Anda di halaman 1dari 18

RESUME AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“COST VOLUME PROFIT ANALYSIS”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Manajemen Lanjutan

Dosen : Andry Arifian Rachman, Dr., S.E., M.Si., Ak., CA., ACPA.

Disusun oleh :

Kelompok 1

Rivaldi Rachman NPM 51621120002

Gedizzah Fillah NPM 51621120004

Karina Nurmaya NPM 51621120005

Kelas A – Reguler B1

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG
2021
A. Pengertian Cost Volume Profit Analysis (CVP)
Menurut Hansen & Mowen (2009:4) Cost volume profit analysis merupakan suatu alat
yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan, karena analisis biaya
volume laba (CVP) menekankan keterkaitan antar biaya, kuantitas yang terjual dan harga,
semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya.
Cost Volume Profit Analysis (CVP) merupakan instrumen yang lazim dipakai untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajemen untuk perencanaan dan pengambilan
keputusan khususnya jangka pendek, karena analisis ini menekankan pada keterkaitan antara
biaya, jumlah yang dijual, dan harga, misalkan dalam menetapkan harga jual produk. Selain
itu CVP juga dapat menjadi alat yang berharga untuk mengidentifikasi luas dan besarnya
masalah ekonomi yang dihadapi perusahaan dan membantu menunjukan secara tepat jawaban
yang diperlukan. Proses analisis CVP ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur
pemecahan masalah dengan bertumpukan pada pemahaman terhadap pola-pola perilaku biaya
perusahaan.
Cost Volume Profit Analysis (CVP) dapat diterapkan dalam banyak hal, diantaranya
adalah:
1. Menentukan harga jual produk atau jasa.
2. Memperkenalkan produk atau jasa baru.
3. Mengganti peralatan.
4. Memutuskan apakah produk atau jasa yang ada seharusnya dibuat di dalam perusahaan
atau dibeli dari luar perusahaan.
5. Melakukan analisis apa yang akan dilakukan, jika sesuatu dipilih oleh manajemen.

B. Asumsi Analisis Cost Volume Profit (CVP)


Menurut Garrison, dkk (2006:350), ada beberapa asumsi yang mendasari analisis cost
volume profit yaitu:
1. Harga jual konstan. Harga jual produk atau jasa tidak berubah ketika volume berubah.
2. Biaya adalah linear dan dapat secara akurat dibagi menjadi elemen variabel dan tetap.
Elemen variabel adalah konstan per unit dan elemen tetap adalah konstan secara total
dalam rentang yang relevan.
3. Dalam perusahaan dengan berbagai produk, bauran penjualan adalah konstan.
4. Dalam perusahaan manufaktur, persediaan tidak berubah. Jumlah unit yang
diproduksi sama dengan jumlah unit terjual.

1
Menurut Simamora (1999), dengan menggunakan analisis cost volume profit, akuntan
dapat menentukan bagaimana perubahan-perubahan harga, volume penjualan, biaya variabel,
atau biaya tetap mempengaruhi laba operasi perusahaan.
1. Dampak Perubahan Harga Jual.
Kenaikan harga jual per unit akan menurunkan titik impas penjualan, sedangkan
penurunan harga jual per unit akan menaikkan titik impas penjualan. Dengan memakai
analisis cost volume profit, manajer dapat menentukan besarnya volume penjualan
yang mesti berubah setelah melakukan perubahan harga supaya dapat mencapai laba
sasaran yang ditetapkan.
2. Dampak Perubahan Biaya Variabel.
Kenaikan biaya variabel akan menaikkan titik impas, sedangkan penurunan
biaya variabel akan menurunkan titik impas penjualan. Untuk memprediksi impas
pemangkasan biaya ini, manajer dapat memakai analisis cost volume profit.
3. Dampak Perubahan Biaya Tetap.
Biaya tetap biasanya diharapkan tidak berubah sepanjang tahun, atau paling
tidak sepanjang kisaran relevan. Setiap kenaikan atau penurunan biaya tetap akan
mengubah titik impas dan volume penjualan yang diperlukan untuk meraih laba
sasaran. Kenaikan biaya tetap akan mengatrol titik impas penjualan, sedangkan
penurunan biaya tetap akan menurunkan titik impas penjualan.
4. Dampak Perubahan Simultan Harga dan Biaya.
Dalam praktik di lapangan, harga dan biaya kerap berubah secara simultan.
Biaya variable sering berubah dan perusahaan bereaksi dengan mengganti harga-harga
produknya. Kenaikan biaya tetap per unit dan kenaikan harga jual akan menurunkan
titik impas, selain itu banyaknya unit yang mesti dijual oleh perusahaan agar bisa
mencapai laba sasaran juga dapat menurun.

Menurut Hansen and Mowen (2009:22) asumsi-asumsi pada analisis cost volume profit
adalah sebagai berikut:
1. Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linear.
2. Analisis mengasumsikan harga, total biaya tetap, dan biaya variabel per unit
diidentifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang rentang yang relevan.
3. Analisis mengasumsikan apa yang diproduksi dapat dijual.
4. Untuk analisis multiproduk, diasumsikan bauran penjualan diketahui.
5. Diasumsikan harga jual dan biaya diketahui secara pasti.

2
C. Menentukan Titik Impas / Break Even Point

1. Menentukan Titik Impas dalam Unit


Cost volume profit analysis (CVP analysis) adalah suatu alat yang bermanfaat untuk
mengidentifikasi cakupan dan besarnya keadaan atau kesulitan ekonomi yang dihadapi suatu
perusahaan dan membantu mencarikan solusi atau pemecahannya. CVP analysis ini
menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas penjualan dan harga jual, serta semua informasi
keuangan yang terkandung di dalamnya.

CVP analysis ini dapat dimulai dengan menentukan titik impas. Titik impas (break even
point) adalah titik di mana total pendapatan sama dengan total biaya, titik di mana laba sama
dengan nol. Menurut Hansen dan Mowen (2009:4), titik impas (break even point) adalah titik
di mana total pendapatan sama dengan total biaya, titik di mana laba sama dengan nol. Untuk
menentukan titik impas dalam unit, berarti kita menentukan jumlah unit yang harus dijual untuk
mencapai impas atau menghasilkan target laba.

Titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method)
dan metode margin kontribusi (contribution margin method).

a. Metode Persamaan (Equation Method)

Metode persamaan menggunakan data-data dari laporan laba rugi yang disusun
dengan format kontribusi. Format laba rugi dapat disajikan dengan persamaan sebagai
berikut:

Laba = (Penjualan – Beban Variabel) - Beban Tetap

Persamaan tersebut dapat diubah menjadi:

Penjualan = Beban Variabel + Beban Tetap + Laba

(Garrison, Noreen, Brewer, 2006:334)

b. Metode Margin Kontribusi (Contribution Margin Method)


Margin kontribusi adalah pendapatan penjualan dikurangi total biaya variabel.
Pada impas, margin kontribusi sama dengan beban tetap. Jika kita mengganti margin
kontribusi per unit untuk harga dikurangi biaya variabel per unit pada persamaan laba
operasi dan memperoleh jumlah unit. Pendekatan ini memusatkan pada ide bahwa
setiap unit yang terjual memberikan margin kontribusi tertentu yang dapat digunakan

3
untuk menutupi biaya tetap. Untuk menentukan berapa unit yang harus dijual untuk
mencapai titik impas, total biaya tetap dibagi dengan margin kontribusi per unit.

Beban Tetap
Titik impas dalam unit yang terjual =
Margin Kontribusi per Unit
c. Metode Grafik
Analisis titik impas juga dapat dibuat dengan menggunakan grafik. Grafik tersebut
dapat dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Buat garis horizontal (x) untuk menunjukan jumlah unit produk dan sebuah garis
vertikal (y) untuk menunjukan nilai penjualan dan biaya.
2) Tarik sebuah garis lurus ke kanan atas dengan kemiringan 45 yang ditarik dari
titik 0 perpotongan garis x dan garis y sebagai garis penjualan.
3) Buat garis horizontal untuk menunjukan jumlah biaya tetap pada berbagai level
unit penjualan.
4) Buat garis untuk menunjukan jumlah biaya pada berbagai level unit penjualan
yang ditarik dari perpotongan garis y dengan garis biaya tetap. Daerah yang
berada di antara garis ini dengan garis biaya tetap di bawahnya menunjukan
kisaran biaya variabel.
5) Buat titik impas pada perpotongan garis penjualan dan garis total biaya. Tarik
garis ke kiri untuk menunjukan jumlah penjualan dalam satuan uang dan tarik
garis vertikal ke bawah untuk menunjukan titik impas dalam unit penjualan.
6) Arsir tiga disebelah kanan grafik sebagai daerah laba dan sebaliknya arsir daerah
segitiga di sebelah kiri bawah titik impas sebagai daerah rugi. Daerah arsiran ini
menunjukan bahwa penjualan yang lebih kecil dari titik impas akan menimbulkan
rugi dan sebaliknya penjualan yang lebih besar akan memberikan laba.

2. Menentukan Titik Impas dalam Rupiah Penjualan


Untuk menghitung titik impas dalam rupiah penjualan, biaya variabel didefinisikan
sebagai suatu persentase dari penjualan bukan sebagai sebuah jumlah per unit yang terjual.
Rasio biaya variabel merupakan bagian dari setiap rupiah penjualan yang harus digunakan
untuk menutupi biaya variabel.

Biaya Variabel per Unit


Rasio Biaya Variabel =
Harga Jual per Unit

4
Rasio margin konstribusi adalah bagian dari setiap rupiah penjualan yang tersedia untuk
menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba. Maka berdasarkan pengertian tersebut dapat
dirumuskan:

Margin Kontribusi per Unit


Rasio Margin Kontribusi =
Harga Jual per Unit

Untuk biaya tetap, terdapat tiga kemungkinan: jika biaya tetap yang sama dengan margin
kontribusi, maka laba operasi sama dengan nol dan perusahaan berada dalam keadaan impas.
Jika biaya tetap yang lebih kecil dari margin kontribusi maka perusahaan menghasilkan laba
(atau laba operasi positif) dan terakhir, jika biaya tetap yang lebih besar dari margin kontribusi,
perusahaan mengalami kerugian operasi. Jadi, titik impas dalam rupiah penjualan dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Laba Operasi = Penjualan – (Rasio Biaya Variabel x Penjualan) – Biaya Tetap

3. Bagan Titik Impas (Break Even Point Graph)


Bagan titik impas konvensional dibuat secara berikut :
a. Garis horizontal, sumbu X, ditandai dalam interval mewakil penjualan dalam dollar
atau unit, sebagai persentase dari volume tertentu.
b. Garis vertikal, sumbu Y. Di sisi kiri garis tersebut dalam interval untuk mewakili
penjualan dan biaya dalam dollar.
c. Garis biaya tetap, digambarkan sejajar dengan sumbu X pada titik $ 1.600.000 di
sumbu Y.
d. Garis total biaya digambarkan dari titik biaya tetap $ 1.600.000 di sumbu Y sebelah
kiri ke titik biaya sebesar $ 4.600.000 di sumbu Y sebelah kanan.
e. Garis penjualan di gambar dari titik 0 di sisi kiri di mana sumbu X dan Y berpotongan
ke titik $ 5.000.000 di sumbu Y sebelah kanan.
f. Garis total biaya memotong garis penjualan pada titik impas, mencerminkan penjualan
$ 4.000.000 atau 10.000 unit
g. Area segi tiga di sebelah kiri titik impas adalah area rugi, area segitiga di sebelah
kanan adalah area laba.

5
Bagan Titik Impas Konvensional

Bagan Titik dengan Biaya Tetap diplot di atas Biaya Variabel

6
D. Perencanaan Laba
Perencanaan merupakan tindakan yang dibuat berdasarkan asumsi mengenai gambaran
kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan datang dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Salah satu perencanaan yang harus dibuat oleh perusahaan adalah penyusunan perencanaan
target laba. Perencanaan laba merupakan hal penting bagi korporasi/perusahaan untuk proses
merencanakan keuangan. Berdasarkan perencanaan ini, manajer keuangan dapat menentukan
aktivitas korporasi untuk mencapai laba yang ditentukan.
Perencanaan laba perlu dilakukan agar dapat menghasilkan laba yang optimal untuk
memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan yaitu para pemegang saham, manajemen,
konsumen, karyawan, pemerintah. Perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan 6
dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan (Carter, 2009:4).
Menurut Batemen & Snell (2014:15) bahwa “perencanaan (planning) adalah proses penetapan
tujuan yang akan dicapai dan memutuskan tindakan tepat yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan”. Hal ini berguna membina suasana kearah pencapaian laba rugi bagi perusahaan dan
mendorong adanya suatu perilaku yang sadar akan penghematan biaya dan pemanfaatan
sumber daya secara maksimum. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan
yaitu:
1. Biaya.
Biaya yang timbul dari perolehan atau pengolahan suatu produk atau jasa akan
mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan. Biaya memengaruhi secara
langsung terhadap tingkat keuntungan perusahaan karena dalam setiap aktivitas usaha
tidak akan terlepas dari pengorbanan yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan usaha.
2. Harga Jual.
Harga Jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk
atau jasa yang bersangkutan. Harga mempunyai peranan yang penting sebagai alat bantu
untuk sukses dalam strategi pemasaran. Harga merupakan pertanda bagi pembeli,
instrumen persaingan, dan cara meningkatkan kinerja finansial. Ketika dilakukan
penetapan harga, berarti sudah dibuat sebuah rangkaian dari strategi pemasaran.
3. Volume (penjualan dan produksi).
Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa
yang bersangkutan. Volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi.
Volume penjualan adalah “pencapaian yang dinyatakan secara kuantitatif dari segi fisik
atau volume atau unit suatu produk”. Volume penjualan merupakan suatu yang
menandakan naik turunnya penjualan dan dapat dinyatakan dalam bentuk unit, kilo, ton

7
atau liter.

E. Penggunaan Analisis Cost Volume Profit Analysis (CVP)


Penerapan analisis CVP untuk pengambilan keputusan manajemen:
1. Menentukan unit yang harus dijual agar perusahaan tidak rugi atau profit sama dengan
nol.
2. Menentukan jumlah penjualan minimal agar perusahaan tidak rugi atau profit sama
dengan nol.
3. Menentukan unit yang harus dijual atau berapa jumlah penjualan agar perusahaan
mencapai target laba operasi (operating income) yang diinginkan.
4. Memilih alternatif skenario kebijakan iklan, otomasi mesin pabrik, menaikkan harga
jual produk atau jasa, dan lain-lain, dengan pilihan skenario yang dapat memberikan
profit maksimal.
5. Menganalisis sensitivitas atas risiko ketidakpastian harga jual, biaya, dan market.
6. Menganalisis margin of safety dan leverage.

Model CVP dibangun berdasarkan asumsi sebagai berikut:


1. Fungsi CVP merupakan fungsi linear.
2. Harga jual, biaya variabel per unit, dan biaya tetap total dapat diidentifikasi secara
akurat dan tidak ada perubahan sepanjang range yang relevan.
3. Unit yang diproduksi semuanya terjual.
4. Tidak ada perubahan dalam komposisi sales-mix untuk analisis CVP multiple produk.
5. Harga jual dan biaya diasumsikan diketahui dan nilainya pasti.

Asumsi penting dalam analisis CVP adalah harga jual dan biaya diketahui dengan pasti
(certainty). Dalam prakteknya, asumsi ini jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian sering
terjadi dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan banyak mengalami perubahan. Risiko dan
ketidakpastian menjadi bagian penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan bisnis.

1. Penggunaan Cost Volume Profit Analysis (CVP) dalam Analisis Multiproduk


Dalam analisis multiproduk, perlu dilakukan pemisahan antara beban tetap langsung
dan beban tetap umum. Beban tetap langsung adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri ke
setiap produk dan akan hilang jika produk tersebut tidak ada. Beban tetap umum adalah
biaya tetap yang tidak dapat ditelusuri ke produk dan akan tetap muncul meskipun salah

8
satu produk dieliminasi. Margin produk impas masing masing produk hanya akan
menutup biaya tetap langsung. Sementara itu, biaya tetap umum masih belum tertutupi.
Maka dari itu, untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
bauran penjualan atau sales mix.
Menurut Hansen dan Mowen (2009:16) Bauran penjualan adalah kombinasi relatif
dari berbagai produk yang dijual perusahaan. Bauran penjualan dapat diukur dalam unit
yang terjual atau bagian dari pendapatan. Penentuan bauran penjualan memungkinkan
untuk mengkonversi masalah multiproduk ke dalam format CVP produk tunggal. Untuk
menggunakan pendekatan titik impas dalam unit, harga jual per paket dan biaya variabel
per paket harus diketahui. Untuk menghitung nilai-nilai paket tersebut diperlukan bauran
penjualan, harga setiap produk dan setiap biaya variabel.
Manajer mengelola risiko dan ketidakpastian menggunakan beberapa cara.
Umumnya risiko dikelola melalui identifikasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko.
Akuntansi manajemen menyediakan alat untuk mengidentifikasi dan menilai risiko
melalui penggunaan margin of safety dan operating leverage.
Margin of safety merupakan ekspektasi unit yang dijual atau penjualan yang dapat
diraih di atas break-even. Operating leverage merupakan penggunaan fixed cost untuk
menghasilkan perubahan persentase yang lebih tinggi dalam profit atas peningkatan
aktivitas penjualan. Operating leverage diukur dalam satuan degree of operating
leverage (DOL) dengan formula sebagai berikut:

Perusahaan dengan degree of operating leverage tinggi, umumnya menggunakan


lebih banyak fixed costs, yang mengakibatkan variable costs akan menurun,
peningkatan contribution margin dan penurunan profit, maka ini menandakan
peningkatan risiko. Peningkatan fixed costs umumnya terjadi apabila manajer memilih
penggunaan automasi proses produksi dibandingkan dengan penggunaan sistem manual.
Perbedaan pilihan penggunaan automasi dengan sistem manual dan dampaknya
terhadap risiko ditunjukkan dalam tabel berikut:

9
Proses produksi yang menggunakan sistem automasi, biaya tetap reltif lebih tinggi,
sementara biaya variabel cenderung lebih rendah, sehingga menghasilkan contribution
margin per unit yang relatif tinggi. Perusahaan yang menggunakan automasi
mengharuskan unit penjualan yang lebih tinggi, agar skala ekonomis dapat dicapai.
Dibandingkan dengan sistem automasi, sistem manual memberikan kemungkinan
risiko yang lebih kecil bila unit penjualan yang dicapai sedikit. Penggunaan degree of
operating leverage dapat membantu manajer dalam menentukan seberapa berisiko atas
penerapan sistem automasi dengan biaya tetap yang lebih tinggi.
Manajer menggunakan analisis sensitivitas untuk mengidentifikasi risiko dan
mengembangkan skenario keputusan manajemen. Teknik yang umumnya digunakan
dalam analisis sensitivitas adalah what-if.
Dalam analisis CVP, penggunaan teknik what-if, manajer mengembangkan skenario
pilihan strategis jika ada perubahan harga jual, biaya variabel per unit, dan biaya tetap
total. Keputusan strategis didasarkan pada skenario yang memberikan profit paling
tinggi.
2. Penggunaan Pendekatan Laba Operasi dalam Cost Volume Profit Analysis (CVP)
Laba operasi mencakup pendapatan dan beban dari operasional normal perusahaan.
Secara lebih spesifik, pendapatan penjualan dinyatakan sebagai harga jual per unit dikali
jumlah unit yang terjual dan total biaya variabel adalah biaya variabel per unit dikali
jumlah unit yang terjual.

Laba Operasi = (Harga x Jumlah Unit Terjadi) - (Biaya Variabel per unit x Jumlah unit terjual) - Total Biaya Tetap

F. Hubungan Cost Volume Profit Analysis (CVP) dan Laporan Laba Rugi
Analisis Cost Volume Profit Analysis (CVP) adalah sebuah alat untuk membantu para
manajer mengerti akan hubungan antara biaya, volume dan laba dengan fokus pada interaksi

10
antara harga produk, volume aktivitas, biaya variabel per unit, total biaya tetap, dan produk
campuran yang terjual. Analisis CVP ini merupakan sebuah alat yang vital yang digunakan
dalam membuat keputusan-keputusan bisnis seperti menentukan produk apa yang harus
diproduksi atau dijual, kebijakan harga seperti apa yang harus digunakan, strategi pemasaran
seperti apa yang harus dilaksanakan, dan fasilitas yang produktif seperti apa yang diperlukan.
Di dalam analisis CVP ini, analisis yang paling umum adalah analisis break-even
point (BEP). Break-even point merupakan istilah yang menggambarkan kondisi perusahaan di
mana perusahaan tidak dalam keadaan untung maupun rugi. Analisis BEP ini menjadi penting
karena perusahaan dapat memperkirakan batas minimum produksi agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
Analisis BEP dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Metode persamaan (equation method)

Profit = Unit CM × Q – Fixed expenses

Metode persamaan ini berdasarkan pendekatan kontribusi terhadap laporan


laba/rugi. Berdasarkan rumus di atas, tujuan kita adalah mencari tahu “Q” yang
merupakan jumlah unit yang harus dijual untuk mendapatkan keuntungan yang
ditargetkan.
2. Metode contribution margin

(𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 + 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒𝑠)


𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝐴𝑡𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 =
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡

Target profit dinyatakan dalam unit yang terjual. Melalui persamaan tersebut,
kita dapat mengetahui jumlah unit yang harus dijual untuk mendapatkan keuntungan
yang kita inginkan dengan menjumlahkan target profit dengan biaya tetap kemudian
dibagi dengan contribution margin per unit.

G. Perubahan dalam Variabel Cost Volume Profit Analysis (CVP)


Ada beberapa cara untuk manajer menghadapi resiko dan ketidakpastian. Pertama, pihak
manajemen harus menyadari sifat ketidakpastian dari harga, biaya, dan kuantitas di masa
depan. Selanjutnya para manajer bergerak dari pertimbangan titik impas ke pertimbangan
kisaran titik impas. Para manajer juga dapat menggunakan analisis bagaimana-jika (what-if)
selain analisis sensitivitas.

11
Untuk menghadapi resiko tersebut terdapat dua ukuran yang mengaitkan antara BEP dan
volume operasi sekarang atau yang direncanakan adalah:

1. Marjin Pengaman (Margin of Safety)


Menurut Garrison, dkk (2006:338) Margin pengamanan (margin of safety) adalah
kelebihan dari penjualan yang dianggarkan (aktual) di atas titik impas volume penjualan.
Hansen and Mowen (2009:28) mengatakan margin pengamanan adalah unit yang terjual
atau diharapkan terjual atau pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan untuk
dihasilkan yang melebihi volume impas.
Margin keamanan menjelaskan jumlah dimana penjualan dapat menurun sebelum
kerugian mulai terjadi. Semakin tinggi margin keamanan, semakin rendah risiko untuk
tidak balik modal. Formula perhitungannya adalah sebagai berikut:

Margin Keamanan = Total Penjualan yang Dianggarkan – Penjualan Titik Impas

Margin keamanan juga dapat disajikan dalam bentuk persentase. Persentase ini
didapat dengan membagi margin keamanan dalam rupiah dengan total penjualan:

𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑅𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙)

2. Tuasan Operasi (Operating Leverage)


Menurut Hansen and Mowen (2009) Tuasan Operasi merupakan penggunaan biaya
tetap untuk menciptakan perubahan presentase laba yang lebih tinggi ketika aktivitas
penjualan berubah.
Operating leverage adalah ukuran besarnya penggunaan biaya tetap dalam suatu
perusahaan. Semakin tinggi biaya tetap, maka semakin tinggi operating leverage dan
semakin besar pula sensitivitas laba bersih terhadap perubahan penjualan. Perusahaan
yang memiliki operating leverage tinggi akan mengalami peningkatan persentase yang
besar dalam labanya jika terjadi sedikit saja peningkatan dalam penjualan namun juga
mengalami penurunan persentase laba yang besar jika terjadi penurunan penjualan.
Sebaliknya, perusahan yang memiliki operating leverage rendah, akan mengalami
peningkatan/penurunan persentase yang rendah dalam labanya jika terjadi
peningkatan/penurunan penjualan.

12
Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) untuk tingkat
penjualan tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap
laba.

𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑡 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝐿𝑎𝑏𝑎

Jika biaya tetap digunakan untik mengurangi biaya variabel sedemikian rupa
sehingga margin kontribusi meningkat dan laba menurun, maka tingkat pengungkit
operasinya naik yang menandakan adanya peningkatan risiko.
Menurut Garrison (2002), Tuasan Operasi (Operating Leverage) adalah ukuran
sensivitas laba bersih terhadap persentasi perubahan penjualan. Jika operating leverage
tinggi, persentase kecil peningkatan penjualan dapat menghasilkan persentase yang lebih
besar peningkatan laba. Tingkat operating leverage adalah ukuran bagaimana pengaruh
perubahan volume penjualan terhadap laba. Tingkat operating leverage mencapai titik
tertinggi pada tingkat penjualan mendekati titik impas dan akan menurun pada saat
penjualan dan laba meningkat. Manajer dapat menggunakan tingkat operating leverage
untuk memperkirakan secara tepat apakah dampak perubahan penjualan terhadap laba
tanpa harus membuat laporan laba rugi secara rinci.

H. Analisis Perilaku Biaya


Dalam penggunaan analisis cost volume profit untuk menyusun dan menetapkan anggaran
penjualan, sangat diperlukan pemahaman yang baik tentang pola prilaku biaya. Menurut
Garrison, dkk (2006:256) Perilaku biaya (cost behavior) adalah bagaimana biaya akan bereaksi
atau berubah dengan adanya perubahan tingkat aktivitas bisnis.
Secara umum pola perilaku biaya ada 3 yaitu:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Carter dan Usry (2006:58) mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang secara
total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat dan menurun. Dengan kata lain,
biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan bertambahnya aktivitas dalam
rentang relevan. Biaya tetap akan konstan dan jumlah totalnya akan berubah bila
produksi berubah atau produksi bertambah dan sebaliknya bila produksi turun maka
biaya tetap per unitnya akan naik.
Contoh biaya tetap adalah biaya depresiasi aktiva tetap, biaya asuransi, biaya
sewa, gaji manajer pabrik, pajak properti, dan biaya tetap lainnya.

13
2. Biaya Variabel (Variable Cost)
Carter dan Usry (2006:59) mendefinisikan biaya variabel sebagai biaya yang
secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan
menurun secara proporsional terhadap penurunan aktivitas. Biaya variabel per unit
jumlahnya akan tetap pada saat terjadi perubahan tingkat aktivitas. Aktivitas tersebut
dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk, seperti unit yang dihasilkan, unit yang
dijual, jam mesin yang dioperasikan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, biaya
variabel menunjukkan jumlah per unit yang relatif konstan dengan berubahnya
aktivitas dalam rentang yang relevan.
Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan komisi penjualan.

3. Biaya Semi Variabel (Mixed Cost)


Carter dan Usry (2006:60) mendefinisikan biaya semi variabel sebagai biaya
yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya
variabel. Biaya semi variabel merupakan biaya yang mengandung unsur biaya
variabel dan juga unsur biaya tetap. Biaya semi variabel terjadi karena hubungan
jumlah biaya dengan basis aktivitas atau fungsi biaya memiliki unsur yang tetap dan
unsur yang variabel terhadap perubahan volume aktivitas. Sebagian dari biaya semi
variabel berubah seiring dengan volume aktivitas dan sebagian lagi berperilaku tetap
selama periode tertentu.
Dalam penerapan analisis cost volume profit, biaya semi variabel harus dapat
dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Hal ini menjadi asumsi utama yang
harus dipenuhi dalam penerapan analisis cost volume profit.
Contoh biaya semi variabel adalah biaya listrik, air, telepon, dan biaya
pemeliharaan.

I. Implementasi CVP Analysis dalam Lingkup ABC System


Para pengelola perusahaan jasa, dagang, maupun manufaktur sudah sewajarnya jika terus
berupaya bagaimana caranya agar laba terus meningkat. Dengan mengacu pada Laporan Laba
Rugi, akan dipahami bahwa agar laba meningkat maka ada dua hal yang harus dikelola, yaitu
upaya meningkatkan Sales dan/atau menurunkan Cost.
Cost Volume Product Analysis diketahui memiliki kegunaan sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah unit yang dijual untuk mencapai posisi impas

14
2. Menentukan dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas
3. Menentukan dampak kenaikan harga terhadap laba

Pada CVP Analysis lingkup konvensional mengasumsikan bahwa:


1. Perubahan dalam volume produksi/penjualan adalah penyebab tunggal atas perubahan
biaya dan pendapatan
2. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel
3. Pendapatan dan biaya berperilaku dan dapat disajikan secara grafik sebagai fungsi
linear (garis lurus)
4. Harga jual, biaya variabel per unit, dan biaya tetap semuanya diketahui dan konstan
5. Dalam banyak kasus, hanya satu produk tunggal akan dianalisis. Jika banyak produk
dianalisis, proporsi penjualan relatif produk-produk tersebut diketahui dan konstan
6. Nilai waktu dari uang (bunga) diabaikan

Dalam Activity Based Costing (ABC), disadari bahwa membedakan antara biaya tetap dan
biaya varibel saja akan terlalu menyederhanakan masalah. ABC system membagi biaya dalam
kategori berdasarkan unit dan non unit, artinya beberapa biaya berubah tergantung pada jumlah
unit yang diproduksi, beberapa biaya lainnya tidak, dan bisa juga biaya berdasarkan non unit
berubah berkenaan dengan cost driver-nya.
CVP analysis dapat juga digunakan dalam lingkup perhitungan biaya berdasarkan aktivitas
tetapi perlu dimodifikasi, seperti yang diilustrasikan dalam tulisan Hansen & Mowen, misalnya
selain teridentifikasi biaya tetap dan biaya variabel, juga terdapat tiga penggerak aktivitas, yaitu
unit yang dijual dalam tingkat unit, jumlah pengaturan dalam tingkat batch, dan jam rekayasa
dalam tingkat produk, maka modifikasinya sebagai berikut:

CVP Analysis (Konvensional) :

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 − (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 + (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑈𝑛𝑖𝑡))

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 𝑈𝑛𝑖𝑡 =
(𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡)

Atau

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 𝑈𝑛𝑖𝑡 =
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡

15
CVP Analysis (ABC Sistem)

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 − (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 + (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑈𝑛𝑖𝑡) +
(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛) + (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑅𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑠𝑎 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑠𝑎))

(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝+(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛)+(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑅𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑠𝑎 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑠𝑎))


𝐵𝐸𝑃 𝑈𝑛𝑖𝑡 =
(𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡)

Manfaat ABC system adalah untuk meningkatkan akurasi informasi biaya, mendesak
untuk diimplementasikan pada kondisi persaingan yang semakin ketat, pada perusahaan
dengan overhead cost tinggi, dan tentunya untuk perusahaan yang menghasilkan ragam produk
lebih dari satu. Sehingga CVP Analysis yang digunakan berlaku untuk yang multiproduk,
dimana sales mix harus diketahui dan diasumsikan konstan. Contribution margin paket sebagai
pembagi dalam penghitungan break even point paket.

(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝+(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛)+(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑅𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑠𝑎 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑠𝑎))


𝐵𝐸𝑃 𝑃𝑎𝑘𝑒𝑡 = 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑘𝑒𝑡

CVP analysis menyediakan struktur untuk menjawab berbagai skenario ‘apa-jika’. Misal
‘apa’ yang terjadi pada laba ‘jika’ jumlah pengaturan dikurangi, atau ‘apa’ yang terjadi pada
laba ‘jika’ jumlah rekayasa ditingkatkan. Dalam lingkungan bisnis yang semakin ketat,
modifikasi CVP Analysis dalam lingkup ABC systems tentu bermanfaat untuk perencanaan
laba. Dibuat berbagai skenario yang memungkinkan dapat direalisasi, antara lain kemungkinan
menaikkan harga, kemungkinan mengurangi atau bahkan menghilangkan aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah, dan kemungkinan lainnya. Break even point dihitung kembali untuk
berbagai skenario, dan selanjutnya dapat ditentukan berapa unit yang harus dijual agar dapat
memperoleh laba yang diinginkan.
Perbandingan antara titik impas ABC dengan titik impas konvensional mengungkapkan
dua perbedaan yang signifikan yaitu :
1. Biaya tetapnya berbeda. Beberapa biaya yang sebelumnya diidentifikasi sebagai biaya
tetap dapat berbeda dengan penggerak.
2. Pembilang pada persamaan impas ABC memiliki dua istilah biaya variabel non unit
yakni satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan batch dan satu untuk aktivitas yang
berkaitan dengan keberlanjutan produk. Jika suatu perusahaan menganut JIT, maka biaya
variabel per unit yang dijual berkurang dan biaya tetap bertambah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bateman, Thomas S. and Scott A. Snell. 2014. Manajemen, Kepemimpinan dan Kerja sama
dalam Dunia yang Kompetitif, Edisi 10, Alih Bahasa : Ratno Purnomo dan Willy Abdillah,
(2014), Salemba Empat, Jakarta.

Carter.K William. 2009. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi Keempat Belas, Jakarta: Salemba
Empat.

Hansen, Don R and Marryanne Mowen, 2009, Akuntansi Manajerial Buku 2, Edisi 8 Jakarta:
Salemba Empat.

Garrison, Ray H, Noreen dan Brewer, 2006, Akuntansi Manajerial Buku 1, Edisi 11,
Terjemahan oleh Nuri Hinduan, Jakarta: Salemba Empat

Simamora, H, 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat

17

Anda mungkin juga menyukai