Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADITS SIYASAH
“HADITS TENTANG KEPEMIMPINAN KAUM QURAISY”

Disusun Oleh :
Nama : Putra Ananda Samat Lubis (0404192035
Dinda Faridha Nasution (0404192047)

Dosen : Ali Darta, MA.

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI
ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas


semua rahmat, nikmat serta hidayah-Nya yang telah di limpahkan.
Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk dan
isinya yang sangat sederhana tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang informasi sesuai dengan judul
makalah.Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua, dan pengetahuan lebih mengenai gardu induk.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya harapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnan
makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang bersangkutan dalam pembuatan makalah ini.Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha yuang kita lakukan.Amin.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kepemimpinan merupakan masalah yang sangat urgen, baik
ditinjau dari sisi normatif berdasarkan ajaran Islam maupun dalam
perspektif sosiologis.Secara normatif kepemimpinan mempunyai
landasan yang jelas, baik dari al-Qur’an maupun dari al-Sunnah.
Secara sosiologis, hal ini sudah menjadi ‚kesepakatan‛ dalam
masyarakat, bahwa untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan
harus ada pemimpin dan sistem kepemimpinan. Hadits
kepemimpinan dari kaum Quraisy secara tekstual memang jelas
berbunyi demikian ( ‫شك أالئمت م‬ .(Quraisy merupakan anak
‫س‬
keturunan Nad}ar bin Kinanah. Ada perbedaan pendapat ulama
mengenai penyebutan mereka dengan sebutan ‛Quraisy‛. Pendapat
lain mengatakan bahwa Quraisy berasal dari kata al-Qarsy yang
memiliki arti berusaha dan mengumpulkan. Kaum Quraisy
termasuk golongan suku Mud}ar cikal bakal dan paling perkasa
dibanding suku Mud}ar lainnya. Quraisy menjadi nama suku yang
sangat terkenal di Makkah dan menjadi penjaga Kabah sebagai
bangunan suci tempat berkumpulnya para dewa dan pusat ibadah
orang-orang Arab. Suku ini juga mempunyai koneksi yang luas dan
sudah melakukan perjalanan yang jauh untuk berdagang. Maka
sangat wajar ia menjadi suku yang sangat istimewa saat itu.

B. Rumusan masalah
Bagaimana sejarah singkat kaum quraisy

C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Kaum Quraisy

Bangsa (kaum) Quraisy memiliki keistimewaan seperti disebutkan


dalam surah al-Quraisy. Keistimewaan ini terkait dengan sejarah
panjangnya sejak masa Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail AS
yang berhasil membangun rumah Allah SWT (Ka'bah). Syekh
Ahmad Syakir dalam Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, menyebutkan
beberapa keistimewaan bangsa Quraisy, di antaranya negara yang
aman untuk tempat tinggal suku Quraisy, kemuliaan kaum dan
penduduk Makkah di antara manusia lain, tempat berdirinya
Ka'bah, dan penghormatan manusia
kepada bangsa Quraisy. Kemuliaan suku
Quraisy juga digambarkan dalam hadis Rasulullah saw, yang
mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail menjadi
anak Ibrahim dan Dia telah memilih keturunan Kinanah menjadi
keturunan Ismail dan Dia telah memilih Quraisy dari keturunan
Kinanah dan Dia telah memilih Hasyim dari Quraisy, dan Dia telah
memilih aku dari keturunan Hasyim." (HR at- Turmudzi dari
Watsilah bin al-Asqa).

Selain itu, dalam hadits lain disebutkan, "Dari Anas RA, Nabi saw
bersabda, "Para imam (pemimpin) itu dari Quraisy. Jika mereka
memerintah, mereka adil. Jika berjanji, mereka memenuhinya, dan
jika mereka diminta belas kasihan, mereka akan berbelas kasih.
Siapa saja di antara mereka yang tidak berbuat demikian, maka dia
akan mendapatkan laknat Allah, laknat para malaikat, dan laknat
seluruh manusia. Tidak dapat diterima taubat dari mereka dan tidak
diterima pula tebusan (azab) dari mereka." (HR. BUkhari dalam Al-
Anbiya', Abu Daud, dan Imam Ahmad).
Karena itulah, dengan keistimewaan tersebut, Allah memerintahkan
kaum Quraisy untuk mensyukuri seluruh anugerah-Nya dengan
hanya menyembah Allah. Perintah ini terdapat dalam penggalan
ayat terakhir surah al-Quraisy.

B. Hadist Tentang Kepemimpinan Kaum Quraisy

Hadits-Hadits yg

Berkaitan Hadits Pertama:

‫َقا ُموا ال‬Aَ‫أ‬ ‫َعا ِدي ح َّ ك ُ ي ا نل َّا ِر عل و ْج‬ ‫َّن األَ ْم َر ي قُ َر ْي‬
‫ِد’ي َن ما‬ ،‫ى ِه ِه‬ َّ ‫ ا َّبه‬A‫ِه ْم أ د‬ ،‫ٍش‬ ‫َذا‬
‫ل‬ ‫ل‬
‫ل‬
‫ا‬
‫(البخاري‬
“Sesungguhnya urusan (pemerintahan/khilafah) ini ada di tangan
Quraisy. Tidak seorang pun yang memusuhi mereka melainkan
Allah akan menelungkupkannya wajahnya ke neraka, selama
mereka menegakkan agama (Islam).”

Hadits Kedua:
‫ َك َّل َم ِب َك ََل ٍم خ‬Aَ‫ َّم ت‬Aُ‫ ث‬:‫ال‬ »ً‫خ ِليفَة‬
‫ال َي حتَّى ضي ي ِه ِم اثْ َنا‬ ‫َّن ا ْألَ ْم‬
A،‫ِفي عَلي‬ ‫ع ش َر‬ ، ‫ْنَقضي َي ْم‬ ‫َر َذا‬
»‫ «ُكلُّ م َر ْي ٍش‬:‫ ْل ت أل ما َقا ا َل‬:‫ا َل‬Aَ‫)ق‬
‫( م سل م‬ ‫ُه ْم ْن‬ ‫َل؟‬ :‫ِبي‬ ُ‫ق‬
“Sesungguhnya pemerintahan ini tidak akan runtuh hingga kedua
belas orang khalifah memerintah.” Kemudian beliau mengucapkan
kata-kata yang kurang jelas bagiku, Jabir berkata, “Lalu aku
bertanya kepada ayahku, ‘Apa yang dikatakan beliau?” ayahku
menjawab, “(beliau mengatakan) Semuanya dari bangsa Quraisy.”

Hadits Ketiga:

‫ز ِب ي‬
‫ر‬ ‫ت ْع‬Aُ‫اس َم ُعوا و طي و ِإ س‬
‫ح ك أ ْ س َبة‬
‫أَ ُعوا ْن ا ِم َل‬
‫َبشي َّن أ ُه‬
“Dengar dan taatlah kalian, sekalipun yang memimpin kalian
adalah seorang budak Habasyi yang berambut keriting seperti
buah kismis.” (HR. Bukhory dari Anas bin Malik)
Hadits Keempat:

‫يُكو َنا األ م‬Aَ‫ أ‬،‫َّل ع َلى م ْن خالَفك‬


َ ُ ‫ ُث ’م َأ َه‬،‫ َي َأ ْم ِرك‬A‫َأ َرأَ ْي ت ْح ُن َبا‬
‫ْن‬ ‫ال‬ ‫علَى َرك‬ ‫ْعنَاك‬
‫ْم ُ ر‬ ‫ُن‬ ‫إ‬
‫ظ‬ ‫ْن‬
‫ض ُع ُه ح شا‬ ‫ ْم ُر إ‬Aَ‫ا َل األ‬ ‫[ ْع‬1]
‫ْي ث َي ُء‬ ‫َل ى‬ ‫ِدك ؟‬
َِّ ‫ل‬
‫ا‬
(Berkata Firas dari Bani Amir) :“bagaimana pendapatmu jika kami
membai’at engkau atas perkara (kekuasaan) engkau, kemudian
Allah memenangkan engkau atas orang yang menyelisihi engkau,
apakah perkara (kekuasaan) itu menjadi milik kami sepeninggal
engkau nanti? Rasul menjawab: perkara (kekuasaan) itu
(urusannya) kembali kepada Allah, Dia memberikannya kepada
yang dikehendaki-Nya.

Hadits Kelima:

‫ و ِإ ْن كا َن ع ْب‬،‫ ِطي َع‬A‫وأ‬


ُ ‫س َم َع‬Aَ‫ ْن أ‬Aَ‫ ْوصانِي أ‬Aَ‫ « ِإ َّن خ ِلي ِلي أ‬:‫ ا َل‬،‫ر‬A’ٍ َ‫ِبي ذ‬Aَ‫ع ْن أ‬
»‫ط َراف‬A‫ًدا مجَّد ا ْلَأ‬
‫(مسلم‬
dari abu dzar, dia berkata: Kekasihku (Nabi saw) mewasiatkanku
untuk selalu mendengar dan taat sekalipun kepada seorang budak
yang cacat ….dalam hadits lain dikatakan َ ‫ع ْبدًا َ ش مج َّد ا‬
« ‫( ف‬seorang budak habsyah yang cacat) َ ْ
‫أل ر‬ ‫ب ًّيا‬
C. Pemahaman Hadits ‫ا‬
‫ط‬ ‫ح‬
Mayoritas Ahli Fiqh (mayoritas Ahlussunnah, Syi’ah, sebagian
kelompok Mu’tazilah, dan sebagian besar kelompok Murji’ah[2])
mensyaratkan suku Quraisy dalam pengangkatan khalifah
berdasarkan hadits pertama dan yang semakna dengannya. Namun
para ahli fiqh lainnya, semisal Qodli Abu Bakar Al Baqillani(w.
403 H)[3] tidak mensyaratkan suku Quraisy sebagai syarat
pengangkatan, salah satu alasan beliau adl perkataan ‘Umar r.a:
‫ه‬Aُ‫ِبي حَذ ْيَفةَ ح ًّيا َل َولَّ ْيت‬Aَ‫]َل ْو كا َن سا ِل ٌم م ْو َلى أ‬4[
seandainya salim maulanya abu hudzaifah masih hidup, niscaya
aku akan mengangkatnya
Sebagaimana juga kalangan Khawarij, jumhur kalangan Mu’tazilah,
sebagian Murji’ah, sebagian kelompok Ghulat al Imâmiyyah, Ibnu
Khaldun, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, serta para ulama
kontemporer (ulama-ulama sekarang) berpendapat bahwa nasab
Quraisy tergolong syarat afdlaliyyah (keutamaan) bukan termasuk
syarat in’iqad (syarat sahnya pengangkatan)[5].
Segi Pendalilan
1. Hadits 1 dan 2 dan yang semakna, tidak menunjukkan bahwa
selain Quraisy tidak boleh memegang jabatan khilafah, tapi
menunjukkan bahwa Quraisy punya hak dalam hal itu dari segi
keutamaan lantaran posisi sentral Quraisy sebelum Islam dan
kedudukan mereka di antara orang-orang Arab. Prof. Dr. Wahbah
az Zuhaily, dalam al Fiqhul Islamy wa Adillatuhu (8/306) menulis:
‫ وتألف شؤون المدنية واالجتماع ويتبعها أكثر‬،‫ها الصدارة بين العرب‬A ‫ ك انت ل‬Aً‫وبما أن قريشا‬
‫ فمن المصلحة إناطة األمر العام والسياسة‬،‫ وكلمتها نافذة بين القبائل منذ الجاهلية‬،‫الناس‬
‫ديري‬G ‫ في تق‬G‫ مانع‬،‫ال بها‬GG‫ ف‬،‫اس باالنتخاب ونحوه‬G ‫لبة لمن ترضى عنه أكثرية الن‬G‫فإذا تغير األمر وأصبحت الغ‬
‫ا‬G‫نية ونحوه‬G‫خالفة العثما‬G‫ كال‬،‫من عقد اإلمامة له‬
Dan karena suku Quraisy adalah suku yang memiliki kedudukan
yang mulia pada bangsa Arab, dan yang menciptakan(mengatur)
urusan sipil dan mayoritas manusia mengikuti mereka, dan
perkataannya dipakai oleh kabilah-kabilah sejak zaman jahiliyyah,
maka merupakan kemashlahatan untuk memberikan hak kekuasaan
umum dan politik kepada mereka. Jika perkara ini berubah, dan
kebanyakan masyarakat lebih senang untuk melakukan
pemilihan dan semisalnya, maka tidak ada larangan untuk
menentukan kepemimpinan kepadanya (selain suku Quraisy),
seperti Khilafah Utsmaniyyah dan semisalnya.

2. Hadits 1 dan 2 dan yang semakna, dinyatakan dalam bentuk


khabar, meskipun menurut para ulama ushul bentuk khabar
memberikan pengertian tuntutan (thalab) tetapi tidak terkategori
tuntutan yang pasti (thalaban jaaziman) selama tidak disertai
dengan indikasi (qarinah) yang menunjukkan penekanan (ta’kid).
Dan ternyata tidak ada qarinah yang menyertainya dan
menta’kidkannya, bahkan hadits ke 3, 4 dan 5 bermakna berbeda.
Jadi syarat nasab Quraisy itu adalah syarat afdlaliyyah bukan syarat
in’iqad.

3. Kata Quraisy adalah isim (kata nama), bukan sifat. Dalam istilah
ilmu ushul disebut “laqab” (sebutan). Dan mafhum isim atau
mafhum laqab tidak diamalkan/dipakai secara mutlak, . Para ulama
ushul, kecuali Ad-Daqqaq, telah bersepakat mengatakan bahwa
laqab tidak mengandung mafhum[6] sehingga tdk bisa diambil
pemahaman terbalik (mafhum mukholafahnya).
Sebagai contoh: zaid adalah isim bukan sifat, maka ketika ada
kalimat qâma zaidun (zaid telah berdiri), maka hanya bisa difahami
bahwa zaid berdiri, tidak bisa difahami sebaliknya yakni
bahwa “selain zaid tidak berdiri”.

4. Umar bin Al Khaththab r.a berkata:

‫ج‬
‫ سَت ْخل َ ب‬،َ‫ ُو ي أ ْي َدة‬Aُ‫ت‬ ‫ ْد َر َكنِي أ ج‬Aَ‫ ْن أ‬Aِ‫َفإ‬
‫َب‬
‫ْفت عاذَ َن‬ ‫ِف’ ُبو ا َب‬ ،‫ِلي‬
‫ٍل‬
‫م‬ ْ‫وقَد‬
“Seandainya aku mati sedangkan Abu ‘Ubaidah telah meninggal,
maka aku akan mengangkat Mu’adz bin Jabal sebagai
pengganti.” (Musnad Imam Ahmad, hasan lighairihi)

Dari ucapan ‘Umar r.a ini bisa difahami bahwa Umar berpikir untuk
mengangkat khalifah dari kalangan selain suku Quraisy, seperti
Mu’adz bin Jabal bukanlah orang Quraisy. Hal ini tidak akan terjadi
kecuali bahwa nasab Quraisy bukanlah syarat in’iqad (syarat sahnya
pengangkatan), melainkan hanya syarat afdholiyyah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adalah kebohongan kalau menuduh HT tidak mensyaratkan suku


Quraisy dalam pengangkatan khilafah, HT menyatakan suku
Quraisy adalah syarat afdloliyyah (keutamaan), bukan syarat
pengangkatan yang menjadikan sah atau tidak sahnya khilafah.
Belum saya jumpai ‘ulama yang menyatakan tidak sahnya khilafah
Utsmaniyyah dan yang serupa, dg alasan mereka bukan suku
Quraisy, padahal mereka memerintah lebih dari 400 tahun.

2. Masalah pensyaratan dg suku Quraisy adalah masalah


khilafiyyah, seseorang bisa mengambil pendapat mana yang
menurutnya kuat berdasarkan hasil kajiannya, tidak layak dalam
menyikapi ikhtilaf ini akhirnya mencap orang yang berbeda sebagai
ahlul ahwa’ wal bid’ah. (Kemana orang yang nuduh-nuduh, kok
diam saja ketika ada pasal di suatu negara bahwa kepala negara
harus orang Indonesia asli?, harusnya ini yang mereka bahas, yg
nyata nyata tdk ada dalilnya).

3. Tulisan ini bukan bermaksud melecehkan pendapat yang berbeda


dg tulisan ini, namun hanya bermaksud memberikan alasan kenapa
berbeda, sehingga yang membaca bisa bersikap adil dan tidak
berlebihan dalam menyikapi hal ini. Allahu Ta’ala A’lam.[M.
Taufik. N.T]

B .Saran
Saran pada makalah ini adalah penulis mengharapkan
masukan dari Dosen dan teman-teman mahasiswa serta para
pembaca agar makalah ini dapat berguna untuk kedepannya karena
penulis sadar makalah sangat jauh dari sebuah kata kesempurnaan.
C. DAFTAR PUSTAKA

lbnu Hisyam, Sirah Nabawiyyah, juz 1 hal 424 ,


[1]
Maktabah Syâmilah, riwayat Ibnu Ishaq dari Az Zuhri

[2] Ibnu Hazm, Al-Fashl fil Milal wan Nihal, juz 4, hal. 89; Abul
Hasan Al-Asy’ari, Maqalât Al-Islamiyyîn, juz 2, hal. 134;
Muqaddimah Ibnu Khaldun, juz 2, hal. 522-524; dan Al-
Qalqassyandi, Mâtsirul Inâfah fi Ma’âlimil Khilafah, juz 1, hal.
38
[3] Ibnu Katsir berkata, “Dikatakan bahwa beliau pengikut
madzhab Malik, dikatakan juga pengikut madzhab Syafi’i”. Adz-
Dzahabi berkata, “Beliau yang menunjukkan kejelekan Mu’tazilah,
Rafidhah dan Musyabbihah”.
[4] Mausûah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah.
[5] Al-Amidi, Al-Fashl fil Milal wal Ahwâ wan Nihal, juz 4, hal.
89 dan Ghâyatul Maram fi Ilmil Kalam, hal 383; Ibnu Hajar, Fâth
Al- Bârî, juz 16, hal. 237; Muqaddimah Ibnu Khaldun, juz 2, hal.
524; Syaikh Abdul Wahhab Khalaf dalam kitab As-Siyâsah As-
Syar’iyyah hal. 27; Dr. Abdul Hamid Mutawalli, Mabâdi Nizham al
Hukm fil Islam, hal. 613; dan Dr. Al Khurbuthli, Al-Islam wal
Khilafah, hal. 35
[6] Al-Aamidi, Al-Ihkâm fi Ushûlil Ahkâm, juz 2, hal. 160 dan
Asy-Syaukani, Irsyâdul Fuhûl ila Tahqiiqil Haqqi min Ilmil
Ushûl, hal. 159

Anda mungkin juga menyukai