Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP DASAR SISTEM PERKEMIHAN

Disusun Oleh:
Angeline Chrisjenia Mezak (616080719004)

Dosen Pengajar : Ns. Trisya Yona Febrina, M. Kep


Mata Kuliah SP : Keperawatan Medikal Bedah I

PRODI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA BATAM
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Sistem Imunologi” dengan sebaik-
baiknya. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas semester
pendek dengan mata kuliah keperawatan medikal bedah I.
Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat
diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Batam, Juni 2022

Penanda Tangan
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………
A. Latar Belakang ……………………………………………………..……………………..
B. Rumusan Masalah………………….………………………….…..……………………….
C. Tujuan Penulisan …………………………………………….……………………………
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………….
A. Sejarah Imunologi ……..………………………………………………………………….
B. Pengertian Imunologi …..………………………………………………………………….
C. Fungsi Sistem Imun ……………………………………………………………………….
D. Respon Imunologi …………………………………………………………………………
E. Jenis-Jenis Respon Imun ……………………………………………………………….....
F. Pengertian Antigen dan Atibody ………………………………………………………….
G. Sistem Komplemen ……………………………………………………………………….
H. Sel-Sel Sistem Imunologi …………………………………………………………………
I. Reaksi Hipersensitivitas …………………………………………………………………...
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………………………..
A. Kesimpulan ……………………………………………………………..…………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem pertahanan tubuh. Terminologi
kata “imunologi” berasal dari kata immunitas dari bahasa latin yang berarti pengecualian atau
pembebasan. Istilah itu awalnya dipakai oleh senator Roma yang mempunyai hak-hak istimewa
untuk bebas dari tuntutan hukum pada masa jabatannya. Immunitas (imunitas) selanjutnya dipakai
untuk suatu pengertian yang mengarah pada perlindungan dan kekebalan terhadap suatu penyakit,
dan lebih spesifik penyakit infeksi. Konsep imunitas yang berarti perlindungan dan kekebalan
sesungguhnya telah dikenal oleh manusia sejak jaman dahulu.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimanakah system imunologi ?


C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui tentang system imunologi.


BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Imunologi
Imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem pertahanan tubuh.
Terminologi kata “imunologi” berasal dari kata immunitas dari bahasa latin yang berarti
pengecualian atau pembebasan. Istilah itu awalnya dipakai oleh senator Roma yang mempunyai
hak-hak istimewa untuk bebas dari tuntutan hukum pada masa jabatannya. Immunitas (imunitas)
selanjutnya dipakai untuk suatu pengertian yang mengarah pada perlindungan dan kekebalan
terhadap suatu penyakit, dan lebih spesifik penyakit infeksi. Konsep imunitas yang berarti
perlindungan dan kekebalan sesungguhnya telah dikenal oleh manusia sejak jaman dahulu.
Pada saat ilmu imunologi belum berkembang, nenek moyang bangsa Cina membuat puder
dari serpihan kulit penderita cacar untuk melindungi anakanak mereka dari penyakit tersebut. Puder
tersebut selanjutnya dipaparkan pada anak-anak dengan cara dihirup. Cara yang mereka lakukan
berhasil mencegah penularan infeksi cacar dan mereka kebal walaupun hidup pada lingkungan yang
menjadi wabah. Saat itu belum ada ilmuwan yang dapat memberikan penjelasan, mengapa anak-
anak yang menghirup puder dari serpihan kulit penderita cacar menjadi imun (kebal) terhadap
penyakit itu. Imunologi tergolong ilmu yang baru berkembang.
Ilmu ini sebenarnya berawal dari penemuan vaksin oleh Edward Jenner pada tahun 1796.
Edward Jenner dengan ketekunannya telah menemukan vaksin penyakit cacar menular, smallpox.
Pemberian vaksin terhadap individu sehat selanjutnya dikenal dengan istilah vaksinasi. Vaksin ini
berupa strain yang telah dilemahkan dan tidak punya potensi menimbulkan penyakit bagi individu
yang sehat. Walaupun penemuan Jenner ini tergolong penemuan yang besar dan sangat sukses,
namun memerlukan waktu sekitar dua abat untuk memusnahkan penyakit cacar di seluruh dunia
setelah penemuan besar itu.

(Penemu vaksin Edward Jenner pada tahun 1796.)


World Health Organization (WHO) menyatakan Smallpox musnah pada tahun 1979.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Jenner belum bisa menjelaskan perihal smallpox
dengan baik. Ketika Jenner menemukan vaksin untuk smallpox, Jenner sendiri tidak tahu apa
penyebab penyakit yang mematikan itu. Baru abad 19 Robert Koch bisa menjelaskan adanya
beberapa agen penginfeksi berupa mikroorganisme yang menimbulkan penyakit. Mikroorganisme
tersebut meliputi, virus, bakteri, fungi, dan beberapa eukaryotik yang selanjutnya disebut parasit.
Organisme parasit sampai saat ini masih menjadi pekerjaan yang sulit bagi para ilmuan. Penyakit
malaria yang ditimbulkan oleh plasmodium, kaki gajah oleh Wuchereria bancrofti, masih
merambah di belahan bumi ini terutama di daerah tropis. Penemuan oleh Robert Koch dan
penemuan besar lain pada abat 19 telah mengilhami penemuan-penemuan vaksin beberapa
penyakit. Pada tahun 1880, Lois Pasteur menemukan vaksin kolera yang biasa menyerang ayam.
Pada perkembangannya Lois Pasteur berhasil menemukan vaksin rabies. Penemuan-penemuan
tersebut di atas mendasari perkembangan ilmu Imunologi yang mendasarkan kekebalan sebagai alat
untuk menghindari serangan penyakit. Pada tahun 1890, Emil von Behring dan Shibasaburo
Kitasato menemukan bahwa individu yang telah diberi vaksin akan menghasilkan antibodi yang
bisa diamati pada serum. Antibodi ini selanjutnya diketahui bersifat sangat spesifik terhadap
antigen. (rifai, 2011)

B. Pengertian Imunologi
Imunologi berasal dari bahsa latin yaitu Imunis dan Logos, Imun yang berarti kebal dan
logos yang berarti ilmu. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekebalan tubuh.
Imunitas adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekul-
molekul yang terlibat di dalam perlindungan membentuk sistem imun. Sedangkan respon untuk
menyambut agen asing disebut respon imun. Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu
biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua
organisme
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika
sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang
dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Imunologi ialah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun hewan,
merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan pengobatan
penyakit infeksi.
Pengetahuan imunologi yang maju telah dapat dikembangkan untuk menerangkan
patogenesis serta menegakkan diagnosis berbagai penyakit yang sebelumnya masih kabur.
Kemajuan dicapai dalam pengembangan berbagai vaksin dan obat-obat yang digunakan dalam
memperbaiki fungsi sistem imun dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau sebaliknya
digunakan untuk menekan inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan pada penyakit
hipersensitivitas.

C. Fungsi Sistem Imun


Sistem Imun adalah satu sistem terpenting yang terus menerus melakukan tugas dan
kegiatan dan tidak pernah melalaikan tugas-nya adalah sistem kekebalan tubuh. Sistem ini
melindungi tubuh sepanjang waktu dari semua jenis penyerang yang berpotensi menimbulkan
penyakit pada tubuh kita. Ia bekerja bagi tubuh bagaikan pasukan tempur yang mempunyai
persenjataan lengkap.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam
suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan menghancurkan tatanan
ini. Sistem imun sangat sangat diperlukan bagi tubuh kita. Sistem imun adalah sekumpulan sel,
jaringan, dan organ yang terdiri atas :
• Pertahanan lini pertama tubuh — Merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada
pada permukaan tubuh manusia sepeti kulit, air mata, air liur, bulu hidung, keringat, cairan
mukosa, rambut.
• Pertahanan lini kedua tubuh — Merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa,
sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/ leukosit, antibodi, dan hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya virus, bakteri,
jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit, hidung, mulut, atau bagian
tubuh lain.
Fungsi dari sistem imun antara lain:
• Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan menghilangkan
mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk
ke dalam tubuh
• Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan
• Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
Dan Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun utama
(disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

D. Respon Imunologi
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen. Respons ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan
protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen dan sitokin yang saling berinteraksi secara
kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahan non spesifik dan
mekanisme pertahanan spesifik (Akib, dkk., 2010). Tahapan Respon Sistem Imun
1. Deteksi dan mengenali benda asing
2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon
3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon
4. Destruksi atau supresi penginvasi Funsi respons imun
1. Pertahanan (Defense): terhadap benda asing/mikroba
2. Homeostasis: eliminasi sel tak berguna/debris
3. Pengawasan (Surveillance): bertugas untuk waspada dan mengenal adanya perubahan-
perubahan dan secara cepat membuang sel-sel yang abnormal tersebut.

E. Jenis-jenis Respon Imun


1. Respon Imun Non Spesifik (Innate Immunity)
Respon imun non spesifik (innate immunity) merupakan imunitas alamiah yang telah ada
sejak lahir. Imunitas ini tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam
antigen, jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu (Kresno, 2003).
Respon imun non spesifik terdiri dari:
1) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya berbagai
kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang
rusak oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.
2) Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga, spermin
dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. asam
HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan air susu dapat melindungi
tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu
juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap E.
coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dan hal tersebut
diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zan besi yang
dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.
3) Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara humoral. Bahan-bahan
tersebut adalah:
a. Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit karena:
• Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
• Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
• Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan
makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).
b. Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang mengandung
nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus. Interveron mempunyai sifat anti
virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten
terhadap virus. Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Sel
yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya.
Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian membunuhnya. Dengan demikian
penyebaran virus dapat dicegah.
c. C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP dibentuk oleh
badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih)
setelah infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca ++ dapat mengikat berbagai
molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
4) Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.
a. Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel utama yang berperaan
dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik.
Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut: Kemotaksis, menangkap,
memakan (fagosistosis), membunuh dan mencerna. Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat
infekis sebagai respon terhadap berbagai factor sperti produk bakteri dan factor biokimiawi yang
dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody seperti pada halnya dengan komplemen C 3b dapat
meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen yang diikat antibody akan lebih mudah dikenal
oleh fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk
fraksi Fc dari immunoglobulin pada permukaan fagosit.
b. Natural Killer Cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai cirri sel limfoid
dari siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi
ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interveron
meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efeksitolitik sel NK.
2. Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap
satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Imun spesifik mampu
mengenali kembali antigen yang pernah dijumpainya (memiliki memory), sehingga paparan
berikutnya akan meningkatkan efektifitas mekanisme pertahanan tubuh (Kresno, 2003).
Sistem imun spesifik ada 2, yaitu:
1) Sistem imun spesifik humoral
Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B t ditemukan
didalam serum. Funsi utama antibody ini ialah untuk pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri
(ekstraseluler), dan dapat menetralkan toksinnya.
2) Sistem imun spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T.
Berbeda dengan sel B , sel T terdiri atas beberapa sel subset
yang mempunyai fungsi berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk pertahanan
terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
a. Alamiah
• Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah putih yang disensitisasi dari badan
seorang yang imun ke orang lain yang imun, misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke
anak.
• Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara alamiah masuk kedalam tubuh
dan menimbulkan pembentukan antibody atau sel yang tersensitisasi.
b. Buatan
• Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibody, antitoksin misalnya pada
tetanus, difteri, gangrengas, gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah
disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.
• Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui pemberian toksoid tetanus,
antigen mikro organism baik yang mati maupun yang hidup.

F. Pengertian Antigen dan Antibody


Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada
manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa dan
cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari
dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan
dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi. Antigen yang juga
disebut imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun atau bahan yang dapat
bereaksi dengan antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang
produksi antibody (KG, 2004). Antigen biasanya protein atau polisakarida tetapi dapat jjuga berupa
molekul lainnya, termasuk molekul kecil dipasangkan ke protein pembawa.
(Baratawidjaja 1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).
Antigen merupakan glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel darah merah (Diah dkk,
2007). Antigen juga berupa zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang berkaitan
dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa berupa polisakarida atau
polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM > 10.000.
Antibodi adalah senjata utama respon humoral (George, 2006). Antibodi merupakan
protein-protein yang dihasilkan oleh sel-B (limfosit B) untuk merespon adanya antigen yang masuk
ke tubuh, kemudian bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-
antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu
antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya.
Antobodi tersusun atas emapt rantai polipeptida (George, 2006).

Antibodi dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh, dan digunakan oleh sistem kekebalan
tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus
(Anonim, nd)

Reaksi Antigen dan Antibodi


Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke
dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita
yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non
spesifik, kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan
mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul
immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai
reseptor antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam
membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu.
Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua
kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan
meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat
molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas.
Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas.

G. Sistem Komplemen
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai
enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan humoral untuk melindungi
tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan
segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem komplemen
dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun demikian, beberapa antibodi
dapat memicu beberapa protein komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan
bagian dari sistem kekebalan humoral.
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang
satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah
dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung
satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen
menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri
dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat
bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian,
hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan
kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan
jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.

H. Sel-sel Sistem Imunologi


Sel – sel imun terdiri dari sel APC (Antigen Presenting Cell) yang bertugas mengenali
antigen yang masuk lalu informasi yang didapat oleh sel APC dikomunikasikan pada sel T (limfosit
T) untuk memusnahkan antigen yang masuk, dalam hal ini sel T dapat memusnahkan antigen
dengan cara mengerahkan banyak sel T atau dengan bantuan sel B (limfosit B) untuk membentuk
antibody yang digunakan sebagai senjata dalam memusnahkan agen (Admin 2013).
Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah
dan pada cairan lymph. Sel – sel tersebut dapat dijumpai dalam jumlah yang besar pada organ
limfoid dan dan dapat ditemukan pula dalam keadaan tersebar pada seluruh jaringan tubuh kecuali
pada CNS (Central Nervous System). Sel – sel yang terlibat dalam sistem imun itu berasal dari
sumsum tulang. Kemampuan sel – sel tersebut untuk bersirkulasi dan mengadakan perpindahan
antara darah, lymph dan jaringan adalah hal yang sangat penting untuk terjadinya respon imun
(Muhaimin Rifai 2011).
I. Reaksi Hipersensitivas
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada
aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan
menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
1. Tipe I hipersensitif anafilaktik 2. Tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi
3. Tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun
4. Tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Pembagian reaksi
hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi imunopatologi
suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling
mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya.
1. Reaksi Hipersentivitas Tipe I
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau anafilaksis atau alergi yang timbul segera sesudah badan
terpajan dengan alergen. Semula diduga bahwa tipe I ini berfungsi untuk melindungi badan
terhadap parasit tertentu terutama cacing. Istilah alergi pertama kali diperkenalkan oleh Von Pirquet
pada tahun 1906, yang diartikan sebagai reaksi pejamu yang berubah. Pada reaksi ini allergen yang
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun dengan dibentuknya Ig E.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
a) Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mastosit dan basofil.
b) Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, mastosit melepas isinya yang
berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
c) Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek bahan- bahan yang dilepas mastosit
dengan aktivasi farmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh mastosit/basofil. IgE
yang sudah ada permukaan mastosit akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat juga
terjadi secara pasif apabila serum (darah) orang yang alergik dimasukkan ke dalam kulit atau
sirkulasi orang normal.
2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang
bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah
ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya
aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau stimulasi dari suatu alat
misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi,
penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme
reaksinya adalah sebagai berikut :
a) Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
b) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk
Fc
c) Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi yang terjadi bila kompleks antigen-
antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan mengaktifkan
komplemen. Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan komplemen yang
diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag. Faktor kemotatik yang ini akan
menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis komplekskompleks
imun. Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-
granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan enzim-enzim pembentukan kinin.
Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria),
bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan
sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen dalam jumlah berlebihan, tetapi
tanpa adanya respons antibodi yang efektif.

4. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV


Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI), Delayed
Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh
terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan
reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan
zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar seperti
limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga
dapat terjadi kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan asing (seperti reaksi
allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll). Protein atau bahan kimia yang
dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier. Selain itu,
bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam
tubuh yang telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini
menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target). Kerusakan sel atau jaringan
yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi kuman
(tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis,
histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa
(leishmaniasis, schitosomiasis)
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunologi ialah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun hewan,
merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan pengobatan
penyakit infeksi.
Pengetahuan imunologi yang maju telah dapat dikembangkan untuk menerangkan
patogenesis serta menegakkan diagnosis berbagai penyakit yang sebelumnya masih kabur.
Kemajuan dicapai dalam pengembangan berbagai vaksin dan obat-obat yang digunakan dalam
memperbaiki fungsi sistem imun dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau sebaliknya
digunakan untuk menekan inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan pada penyakit
hipersensitivitas.
DAFTAR PUSTAKA

http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_4._baru.pdf
http://pendidikankarakter.org/biosciencelearning/Materi/SISTEM%20IMUNITAS
%20MANUSIA_SMA_2013.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39480/5/Chapter%20I.pdf
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/tutinfik/material/dasardasarimunobiologi.pdf
https://ikma10fkmua.files.wordpress.com/2011/03/dasar-imunologi-fkm-2009.pdf
http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BABI.-KonsepImunologi.pdf.

Anda mungkin juga menyukai