Anda di halaman 1dari 15

KARYA TULIS ILMIAH

ASUPAN ZAT GIZI DENGAN KEKUATAN OTOT

Disusun Oleh:
1. Rokhil Ilman Nafi’ (12020140001)
2. Aisyah Khoirunnisaa (12020140002)
3. Zalfa Iqlima Bilqis (12020140005)

PRODI S1-GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
nikmat serta hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
“ASUPAN ZAT GIZI DENGAN KEKUATAN OTOT” ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Makalah ini saya buat untuk memenuhi salah satu syarat
mata kuliah Bahasa Indonesia.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang telah
tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada studi banding atau
membandingkan beberapa materi yang sama dari sumber yang ada. Yang semoga
bisa memberi tambahan terkait asupan zat gizi.
Tentu saja dalam penyusunan makalah ini kami tidak terlepas dari
kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, tentu saja tidaklah
sempurna. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang membangun
untuk dapat memperbaiki makalah yang akan kami buat nantinya.

Indonesia, 24 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................1
2.1. Hubungan Indeks Massa Tubuh, persen lemak tubuh, asupan zat gizi
dengan kekuatan otot............................................................................................1
2.2. Kekuatan otot............................................................................................3
2.3. Hubungan IMT dan persen lemak tubuh dengan kekuatan otot................4
BAB III PENUTUP.................................................................................................6
3.1 Kesimpulan................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesegaran jasmani adalah suatu keadaan yang dimiliki atau dicapai
seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas
fisik. Kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan ketika aktivitas fisik
dapat dilakukan tanpa kelelahan berlebihan, terpelihara seumur hidup dan
sebagai konsekuensinya memiliki risiko lebih rendah untuk terjadinya
penyakit kronik lebih awal. Seseorang yang secara fisik bugar dapat
melakukan aktivitas fisik sehari-harinya dengan giat, memiliki risiko rendah
dalam masalah kesehatan dan dapat menikmati olahraga serta berbagai
aktivitas lainnya.
Komponen kesegaran jasmani secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni
kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan (meliputi:
kecepatan, daya ledak otot, ketangkasan, keseimbangan dan koordinasi) dan
kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (meliputi : kekuatan
otot, daya tahan otot, kelenturan, daya tahan kardiorespirasi, dan komposisi
tubuh). 1-3 Hal ini dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain umur, jenis
kelamin, genetik,7 ras,8 aktivitas fisik termasuk latihan 9,10 dan kadar
hemoglobin.
Pada anak kesegaran jasmani ini seringkali terlupakan. Padahal kesegaran
jasmani ini sangat bermanfaat untuk menunjang kapasitas kerja fisik anak
yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan prestasinya. Daya tahan
kardiovaskuler yang baik akan meningkatkan kemampuan kerja anak dengan
intensitas lebih besar dan waktu yang lebih lama tanpa kelelahan. Daya tahan
otot akan memungkinkan anak membangun ketahanan yang lebih besar
terhadap kelelahan otot sehingga mereka bisa belajar dan bermain untuk
jangka waktu lebih lama.12 Terlebih lagi kesegaran jasmani yang rendah
diduga merupakan prekursor terhadap mortalitas pada orang dewasa,
sedangkan tingkat kesegaran jasmani sedang memperlihatkan efek protektif

1
terhadap beberapa prediktor mortalitas seperti merokok, hipertensi dan
hiperkolesterolemia.
Penelitian di Jakarta (1997) pada anak-anak usia 6-12 tahun menunjukkan
bahwa 41,5 % anak memiliki tingkat kesegaran jasmani sedang, sedangkan
41,1% memiliki tingkat kesegaran jasmani kurang dan kurang sekali. Hasil
ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang diperoleh Departemen
Kesehatan pada tahun 1993, yakni 47,8% anak usia sekolah dasar di 20 SD
DKI memiliki tingkat kesegaran jasmani kurang dan kurang sekali.
Salah satu komponen kesegaran jasmani yang penting adalah komposisi
tubuh. Beberapa penelitian tentang kesegaran jasmani berkaitan dengan
komposisi tubuh telah dilakukan. Penelitian pada laki-laki dewasa di Jepang
menunjukkan bahwa kesegaran jasmani laki-laki obesitas lebih rendah
dibandingkan subyek normal atau borderline. 15 Penelitian diantara
kelompok etnik berumur 9 tahun di Inggris menunjukkan bahwa anak
obesitas dan anak yang pendek memiliki kesegaran jasmani lebih buruk
dibandingkan anak-anak lainnya.8 Dari penelitian di Birmingham pada anak
umur 6-11 tahun diperoleh kesimpulan bahwa terdapat korelasi negatif antara
kesegaran kardiorespirasi dan peningkatan jaringan lemak.16 Hal ini hampir
serupa dengan penelitian di Jakarta yang mengukur tingkat kesegaran jasmani
secara umum yakni didapatkan bahwa makin tinggi persen lemak tubuh
makin rendah tingkat kesegaran jasmaninya.14 Sebaliknya penelitian pada
anak muda Flemish (2003) ternyata didapatkan bahwa subyek dengan
obesitas menunjukkan kekuatan pegangan tangan (handgrip strength) yang
lebih besar dibandingkan non obesitas, meskipun komponen kesegaran
jasmani yang lain memiliki skor yang lebih rendah.
Saat ini prevalensi obesitas pada anak dan remaja meningkat tajam di
seluruh dunia. Prevalensi pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat
dalam tiga dekade terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%.
Prevalensi obesitas pada anak-anak sekolah di Singapura meningkat dari 9%
menjadi 19%. Di Jakarta (1998) pada umur 6-12 tahun ditemukan obesitas
sekitar 4%, pada anak remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2%, dan umur 17-18

2
tahun 11,4 %.18 Penelitian di Semarang (2003) menunjukkan proporsi
obesitas pada murid sekolah dasar usia 6-7 tahun adalah sebesar 10,6% 19,
bahkan di salah satu sekolah dasar favorit di Semarang (2004) diperoleh
prevalensi obesitas sebesar 28,6 %.
Masa remaja merupakan masa pertumbuhan cepat dan terjadi perubahan
dramatis pada komposisi tubuh yang mempengaruhi aktivitas fisik dan respon
terhadap latihan. Terdapat peningkatan pada ukuran tulang dan massa otot
serta terjadi perubahan pada ukuran dan distribusi dari penyimpanan lemak
tubuh.
Salah satu cara penentuan obesitas adalah dengan menggunakan Indeks
Massa Tubuh (IMT). IMT bisa menggambarkan lemak tubuh yang
berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala
besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi
badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan
sedikit latihan.
Mengingat pentingnya kesegaran jasmani pada anak dan kecenderungan
peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia perlu penelitian-penelitian
tentang hubungan obesitas dengan tingkat kesegaran jasmani pada anak di
Indonesia. Hal ini tampaknya belum banyak dilakukan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan tingkat
kesegaran jasmani beserta komponen-komponennya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
a) Apa maksud dari hubungan Indeks Massa Tubuh, persen lemak tubuh,
asupan zat gizi dengan kekuatan otot?
b) Apa yang dapat meningkatkan kekuatan otot?
c) Tentang hubungan IMT dan persen lemak tubuh dengan kekuatan otot

3
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Memahami hubungan Indeks Massa Tubuh, persen lemak tubuh, asupan
zat gizi dengan kekuatan otot,
b) Mengetahui bagaimana meningkatkan kekuatan otot,
c) Mengetahui hubungan IMT dan persen lemak tubuh dengan kekuatan
otot.
1.4 Manfaat Penulisan
a) Memahami hubungan Indeks Massa Tubuh, persen lemak tubuh, asupan
zat gizi dengan kekuatan otot,
b) Mengetahui bagaimana meningkatkan kekuatan otot,
c) Mengetahui hubungan IMT dan persen lemak tubuh dengan kekuatan
otot.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hubungan Indeks Massa Tubuh, persen lemak tubuh, asupan zat gizi
dengan kekuatan otot
Intensitas tinggi yang membutuhkan kekuatan dan ketahanan yang baik.
Aktivitas dalam olahraga bola basket merupakan kombinasi antara aktivitas
yang bersifat aerobik dan anaeobik dan membutuhkan energi tinggi.
Permainan bola basket memerlukan ketrampilan yang berhubungan dengan
kesegaran jasmani, yaitu kekuatan dan daya ledak otot, kecepatan dan
kelentukan. Kekuatan otot merupakan kekuatan kontraksi maksimal otot yang
dapat dikeluarkan pada tahapan tertentu. Kekuatan otot diperlukan oleh
pemain bola basket untuk berlari cepat, menggiring bola (dribbling),
menembak bola (shooting) mempertahankan keseimbangan tubuh dan
mencegah terjatuh saat benturan dengan pemain lawan. Salah satu komponen
kondisi fisik yang penting guna mendukung prestasi atlet adalah kekuatan
otot. Kekuatan otot adalah kemampuan otot-otot atau sekelompok otot untuk
mengatasi beban maksimal, sedang secara fisikalis kekuatan merupakan hasil
perkalian antara massa dengan percepatan. Penurunan ataupun peningkatan
kekuatan otot sangat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu faktor otot, jenis
kelamin, umur, genetik, latihan olahraga, konsumsi makanan, kesehatan
khususnya terkait dengan kesehatan muskuloskeletal dan suplemen olahraga.
Kebutuhan gizi harian atlet berubah-ubah, tergantung pada intensitas
latihannya. Atlet harus mengkonsumsi karbohidrat 60 – 70% total energi.
Karbohidrat dalam makanan sebagian besar dalam bentuk karbohidrat
kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja
(<10%). Kebutuhan lemak dipergunakan untuk menjaga keseimbangan
energi, mengganti simpanan triasilgliserol dan kebutuan asam amino esensial.
Jumlah lemak dalam makanan yang dibutuhkan seorang atlet berkisar antara

1
30% dari total energi, namun atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi lemak
secara berlebihan.
Cabang olahraga dengan aktivitas intermittent seperti bola basket
konsumsi protein yang rekomendasikan adalah 1,4 - 1,7 [g/kgBB/hari]. Diet
dapat mempengaruhi langkah-langkah penting dalam jalur adaptasi tubuh
terhadap latihan olahraga. Mekanisme utama asupan makanan adalah
penyediaan energi untuk latihan (misalnya : glukosa, asam amino, lipid
substrat, dll) dan dengan mengubah lingkungan hormon untuk mendukung
anabolisme.
Respon hormon anabolik akan semakin meningkat dengan meningkatnya
asupan protein. Sintesis protein dan degradasi protein diatur oleh faktor
hormonal dan nutrisi yang berkerja pada reseptor sarkolema dan efektor
sarkoplama, kemudian memicu aktifasi translasi, inisiasi, sintesis protein.
Asupan makanan yang berlebihan ataupun kurang akan menyebabkan
perubahan komposisi tubuh yaitu peningkatan/penurunan berat badan, persen
lemak tubuh dan massa otot. Asupan makanan terutama protein sangat
berpengaruh pada masa otot yang pada akhirnya berpengaruh pada kekuatan
otot mengingat protein merupakan salah satu bahan baku pada sintesis protein
otot. Peningkatan asupan protein harus di imbangi dengan asupan energi yang
cukup, asupan energi akan berdampak pada pada peningkatan massa otot.
Kombinasi asupan protein dan karbohidrat akan merangsang pelepasan
hormon insulin. Tanpa asupan karbohidrat yang cukup, ketersediaan hormon
insulin relatif rendah, pemecahan protein akan meningkat. Pengaturan asupan
makanan yang tepat, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing cabang
olahraga, dapat mempertahankan komposisi tubuh sesuai dengan kebutuhan
tiap cabang olahraga. Status gizi merupakan gambaran keseimbangaan antara
asupan (intake) dan kebutuhan (requirement) zat gizi untuk berbagai proses
biologis tubuh.
Status gizi yang dinyatakan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
mempunyai hubungan yang negatif dengan tingkat kebugaran, yang berarti
semakin tinggi nilai IMT maka semakin rendah skor tes kebugaran tubuhnya.

2
Penelitian yang dilakukan pada anak dan remaja usia 6-18 tahun di Maputo,
Mozambique menyatakan bahwa baik laki-laki ataupun perempuan yang
memiliki nilai IMT dalam kategori overweight menunjukan hasil tes
kebugaran lebih rendah dibanding kategori normal. Namun pada tes kekuatan
otot genggam tangan menunjukkan hasil lebih baik. Demikian pada kelompok
gizi kurang (underweight) tes kekuatan, ketahanan dan kelenturan lebih buruk
disbanding kelompok gizi normal.
Indeks Massa Tubuh bukan merupakan patokan status gizi seorang atlet,
tidak menggambarkan komposisi tubuh dan tidak merepresentasikan persen
lemak tubuh , dan tidak akurat untuk memprediksi kelebihan massa lemak
dan massa otot. Komposisi tubuh dan berat badan member kontribusi
terhadap performa latihan. Berat badan dapat mempengaruhi kecepatan, daya
tahan dan power seorang atlet, sementara komposisi tubuh (massa lemak dan
massa tubuh bebas lemak) dapat menghasilkan kekuatan, kelincahan dan
penampilan atlet weatherwax. Berdasarkan pertimbangan diatas, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan antara IMT, persen lemak tubuh,
asupan zat gizi (tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, persentase
asupan lemak dan persentase asupan karbohidrat dalam sehari) dengan
kekuatan otot pada siswa kelas atlet bola basket SMA Terang Bangsa
Semarang.

2.2. Kekuatan otot


Kekuatan otot pada penelitian ini menggunakan dynamometer. Hand grip
dan back lift dynamometer digunakan untuk pengukuran kekuatan otot,
dengan berdasarkan prinsip kompresi. Ketika kekuatan dari luar digunakan
pada dynamometer, alat akan tertekan/ berkompresi dan menggeser pointer
yang menunjukan skala. Dynamometer merupakan metode praktis untuk
mengukur kekuatan genggam tangan, punggung, bahu dan tungkai. Terdapat
lima unsure kondisi fisik yang besar perannya dalam menggiring bola, yaitu
kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelentukan dan koordinasi, sebagai
komponen biomotor.

3
2.3. Hubungan IMT dan persen lemak tubuh dengan kekuatan otot
Hubungan IMT dan Persen Lemak Tubuh dengan Kekuatan Otot Tidak
terdapat hubungan IMT dengan kekuatan otot, namun terdapat hubungan
bermakna persen lemak tubuh dengan kekuatan otot (r=-0,670, p=0,024),
semakin kecil persen lemak tubuh maka semakin besar kekuatan otot. Persen
lemak tubuh sesuai dengan rentang yang direkomendasikan (7-14% untuk
atlet bola basket) dan IMT normal atau lebih dapat diasumsikan bahwa
komposisi tubuh mengandung banyak massa tubuh tanpa lemak (fat free
weight/lean body mass).
Massa tubuh tanpa lemak meliputi massa otot, tulang, kulit, jaringan bukan
lemak dan jaringan tubuh lain, massa otot 40-50% dari massa tubuh tanpa
lemak. Massa otot yang besar akan berpengaruh pada kekuatan otot.
Intermittent exercise/stop & go exercise adalah olahraga dengan intensitas
tinggi ( 70% VO max) yang disertai dengan interval istirahat namun dengan
durasi waktu yang lebih singkat yaitu antara 45 menit – 2 jam. Contoh dari
olahraga yang termasuk dalam kategori ini adalah olahraga beregu seperti
sepak bola, bola basket, bola voli dan hoki. Aktivitas dalam olahraga sepak
bola merupakan kombinasi antara aktivitas intensitas tinggi dan aktivitas
intensitas rendah, sehingga proses metabolisme energi di dalam tubuh dapat
berjalan secara stimulant melalui metabolism energi secara aerobik dan
anaerobik.
Hasil penelitian menunjukan terdapat korelasi positif antara asupan protein
dengan kekuatan otot. Semakin meningkat asupan protein maka kekuatan otot
semakin meningkat. Asupan makanan terutama protein sangat berpengaruh
pada masa otot melalui perubahan sintesis protein, dengan peningkatan
asupan protein menyebabkan peningkatan keseimbangan protein kearah
positif yang kemudian menyebabkan peningkatan sintesis protein.
Peningkatan sintesis protein secara perlahan mengakibatkan hipertropi otot
yang akhirnya berpengaruh pada kekuatan otot. Peningkatan asupan protein
harus diimbangi dengan asupan energi yang cukup, asupan energi akan

4
berdampak pada pada peningkatan massa otot. Apabila asupan energi kurang
maka protein akan dipecah sebagai sumber energi. Atlet dengan aktivitas
olahraga intensitas sedang (durasi latihan 2-3 jam per hari dan frekuensi
latihan 5-6 kali per minggu), perlu mengkonsumsi makanan yang terdiri dari
55- 65% karbohidrat (5-8 g/kgBB/hari) dengan tujuan untuk menjaga
simpanan glikogen hati dan otot .Subjek dalam penelitian ini karbohidrat
yang dikonsumsi tergolong lebih yaitu 68,97±6,3% dari total asupan sehari
atau 5,6±1 g/kg BB/hari.
Asupan karbohidrat tergolong lebih, namun apabila tingkat asupan energi
kurang maka asupan karbohidrat akan dipakai sebagai sumber energi utama
untuk semua proses fisiologis dalam tubuh, tidak terdapat kelebihan asupan
karbohidrat yang dapat dijadikan cadangan glikogen. Glikogen otot dan
glukosa dalam darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi untuk
kontraksi otot dan melakukan aktivitas anaerobik seperti lari cepat. Sumber
energi untuk lari cepat 50- 100 meter adalah kreatin fosfat (4-5 detik pertama)
dan kemudian glikolisis anaerobik dengan menggunakan glikogen otot
sebagai sumber energi.

5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Intensitas tinggi yang membutuhkan kekuatan dan ketahanan yang
baik. Aktivitas dalam olahraga bola basket merupakan kombinasi antara
aktivitas yang bersifat aerobik dan anaeobik dan membutuhkan energi
tinggi. Kekuatan otot diperlukan oleh pemain bola basket untuk berlari
cepat, menggiring bola , menembak bola mempertahankan keseimbangan
tubuh dan mencegah terjatuh saat benturan dengan pemain lawan. Salah satu
komponen kondisi fisik yang penting guna mendukung prestasi atlet adalah
kekuatan otot. Kebutuhan gizi harian atlet berubah-ubah, tergantung pada
intensitas latihannya. Atlet harus mengkonsumsi karbohidrat 60 – 70% total
energi.
Kekuatan otot pada penelitian ini menggunakan dynamometer. Hand grip
dan back lift dynamometer digunakan untuk pengukuran kekuatan
otot, dengan berdasarkan prinsip kompresi. Hubungan IMT dan Persen
Lemak Tubuh dengan Kekuatan Otot Tidak terdapat hubungan IMT dengan
kekuatan otot, namun terdapat hubungan bermakna persen lemak tubuh
dengan kekuatan otot , semakin kecil persen lemak tubuh maka semakin besar
kekuatan otot. Massa tubuh tanpa lemak meliputi massa
otot, tulang, kulit, jaringan bukan lemak dan jaringan tubuh lain, massa otot
40-50% dari massa tubuh tanpa lemak. Massa otot yang besar akan
berpengaruh pada kekuatan otot. Hasil penelitian menunjukan terdapat
korelasi positif antara asupan protein dengan kekuatan otot. Semakin
meningkat asupan protein maka kekuatan otot semakin meningkat. Asupan
makanan terutama protein sangat berpengaruh pada masa otot melalui
perubahan sintesis protein, dengan peningkatan asupan protein menyebabkan
peningkatan keseimbangan protein kearah positif yang kemudian
menyebabkan peningkatan sintesis protein.

6
7
DAFTAR PUSTAKA

Utari, A. (2007). Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran


Jasmani Pada Anak Usia 12-14 Tahun. Ilmu Biomedik, Universitas
Diponegoro Semarang.
Setiowati, A. (2014, Juli). Hubungan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh,
Asupan Zat Gizi dengan Kekuatan Otot. No. 1 Vol. 4, pp. 34-38.

Anda mungkin juga menyukai