code blue

F. Alur Pengaktifan Code blue


Perawat atau petugas tim code blue mengaktifkan code blue dengan cara :
1. Menelpon operator ke 0 untuk memberitahu call center “Terjadi code blue
di lantai…..dekat/ depan/ samping ruang…..” (nama jelas)
2. Petugas tersebut membawa trolley emergency yang sudah terisi lengkap
beserta AED, oksigen dan brankart dari tempat yang satu lantai
3. Setelah mendapati alarm code blue diaktifkan semua tim code blue yang
jaga saat itu mendatangi area code blue yang dimaksud
4. Tim code blue mengambil alih pertolongan untuk pasien sesuai prosedur
code blue yang berlaku
5. Beri ventilasi positive dengan Jackson rees atau BVM 12 lpm sambil
mempersiapkan melakukan intubasi

9
6. Memasang Paddel pad AED dan IV line
7. Alat AED terpasang mengikuti instruksi AED yang ada
a. Bila irama Shockabel (VF atau VT tanpa nadi)
1) Bila ingin melakukan DC Shock memberikan aba-aba agar semua
penolong tidak memegang pasien dengan berteriak “SAYA BEBAS..
ANDA BEBAS.. SEMUA BEBAS”
2) Menekan tombol SHOCK
3) Melanjutkan RJP pertama selama 2 menit (5 siklus)
4) Setelah 2 menit RJP pertama, evaluasi irama sesuai perintah AED
5) Bila irama SHOCKABLE, lakukan shock sesuai langkah-langkah poin
1 dan 2, dan mengikuti perintah AED
6) Melanjutkan RJP kedua selama 2 menit
7) Setelah 2 menit RJP kedua, evaluasi irama sesuai perintah AED
8) Bila irama SHOCKABLE lakukan SHOCK sesuai langkah-langkah
pada poin 1 dan 2 sesuai perintah AED
9) Melanjutkan RJP ketiga selama 2 menit
10) Memasukkan Epinefrin 1 mg intra vena setiap 2 menit (dengan dosis
yang sama setiap pemberian)
11) Masukkan Amiodaron dengan dosis :
12) Dosis awal = 300 mg IV cepat (diencerkan dengan 20-30 ml NaCl
0,9%)
13) Pertimbangkan pemberian berikutnya sebanyak 150 mg IV dengan
selang waktu 3-5 menit
14) Melakukan poin 1 s/d 9 sampai dengan ada perubahan irama dan
perintah AED
15) Bila terjadi perubahan irama maka lakukan cek nadi untuk
memastikan apakah pasien ROSC atau PEA
b. Bila irama UNSHOCKABLE (asistole atau PEA)
1) Melanjutkan RJP pertama selama 2 menit
2) Memasukkan epinefrin 1 mg intra vena setiap 2 menit (dengan dosis
yang sama pada setiap pemberian)
3) Setelah 2 menit RJP pertama, evaluasi irama sesuai perintah AED
4) Melanjutkan RJP kedua selama 2 menit
5) Setelah 2 menit RJP kedua evaluasi irama sesuai perintah AED
6) Melakukan poin 1-5 sampai ada perubahan irama dan perintah AED
7) Bila terjadi perubahan irama maka lakukan cek nadi untuk
memastikan apakah pasien ROSC, PEA atau menjadi irama
SHOCKABLE

10
8. Bila pasien ROSC pasien dibawa ke ICU untuk mendapatkan penanganan
atau bantuan lebih lanjut (post cardiac arrest care).

G. RJP dengan 2 Penolong


1. Jika penolong pertama sedang memberikan napas bantuan, penolong
kedua yang baru datang mengambil posisi kompresi dada yang benar.
Penolong ini mengambil alih kompresi dada setelah penolong pertama
selesai memberi 2 napas buatan. Posisi kedua penolong berseberangan
2. Penolong kompresi dada melakukannya dengan hitungan 30 kali suara
yang keras. Penolong pemberi napas menghitung banyak sklus yang
dilakukan dengan suara keras
3. Jika penolong ingin berganti tempat, penolong kompresi memberi aba-aba.
Pindah tempat dilakukan akhir kompresi dada ke 30, segera pindah ke
posisi napas buatan dan memberi napas buatan. Penolong yang semula
memberi napas buatan pindah ke kompresi dada dan melakukan kompresi
segera setelah napas buatan

H. Kapan resusitasi jantung paru tidak perlu dilakukan


Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan
dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan
resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila :
1. Resusitasi jantung paru tidak dilakukan bila terdapat permintaan dari pasien
atau keluarga inti pasien dengan menandatangai surat penolakan tindakan
kedokteran (DNR)
2. Pada neonates atau bayi dengn kelainan yang memiliki angka mortalitas
tinggi, misalnya bayi sangat premature, kelainan kromosom seperti trisomi
3. Tidak direkomendasikan dilakukan pada penyakit-penyakit kronik stadium
akhir, misal: kanker stadium terminal, gagal jantung refrakter, edema paru
refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat,
penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.
4. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu
sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP

I. Kapan Resusitasi jantung Paru Dilakukan


Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan
dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan

11
resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest)
telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen
telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema
paru refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat,
penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.
1. Resusitasi dilakukan pada :
a. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams-Stokes
c. Trauma
d. Penghirupan asap (beracun)
e. Hipoksia akut
f. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
g. Sengatan listrik
h. Refleks vagal
i. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi
peluang untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
a. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau
kronik yang berat.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih,
yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia
tanpa RJP
Usaha resusitasi jantung paru masih dapat dilaksanakan selama pasien
masih dalam kondisi mati klinis, yaitu keadaan saat seseorang mengalami henti
nafas dan henti jantung. Penderita tidak akan tertolong kalau sudah mengalami
mati biologis. Kerusakan sel otak dimulai 4-6 menit setelah berhentinya
pernapasan dan sirkulasi darah. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi
kematian biologis
J. Kapan menghentikan usaha resusitasi
1. Asistol yang menetap atau tidak terdapat denyut nadi pada neonatus lebih
dan 10 menit
2. Penderita yang tidak respons setelah dilakukan Bantuan Hidup Jantung
Lanjut minimal 20 menit
3. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan
beracun atau mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan
system saraf pusat
4. Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong

12
5. Diambil alih oleh tenaga yang lebih terlatih (tim code blue)
6. Penolong sudah melakukan BHD secara optimal dan kelelahan
7. Permintaan dari keluarga inti
8. Secara etik, penotong RJP selalu menerima keputusan klinik yang layak
untuk memperpanjang usaha pertolongan (misalnya oleh karena
konsekuensi psikologis dan emosional). Juga menerima alasan klinis untuk
mengakhiri resusitasi dengan segera (karena kemungkinan hidup yang
kecii).
9. Menurunnya kemungkinan keberhasilan resusitasi sebanding dengan makin
lamanya waktu melaksanakan bantuan hidup. Perkiraan kemungkinan
keberhasilan resusitasi mulai dari 60-90 % dan menurun secara jelas 3-
10% per menit

K. Troley Emergency Tim Code blue

STANDART ISI TROLLEY


Di atas trolley
AED (keadaan siap pakai dan dilengkapi paddle pad (electrode AED)
Di samping trolley :
Tabung oksigen (isi selalu penuh)
Di belakang trolley :
Papan resusitasi

LACI 1 : AIRWAY
□ Mayo no 7 (1)
□ Mayo no 9 (1)
□ Magil tang (1)
□ Set laryngoscope (1)
□ Stilet no 2, 4 (1)
□ ETT no 3,5 6 7 7,5 (1)
□ Suction Cateter 8, 10, 12 (2)
□ Face mask anak, dewasa (1)

LACI 2 : BREATHING
□ Dexa Methason (4)
□ Aminophilin (2)
□ Xylocain spray 10mg (1)
□ Tiopol (1)
□ Fentanyl (1)
□ Atracurium (1)
□ Stesolit 10 mg (4)

LACI 3 : CIRCULATION
□ Adrenalin Inj (10)
□ Sulfas Atrofin (10)
□ Ephedrin (4)
□ Farmabes (1)

13
□ Dopamin (2)
□ Dobutamin (2)
□ Amiodaron 150mg (4)
□ Lidocain 2% (5)
□ Noreponephine inj (2)
□ NACL 0,9% (1)
□ Gelofusin (1)
□ ECG electrode (6)
□ Aqua pro inj (2)
□ Infus set (1)
□ Transfusi set (2)
□ Stopchock / three way (1)
□ Extention tube (2)
□ Spuit (3, 5, 10, 20, 50) cc (4)
□ Surflo no 18, 20, 22, 24 (2)

LACI 4 : DISABILITY
□ D 40% (4)
□ Verban (2)
□ Plester roll (2)
□ Cavavix (1)
□ MgSO4 20% (4)
□ Handschoon box (1)
□ Alkohol Swap

LACI 5 : EXTRA
□ Ambu bag (1)
□ Jackson risk (1)
□ Stetoskop (1)
□ Baterai laryngoskop (2)

Catatan :
1. Setiap pagi di cek oleh apoteker
2. Setiap kali pakai atau dibuka harus diisi kembali

BAB IV
DOKUMENTASI

14
Setiap kejadian bantuan hidup dasar harus dicatat oleh unit tempat resusitasi jantung
paru dilakukan meliputi:
1. Nama pasien atau korban.
2. Waktu terjadinya kejadian bantuan hidup dasar.
3. Waktu berakhirnya kejadian bantuan hidup dasar
4. Hasil upaya resusitasi jantung paru yang dilakukan: berhasil yang ditandai
kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak berhasil ROSC yang berakhir
kematian.
Tim code blue akan melakukan rekapitulasi data dan membuat laporan tahunan yang
berisi rekapitulasi data selama satu tahun.

Ditetapkan di : Kediri
Pada Tanggal : 29 AGUSTUS 2022

DIREKTUR RSUD GAMBIRAN


KOTA KEDIRI

ADITYA.B.DJATMIKO,dr.,M.Kes

DAFTAR PUSTAKA

15
 ILCOR 2010. Recommendations. The evidence evaluation process in
resuscitation
PERKI 2019, Buku Ajar Kursus bantuan Hidup Jantung lanjut ACLS Indonesia ; AHA
2015. IDI Kediri.
SNARS 2019, Panduan Kode Biru atau “Code Blue” Kegawatdaruratan Medis
SNARS – Standart Nasional Akreditasi RS Indonesia All Rights Reserved.

16

Anda mungkin juga menyukai