Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa HAIKAL AKBAR


: ………………………………………………………………………………………..

856334187
Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : ………………………………………………………………………………………..

PDGK
Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4505/PEMBARUAN DALAM PEMBELAJARAN DI SD
………………………………………………………………………………………..

Kode/Nama UPBJJ : 15/PANGKALPINANG


………………………………………………………………………………………..

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

PDGK4301/EVALUASI PEMBELAJARAN DI SD

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk
memecahkan masalah pendidikan. Jadi inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang,
metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau diskaveri, yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.

Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi pendidikan mencakup halhalyang


berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah,
perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun sistemdalam arti yang luas
misalnya sistem pendidikan nasional, antara lain: pembinaan personalia, banyaknya
personal dan wilayah kerja, fasilitas fisik, penggunaan waktu, perumusan tujuan,
prosedur, peran yang diperlukan, wawasan dan perasaan, bentuk hubungan antar bagian,
hubungan dengan sistem yang lain, serta strategi.

2. Adapun lima karakteristik inovasi karya

Relatif Advantage (Keunggulan relatif).

Keunggulan relatif merupakan kadar atau tingkat sebuah inovasi


dipersepsikan lebih baik daripada ide inovasi sebelumnya. Biasanya keuntungan
relatif diukur dalam terminologi ekonomi, tetapi faktor prestise sosial,
kenyamanan, dan kepuasan sering menjadi komponen yang tak kalah penting. Semakin banyak
keunggulan relatif yang dirasakan sebuah inovasi, maka akan semakin cepatlajutingkat
adopsinya (Rogers, 1983). Studi meta analisis yang dilakukan Tornatzky dan Klein (1982)
menunjukkan dari 29 studi tentang relative advantage ditemukan delapan artikel yang secara
statistik relevan secara langsung dengan hubungan antara relative advantage sebuah inovasi
dengan tingkat adopsinya. Lima artikel dilaporkan berkorelasi atau uji chi squares yang dapat
digunakan pada sebuah binomial tes signifikansi. Lima artikel tersebut menemukan relative
advantage berhubungan secara positif dengan adopsi. Persepsi tentang karakteritik inovasi
menjadi signifikan sebagai prediktor tingkat adopsi inovasi.Rogers melaporkan 49-87% variasi
pada tingkat adopsi dijelaskan oleh limakarakteristik tersebut. Untuk meningkatkan tingkat
kecepatan adopsi inovasi sehingga membuat relative advantage menjadi lebih efektif, secara
langsung maupun tak langsung insentif berupa pembayaran secara finansial dapat digunakan
untuk mendorong individu atau anggota sistem sosial lainnya untuk mengadopsi inovasi.Insentif
merupakan faktor dorongan dan motivasi mengadopsi inovasi (Sahin, 2006).
Compatibility (Kesesuaian).
Kesuaian merupakan tingkat sebuah inovasi dipersepsikan konsisten dengan nilai-nilai yang
sudah ada, pengalaman masa lalu, serta sesuai dengan kebutuhan orang-orang yang potensial
sebagai pengadopsi. Sebuah ide yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma di dalam
sebuah sistem sosial, tidak akan diadopsi secepat seperti inovasi yang sesuai (Rogers,
1983).Rogers dan Shoemaker (1971) dalam studi Tornatzky dan Klein (1982menjelaskan
compatibility mengacu pada kesesuaian dengan nilai-nilai atau norma-norma pengadopsi
potensial atau mungkin mewakili kesesuaian dengan

praktek yang sudah ada pada pengadopsi. Definisi pertama berimplikasi pada
macam-macam keseuaian normatif atau kognitif (kesesuaian dengan apa yang dirasakan atau
dipikirkan orang tentang sebuah teknologi), sedangkan yang kedua pada kesesuaian yang
bersifat praktis dan operasional (kesesuaian dengan apa yang dikerjakan orang). Studi Tornatzky
dan Klein (1982) menemukan dari dua puluh studi, tiga belas studi melaporkan pada orde
pertama korelasi, rhos, atau chi square antara compatibily dan adopsi dari mana arah hubungan
bisa dilihat. Sepuluh dari tiga belas studi menemukan hal positif, meskipun tidak selalu signifikan
secara statistik hubungan antara kesesuaian inovasi dan adopsi. Dengan menggunakan prosedur
agregasi data kami, temuan ini secara statistik signifikan (p=0,046).

Complexity (Kompleksitas)

Menurut Rogers (1983), complexitymerupakan tingkat sebuah inovasi dipersepsikan sulit untuk
dipahami atau digunakan. Beberapa inovasimudahdipahami olehsebagian besar anggotasistem
sosial. Sebagian yang lain inovasi itu lebih rumit sehingga akan lambat diadopsi. Complexity
diasumsikan berhubungan secara negatif terhadap adopsi dan implementasi
inovasi.Konseptualisasi Rogers tentang complexity ini sangat mirip dengan konsep Davis,
perceived ease of use, atau persepsi kemudahan untuk menggunakan (Moghavvemi, et.al.,
2012). Dengan kalimat lain, tingkat adopsi terhadap sebuah produk akan tinggi jika konsumen
merasakan adanya kemudahan penggunaan produk yang ditawarkan oleh produk inovatif
(Marshal, Rainer, dan Moris, 2003, dalam Sugandini, 2009). Dalam meta analisis Tornatzky dan
Klein (1982), complexity disebut di dalam 21 artikel yang diteliti. Temuan Tornatzky dan Klein
(1982) itu menunjukkan empat dari dua puluh satu artikel yang membahas tentang complexity
berisi analisis statistik yang signifikan sesuai tujuan analisisnya. Tujuh dari tiga belas studi,
korelasi tingkat pertama atau chi square adalah tersedia, sehingga hubungan antara complexity
terhadap adopsi dapat diperiksa. Semua studi (kecuali satu) dari tujuh studi menemukan
hubungan yang negatif antara complexity sebuah inovasi terhadap tingkat adopsi atau
penerimaan inovasi tersebut.

Trialability (Ketercobaan)
Derajat sebuah inovasi dapat dieksperimentasikan pada lingkup terbatas (Rogers, 1983). Secara
teori, menurut Rogers dan Shoemaker (1971) seperti dikutip Studi Tornatzky dan Klein (1982,
inovasi yang dapat dicoba akan diadopsi dan diimplementasikan lebih sering dan lebih cepat
daripada inovasi yang kurang bisa diimplementasikan. Ada delapan referensi karakteristik
inovasi yang menyebut trialability.
Dari delapan studi yang menyebut atribut trialability, lima studi memberi hasil secara statistik.
Lima studi itu tidak mudah untuk diringkas. Sebabhanya satustudimelaporkan adanya
korelasiparsialdi manaefek darihanya satu variable yang dihapus(atau dijaga konstan). Dua studi
dilakukananalisis diskriminansaja, satu studi hanya menampilkan skor rata-rata tingkat
karakteristik, dan yang terakhirdilaporkanhasilchi squaretetapi tidak adaangka yang sebenarnya
menyebutkan dari manauntuk menyimpulkanhubungan secara langsung itu.

Observability (Keterlihatan)
Keterlihatan merupakan tingkat di mana sebuah inovasi itu kelihatan bagi orang lain. Semakin
mudah bagi individu untuk melihat hasil sebuah inovasi, maka semakin besar kemungkinan
mereka untuk mengadopsinya (Rogers, 1983). Observability disebut dalam tujuh referensi yang
membahas karakteristik inovasi. Empat dari tujuh studi tentang observability itu hasil analisis
statistiknya menunjukkan relevan dengan tujuan meta analisis. Dari empat tersebut, dua studi
itu mengindikasikan hubungan langsung yang mengukur hubungan antara observability dengan
adopsi (Tornatzky dan Klein, 1982).

3. Faktor penghambat inovasi

1. Perkiraan yang tidak tepat mengenai inovasi

Faktor ini merupakan faktor yang peling penting dan kompleks sebagai hambatan bagi inovasi
pendidikan. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya perencanaan atau estimasi (under
estimate) dalam inovasi pendidikan yakni tidak tepatnya peritmbangan tentang implementasi
inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota kelompok pelaksana inovasi, dan kurang adanya
kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai atau kurang adanya kerjasama yang baik.

Hal ini terjadi pada pelaksanaan inovasi pendidikan di Indonesia. Secara terperinci beberapa hal
yang berkenaan dengan ketidaktepatan estimasi inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1)
tidak adanya koordinasi antar petugas yang berlainan di bidang garapan, (2) tidak jelas struktur
pengambilan keputusan, (3) kurang adanya komunikasi yang baik dengan pimpinan struktural,
(4) perlu sentralisasi data penentuan kebijakan, (5) terlalu banyak undang-undang dan peraturan
yang harus diikuti, (6) keputusan formal untuk memulai kegiatan inovasi terhambat, (7) tidak
tepatnya pertimbangan untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, dan (8) tekanan dari
pimpinan untuk mempercepat inovasi dalam waktu yang singkat.

2. Konflik dan motivasi

Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah pribadi seperti pertentangan anggota
kelompok pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja, dan berbagai macam sikap pribadi yang
dapat mengganggu proses inovasi.Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan konflik
dan motifasi pada penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) adanya
pertentangan antar anggota kelompok, (2) antara beberapa anggota kurang adanya saling
pengertian serta saling merasa iri antara satu dengan yang lain, (3) orang yang memiliki peranan
penting dalam proyek justru tidak menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, (4) beberapa
orang penting dalam proyek terlalu kaku dan berpandangan sempit tentang proyek, (5) orang
yang memegang jabatan penting dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk menerima inovasi,
dan (6) kurang adanya penghargaan terhadap orang yang telah menerima atau menerapkan
inovasi.

3. Lemahnya berbagai faktor penunjang inovasi

Hal-hal berkaitan dengan lemahnya faktor penunjang inovasi, seperti rendahnya penghasilan per
kapita, kurang adanya pertukaran inovasi, tidak mengetahui adanya potensi alam, jarak yang
terlalu jauh, iklim yang tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang perhatian dari
pemerintah, dan sistem pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan lemahnya berbagai faktor penunjang
inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) lambatnya pengiriman material yang diperlukan,
(2) material tidak siap tepat waktu, (3) perencanaan dana tidak tepat, (4) sistem pendidikan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (5) orang yang telah dilatih untuk menangani proyek
tidak mau ditempatkan sesuai kebutuhan proyek, (6) terjadi inflasi, (7) peraturan yang tidak
sesuai, (8) jauhnya jarak antar tempat, (9) tenaga pelaksana kurang mampu menanganiproyek
sesuai dengan perencanaan, dan (10) terlalu cepat terjadi perubahan penempatan orang-orang
penting dalam proyek sehingga dapat mengganggu kontinuitas.

4. Keuangan (financial) yang tidak terpenuhi

Tentang bantuan dana untuk suatu proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan bahwa
pemerintah akan memberikan bantuan bila masyarakat setempat (daerah) memiliki dana sendiri
(swasembada). Daerah tidak memiliki dana, maka pemerintah tidak membantu atau masyarakat
tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari pemerintah.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan keuangan pada penerapan inovasi
pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) tidak memadainya bantuan finansial dari daerah, (2)
tidak memadainya bantuan finansial dari luar daerah, (3) kondisi ekonomi daerah secara
keseluruhan, (4) prioritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain daripada bidan
pendidikan, dan (5) ada penundaan dalam penyampaian dana.
5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi

Faktor ini berupa penolakan dari kelompok inovasi penentu atau kelompok elit dalam suatu
sistem sosial. Penolakan ini berbeda dengan keberatan karena kurang dana atau masalah
personal. Namun, penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari kelompok penentu.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan penolakan dari sekelompok tertentu atas
hasil inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) kelompok elit yang memiliki kewenangan
dalam masyarakat tradisional menentang inovasi atau perluasan inovasi, (2) terdapat
pertentangan ideologi mengenai inovasi, (3) proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat, dan (4)
keberatan terhadap inovasi karena sebab kepentingan kelompok.

6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi

Faktor ini berkaitan dengan hubungan antar kelompok dan hubungan dengan orang di luar
kelompok.Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan kurang adanya hubungan
sosial dan publikasi pada penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) ada masalah
dalam hubungan sosial antar kelompok, (2) ada ketidakharmonisan antar anggota kelompok
proyek, dan (3) kurangnya suasana yang memungkinkan terjadi pertukaran pikiran yang terbuka.

4. Globalisasi adalah salah satu istilah yang ada pada kehidupan manusia modern dan
pertama kali dikemukakan oleh Theodore Levitt pada tahun 1985. Globalisasi sendiri
pada dasarnya adalah proses menyatunya seluruh negara yang ada di dunia karena adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memudahkan kegiatan interaksi dan
komunikasi jarak jauh yang bisa dilakukan oleh manusia. Globalisasi juga merupakan
salah satu bentuk dari fenomena sosial yang memiliki sifat irreversible atau tidak bisa
dikembalikan.
Paham desentralisasi yang ada pada globalisasi adalah adanya kemerdekaan namun
tetap diikuti dengan kebutuhan yang saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain.
Prinsip desentralisasi ini diperlukan di era globalisasi karena keyakinan dan juga
kebutuhan yang ada pada diri setiap orang bisa berbeda-beda sehingga setiap orang
berhak memutuskan informasi apa yang ingin ia serap. Globalisasi dan desentralisasi ini
juga diterapkan dalam dunia pendidikan.
5. Implikasi globalisasi dapat kita artikan yaitu keterlibatan proses masuknya ke ruang lingkup
dunia. Dalam dunia pendidikan, globalisasi sangat berpengaruh besar. Hal ini, dapat kita lihat
adanya dampak positif dan negatif dari globalisasi. Dampak positif globalisasi bagi dunia
pendidikan sebagai berikut.

>>Sistem Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang tidak selalu tatap muka
Sistem pembelajaran di era globalisasi dapat dilakukan secara online atau biasa disebut e-
learning. Sistem pembelajaran seperti ini tidak mewajibkan peserta didik dan pendidik
untuk saling bertemu dan bertatap muka untuk melakukan pembelajaran.

>>Kemudahan mengakses informasi pendidikan

Di era globalisasi yang serba modern ini, mempermudah peserta didik mengakses
informasi-informasi pendidikan melalui internet. Sehingga sumber-sumber materi yang di
dapat juga lebih kompleks.

>>Meningkatnya kualitas pendidikan

Kemajuan teknologi sebagai dampak globalisasi dapat meningkatkan kualitas pendidikan.


Tenaga pendidik dapat memanfaatkan teknologi ini untuk mempermudah penyampaian
materi saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung.

>>Meningkatnya kualitas tenaga pendidik

Kemudahan mengakses informasi pendidikan secara langsung dapat meningkatkan


kualitas tenaga pendidik. Kemudahan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh para tenaga pendidik. Karena saat ini, tenaga pendidik dapat dengan
mudah mencari referensi-referensi dari negara maju sebagai bahan pembelajarannya.

>>Adanya pertukaran pelajar

Pertukaran pelajar di dunia pendidikan sering terjadi di era globalisasi. Pelajar di sebuah
negara memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan di luar negeri, mereka dituntut
agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan mengetahui kebudayaan luar.

Selain dampak positif diatas, ada juga dampak negatif dari globalisasi bagi dunia
pendidikan, seperti.

>>Meningkatnya kesenjangan sosial

Kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan kesiapan mental dan modal tentunya
akan menimbulkan kesenjangan. Di Indonesia sendiri, hanya sekolah-sekolah di
perkotaan saja yang mendapat fasilitas pendidikan yang baik, sedangakan di sekolah
pedesaan masih tertinggal. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang disebabkan
karena kurangnya modal.

>>Tergerusnya kebudayaan daerah

Arus globalisasi yang sangat pesat dapat menggerus kebudaayan daerah. Masuknya
kebudayaan negara luar ke negara kita dapat berpengaruh pada kebudayaan yang ada.
Apabila kita tidak dapat memilah kebudayaan yang masuk, kita akan terbawa oleh arus
tersebut.

>>Menurunnya kulaitas moral peserta didik

Informasi yang didapat peserta didik memalui internet sangatlah beragam, mereka dapat
dengan leluasa mengakses berbagai situs yang tersedia. Hal ini dapat mempengaruhi
moral peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai