Anda di halaman 1dari 16

e-ISSN: 2549-9122

Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam


Oleh
Oleh: Muzammil
Email: muzammil337@gmail.com
Universitas Bondowoso

Abstrak
Teori belajar yang ditawarkan Barat mempunyai world view sekuler-
positifistik-materialistik membatasi teori belajar pada gejala-gejala yang berkaitan
dengan peristiwa belajar yang bersifat empiris-rasional-kuantitaif.
Konsekuensinya teori ini hanya memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik minus aspek spiritual, seperti teori belajar behavioristik yang
mereduksi manusia terbatas pada mekanikal-pragmatis. Teori kognitif menjadikan
ingatan dan pikiran manusia bagaikan komputer yang hanya berfungsi memroses
informasi. Dan teori humanistik yang bersifat anthroposentris.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara teori belajar Barat dengan Islam
karena perbedaan pandangan dunia (world view). Barat kontemporer lebih
menekankan pada peristiwa belajar yang bersifat rasional-empiris-kuantitatif yang
bersumber pada pandangan dunia Barat (world view) sekuler-positifistik-
materialistik. Sedangkan teori belajar Islam tidak hanya memberikan aksentuasi
pada peristiwa belajar yang bersifat rasional-empiris, akan tetapi teori tersebut
juga memberikan penekanan pada peristiwa belajar yang bersifat normatif-
kualitatif yang berasal dari al-Qur’an dan al-Sunah serta khazanah intelektual
Islam yang dikembangkan oleh cendikiawan muslim.
Meskipun demikian, tidak semua teori belajar yang diusung oleh Barat itu
bersifat destruktif atau sepenuhnya bertentangan dengan Islam. Di sisi lain masih
terdapat teori-teori belajar yang tidak bertentangan dengan Islam, sehingga perlu
diadakan sintesa. Dari sintesa kedua teori belajar tersebut muncul teori belajar
terpadu yang selaras dengan idealisme Islam, yaitu kumpulan dari beberapa
prinsip tentang yang berkaitan dengan belajar yang bersumber dari al-Qur’an, al-
Sunah, khazanah pemikiran intelektual muslim, dan mengadopsi teori belajar
Barat yang relevan dengan Islam.

Kata kunci: belajar, Perspektif barat, Islam


Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

A. Pendahuluan respon tersebut menimbulkan


Belajar merupakan reinforcement negatif, maka
kebutuhan dan berperan penting perbuatan tersebut salah. Hal ini
dalam kehidupan manusia. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan
disebabkan manusia terlahir tidak oleh Malik Badri:3
mengetahui apa-apa, ia hanya Berdasarkan karya
dibekali potensi jasmaniah dan eksperimentalnya tentang
rohaniah (QS. An-Nahl:78). Maka reinforcement dan operan
sangat beralasan jika mengapa conditioning, kesimpulannya
dan bagaimana manusia itu adalah tingkah laku yang
dipengaruhi oleh bagaimana ia disebut ”benar/ salah” tidak
belajar.1 disebabkan oleh kebaikan/
Sejak zaman dahulu, keburukan yang nyata-nyata
proses belajar telah menjadi ada dalam situasi dan tidak
pemikiran setiap orang, akan pula disebabkan oleh
tetapi tidak semua orang yang kemungkinan-kemungkinan
memikirkan soal ini dapat yang melibatkan berbagai
merumuskan secara eksplisit dan macam penguat/ reinforcer
masih bersifat spekulatif. Baru positif dan negatif (ganjaran
setelah munculnya Ebbighaus, dan hukuman).
psikologi belajar memasuki babak Hal di atas jelas sangat
baru, yaitu masa eksperimental berbeda dengan Islam. Dalam
yang kemudian diikuti dengan Islam, baik dan buruk sudah
teori-teori setelahnya; seperti ditentukan dan ditunjukkan,
connectionism-nya Edward L. terserah kepada kita lebih
Thorndike, cognitivism-nya Jean memilih yang mana,4 bukan
Piaget, teori Gestalt, humanisme semata-mata karena murni
dan teori-teori lainnya.2 perbuatan kita yang
Sayangnya teori-teori ini menguntungkan diri sendiri.
datangnya dari Barat yang Akibatnya, bisa jadi kita
tentunya mempunyai orientasi menyakiti orang lain, tetapi tidak
yang berbeda dengan kita (umat menyadarinya.
Islam). Maka dalam mempelajari
Kita ambil contoh disiplin ilmu pengetahuan Barat,
konsep tentang ”benar dan salah”. dalam hal ini psikologi, seorang
Aliran behavioristik memandang muslim harus berusaha
benar dan salah itu bergantung mempelajari landasan filosofis
pada reinforcement (penguat) dan latar belakang sejarahnya. Ia
positif maupun negatif. Artinya harus waspada, jangan menerima
jika ada stimulus dan setelah mentah-mentah teori serta
5
direspon ternyata menimbulkan praktiknya tanpa adanya
”keenakan”, maka tingkah laku penyeleksian mana yang sesuai
itu dikatakan benar, dan jika
3
Malik Badri, Dilema Psikolog Muslim,
1
William Berkson, John Wettersten, terj. Siti Zainab Luxfiati, (Jakarta: PT.
Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Temprint, 1986), hlm. 5.
4
Popper. Terjemahan oleh Ali Noer Zaman Lihat QS. Ali Imron: 256 dan QS. Al-
(Yogyakarta: Qalam, 2003), hlm.v. Kahfi: 29
2 5
Ibid., hlm. 255. Malik, op. cit., hlm. 15.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 143


Muzammil

dengan ajaran Islam dan mana mengajar di sekolah. Oleh karena


yang tidak. itu, kajiannya lebih bersifat
Melihat fenomena aplikatif dan benar-benar
tersebut, maka muncullah istilah mengkaji secara mendalam proses
“islamisasi pengetahuan”6 belajar mengajar, baik tentang apa
sebagai upaya membangun itu belajar, jenis-jenis belajar,
kembali semangat umat Islam tujuan intruksional, kepribadian
dalam mengkaji pengetahuan, guru yang seharusnya dan
mengembangkannya melalui sebagainya. Akan tetapi, di sini
kebebasan ilmiah (scientific teori belajar tidak dibahas secara
inquiry) dan filosofis yang panjang lebar, hanya dikaji
merupakan perwujudan dari sekilas sebagai tambahan wacana.
komitmen terhadap doktrin dan Dengan demikian, walaupun
nilai-nilai yang terkandung dalam kajiannya banyak tentang belajar,
al-Qur’an dan al-Sunah.7 tetapi ia mengkaji hanya yang
Kajian teori belajar bersifat umum saja.
yang dikaji oleh Barat, terdapat H.C. Witherington dalam
beberapa pakar yang menelitinya, karyanya ”Educational
diantaranya adalah Gordon Psychology (Psikologi
dengan karyanya ”Theories of Pendidikan) 2” yang
Learning”. Gordon mengkaji diterjemahkan oleh M. Buchori
secara mendalam dan mendetail juga mengkaji tentang belajar.
tentang teori belajar, akan tetapi Akan tetapi, tema yang
hanya fokus pada dua teori, yaitu ditonjolkan adalah prinsip-prinsip
behavioristik dan kognitif saja, umum perbuatan belajar, hasil
sedang humanistik belum belajar, dan evaluasinya. Dan
dikupas. lagi-lagi teori belajar di sini tidak
Terdapat juga W.S. dibahas secara komprehensif.
Winkel dalam karyanya Terdapat Samuel Soeitoe
”Psikologi Pengajaran” yang dengan karyanya ”Psikologi
mengkaji lebih banyak tentang Pendidikan Untuk Para Pendidik
belajar yang dapat diaplikasikan dan Calon Pendidik” yang juga
langsung dalam proses belajar mengkaji tentang teori belajar.
Dalam kajian teori teori
6
Artinya mengislamkan atau melakukan
belajarnya, Soeitoe hanya
pengkudusan/ penyucian terhadap ilmu mengangkat teori belajar
pengetahuan produk non-muslim (Barat) yang behavioristik dan kognitif yang
selama ini dikembangkan dan dijadikan acuan disertai dengan memaparkan
dalam wacana pengembangan sistem kritikan-kritikan dari masing-
pendidikan Islam agar diperoleh ilmu
pengetahuan yang bercorak islami. Gagasan
masing kelompok (behavioristik
ini dilontarkan pertama kali oleh Syed Naquib dan kognitif). Sedangkan teori
Al-Attas dalam konferensi dunia pertama belajar humanistik tidak
tentang pendidikan Muslim di Mekah tahun dipaparkan. Dan dalam kajiannya
1977. yang kemudian dikembangkan oleh tidak dijelaskan juga bagaimana
Ismail Raji Al-Faruqi. Lihat Muhaimin, Arah
Baru Pengembangan Pendidikan Islam;
implikasi dari kedua teori belajar
Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum tersebut dalam proses
hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan pembelajaran.
(Bandung: Nuansa, 2003), hlm. 337.
7
Ibid.

144 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

B. Teori Belajar Dalam Perspektif perhatian terhadap ilmu


Islam pengetahuan, Islam
Abdurrahman Saleh mendorong dan mewajibkan
Abdullah memberikan batasan tiap muslim dan muslimah
tentang teori dalam dua hal. untuk belajar. Urgensi belajar
Pertama, teori dalam arti terbatas bagi kehidupan manusia
pada penjelasan mengenai termanifestasikan dengan
persoalan-persoalan yang turunnya wahyu pertama yang
berkaitan dengan batasan-batasan berkaitan erat dengan baca-
ilmiah. Kedua, teori menunjuk tulis dan belajar (Q.S. al-
kepada bentuk asas-asas saling ’Alaq: 1-5). Bahkan Islam
berhubungan yang mengacu memandang belajar ilmu
kepada petunjuk praktis.8 Artinya pengetahuan sebagai amal
teori itu harus mengacu pada ibadah yang bernilai tinggi di
metode ilmiah dan pada tataran sisi Allah.
aplikasi, teori itu dapat dijadikan Allah akan memberikan
sebagai petunjuk secara praktis. beberapa keutamaan bagi
Pembahasan ini merupakan hamba-Nya yang belajar ilmu
bagian inti dari bab ini, yaitu pengetahuan, yaitu: pertama,
tentang teori belajar dalam Alah akan meninggikan derajat
perspektif Islam. Lebih lanjut orang yang belajar (menuntut
penulis akan mengkaji tentang ilmu) dengan menempatkan
signifikansi belajar, pengertian penyebutan mereka setelah
belajar, tujuan belajar, etika nama-Nya sendiri dan setelah
belajar, prinsip-prinsip belajar, pujian kepada malaikat (Q.S.
aktifitas belajar, dan beberapa Ali Imron: 18).10 Kedua, para
aspek belajar dalam Islam. malaikat akan mengepakkan
1. Signifikansi Belajar sayap-sayapnya bagi pelajar
Islam memberikan karena ridha dengan
perhatian sangat besar kepada aktifitasnya. Begitu juga
ilmu pengetahuan, dengan makhluk yang ada di
sebagaimana yang dikatakan langit dan di bumi, bahkan
oleh Munawar Anees bahwa ikan paus yang ada di lautan
kata ilmu dalam al-Qur’an juga memohonkan ampunan
disebut sebanyak 800 kali.9 bagi orang yang belajar.
Karena sempurnanya Ketiga, Rasulullah
keimanan dan ibadah menganggap perjalanan
seseorang dalam Islam itu menuntut ilmu (belajar) itu
ditentukan oleh ilmu yang sebagai jalan meniti surga-
mendasarinya. Dan Nya.11 Keempat, Nabi
sesungguhnya kandungan al-
Qur’an dan al-Sunah sendiri 10
Najati, Psikologi dalam., loc.cit., hlm.
merupakan ilmu pengetahuan. 198-199.
11
Konsekuensi logis dari Hadits tersebut adalah:”Barang siapa
yang meniti jalan untuk mencari ilmu
pengetahuan, maka Allah akan memudahkan
8
Saleh, loc. cit., hlm. 21. ia jalan menuju surga”. (HR. Ibnu Majah).
9
Jumberansyah Indar, “Konsep Belajar Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid 1;
Menurut Pandangan Islam”, Jurnal Ulul Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikri, 1995),
Albab. Vol 3. no. 2. 2001, hlm. 35. hlm. 86.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 145


Muzammil

memberikan perbandingan dengan mempelajari kitab. Hal


antara orang yang berilmu ini mengisyaratkan bahwa
(terpelajar) dengan ahli ibadah kitab (dalam hal ini al-Qur’an)
seperti perbandingan antara merupakan sumber segala
bulan dan bintang. Dan masih pengetahuan bagi umat Islam,
banyak lagi keutamaan yang dan dijadikan sebagai
lainnya. pedoman hidupnya (way of
Oleh karena itu, life). Salah satunya terdapat
Rasulullah memotivasi dalam surat al-An’am ayat 105
umatnya untuk berilmu yang berbunyi:
pengetahuan dengan ”Dan demikianlah Kami
menganjurkan kepada semua menjelaskan berulang-ulang
umatnya untuk belajar tanpa ayat-ayat Kami agar orang-
batas waktu, tempat dan usia. orang musyrik mengatakan
Bahkan dalam Islam engkau telah mempelajari
dianjurkan untuk berdo’a agar ayat-ayat itu (dari ahli kitab)
senantiasa diberi ilmu yang dan agar Kami menjelaskan
bermanfaat oleh Allah, yaitu al-Qur’an itu kepada orang-
yang bermanfaat bagi diri kita orang yang mengetahui ”13
sendiri dan kebaikan bersama.
Dalam tataran Kata darasta yang
sosiologis, motivasi belajar berarti ”engkau telah
tidak saja perintah Allah dan mempelajari”, menurut
rasul-Nya, tetapi lebih Quraish Shihab yaitu membaca
dikarenakan adanya tuntunan dengan seksama untuk dihafal
hidup yang selalu berkembang atau dimengerti.14
menuju kesempurnaan dirinya. Belajar dalam Islam
Belajar menjadi sebuah juga diistilahkan dengan
kebutuhan manusia, baik menuntut ilmu (Thalab A-
secara individu maupun ’Ilm). Karena dengan belajar,
kelompok demi mencapai seseorang akan mendapatkan
tujuan hidupnya di dunia. ilmu pengetahuan yang
Barang siapa yang ingin bermanfaat bagi dirinya. Dan
hidupnya bahagia di dunia dalam Islam, ilmu yang
maupun di akhirat capailah diperoleh harus diaplikasikan
dengan belajar dan menuntut sehingga memberikan
ilmu.12 perubahan dalam diri pelajar,
2. Pengertian Belajar baik kepribadian maupun
Istilah yang lazim perilakunya.
digunakan dalam bahasa Arab 3. Tujuan Belajar
tentang kata belajar adalah Sebagaimana tujuan
Ta’allama dan Darasa. Al- penciptaan manusia, maka
Qur’an juga menggunakan belajar dalam Islam juga
kata darasa yang diartikan
dengan mempelajari, yang 13
Al-Qur’an dan Terjemahnya,
sering kali dihubungkan (Bandung: Diponegoro, 2005), hlm. 141.
14
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah;
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
12
Harits, loc.cit., hlm. 143-144. Vol.4, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), hlm. 224.

146 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

mempunyai tujuan dalam (nafsu al-’ammarah bi al-su’).


rangka pengabdian kepada Dengan demikian, peserta
Allah. Oleh karena itu, belajar didik akan mendapatkan
mempunyai dimensi tauhid, kebahagiaan dalam hidupnya,
yaitu dimensi dialektika di dunia maupun di akhirat.16
horisontal dan ketundukan 4. Etika Belajar
vertikal.15 Belajar dalam Islam Dalam Islam, seseorang
juga bertujuan dalam rangka yang melakukan aktifitas
mengembangkan sains dan belajar akan mencapai
teknologi dengan cara keberhasilan menuntut ilmu,
menggali, memahami dan apabila ia mengikuti etika
mengembangkan ayat-ayat belajar. Maka belajar tidak
Allah guna memberikan bisa dilakukan dengan asal-
kemakmuran dan asalan, pelajar dituntut
kesejahteraan bersama sebagai memperhatikan norma dan
khalifah Allah di bumi. akhlak al–karimah yang
Dari sini, diketahui mengitari perjalanan hidupnya.
bahwa orientasi belajar dalam Karena dengan jalan itu,
Islam bukan semata-mata pelajar mampu menggali dan
untuk mendapatkan kekuasaan, memperdalam ilmu
atau suatu yang bersifat materi, pengetahuan dengan baik yang
melainkan lebih dari itu, yaitu hasilnya dapat dimanfaatkan
untuk mendapatkan keridhaan- dengan sempurna. Etika
17
Nya dan kemaslahatan tersebut adalah:
bersama. Hal ini senada a. Meluruskan niat. Artinya
dengan pendapat al-Ghazali ketika belajar hendaklah
yang menyatakan bahwa jika diniatkan untuk mencari
tujuan belajar adalah untuk keridhaan Allah,
memperoleh harta benda, kebahagiaan akhirat,
menumpuk harta, memerangi kebodohan,
mendapatkan kedudukan dan dan mengembangkan
sebagainya, maka ia akan agama. Karena itu semua
mendapatkan kecelakaan. Oleh harus diwujudkan dengan
karena itu, tujuan belajar yang ilmu.
sebenarnya adalah untuk b. Adanya kesungguhan hati,
menghidupkan syari’at nabi artinya ketika belajar
dan mendidik akhlak peserta harus dilakukan dengan
didik serta melawan hawa sungguh-sungguh dan
nafsu yang senantiasa secara kontinyu.
mengajak berbuat kejahatan Sebagaimana firman Allah

15
Jumberansyah, loc.cit., hlm. 35. Hal
ini senada dengan Omar M. Al-Toumy yang
16
berpendapat tujuan yang paling utama adalah Hal ini sesuai dengan sya’irnya:
mendekatkan diri kepada Allah, ”Begadangnya mata selain untuk
mengharapkan keridhaan-Nya dan taat sebaik-
baiknya kepadanya. Dan menuntut ilmu yang mengaharpkan ridhoMu adalah sia-sia,
berguna bagi akhirat dan dunia serta tetesan air mata tidak karena merasa
memberikan kemaslahatan dan petunjuk kehilanganMu itu tidak berguna”. Al-Ghazali,
kepada manusia. Lihat Al-Toumy al- loc.cit., hlm. 6.
17
Syaibany, loc.cit., hlm. 596. Harits, loc. cit., hlm. 146-149.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 147


Muzammil

dalam surat al-Ankabut prinsip untuk meluruskan


ayat 69: perilaku manusia, mendidik
Artinya: ”Dan orang- jiwa dan membangun
orang yang berjuang kepribadian mereka.19 Adapun
untuk mencari keridhaan penjelasan prinsip-prinsip
kami, niscaya akan Kami tersebut adalah sebagai
tunjukkan kepada mereka berikut:20
jalan-jalan Kami.” a. Niat
Dalam Islam, niat
c. Mengulang pelajaran yang merupakan langkah awal yang
sudah diterima. harus dilakukan oleh setiap
d. Mempunyai cita-cita yang muslim sebelum memulai
tinggi. semua bentuk aktifitas. Karena
e. Menyantuni diri, artinya baik buruknya aktifitas itu
melihat kemampuan dinilai dari niatnya, belum
dirinya dalam belajar. tentu aktifitas yang positif
f. Hindari bermalas diri. Abu dinilai sebagai ibadah karena
Hanifah berkata kepada tidak diniati sebagai ibadah.
Abu Yusuf: “Hati dan Dengan niat yang benar
akalmu tertutup. Tapi (ikhlas), sesuatu yang kecil
kamu bisa keluar dari bisa menjadi besar nilainya di
belenggu itu dengan cara sisi Allah. Dengan demikian,
terus-menerus belajar. niat merupakan penentu segala
Jauhilah sifat malas yang aktifitas umat Islam, tak
jahat dan sumber petaka terkecuali belajar.
itu.” Ketika seorang muslim
Aktifitas belajar dalam belajar hendaknya dimulai
Islam harus dilakukan dengan dengan niat dalam rangka
beberapa etika dalam hal ini beribadah untuk mendapatkan
akhlak yang mulia, sehingga keridhaan-Nya. Maka niat ini
mampu mengantarkan pelajar yang akan memotivasinya
mencapai tujuan belajar, yaitu untuk senantiasa sabar, tetap
sebagai ‘abdullah dan khalifah semangat dalam belajar. Dan
Allah. niat yang benar akan
5. Prinsip-Prinsip Belajar menentukan kesiapan belajar
Proses belajar akan bagi peserta didik, baik secara
berjalan dengan lancar dan fisik maupun psikis sampai
mudah apabila beberapa pada tujuan yang dikehendaki.
18
prinsipnya diterapkan dengan Dalam hal ini imam al-Zarnuji
benar. Al-Qur’an dan al-Sunah mengingatkan: “Selanjutnya
empat belas abad yang lalu bagi pelajar hendaknya
telah mempraktekkan prinsip- meletakkan niat selama dalam
belajar. Karena niat itu sebagai
18
Prinsip secara harfiah diartikan 19
Najati, Psikologi dalam., loc. cit., hlm.
sebagai dasar, asas (kebutuhan yang menjadi 217.
pokok dasar berpikir, bertindak dan 20
Ibid., Akan tetapi di buku-buku lain,
sebaginya). Departemen Pendidikan dan prinsip-prinsip yang ada di sini diistilahkan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. dengan metode pendidikan atau metode
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 701. mengajar.

148 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

pangkal dari segala amal. kepedihan dan kesakitannya


Sebagaimana disabdakan oleh dapat membangkitkan
Rasulullah saw: Sahnya semua ketakutan pada mereka
perbuatan itu apabila disertai terhadap siksaan neraka
niat”.21 (misalnya dalam QS. Al-
b. Hatstsu (Motivasi) Baqarah: 81-82).
Motivasi merupakan Rasulullah juga
dorongan yang menyebabkan menggunakan prinsip ini
individu melakukan aktifitas, dalam memotivasi umatnya
dalam hal ini belajar. Motivasi agar memeluk Islam. Hal ini
ini bisa dibangkitkan dengan bisa dilihat pada masa awal
cara memberikan sesuatu yang Rasul yang menyiarkan tauhid
atraktif, memberikan sesuatu kepada kaum Quraisy.
yang mengandung intimidasi Rasulullah mengajak mereka
ataupun dengan menggunakan dengan menawarkan sesuatu
cerita. yang atraktif, yaitu balasan
a) Membangkitkan (walaupun bersifat abstrak dan
Motivasi Belajar Dengan futuristik) berupa pahala yang
Al-Targhib Wa Al-Tarhib besar di akhirat kelak dengan
Tabiat manusia –begitu cara masuk surga.
pula hewan- cenderung suka Sebagaimana hadits yang
kepada sesuatu yang diriwayatkan oleh Abu Dzar
menyebabkan kelezatan dan yang artinya: ”Tidak ada
keamanan serta menghindari seorang hamba pun yang
yang menyebabkan kesusahan. mengucapkan lafadz ’la ilaha
Al-Qur’an menggunakan cara illa Allah’ (artinya tiada tuhan
al-targhib wa al-tarhib selain Allah), kemudian dia
(memberitahukan sesuatu yang meninggal dunia, kecuali ia
atraktif dan intimidatif)22. masuk surga” Abu Dzar
Di antara ayat-ayat berkata: Sekalipun ia telah
targhib adalah ayat yang berzina dan telah mencuri?
melukiskan kenikmatan Rasulullah bersabda:
surgawi dengan segala ”sekalipun ia telah berzina dan
perangkatnya, sehingga mencuri.” Abu Dzar
mampu membangkitkan mengulangi pertanyaannya
harapan dalam jiwa manusia empat kali, sehingga membuat
(misalnya dalam QS. Al- Nabi saw. menyangka Abu
Anbiya’: 90). Dan ayat-ayat Dzar begitu rendah karena
yang melukiskan siksa neraka harus diulangi empat kali.23
jahanam dengan segala Penggunaan prinsip ini
(targhib dan tarhib) harus
21
Syekh al-Zarnuji, Pedoman Belajar dilakukan secara bersama-
untuk Pelajar dan Santri, Terj., Noor Aufa sama. Karena ketika
Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah, tt ), hlm. 10. menggunakan al-targhib saja,
22
Atraktif ialah mempunyai daya tarik,
bersifat menyenangkan. Sedangkan
terkadang membuat manusia
intimidatif adalah bersifat intimidasi, yaitu
tindakan menakut-nakuti terutama untuk 23
HR. Muslim. Muslim, Shahih Muslim,
memaksa orang atau pihak lain agar berbuat Jilid 1; kitab Iman (Beirut: Ihya’ al-Kutub al-
sesuatu. Arabiyyah,tt), hadits ke 138.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 149


Muzammil

terlalu berharap mendapatkan samping pendidik memberikan


ampunan dari Allah dan terlalu al-targhib, pendidik juga harus
berangan-angan untuk masuk mengimbanginya dengan al-
surga. Akhirnya mereka tarhib, agar membuat peserta
cenderung untuk santai, didik dapat belajar dengan
mengabaikan kewajiban dan penuh semangat dan tidak asal-
aturan agama. Begitu juga jika asalan, karena sudah
hanya menerapkan al-tarhib dipastikan ia mengetahui segi
(unsur intimidasi) saja, tidak positif dan negatif apabila
jarang membuat orang untuk tidak melakukannya.
putus asa memperoleh rahmat b) Membangkitkan Motivasi
Allah dan tidak memiliki Belajar Melalui Cerita (bi
harapan untuk bisa masuk al-Qishash)
surga. Akhinya bisa berakibat Cerita (al-Qishash)
membuahkan hasil yang tentang kejadian, terutama
kontraproduktif, yaitu mereka peristiwa sejarah, merupakan
tidak lagi mau menunaikan metode yang banyak
kewajiban bahkan melakukan ditemukan dalam al-Qur’an
yang dilarang. Maka jika dan sebagian besar kandungan
dilakukan secara bersama- al-Qur’an berisi cerita. Di
sama, al-targhib bisa samping itu, kisah-kisah
menghancurkan rasa pesimis kesejarahan itu diabadikan
dari Rahmat Allah. Dan dalam nama-nama surat al-
dengan al-tarhib sangat efektif Qur’an, misalnya Ali ’Imran,
dalam membenahi tawakal al-Maidah, Yunus, Hud, Nuh,
yang berlebihan yang Kahfi, al-Naml, al-Nur, al-Jinn
menyebabkan seseorang dan sebagainya.24 Hal ini
senantiasa berangan-angan disebabkan tabiat manusia itu
mendapatkan rahmat-Nya. sendiri lebih senang diberikan
Keterangan di atas cerita dari pada penjelasan
mengindikasikan bahwa dalam secara teori. Al-Qur’an
proses pembelajaran, Allah memberi nasihat dan
dan Rasulullah (pendidik) membimbing manusia serta
memberikan motivasi kepada banyak mengajarkan kepada
umatnya (peserta didik) mereka berbagai pelajaran dan
dengan cara memberikan hikmah. Pengaruh kisah
sesuatu yang atraktif dan terhadap proses pembelajaran
intimidatif. Maka, pendidik telah disinggung dalam al-
harus mampu memberikan Qur’an secara global dalam
motivasi yang persuasif dan surat Yusuf ayat 111:.....
membuat visualisasi secara Artinya: ”sesungguhya pada
jelas dan rinci. Dengan kisah-kisah mereka terdapat
demikian, peserta didik dapat pengajaran bagi orang-orang
membayangkan dengan jelas yang mempunyai akal....”.
apa yang disampaikan dan
memberikan daya tarik bagi
peserta didik akibatnya ia akan
semangat dalam belajar. Di
24
Saleh, loc. cit., hlm. 205-206.

150 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

Dalam perspektif Islam, hewan-hewan kecil di muka


cerita (Qishash) bumi”.26
diklasifikasikan dalam tiga Relevansi metode cerita
kategori, yaitu: pertama, cerita dalam pembelajaran adalah
berdasarkan fakta sejarah yang cerita-cerita merupakan
terjadi secara nyata (bukan metode yang sangat
fiktif) yang berkaitan dengan bermanfaat untuk
pembelajaran, seperti cerita menyampaikan informasi dan
tentang rasul-rasul, orang- pelajaran.27 Dengan cerita
orang teladan dan sebagainya. yang menarik dan faktual,
Kedua, cerita faktual yang maka secara tidak langsung
berkaitan dengan perilaku dan akan memberikan motivasi
emosi individu agar menjadi tersendiri bagi peserta didik
pelajaran, sepeti cerita tentang yang mendengarkannya.
dua anak nabi Adam. Ketiga, Karena cerita merupakan
ilustrasi tentang peristiwa- sesuatu yang relatif ringan
peristiwa masa lampau yang untuk dicerna oleh peserta
dapat terjadi lagi sewaktu- didik, sehingga pelajaran yang
waktu, seperti cerita tentang terkandung dari cerita itu dapat
banjir bandang pada masa nabi diambil dengan mudah. Di
Nuh, bisa jadi terjadi pada samping itu, pembelajaran
masa sekarang.25 dengan cerita akan mudah
Rasulullah juga mengingatnya, karena peserta
menggunakan kisah untuk didik mampu memvisualisikan
mendidik jiwa para secara mandiri. Sehingga
sahabatnya. Rangkaian kisah peserta didik mampu
memiliki pengaruh yang mereproduksi kembali jika
sangat besar dalam sewaktu-waktu dibutuhkan.
merangsang perhatian dan bisa Apalagi obyek cerita yang
memunculkan keinginan untuk disampaikan itu benar-benar
menyimaknya secara tuntas. terjadi dan sesuai dengan
Dengan demikian, nasehat bisa lingkungan peserta didik.
disampaikan secara sempurna. Dengan cerita-cerita yang
Misalnya nabi ingin menarik akan memberikan
mengajarkan akhlak terhadap motivasi kepada peserta didik
binatang, beliau menggunakan untuk lebih giat belajar.
kisah sebagaimana hadits dari Motivasi merupakan
Ibnu Umar yang artinya: ”ada unsur terpenting dalam belajar.
seorang wanita masuk neraka Al-Qur’an dan al-Sunah sering
gara-gara seekor kucing yang memberikan motivasi kepada
dia ikat dan tidak dia beri umatnya dengan berbagai
makan. Wanita itu tidak bentuk, seperti al-targhib wa
membiarkan binatang itu lepas al-rahib yang penekanannya
mencari makanan berupa lebih kepada motivasi secara

26
HR. Ibnu Majah. Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah, jilid 2; kitab zuhud (Beirut: Dar
al-Fikri), hlm. 578.
25 27
Untung, loc.cit., hlm 106. Saleh, op.cit., hlm. 209.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 151


Muzammil

verbal, karena berupa tercermin dalam sabda Nabi


pernyataan yang atraktif dan yang artinya: ”Berikanlah
intimidatif dengan obyek yang bayaran pelayan sebelum
abstrak. Walaupun bersifat keringatnya mengering”.29
abstrak, peserta didik –umat Bayaran yang diberikan secara
Islam- dapat langsung akan memberikan
memvisualisasikannya. Juga motivasi tersendiri bagi
memotivasi dengan pekerja untuk menunaikan
menggunakan cerita-cerita pekerjaannya dengan sebaik-
untuk diambil ibrah-nya. baiknya. Hal ini bisa
Prinsip ini diperlukan oleh membentuk etos kerja dan
pelajar, karena tabiat manusia produktifitas yang tinggi bagi
ingin selalu mendapatkan pekerja. Begitu juga dalam
keamanan dan menghindari proses pembelajaran, tsawab
hal-hal yang memberikan yang diberikan secara
kesulitan. langsung bisa memunculkan
efek positif dalam menggugah
c. Tsawab (Reward) semangat belajar.
Tsawab (Reward) yang Dalam hal ini, pendidik
berarti balasan atau ganjaran diharapkan mengikuti nilai-
juga memiliki posisi penting nilai dalam memberikan
untuk memotivasi seseorang ganjaran atau pujian agar
melakukan respon yang positif. efektif. Pemberian tsawab
Istilah reward yang sering harus direncanakan dan
digunakan al-Qur’an adalah dilakukan dengan seksama.
tsawab dan al-ajru yang Ganjaran-ganjaran hendaknya
berarti ganjaran atau pahala. mudah diberikan dengan
Istilah ini digunakan untuk harapan akan dapat
menunjukkan balasan atas menghilangkan akibat-akibat
perbuatan baik seseorang yang tidak baik. Akan tetapi,
dalam kehidupan ini atau di pendidik juga harus berusaha
akhirat kelak.28 Dalam surat agar pelajar tidak hanya
Ali ’Imran: 148, Allah berharap akan mendapat pujian
berfirman: dalam pemberian tsawab ini,
Artinya: ”Maka Allah berikan sebaliknya menganggap
ganjaran kepada mereka di sebagai tsawab hanya sebagai
dunia dan di akhirat dengan salah satu instrumen dalam
ganjaran yang baik. Dan Alah belajar, bukan sebagai tujuan
mencintai orang-orang yang dalam belajar. Pendidik juga
berbuat baik”. harus memperhatikan efek dari
Rasulullah telah pemberian tsawab kepada
mengisyaratkan arti penting peserta didik. Karena tidak
tsawab dalam membentuk menutup kemungkinan peserta
kepribadian yang luhur sebagai didik yang diberi pujian
produk pendidikan yang
diidam-idamkan. Hal ini 29
HR. Ibnu Majah dari ‘Abdullah bin
‘Umar. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid
2; kitab Ruhun (Beirut: Dar Al-Fikri, 1995),
28
Ibid., hlm. 221. hlm. 20.

152 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

menganggap kemampuannya proses belajar mengajar. Ia


terlalu tinggi sehingga mengingatkan:
menganggap rendah yang lain. ”Hukuman yang keras di
Jadi, dalam pemberian tsawab dalam pengajaran ta’lim,
ini harus proporsional dan berbahaya bagi murid,
tidak berlebih-lebihan. khusunya bagi anak-anak
Berbicara tentang kecil. Karena tindakan tersebut
tsawab, maka selalu diikuti dapat menyebabkan kebiasaan
dengan adzab (punishment) buruk bagi anak didik...
yang berarti hukuman. Dalam kekerasan membuka jalan ke
Islam, hukuman, teguran atau arah kemalasan dan
nasihat hanya diberikan ketika keserongan, penipuan serta
anjuran-anjuran yang diberikan kelicikan. ... Kecenderungan-
tidak dilaksanakan. Karena kecenderungan ini kemudian
terkadang sebagian peserta menjadi kebiasaan dan watak
didik masih saja tetap yang berurat akar di dalam
melakukan perbuatan yang jiwa...Orang-orang semacam
dilarang, walaupun sudah itu akan menjadi beban orang
diberitahu. Kenyataan ini lain sebagi tempat berlindung.
sebagimana al-Qur’an Jiwa menjadi malas dan
memberikan teguran-teguran enggan memupuk sifat
dan peringatan-peringatan para keutamaan dan keluhuran
nabi, yang sudah tidak moral. Mereka merasa dirinya
dipedulikan lagi oleh kecil dan tidak mau berusaha
kebanyakan manusia. Maka di menjadi manusia yang
sinilah nampaknya hukuman sempurna, lalu jatuh ke dalam
harus diterapkan untuk ’golongan yang paling
memberi petunjuk tingkah laku rendah’” 32

manusia.30 Dengan demikian,


maksud yang dituju dalam Tsawab merupakan
pelaksanaan hukuman itu penghargaan yang diberikan
adalah menjadikan manusia kepada pelajar untuk
jera sehingga tidak melakukan menimbulkan respon yang
pelanggaran lagi.31 positif dalam belajar yang
Walaupun demikian, berupa materi maupun pujian.
Ibnu Khaldun memberikan Akan tetapi, pendidik juga
rambu-rambu bahwa guru harus memperhatikan agar
hendaknya tidak menggunakan pemberian tsawab tidak
hukuman yang keras dalam memberikan dampak negatif
bagi peserta didik, sehingga
30
Saleh, loc.cit., hlm. 225. harus dilakukan secara
31
Hal ini sebagaimana hukuman had dan proporsional. Dan adzab
qishos yang diberikan kepada seorang muslim merupakan konsekuensi dari
yang pelaksanaannya disaksikan oleh orang adanya tsawab. Ketika peserta
banyak. Tujuannya agar pelakunnya jera dan didik sudah tidak melakukan
masyarakat yang menyaksikan hukuman
tersebut seolah-olah merasakan hukumannya, aktifitas belajar misalnya,
sehingga mereka tidak akan meniru perbuatan
pelanggaran. Lebih lanjut baca Ibid.,hlm. 227-
32
228. Ibid., hlm. 763.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 153


Muzammil

maka konsekuensinya ia diberi Rasulullah mengajari dan


hukuman agar tidak mengarahkan para sahabat
mengulanginya lagi. Dan dalam waktu yang terpisah-
dalam pemberian adzab ini pisah karena khawatir kalau
hendaknya dilakukan secara mereka merasa jemu atau
wajar dan bijaksana, artinya bosan. ’Abdullah ibn Mas’ud
jangan sampai berdampak berkata: ”Nabi shallaahu
negatif pula fisik maupun ’alaihi wa sallam senantiasa
psikologis peserta didik. mencari waktu yang tepat
d. Takhawwulu Al-Auqot Li Al- untuk menasehati kami karena
Ta’allum (Pembagian khawatir akan menimbulkan
Waktu Belajar) rasa bosan pada diri kami”.(
Yang dimaksud dengan HR. Bukhori)34
pembagian waktu belajar Cara belajar seperti ini
adalah belajar dalam waktu sangat efektif, karena jika
yang jarang dengan melalui belajar dilakukan secara
masa istirahat.33 Artinya proses langsung, tidak ada
belajar dilakukan tidak secara kesempatan bagi otak
terus-menerus, melainkan menyimpan apa yang telah
terdapat jeda waktunya diterimanya. Sebaliknya, jika
sehingga tidak mengakibatkan dalam belajar diberi jeda
kebosanan. waktu, maka akan memberikan
Al-Qur’an telah kesempatan kepada otak untuk
menerapkan prinsip ini, mengendapkan apa yang telah
terbukti dengan turunnya al- diterimanya sedikit demi
Qur’an secara gradual sedikit, sehingga otak mampu
(bertahap) sampai memakan menyimpannya secara efektif
waktu dua puluh tiga tahun. dan reseptif, serta dapat
Hal ini tidak lain bertujuan mereproduksinya kembali.
agar umat Islam mudah Kesimpulan
menghafal dan menguasainya Teori belajar Barat lebih
dengan baik. Sebagaimana menekankan pada peristiwa belajar
yang disinggung dalam surat yang bersifat rasional-empiris-
al-Isra’ ayat 106: kuantitatif yang bersumber pada
Artinya: ”Dan al-Qur’an itu pandangan dunia Barat (world view)
telah Kami turunkan dengan sekuler-positifistik-materialistik.
berangsur-angsur agar kamu Sedangkan teori belajar Islam tidak
membacakannya perlahan- hanya menekankan pada peristiwa
lahan kepada manusia dan belajar yang bersifat rasional-empiris,
Kami menurunkan bagian tetapi juga memberikan penekanan
demi bagian”. pada peristiwa belajar yang bersifat
Rasulullah juga telah normatif-kualitatif yang berasal dari
menerapkan prinsip pembagian al-Qur’an dan al-Sunah yang
waktu ini dalam mendidik jiwa dikembangkan oleh intelektual
para sahabatnya atau ketika muslim berdasarkan pengalaman yang
mengajarkan materi agama.
34
Bukhori, Shahih al-Bukhori, jilid 1;
kitab ’Ilmu (Beirut: Dar al-Kutub al-
33
Ibid., hlm. 239. ’Ilmiyyah, 1992), hlm. 31.

154 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

telah teruji efektifitasnya selama Rasulillah saw. Beirut: dar al-


berabad-abad. Sintesa antara kedua Kutub al-’Ilmiyyah.
teori tersebut, memunculkan teori ‘Abdullah, Abdurrahman Saleh. 1994.
belajar terpadu yang selaras dengan Teori-Teori Pendidikan
idealisme Islam yang tetap bersumber Berdasarkan Al-Qur’an. Terj.
kepada al-Qur’an, al-Sunah dan M. Arifin dan Zainuddin.
khazanah intelektual muslim dan Jakarta: Rineka Cipta.
mengambil segi positif dari Barat serta Al-Bukhori. 1992. Shahih al-Bukhori,
membuang hal-hal yang tidak sesuai jilid 1; kitab ’Ilmu. Beirut: Dar
dengan idealisme Islam. Hal ini pada al-Kutub al-’Ilmiyyah.
akhirnya berimplikasi pada proses _______. 1992. Shahih al-Bukhori,
pembelajaran yang efektif dan efisien jilid 1; kitab ’Iman. Beirut:
yang dapat mengantarkan peserta Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah.
didik dapat mencapai tujuan belajar _______. 1992. Shahih al-Bukhari,
bahkan tujuan hidupnya. jilid 3; kitab Thalaq. Beirut:
Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah.
_______. 1992. Shahih al-Bukhori,
Daftar Pustaka jilid 7; kitab Ruqaq Beirut:
Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah.
Al-Attas, Syed M. Naquib. 1989. Al-Darimi, Ibnu M. Bahram. Tanpa
Islam dan Filsafat Sains. tahun. Sunan Al-Darimi, jilid
Bandung: Mizan. 2; Kitab Buyu’ . Beirut: Dar
Ahmadi, Abu. 1998 Psikologi Umum. al-Fikri.
Jakarta: Rineka Cipta. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
_______. dan Widodo, Supriyono. Bandung: Diponegoro. 2005.
1991. Psikologi Belajar. Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2005.
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Madarijus Salikin (Pendakian
Al-Toumy Al-Syaibany, Omar M. Menuju Allah), Penjabaran
Falsafah Pendidikan Islam. Kongkrit Iyyaka na’budu wa
Terj. Hasan Langgulung. 1979. iyyaka nasta’in. Terj. Kathur
Jakarta: Bulan Bintang. Suhardi. Jakarta: Pustaka al-
Anshari, Endang Saifuddin. 2002. Kautar. Cet. 7.
Ilmu, Filsafat dan Agama. Al-Ghazali, Muhammad. Tanpa tahun.
Surabaya: PT. Bina Ilmu Ayyuha al-Walad. Surabaya:
Offset. Cet. 9. al-Hidayah.
An-Nahlawi, Abd. Rahman. 1995. Atkinson, Rita L. 1997. Pengantar
Pendidikan Islam di Rumah, Psikologi. Terj. Nurdjannah
Sekolah dan Masyarakat. Terj. Taufiq dan Rukmini Barhana.
Shihabuddin. Jakarta: Gema Jakarta: Erlangga.
Insani Press. Al-Zarnuji. Tanpa tahun. Pedoman
Abror, Abd. Rachman. 1993. Belajar untuk Pelajar dan
Psikologi Pendidikan. Santri. Terj. Noor Aufa
Yogyakarta: PT. Tiara Shiddiq. Surabaya: Al-
Wacana. Hidayah.
Al-Turmudzi. 2000. Sunan al- Arif, Syamsuddin. “Prinsip-Prinsip
Turmudzi, jilid 3; kitab al- Dasar Epistemologi Islam”.
Isti’dzan wa al-Adab ’an Majalah Islamia. No. 5 Thn.
II. April-Juni. 2005.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 155


Muzammil

Asy-Syalhub, Fuad bin Abdul Aziz. Departemen Pendidikan dan


2005. Mengajar EQ Cara Kebudayaan. 1989. Kamus
Nabi; Konsep Belajar Besar Bahasa Indonesia.
Mengajar Cara Rasulullah Jakarta: Balai Pustaka.
saw (Panduan Praktis Untuk Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori
Para Pendidik). Terj. Ikhwan Belajar. Jakarta: Depdikbud
Fauzi. Bandung: MQS Dirjend Lembaga Tenaga
Publishing. Kependidikan.
Bastaman, Hanna Djumhana. 1995. Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002.
Integrasi Psikologi dengan Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Islam; Menuju Psikologi Grasindo.
Islami. Yogyakarta: Pustaka Harefa, Andrias. 2000. Menjadi
Pelajar. Manusia Pembelajar. Jakarta:
Badri, Malik. 1986. Dilema Psikolog Kompas.
Muslim. Jakarta: PT Temprint. Harits, A. Busyairi. 2004. Ilmu Laduni
_______. 2001. Fiqih Tafakkur; dari dalam Perspektif Teori Belajar
Perenungan Menuju Modern. Yogyakarta: Pustaka
Kesadaran, Sebuah Pelajar.
Pendekatan Psilikologi Islami. Indar, Jumberansyah. 2001. “Konsep
Solo: Era Intermedia. Belajar Menurut Pandangan
_______. 1996. Tafakkur; Perspektif Islam”. Jurnal Ulul Albab. Vol
Psikologi Islam. Terj. Usman 3. no. 2.
Syihab. Bandung: PT. Remaja Istadi, Irawati. 2003. Seri Psikologi
Rosdakarya. Anak I, Mendidik dengan
Bakar, Osman. 1994. Tauhid dan Cinta. Jakarta: Pustaka Inti.
Sains; Esai-Esai tentang Khaldun, Ibnu. 2000. Mukaddimah
Sejarah dan Filsafat Sains Ibn Khaldun. Terj. Ahmadie
Islam. Bandung: Pustaka Thoha. Jakarta: Tim Pustaka
Hidayah. Firdaus. Cet. 4.
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa
Agama 1. Jakarta: PT. Logos Pemikiran Tentang Pendidikan
Wacana Ilmu. Islam. Bandung: PT. al-
Bower, Gordon H. Hilgard, Ernest R. Ma’arif. . 1988. Asas-Asas
1998. Theories of Learning. 4th Pendidikan Islam. Jakarta: Al-
Edition. New Jersey: Prentice Husna.
Hall. Inc. 1995. Manusia dan Pendidikan;
Bukhori. 1992. Shahih al-Bukhori, Suatu Analisa Psikologi dan
jilid 1; kitab ’Ilmu. Beirut: Dar Pendidikan. Jakarta: PT. Al-
al-Kutub al-’Ilmiyyah. Husna Zikra. Cet. 3.
Berkson dan Wettersten. 2003. Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf.
Psikologi Belajar dan Filsafat 2002. Nuansa-Nuansa
Ilmu Karl Popper. Terj. Ali Psikologi Islami. Jakarta: PT.
Noer Zaman. Yogyakarta: RajaGrafindo Persada.
Qalam. Mas’ud, Abdurrahman. 2002.
Bilgrami, Hamid Hasan. 1989. Menggagas Format
Konsep Universitas Islam, Pendidikan Nondikotomik
Terj. Machnun Husein. (Humanisme Religius Sebagai
Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

156 | Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 03, No. 2,Desember 2019
Teori Belajar dalam Perspektif Barat dan Islam ….

Paradigma Pendidikan Islam).


Yogyakarta: Gama Media.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997.
Kamus Al-Munawwir Arab-
Indonesia Terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progressif.
Mubarok, Achmad. 2000. Solusi
Krisis Keruhanian Manusia
Modern: Jiwa dalam Al-
Qur’an. Jakarta: Paramadina.
Muslim. Tanpa tahun. Shahih Muslim,
Jilid 1; kitab Iman. Beirut:
Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah.
Muhaimin (dkk.) 2002. Paradigma
Pendidikan Islam; Upaya
mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah.
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet. 2.

Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 3 , No: 2, Desember 2019| 157

Anda mungkin juga menyukai