Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ILMU MUHKAM DAN MUTASYABIH

Dosen Pengampu : Dr. Besse Ruhaya, S. Pd.I., M. Pd.I

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

Fathur Rizqi S.Djafar (60200122038)

Muh. Akramul Khair (60200122114)

Muh. Zulfachmi Syaghi (60200122030)

Ade Rika Maulinnafsih (60200122020)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiratnya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ilmiah tentang studi AL- QUR’AN, dan semoga
bermanfaat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini.
Untuk kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhirnya kata kami berharap makalah ilmiah ini tentang studi AL-
QUR’AN ini semoga bermanfaat untuk masyarakat, ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
C. Tujuan Masalah ........................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 7
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih ....................................................................... 7
B. Contoh Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat ....................................................... 8
C. Sebab-sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an ................................................ 10
D. Pandangan dan Sikap Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat .............................. 12
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 16
B. Saran ........................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menyampaikan pesan dalam al-qur`an dengan berbagai cara dan


bentuk dalalah baik yang jelas ataupun dengan cara yang samar (mubham). Di
antara bentuk keduanya terdapat bentuk muhkam dan mutasyabih. Itu semua
merupakan kerunia Allah subhanahu wa ta`ala kepada ummat manusia agar
dapat memahami dengan elastis, syamil, dan komprehensif.

Di antara gaya penyampaian al-qur`an terkadang menggunakan lafadz dan


uslub yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu, yaitu sebagian lafadz
serupa dengan sebagian yang lain tetapi maknanya serasi dan cocok, tidak ada
yang bersifat umum dan samar (mutasyabih) dan dapat memberikan peluang
bagi para mujtahid dan cendekiawan untuk dapat mengembalikannya kepada
yang tegas maksudnya dan disebut muhkam, mengembalikan yang samar
kepada yang jelas maknanya, mengembalikan masalah cabang kepada masalah
pokok, yang bersifat parsial kepada yang kulli.

Ayat yang menjadi dasar adanya Muhkam dan Mutasyabih adalah ayat ke-
7 dari surat Ali-`Imran :

‫ت فَأ َ َّم ا ٱلَّذِينَ ِف‬ٞۖٞ ‫ش ِب َٰ َه‬


َ َٰ َ ‫ب َوأُخ َُر ُمت‬ ِ َ ‫ت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ُه َّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰت‬ٞ ‫ب ِم ۡنهُ َءا َٰ َي‬ َ َ ‫علَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت‬
َ ‫ِي أَنزَ َل‬
ٓ ‫ُه َو ٱلَّذ‬
ُ‫ِۦه َو َم ا َيعۡ لَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓٓهُ ِِ ََّّ ٱللَّه‬ٞۖ ‫شبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱب ِتغَ ا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱب ِتغَ ا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل‬ َ َٰ َ ‫غ فَيَت َّ ِبعُونَ َم ا ت‬ٞ ‫قُلُو ِب ِه ۡم زَ ۡي‬
)٧( . ‫ب‬ ِ َ‫َّ أ ُ ْولُواْ ۡٱل َۡل َٰب‬ ٓ َّ ِِ ‫ل ِم ۡن ِعن ِد َربِنَ ا َو َم ا يَذَّ َّك ُر‬ٞ ‫ٱلر ِس ُخونَ فِ ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّ ا بِِۦه ُك‬ َّ َٰ ‫َو‬

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-qur`an) kepada kamu. Di antara (isi)


nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-qur`an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyabihaat. Adapun orang-orang yang hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta`wilnya, padahal tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah, dan orang-

4
orang yang mendalam ilmunya berkata : “kami beriman kepada ayat- ayat
yang mutasyabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu
membahas tentang Aqsam Al-Qur’an dengan membatasi pembahasan sebagai
berikut:
1. Apa pengertian muhkam dan mutasyabih ?
2. Bagaimana contoh – contoh ayat muhkam dan mutasyabih ?
3. Apa sebab – sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an ?
4. Bagaimana pandangan dan sikap ulama tentang ayat-ayat mutasyabihat?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan beberapa tujuan
masalah sebagai berikut :
1. Mampu memahami pengertian muhkam dan mutasyabih
2. Mampu mengetahui contoh – contoh ayat muhkam dan mutasyabih
3. Mampu mengetahui sebab – sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an
4. Mampu mengetahui pandangan dan sikap ulama tentang ayat – ayat
mutasyabihat

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Kata “muhkam” dan “mutasyabih” adalah bentuk mudzakar, digunakan


untuk mensifati kata-kata yang mudzakkar, seperti ungkapan al-qur`an yang
muhkam atau yang mutasyabih. Sedangkan kata “muhkamat” atau
“mutasyabihat” adalah bentuk muannats untuk mensifati kata yang juga
muannats, seperti surah dan ayat muhkamat atau mutasyabihat. Al-qur`an
menampilkan kata “muhkam” yang terkait dengannya sebanyak tiga kali
dalam bentuknya yang berbeda-beda, yaitu “muhkamat (QS. Ali-
`imran[3]:7),uhkimat (QS. Hud[11]: 1), dan muhakkamah (QS. Muhammad
[47]: 20). Sementara kata “mutasyabih” dalam berbagai ragam dan bentuknya
dikemukakan sebanyak dua belas kali yang terpencar dalam beberapa surah
dan ayat di dalam Al-Qur`an. Kedua kata tersebut memiliki beragam arti baik
menurut etimologi maupun terminologi.

Muhkam secara etimologis adalah sesuatu yang tidak ada perselisihan


dan kekacauan di dalamnya, dan ada yang mengatakan bahwa Muhkam ialah
sesuatu yang belum menjadi mutasyabih karena keterangannya sudah tegas
dan tidak membutuhkan kepada yang lain. Muhkam merupakan derivasi dari
kata ahkama yaitu atqana. Ahkama al-kalam berarti mengokohkan perkataan
dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah. Dengan demikian
Muhkam dapat berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan bermaksud
membedakan antara informasi yang hak dan yang bathil, serta memisahkan
urusan yang lurus dari yang sesat. Al-qur`an seluruhnya muhkamah, jika yang
dimaksud dengan kemuhkamahannya ialah susunan lafadz al-qur`an dan
keindahan nazhamnya, sungguh sangat sempurna, tidak ada sedikit
punterdapat kelemahan padanya, baik dari segi lafadz maupun maknanya.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yakni:

6
ِ ُ‫ير ا ٓل ۚر ِك َٰت َبٌ أ ُ ۡح ِك َم ۡت َءا َٰ َيت ُ ٓهُ ث ُ َّم ف‬
‫صلَ ۡت‬ ِ ُ‫ا ٓل ۚر ِك َٰت َبٌ أ ُ ۡح ِك َم ۡت َءا َٰ َيت ُ ٓهُ ث ُ َّم ف‬
ٍ ‫صلَ ۡت ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخ ِب‬
. ‫ير‬ ٍ ِ‫ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخب‬
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (QS. Hud [11] : 1).

Secara epistemologi, para ulama berbeda pendapat dalam istilah muhkam


dan mutasyabih. Muhkam yaitu lafadz yang artinya menunjukkan dalalah
yang jelas dan pasti yang tidak memungkinkan untuk menta`wilkannya,
ditakhsisikan, ataupun dinasakh.

Pendapat lain sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi bahwa:

1. Muhkam adalah yang dapat diketahui maksudnya dengan nyata dan jelas
maupun dengan cara ta`wil. Sedangkan mutasyabih adalah sesuatu yang
hanya diketahui oleh Allah seperti kedatangan hari kiamat dan maksud
dari huruf-huruf terpisah yang terdapat pada beberapa awal surah.
2. Muhkam adalah yang tidak dapat dita`wilkan kecuali hanya dengan satu
penta`wilan saja, sedangkan mutasyabih adalah yang mungkin dapat
dita`wilkan dengan banyak penta`wilan.
3. Muhkam adalah ayat yang menerangkan tentang faraidl, ancaman, dan
harapan. Sedangkan mutasyabih adalah tentag ayat-ayat yang berhubungan
dengan kisah-kisah dan amstal.
4. Muhkam adalah lafadz yang tidak diulang-ulang. Sedangkan mutasyabih
adalah sebaliknya.
5. Muhkamat adalah ayat-ayat yang tidak dinasakh, maka mutasyabihat
adalah ayat-ayat atau ajaran-ajaran yang telah dinasakh.
6. Muhkam adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan halal dan haram,
sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat selain yang berkenaan dengan
halal dan haram.
Adapun mutasyabih secara etimologis berarti tasyabuh, yakni apabila
salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syuhbah ialah keadaan

7
dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena
kemiripan di antara keduanya. Mutasyabih secara bahasa berarti sesuatu yang
menyerupai dari segala segi antara satu dengan yang lain.5 Mutasyabih juga
terkadang dipadankan dengan mutamatsil dalam perkataan dan keindahan.
Dengan ungkapan tasyabuh al-kalam dapat diartikan “kesamaan dan
kesesuaian dalam perkataan, karena sebagiannya membenarkan sebagian
yang lain dalam kesempurnaannya dan sesuai pula dengan makna yang
dimaksudkannya.

B. Contoh ayat Muhkam dan Mutasyabih


Muhkam dan Mutasyabih masing-masing dapat dibagi ke dalam dua
kategori, yaitu :

1) Muhkam

a. Muhkam li dzatihi, yaitu muhkam yang semata-mata karena arti yang


ditunjukinya itu tidak mungkin dapat dimansukhkan. Misalnya adalah
keharusan beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta`ala semata
dan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah dalam surat al-isra` ayat 23 :

ٓ ‫سنً ۚ ا ِِ َّم ا يَ ۡبلُغ ََّن ِعندَكَ ۡٱل ِكبَ َر أ َ َحدُ ُه َم ا‬


َ َٰ ‫َّ ِِيَّ اهُ َوبِ ۡٱل َٰ َو ِلدَ ۡي ِن ِِ ۡح‬
ٓ َّ ِِ ْ‫ض َٰى َربُّكَ أ َ ََّّ ت َعۡ بُد ُٓوا‬
َ َ‫۞ َوق‬
‫ف َو ََّ ت َۡن َه ۡر ُه َم ا َوقُل لَّ ُه َم ا قَ ۡو اَّ َك ِر ايم ا‬ ّٖ ُ ‫أ َ ۡو ِك ََل ُه َم ا فَ ََل تَقُل لَّ ُه َم ا ٓ أ‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya”. (al-isra : 3)

b. Muhkam li ghairihi, adalah ayat-ayat yang belum dinasakh pada zaman


Rasulullah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Baazdawi dalam Kasyf
al-Asrar yang dikutip oleh al-`Aks, “ yang tidak dinasakh sehingga

8
terputusnya wahyu dan Nabi telah wafat, maka ini dinamakan muhkam
li ghairihi, jenis ini mencakup al-dzahir, al-nash, al-mufassar, dan al-
muhkam”, karena masing-masing belum terkena nasakh hingga
muhkam yang disebabkan oleh terputusnya kemungkinan adanya
nasakh. Artinya dianggap muhkam ini karena suatu lafadz yang
menunjukkan atas keabadian berlakunya, sehingga tidak dapat
dimansukhkan, atau muhkam karena faktor luar bila tidak dapatnya
lafadz itu dinasakh bukan karena nash atau teks nya itu sendiri tetapi
karena tidak ada nash yang menasakhnya. Contohnya ada pada Q.S An-
Nur[24] :4
ْ‫ٱج ِلدُو ُه ۡم ث َ َٰ َمنِينَ َج ۡلدَ اة َو ََّ ت َۡقبَلُوا‬ ُ ‫ت ث ُ َّم لَ ۡم يَ ۡأتُواْ بِأ َ ۡربَعَ ِة‬
ۡ َ‫ش َهدَآ َء ف‬ َ ‫َوٱلَّذِينَ يَ ۡر ُمونَ ۡٱل ُم ۡح‬
ِ َ‫ص َٰن‬
ٓ
َ‫ش َٰ َهدَة ً أَبَدا ۚا َوأ ُ ْو َٰلَئِكَ ُه ُم ۡٱل َٰفَ ِسقُون‬
َ ‫لَ ُه ۡم‬

“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik


(berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka untuk selama-lamanya.”
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak dapat menerima kesaksian orang
yang berbuat jarimah qodzaf untuk selama-lamanya karena pada ayat
tersebut disertai lafadz `abadan (selama-lamanya). Ketentuan tentang
lafadz muhkam bila menyangkut hukum, yakni wajib. Juga tidak pula
dipahami dari lafadz tersebut melalui alternatif lain, serta tidak mungkin
pula dinasakh oleh dalil yang lain.

2) Mutasyabih
a. Mutasyabih ayat yang terdapat dalam lafadz huruf berupa huruf-huruf
pada permulaan beberapa surah dalam Al-Qur`an.
b. Mutasyabih yang terdapat dalam mafhum ayat seperti yang terdapat
pada ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah.

9
C. Sebab-sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an

Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak dapat


diketahui takwilnya oleh siapapun kecuali Allah sendiri. Mereka menyatakan
agar orang-orang tidak mencari-cari takwilnya dan menyerahkan persoalan
itu kepada Allah Swt. Sedangkan orang yang mendalam ilmunya mereka
berkata “Kami mengimaninya, semua datang dari Tuhan kami”. Sebagian
yang lain ada yang beranggapan, bahwa orang-orang yang mendalam ilmunya
dapat mengetahui takwil ayat-ayat mutasyabihat. Mereka mengatakan:
pengetahuan Allah mengenai takwil ayat-ayat mutasyabihat itu dilimpahkan
juga kepada orang-orang atau para ulama yang mendalam ilmunya. Sebab
firman Allah yang diturunkan bagi mereka itu adalah pujian, kalau mereka
tidak mengetahui maknanya, berarti mereka tidak berbeda dengan orang
awam yang juga sama tidak faham betul dengan maknanya.

1. Kesamaran pada lafal ayat

Adanya sebagian ayat ayat mutasyabihat didalam al qur’an


disebabkan oleh kesamaran pada lafal mufrod maupun murakab (yang
tersusun dalam kalimat). Yang dimaksud dengan kesamaran pada lafal
mufrad adalah adnya lafal tunggal yang maknanya tidak jelas, baik
disebabkan karena gharib (asing) atau musytarak ( bermakna ganda).

2. Kesamaran pada makna ayat

Kesamaran atau ketersembunyian yang terjadi pada makna ayat,


umumnya adalah berupa ayat ayat mutasyabihat yang berhubungan dengan
sifat-sifat Allah.

3. Kesamaran pada lafal dan makna ayat sekaligus

Kesulitan memahami ayat-ayat mutasyabihat karena kesamaran atau


ketersembunyian maksud, dan juga dapat terjadi lafal dan makna secara
sekaligus, namun meski demikian kesulitan tersebut akan dapat teratasi

10
apabila seseorang memiliki ‘’sarana’’ yang memadai untuk menyingkap
maknanya yang tersirat dibali lafal dan maknanya yang tersurat itu, sebagai
contoh dapat dijumpai dalam firman Allah yaitu al qur’an surat Al Baqarah
: ayat 189

ْ‫س ۡٱلبِ ُّر بِأَن ت َۡأتُوا‬ َ ‫ اس َو ۡٱل َحجِ َولَ ۡي‬ ِ َّ‫ ِة قُ ۡل ِه َ َم َٰ َوقِيتُ ِللن‬ٞۖ َّ‫ع ِن ۡٱلَهِل‬ َ َ‫سَٔٔ لُونَك‬ۡ َ‫۞ ي‬
‫ورهَ ا َو َٰلَ ِك َّن ۡٱلبِ َّر َم ِن ٱتَّقَ َٰى َو ۡأتُواْ ۡٱلبُيُوتَ ِم ۡن أ َ ۡب َٰ َوبِ َه ۚ ا َوٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّ ُك ۡم‬ ُ ‫ۡٱلبُيُوتَ ِمن‬
ِ ‫ظ ُه‬
َ‫ت ُ ۡف ِل ُحون‬

‘’Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan


tetapi kebaktian itu adalah kebaktian orang yang bertakwa, dan masuklah
kerumah rumah itu dari pintu pintunya dan bertakwalah kepada allah agar
kamu beruntung’’.

Dalam hubungannya kesamaran pada ayat-ayat tersebut, terdapat lima


aspek yang terkait dengan hal itu, yaitu:
a. Aspek kuantitas, baik yang berkaitan dengan masalah masalah yang umum
maupun yang khusus.
b. Aspek cara (Al Kaifiyah) yang termasuk dalam kategori ini adalahmengenai
cara melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh agama atau
kelaksanakan kesunahan.
c. Aspek waktu, dalam hal ini kesamaran atau ketersembunyian terletak pada
keumuman dari petunjuk yang dibawakan oleh ayat al Qur’an itu sendiri.
d. Aspek tempat hal ini terkait erat dengan ketersembunyian atau kesamaran
lafal dan makna yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat.
e. Aspek syarat adalah syarat dalam melaksanakan suatu kewajiban, baik
mengenai ibadah maupun mu’amalah tidak dirinci dalam ayat ayat tersebut.

D. Pandangan dan sikap ulama tentang ayat-ayat Mutasyabihat

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

11
“Allah Ta’ala mengabarkan bahwa di dalam Al Qur’an terdapat ayat ayat
alquran yang merupakan induk Al Qur’an, yaitu ayat ayat yang jelas maknanya,
tidak tersembunyi pada semua orang” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/6).
Ulama banyak berbeda pendapat, apakah makna ayat mutasyabih bisa
diketahui manusia atau tidak. Sebagian mereka mangatakan tidak dapat
diketahui manusia dan hanya Allah yang mengetahuinya. Pendapat ini berasal
dari kebanyakan sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in dan di ikuti oleh golongan
ahlusunnah wa al-jamaah.

Pendapat kedua mengatakan bahwa makna yang terkandung dalam ayat


mutasyabih dapat diketahui orang tertentu yang sudah mendalam ilmunya.
Pendapat ini di pelopori ahli tafsir dari kalangan tabi’in yang bernama Mujahid.

Perbedaan pendapat ini berasal dari perbedaan pemahaman terhadap ayat


7 surat Ali Imran, yaitu:

َ‫ت َفأ َ َّم ا ٱلَّذِين‬ٞۖٞ ‫شبِ َٰ َه‬ َ َٰ َ ‫ب َوأُخ َُر ُمت‬ ِ َ ‫ت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ُه َّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰت‬ٞ َ‫ب ِم ۡنهُ َءا َٰي‬ َ َ ‫علَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت‬
َ ‫ِي أَنزَ َل‬
ٓ ‫ُه َو ٱلَّذ‬
ََّّ ِِ ُ‫ِۦه َو َم ا يَعۡ لَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓٓه‬ٞۖ ‫غ فَيَتَّبِعُونَ َمَ ا ت َٰ ََشََََََبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَ ا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَ ا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل‬ٞ ‫فِ قُلُوبِ ِه ۡم زَ ۡي‬
ِ ‫َّ أ ُ ْولُواْ ۡٱل َۡل َٰ َب‬
‫ب‬ ٓ َّ ِِ ‫ل ِم ۡن ِعن ِد َربِنَ ا َو َم ا يَذَّ َّك ُر‬ٞ ‫ٱلر ِس ُخونَ فِ ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّ ا بِِۦه ُك‬
َّ َٰ ‫ٱللَّهُ َو‬

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepada kamu. di antara (isi)


nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal”.(Q.S. Ali Imran :7)

12
Tokoh sahabat seperti Ubay ibn Ka’ab, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan sejumlah
sahabat lainnya, tabi’in dan ahlusunnah berpendapat bahwa waw pada kalimat
“war-rasikhuna fil ‘ilmi yaquluna amanna bihi” adalah waw ist’naf. Pendapat ini
didukung oleh hadits yang di keluarkan Abdurrazzak dalam tafsirnya dan Hakim
dalam kitab Mustadrak yang berasal dari Ibn Abbas bahwa ia membaca “ wama
ya’lamu ta’wilahu illallah, wayaqulur rosikhuna fil ‘ilmu amanna bihi”.

Pendapat kedua mengatakan makna ayat mutasyabih dapat diketahui oleh


orang yang mendalam ilmunya beralasan bahwa “waw” yang ada pada kalimat
“warrasikhuna fil ‘ilmi” adalah “waw athaf” bukan “waw isti’naf ” yang di
’athafkan pada kalimat sebelumnya yaitu kalimat “illallah” dan kalimat “ya
quluna” menjadi “Hal”.

Jadi, kesimpulannya adalah Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya


mengetahui maknanya (ayat mutasyabih). Imam Abu Hasan al-Asy’ari
mengikuti pendapat yang kedua ini begitu juga Abu Ishaq asy-Syairazi dan ia
memperkuat pendapat ini dengan mengatakan:

Pengetahuan Allah terhadap ayat-ayat mutasyabih itu dilimpahkan juga


kepada para ulama yang mendalam ilmunya, sebab firman yang di turunkan-Nya
itu adalah pujian bagi mereka. Kalau mereka tidak mengetahui maknanya,
berarti mereka sama dengan orang awam”.

Seperti itu juga imam Nawawi, ia mengatakan : “pendapat inilah (yang


kedua) yang paling sahih, karena tidak mungkin Allah menyeru hamba-
hambanya dengan sesuatu yang tidak dapat diketahui maksudnya oleh mereka”.

Dr. Mahmud ibn Abdurrazzak membantah keras pendapat yang mengatakan


bahwa dalam al-Qur’an ada ayat yang tidak diketahui maknanya. Ia mengatakan:

13
Pendapat ini tidak benar karena menjadikan perkataan Allah tidak punya
makna dan menjadikan para salafusshalih pada derajat orang-orang bodoh yang
disebutkan Allah sebagai orang-orang yang memperbuat kata-kata yang sia-sia
dan tertutup yang tidak bisa dipahami maknanya. Tidaklahlah masuk akal jika
kita mendengarkan perkataan orang asing yang berbicara dengan bahasanya
yang tidak kita pahami dan kita tidak tau bahasanya lantas kita berkata setelah
mendengarkan pembicaraannya “perkataanmu bagus, dan susunannya baik,
perkataanmu itu tidak ada yang salah dan kami membenarkan setiap
perkaanmu”.

Dari pernyataan di atas dapat diambil pemahaman bahwa ia meyakini


seluruh ayat al-Qur’an dapat ditafsirkan dan diambil maknanya. Pendapat ini
sejalan dengan tindakan yang dilakukan Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat,
ia telah menafsirkan ayat al-Qur’an baik yang muhkam maupun yang
mutasyabih.

Prof. Dr. Hamka memberikan penjelasan bahwa peringatan Allah tentang


ayat-ayat mutasyabih bukan berarti ayat mutasyabih tidak dapat diketahui
manusia. Peringatan ini bertujuan untuk menyuruh umat manusia agar
bersungguhsungguh dalam menuntut ilmu al-Qur’an dan memohon pertunjuk
darinya.

Setelah memperhatikan kedua pendapat di atas dapatlah dipahami bahwa


kedua pendapat tersebut sama-sama punya dalil yang kuat. Sebagai jalan
pengkompromian antara dua pendapat ini ar-Raghib al-Asfahani mengambil
jalan tengahnya yaitu dengan membagi ayat mutasyabih kepada tiga bagian,
yaitu:

Lafaz ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikatnya, hanya Allah yang
dapat mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat, kalimat daabbatul ardhi
(binatang yang akan keluar menjelang hari kehancuran alam).

14
Ayat mutasyabih yang dengan berbagai sarana manusia dapat mengetahui
maknanya, seperti mengetahui makna kalimat yang gharib dan hukum yang
belum jelas.

Ayat mutasyabih yang khusus dapat diketahui maknanya oleh orang orang
yang ilmunya mendalam dan tidak dapat diketahui orang-orang selain mereka
sebagaimana diisyaratkan oleh do’a nabi bagi Ibn Abbas:
“Ya Allah, ajarkanlah ilmu agama yang mendalam kepadanya dan dan
limpakanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya”

Sebagian ulama yang meyakini bahwa di dalam Al-Qur’an ada ayat


mutasyabih yang tidak diketahui oleh seorangpun, tapi hanya diketahui oleh
Allah SWT. maksudnya adalah mengetahui hakikat suatu masalah, bukan tafsir
lafazh-lafazhnya. Ayat-ayat tentang sifat Allah menjadi mutasyabih bukan dari
segi memahami maknanya tetapi ayat tersebut mutasyabih dari segi hakikat
maknanya karena semua hakikat hanya diketahui oleh Allah SWT.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhkam dapat berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan


bermaksud membedakan antara informasi yang hak dan yang bathil, serta
memisahkan urusan yang lurus dari yang sesat.
Sedangkan, Mutasyabih secara bahasa berarti sesuatu yang menyerupai
dari segala segi antara satu dengan yang lain. Dengan ungkapan tasyabuh al-
kalam dapat diartikan “kesamaan dan kesesuaian dalam perkataan, karena
sebagiannya membenarkan sebagian yang lain dalam kesempurnaannya dan
sesuai pula dengan makna yang dimaksudkannya.
Muhkam dan Mutasyabih masing-masing dapat dibagi ke dalam dua
kategori, yaitu :
Muhkam : Pertama, Muhkam li dzatihi, yaitu muhkam yang semata-mata
karena arti yang ditunjukinya itu tidak mungkin dapat dimansukhkan. Kedua,
Muhkam li ghairihi, adalah ayat-ayat yang belum dinasakh pada zaman
Rasulullah.
Mutasyabih : Pertama, Mutasyabih ayat yang terdapat dalam lafadz huruf
berupa huruf-huruf pada permulaan beberapa surah dalam Al-Qur`an. Kedua,
Mutasyabih yang terdapat dalam mafhum ayat seperti yang terdapat pada ayat-
ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah.

Adanya sebagian ayat ayat mutasyabihat didalam al qur’an


disebabkan oleh kesamaran pada lafal ayat ; kesamaran pada lafal mufrod
maupun murakab (yang tersusun dalam kalimat). Yang dimaksud dengan
kesamaran pada lafal mufrad adalah adnya lafal tunggal yang maknanya
tidak jelas, baik disebabkan karena gharib (asing) atau musytarak ( bermakna
ganda).

16
Kesamaran pada makna ayat ; Kesamaran atau ketersembunyian yang
terjadi pada makna ayat, umumnya adalah berupa ayat ayat mutasyabihat
yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah.

Kesamaran pada lafal dan makna ayat sekaligus ; disebabkan karena


ayat tersebut terlalu ringkas, dan terjadi pula pada maknanya, karena
termasuk adat kebiasaan khusus orang Arab, yang tidak mudah diketahui
oleh bangsa – bangsa lain.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya
dapat di pertanggung jawbakan.

Untuk saran bisa berisi kritik maupun saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Usman. 2009. ULUMUL QUR’AN. Yogyakarta: TERAS.

Abdullah, Mawardi. ULUMUL QUR’AN. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2010. ILMU-ILMU AL-QUR’AN (Ulum al-


Qur’an). Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA.

18

Anda mungkin juga menyukai