Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ULUMUL QUR’AN DAN HADITS


“Nasikh Mansukh dan Qira’at Al-Qur’an”

Dosen Pengampu :Dr. Alrudi Yansah, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 5:


1. Bintia Asaniah (PM.02.223.1373)
2. Muthoharotun Umi Hani (PM.02.223.1436)
3. Umi Kalsum (PM.02.223.1406)

INSTITUT AGAMA ISLAM YASNI BUNGO


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRA STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melinpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah kami.Alhamadulillah dengan izin dan kehendak dari
Allah SWT sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Alrudi Yansah, M.Pd.I selaku dosen
pengampu dan teman teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bungo, 28 April 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Masalah Rumusan ......................................................................... 2

C. Tujuan Penlulisan .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Nasikh Mansukh .......................... 3

B. Macam-Macam Nasikh dalam Al-Qur’an Beserta Contohnya ........ 4

C. Urgensi dan Hikmah Nasikh Mansukh ......................................... 5

D. Macam-Macam Qira’at ................................................................ 6

E. Syarat diterimanya Qira’at ........................................................... 7

BAB III PENUTUP................................................................................... 10

A. Kesimpulan ................................................................................. 10

B. Saran ........................................................................................... 10

Daftar Pustaka .......................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada
Rasul Allah (Nabi Muhammad SAW). Al-quran dijadikan sebagai pedoman
hidup umat islam dalam menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan
akhirat. Prinsip kita menjadikan AlQur’an sebagai pedoman hidup bukan hanya
pada tahu dan paham tentang isi dari kandungan namun juga pada pengetahuan
dan pemahaman cara mengkaji Al-Qur’an tersebut. Dalam pembahsan Al-
Qur’an ini banyak sekali yang harus dikupas secara mendalam salah satunya
yaitu Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an.Nasikh ini merupakan
mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang memberikan
kesan Nasikh hanya terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan dengan
furu’ ibadah yang muamalat dengan orang-orang yang megakui Nasikh.
Lanatas mengapa yang berkaitan dengan akidah, dasar-dasar akhlak dana etika,
pokok-pokok ibadah dan muamalah dan berita mahdoh tidak mengalami
Nasikh?. Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut maka dalam
makalah ini kita akan mengkaji lebih dalam mengenai Nasikh dan Mansukh
dalam Al-Qur’an tersebut.
Allah menurunkan kitab Al-Quran kepada nabi Muhammad SAW
untuk memperbaiki umatnya diakhlak, ibadah, dan muamalahnya. Muamalah
memiliki prinsip sama dengan tugas untuk membersihkan jiwa dan memelihara
keslametan manusia. Manusia tidak dapat diletakkan dalam bentuk
kemaslahatan, adanya nasikh mansukh terhadap beberapa hukum yang
terdahulu dan diganti dengan hukum sesuai zaman, waktu, dan kemaslahatan
manusia.
Terdapat macam-macam qira’at yang terdiri dari segi kualitas dan
kuantitasnya. Qira’at yang terdiri dari segi kualitasnya adalah qira’at
Mutawattir, qira’at Syadz, qira’at Syadz, qira’at Maudhu, qira’at Mudraj.
Sedangkan qira’at yang terdiri dari segi kuantitasnya adalah al-Qira’at Al-Sab,
al-Qira’at Al-Asyr, al-Qira’at Arba’ah ‘Asyarah. Yang mana didalam macam-

1
macam qira’at tersebut pada segi kuantitas banyak yang diriwayatkan oleh
beberapa Imam. Dan terdapat pembahasan tentang syarat diterimanya qira’at.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan tersebut adalah :
1. Bagaimana pengertian dan ruang lingkup nasikh mansukh?
2. Apa saja macam-macam nasikh dalam Al-Qur’an beserta contohnya?
3. Bagaimana urgensi dan hikmah nasikh mansukh?
4. Apa saja macam-macam qira’at?
5. Bagaimana syarat diterimanya qira’at?
C. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari materi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup nasikh mansukh
2. Untuk mengetahui macam-macam nasikh dalam Al-Qur’an beserta
contohnya
3. Untuk mengetahui urgensi dan hikmah nasikh mansukh
4. Untuk mengetahui macam-macam qira’at
5. Untuk mengetahui syarat diterimanya qira’at

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Nasikh Mansukh
Nasikh adalah bentuk isim fa’il dari bentuk maf’ulnya adalah
Mansukh. Dalam ini berarti al-izalah )‫(االءزالة‬ pengertiannya yaitu
menghilangkan sesuatu dengan sesuatu yang mengikutinya contoh Matahari
menghilangkan ‫(انزالة الشمس الظل‬Pengertian Nasikh dalam surat Al-Hajj 52:

ّٰ ‫شي ْٰطنُ ث ُ َّم يُحْ ِك ُم‬


ُ ‫ّٰللا‬ َّ ‫ّٰللاُ َما ي ُْلقِى ال‬ ْٓ ِ‫شي ْٰطنُ ف‬
َ ‫ي ا ُ ْمنِيَّت ِٖۚه فَيَ ْن‬
ّٰ ‫س ُخ‬ َّ ‫ى ا َ ْلقَى ال‬ ٓ َّ ‫س ْلنَا مِ ْن قَ ْبلِكَ مِ ْن َّرس ُْو ٍل َّو َال نَ ِبي ٍ ا‬
ٓ ّٰ‫ِال اِذَا ت َ َمن‬ َ ‫َو َما ٓ ا َ ْر‬
ۙ ‫ع ِليْ ٌم َح ِك ْي ٌم‬ ّٰ ‫ٰا ٰيت ِٖۗه َو‬
َ ُ‫ّٰللا‬
Yang artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula)
seorang nabi sebelum engkau (Muhammad), mela-inkan apabila dia
mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan ke dalam
keinginannya itu. Tetapi Allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu,
dan Allah akan menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana.”(Q.S.Al-Hajj 22:52)
Pengertian kata Nasikh dipakai untuk memindahkan sesuatu dari satu
tempat ke tempat yang lain (Atau sesuatu yang dipindahkan dari tempat aslinya
Seperti sesuatu yang ada dibuku lalu dipindahkan ke tempat yang lain atau
sama dengan menyalin. Dalam surah Al-Jatsiyah:29 menjelaskan sesuatu yang
dipindahkan ketempat yang lain
ِ ‫ٰهذَا ِك ٰتبُنَا يَ ْنطِ قُ عَلَ ْي ُك ْم بِ ْال َح‬
‫ق ٖۗاِنَّا ُكنَّا نَ ْست َ ْن ِس ُخ َما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُ ْو َن‬

(Allah berfirman), “Inilah Kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu


dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa
yang telah kamu kerjakan.” (Q.S.Al-Jatsiyah :29).
Dalil aqli didukung oleh hadits nabi dari tiga orang yaitu dari tidur
sampai bangun,dari kecil sampai dia bermimpi dan dari orang gila sampai dia
waras. Statusnya total dalil aqli bukan dalil syar’i.

3
Menurut surah Al-Baqarah ayat 106 yaitu:

‫ّٰللاَ ع َٰلى ك ُِل ش َْيءٍ قَ ِديْر‬ ِ ْ ‫س َها نَأ‬


‫ت بِ َخي ٍْر ِم ْن َها ٓ ا َ ْو ِمثْلِ َها ۗ اَلَ ْم تَعْلَ ْم ا َ َّن ه‬ ِ ‫س ْخ ِمنْ ٰايَ ٍة ا َ ْو نُ ْن‬
َ ‫َما نَ ْن‬

Yang artinya: “ Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan,
pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.
Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?” (Q.S.Al-
Baqarah 106.)
Dalam artian (dapat ditukar,dapat dihapus,dan dapat juga diganti).
Ditunjukkan hukum-hukumnya dan ayat-ayat Al-Quran yang telah datang atau
diturunkan Allah SWT atas datangnya orang-orang sebelum Al-Quran
diturunkan.
B. Macam-Macam Nasikh dalam Al-Qur’an Beserta Contohnya
1. Nasikh Tilawah dan Hukumnya
Seperti riwayatnya Imam Muslim dari Sayyidah Aisyah RA:
َ ‫ت فَت ُُوف‬
‫ِىي‬ ٍ ‫بخمس معلوما‬
ٍ َ‫س ْخن‬
ِ ُ‫ت يُ َحرمنَ ثم ن‬
ٍ ‫ت َمعلوما‬ ِ ُ‫كان فيما اُنز َل من الق‬
ٍ ‫رآن عشر رضَعا‬

‫رسو ُل هللاِ صلى هللا عليه و سلم وهُنَّ يُ ْق َر ُء مِن القرآ ِن‬

Yang artinya : Dahulu di dalam apa yang telah diturunkan diantara Al-Quran
adalah: “Sepuluh kali penyusuan yang diketahui,mengharamkan”,kemudian
itu di Nasikh (dihapuskan) dengan: “Lima kali penyusuan yang diketahui”.
Kemudian Rasulullah SAW wafat dan itu termasuk yang dibaca di antara
Al-Quran. [HR. Muslim, no. 1452]
Qadhi Abu Bakar RA menceritakan dalam Al-Intishar,sebagai mana diikuti
Manna Al-Qaththan, bahwa ada yang mengingkari Nasikh seperti ini karena
hanya berdasarkan khabar ahad, padahal menetapkan ayat Al-Quran atau
menaskhkannya. Mentapkan ayat Al-Quran haruslah dengan khabar ahad
2. Nasikh Hukum Tetap Tilawah Tetap
Contoh Nasikh dalam surat Al-Maidah 12 dan ayat 13, kedua tilawahnya
tetap ada dalam Mushaf Utsmani.
‫ص َدقَةً ٰۗذ ِلكَ َخيْر لَّكُ ْم َوا َ ْط َه ۗ ُر فَاِنْ لَّ ْم‬ َّ ‫ٰ ٓياَيُّ َها الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِذَا نَا َجيْت ُ ُم‬
ْ ‫الرسُ ْو َل فَقَ ِد ُم ْوا بَ ْينَ يَد‬
ٰ َ‫َي ن‬
َ ‫جْوىكُ ْم‬
َ َ‫ّٰللا‬
‫غفُ ْور َّرحِ يْم‬ ‫ت َِجد ُْوا فَاِنَّ ه‬

4
Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu
mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan)
pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih.
Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S.Al-Mujadilah
58:12)
C. Urgensi dan Hikmah Nasikh Mansukh
Nasikh Mansukh sangat penting dalam Islam, terutama dibidang fiqih
karena menyangkut tentang hukum. Menyelesaikan ayat yang bertentangan
satu sama lain, dan tidak ada cara lain untuk menyelesaikan kecuali dengan
cara meneliti kronologi turunnya, yang mana dulu diturunkan dibanding
dengan yang lain, jadi tidak ditemukan mana yang Nasikh dan mana yang
Mansukh. Sangat pentingnya ilmu dilihat dari penafsiran Ibn Abbas tentang
hikmah pada surat Al-Baqarah ayat 269 sebagai berikut:
‫َو َم ْن يُّؤتَ ْالحِ ْك َمةَ فَقَدْ ا ُ ْوت َِي َخي ًْرا َكثِيْر‬
Yang artinya:..................Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak.........”(Q.S.Al-Baqarah 269).
Diceritakan suatu hari Ali bin Abi Thalib masuk ke dalam Masjid dan
menemukan seseorang sedang memberikan taushiyah kepada orang
banyak,”lalu tentang Nasikh dan Mansukh?” Tatkala Orang itu menjawab tidak
tahu, maka Sayyidina ‘Ali Ibn Abi Thalib langsung menyuruhnya pergi dan
melarangnya memberikan taushiyah. Diriwayatkan juga ‘Ali pernah
menanyakan kepada seorang Qadhi, apa kabarnya dia tau tentang Nasikh
Mansukh. Tatkala dijawab tidak tahu, lalu Sayyidina ‘Ali ibn Abi Thalib
langsung mengatakan kepadanya:” Engkau telah binasa dan telah
membinasakan orang lain. Perkembangan tasyri’ menuju kesempurnaan
sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia
Adanya Nasikh Mansukh ini juga memberikan keuntungan kepada
umat Islam. Jika pengganti hukum yang dihapus ternyata lebih berat dari pada
yang diganti akan memberikan kemudahan dan keringanan kepada umat

5
D. Macam-Macam Qira’at
1. QIRA’AT MUTAWATIR
Mutawatir adalah qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat
yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang
dan sanad-nya bersambung hingga penghabisan sanadnya. Contoh untuk
qira’at mutawatir ini ialah qira’at yang telah disepakati jalan perawiannya
dari Imam Qira’at Sab’ah.
2. QIRA’AT MASYHUR
Qira’at Masyhur adalah qira’at yang sanadnya shahih tetapi tidak
sampai ketingkat mutawatir, tidak menyalahi mushaf Utsmani, tidak juga
bertentangan dengan kaidah bahasa Arab, masyhur dikalangan Qura’
seperti qira’at dari imam yang tujuh yang disampaikan melalui jalur yang
berbeda-beda.
3. QIRA’AT AHAD
Qira’at Ahad adalah qira’at yang tidak mencapai derajat masyhur,
sanadnya shahih, akan tetapi menyalahi rasm utsmani ataupun kaidah
bahasa Arab. Dalam makna lain: kata kerja bentuk lampau yaitu malaka
dan memfathahkan kata yauma di qira’atkan yang benar dengan
mengkasrahkannya.
4. QIRA’AT SYADZ
Qira’at Syadz adalah qira’at yang diriwayatkan perawi yang lemah
dan kualitas sanadnya tidak shahih. Contohnya seperti bacaan maliki dan
yaum pada surah Al-Fatihah ayat 4 dibaca dengan sighat fi’il Madhi dan
menasabkan yauma. Contoh lain qira’at Ibn Samaifa’ dan Abi al-Samal
pada lafadz nunajjika dan khalfaka yakni dalam Q.S.Yunus (10):92
Yakni dengan menggantikan huruf jim pada lafadz nunajjika dengan ha,
sehingga bacaannya menjadi nunahhika. Sedangkan khalfaka dengan
mem-fathahkan huruf lam, sehingga bacaannya menjadi khalafaka.
5. QIRA’AT MAUDHU
Qira’at Maudhu (palsu) adalah qira’at yang dinisbatkan kepada
orang yang mengatakannya (mengajarkannya) tanpa memiliki asal usul

6
riwayat qira’at sama sekali. Seperti qira’at yang dihimpun oleh Muhammad
bin Ja’far al-Khuza’i dan al-Khazani.
6. QIRA’AT MUDRAJ
Qira’at Mudraj adalah qira’at yang menambahkan kalimat
penafsiran dalam ayat-ayat Al-Quran. Ada juga yang berpendapat bahwa
mudraj adalah suatu yang ditambahkan dalam qira’at dalam bentuk
penafsiran.
E. Syarat diterimanya Qira’at
Qira’at bukanlah merupakan hasil ijtihad (ciptaan,rekaan) para ulama
ahli Qira’at, karena ia bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Namun
demikian, untuk membedakan mana qira’at yang benar-benar berasal dari Nabi
Muhammad SAW dan mana yang bukan, para ‘ulama ahli qira’at menetapkan
pedoman atau persyaratan tertentu. Terdapat sedikit perbedaan pendapat
dikalangan para ahli qira’at dalam menetapkan persyaratan bagi qira’at yang
tergolong shahih, namun prinsipnya sama. Adapun persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Ibnu Khalawyh (w. 370 H) menetapkan perssyaratan sebagai berikut:
a. Qira’at tersebut harus sesuai dengan rasm Al-Mushaf.
b. Qira’at tersebut harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab
c. Qira’at tersebut bersambung periwayatanny
2. Makki ibn Abi Thalib (w. 347 H) menetapkan persyaratan sebagai berikut:
a. Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang baku
b. Qira’at tersebut harus sesuai dengan rasm Al-Mushaf
c. Qira’at tersebut harus disepakati oleh ahli qira’at pada umumnya
3. Al-Kawasyi (w. 680 H) menetapkan persyaratan sebagai berikut:
a. Qira’at tersebut memiliki sanad yang shahih
b. Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Arab
c. Qira’at tersebut sesuai rasm Al-Mushaf
4. Ibn al-Jaziriy (w. 833 H) menetapkan persyaratan sebagai berikut:
a. Qira’at tersebut memiliki sanad yang shahih
b. Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Arab secara mutlak

7
c. Qira’at tersebut sesuai dengan rasm Al-Mushaf meskipun tidak persis
betul.
Dari keempat persyaratan tersebut dapat disimpulkan, bahwa ada 3
persyaratan bagi Qira’at Al-Quran untuk dapat digolongkan sebagai qira’at
yang shahih, yaitu:

1. Memiliki snad yang shahih walaupun diterima dari qari’ yang selain dari
Imam 7 \ Imam10
2. Sesuai dengan salah satu rasm mushaf Al-Utsmani
3. esuai dengan kaidah bahasa Arab.
Setiap qira’at yang memenuhi kriteria tersebut adalah qira’at yang
benar, yang tidak boleh ditolak dan harus diterima. Sebaliknya qira’at yang
kurang salah satu dari 3 syarat tersebut disebut qira’at yang lemah. Itulah
beberapa patokan qira’at yang shahih. Apabila ke-3 syarat tersebut telah
terpenuhi, maka qira’at tersebut adalah qira’at yang shahih. Dan bila satu syarat
atau lebih tidak terpenuhi, maka qira’at tersebut dinamakan qira’at yang lemah,
syadz,atau batil.
Imam Nawawi (w. 676 H) menjelaskan di dalam kitab Syarah
Muhazza bahwa tidak sah membaca qira’at yang syadzzah (aneh) didalam
ataupun diluar shalat. Sebab, qira’at syadzzah (aneh) tidak mutawatir. Barang
siapa bependapat tidak demikian maka orang itu salah dan jahil. Sekiranya ia
menyalahi pendapat itu dan membaca riwayat yang syadzzah (aneh), qira’atnya
ditolak didalam atau diluar shalat. Ulama fiqih Baghdad sepakat untuk
menyuruh orang-orang yang membaca riwayat yang syadz untuk bertaubat.
Abd al-Barr mengutip ijma’ kaum muslimin dan ketidak bolehan membaca
qira’at yang syadzzah dan tidak boleh shalat dibelakangnya. Keterangan ini
menegaskan kedudukan qira’at syadzzah dalam hubungannya dengan Al-
Quran. Qira’at ini tidak berstatus Al-Quran dan karena itu membacanya tidak
termasuk ibadah. Namun, tentang penggunaannya sebagai Hujjah atau argumen
dalam menafsirkan Al-Quran, para ‘Ulama berbeda pendapat. Imam al-
Haramain mengutip makna lahir dari madzhab Syafi’i bahwa tidak boleh
mengamalkan qira’at yang syadzzah. Abu Nashral-Qushairi mengikuti

8
pendapat ini kemudian Ibnu al-Hajib menegaskannya. Sementara itu, al-Qadhi
Abu al-Thayyib, al-Qadhi al-Husein, al-Rumani, al-Rifa’i menyebutkan boleh
mengamalkannya dengan menempatkannya sebagai khabar ahad. Pendapat ini
dibenarkan oleh Ibnu al-Subhi dalam kitab Jam al-Jawami dan Syarah al-
Mukhtasa.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Naskh adalah menghapus hukum syara’ dengan dalil/khitab syara’
yang lain. Naskh terdiri dari adanya pernyataan yang menunjukkan terjadi
pembatalan hukum yang telah ada, harus ada nasikh, harus ada mansukh dan
harus ada yang dibebani hukum atasnya. Dalam menghapus hukum syara’
tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yakni: Hukum yang
mansukh(dihapus) adalah hukum syara’, Dalil nasikh harus datang lebih
dahulu dari pada mansukh, Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat
dengan waktu. Dalam cakupannya naskh dibagi menjadi tiga: Naskh Al-
Quran dengan Al-Quran, Naskh Sunnah dengan Sunnah, Naskh Sunnah
dengan Al-Quran. Terdapat beberapa pendapat mengenai ayat yang mansukh,
diantaranya, pendapat mengenai jumlah ayat dan ayat tersebut. Al-Nahas
beroendapat jumlah ayat yang di mansukh berjumlah 100 ayat. Suyutiy
berpendapat 20 ayat, sedangkan Al-Saukhaniy berpendapat 8 ayat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu diperlukan penelitian lanjutan, baik dengan pendekatan yang sama maupun
pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, diperoleh hasil yang sesuai
dengan harapan semua pihak, terutama mereka yang menekuni bidang sintak.

10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul adzhim, az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum Al-Quran, (Beirut,
Lebanon, Dar al-Fikr, t.th)

Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, at-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo:Dar al-


Kutub al-Haditsan

Al-Qaththan, Manna’, Mahabits fi ‘Ulum Al-Quran, Riyadh:Muassah ar-


Risalah,1976

As-Sarqasthi, abu takrir Ismail ibn Khalaf ibn Said al-Muqri al-Anshari, al-Iwan
al-Qaraat as-Sabi’, ditahqiq oleh Zuhari Ahmad dan Khalil al-Athiya,
Kuliah al-Adab jamiah Al-Basharah, Miaktabah Syamilah.

Ash-Shalih, shubi, membahas ilmu-ilmu Al-Quran, Jakarta:Pustaka Firdaus 1993

Az-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum Al-Quran,


(Beirut: Dar Ihya at-Turats Al-Arab
Manna al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Quran (Singapura,Haramain, t.th)

Muhammad Abu Zahrat, ushul fiqih (Jakarta:Pustaka Firdaus 2005)

11

Anda mungkin juga menyukai