2.1.1 Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan bagian dari sarana pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam proses pemberian materi pelajaran (Rohani, 2019). Kata media berasal dari bahasa latin, dan merupakan bentuk jamak dari kata ”medium”. Penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu dalam proses penyamapaian pembelajaran. Banyak bentuk alat yang dapat digunakan sebagai media untuk membantu dalam proses pembelajaran. Menurut Yaumi (2018: 16) mengemukakan bahwa semua bentuk peralatan fisik yang didesain secara terancang untuk menyampaikan informasi dan membangun interaksi. Peralatan fisik yang dimaksud mencakup benda asli, bahan cetak, visual, audio, audio visual, multimedia dan web. Peralatan itu harus dirancang dan dikembangkan secara sengaja agar sesuai dengan kebutuhan pesera didik dan tujuan pembelajaran. Peralatan tersebut harus dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang berisi pesan-pesan pembelajaran agar peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuan yang efektif dan efisien. Menurut Hamalik (2014: 31), media dalam proses pembelajaran memiliki dua peranan penting, yaitu : 1. Media sebagai alat bantu mengajar atau disebut sebagai dependent media karena posisi media di sini sebagai alat bantu (efektivitas). 2. Media sebagai sumber belajar yang digunakan sendiri oleh siswa secara mandiri atau disebut dengan independent media. Independent media dirancang secara sistematis agar dapat menyalurkan informasi secara terarah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu, di sekitar kita yang dapat digunkan untuk menyampaikan informasi memperjelas kondisi yang disampaikan, merangsang peserta didik dalam belajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Peralatan yang di susun secara sistematis, dan terencana agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tujuan pembelajaran. Sehingga dapat digunakan guru untuk menyampaikan informasi yang berisi pesan– pesan pembelajaran dengan efektif dan efisien. 2.1.2 Fungsi Media Pembelajaran Pada proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan modul adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam pikiran atau mental maupun dalam bentuk aktivitas nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan intruksi yang efektif. Disamping menyenangkan, media pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa. Selain dari fungsi penggunaan media pembelajaran, media pembelajaran juga dapat mempertinggi proses belajar siswa. Media pembelajaran menurut Kemp & Dayton (2013 : 23) dapat memenuhi tiga fungsi utama yaitu: (1) memotifasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi intruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar untuk bertindak. Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang.Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. 2.1.3 Peran Media Pembelajaran Peran penggunaan media sangat berpengaruh dalam menunjang proses pembelajaran. Menurut Bagas (2018) peran media pembelajaran dalam proses pembelajaran antara lain: (1) Memperjelas penyajian materi agar tidak hanya bersifat verbal (dalam bentuk kata-kata tertulis atau tulisan). (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. (3) Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sifat pasif anak didik. (4) Menghindari kesalahpahaman terhadap suatu objek dan konsep. (5) Menghubungkan yang nyata dengan yang tidak nyata. Jadi, dengan menggunakan media pembelajaran dalam proses belajar membantu untuk memperlancar interaksi antara pendidik dengan peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peran media pembelajaran yang bersifat alat bantu menurut Jauhari (2018) adalah media yang hanya sebagai alat bantu untuk memperlancar proses pembelajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar peserta didik dalam tenggang waktu yang cukup lama, dengan demikian, kegiatan belajar peserta didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari pada tanpa bantuan media.
2.1.4 Jenis Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2019 : 31) media pembelajaran diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya. 1. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam: a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara. b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis. c. Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua. 2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dibagi ke dalam: a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal hal atau kejadian- kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus. b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya. 3. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dibagi ke dalam: a. Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus, seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film side, Over Head Projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa. b. Media yang diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya. Pengelompokan media juga dikemukakan oleh Anderson, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Pengelompokan Media Pembelajaran No. Kelompok Media Media Instruksional 1. Audio Pita audio (rol atau kaset) Piringan audio Radio (rekaman siaran) 2. Cetak Buku teks terprogram Buku pegangan/manual Buku tugas 3. Audio-Cetak Buku latihan dilengkapi kaset Gambar/poster (dilengkapi audio) 4. Proyek Visual Diam Film bingkai (slide) Film bingkai (berisi pesan verbal) 5. Proyek Visual Diam dengan Film bingkai (slide) suara Audio Film rangkaian suara 6. Visual Gerak Film bisu dengan judul (caption) 7. Visual Gerak dengan Audio Film suara Video/vcd/dvd 8. Benda Benda nyata Model tiruan (mock-up) 9. Komputer Media berbasis komputer; CAI (Computer Assisted Intructional) & CMI (Computer Managed Intructional)
2.1.5 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Untuk mendapatkan kualiatas media pembelajaran yang baik agar dapat memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses belajar mengajar , maka diperlukan pemilihan dan perencanaan penggunaan media pembelajara yang baikdan tepat. Pemilihan media pembelajaran yang tepat ini menjadikan media pembelajaran efektif digunakan dan tidak sia-sia jika diterapkan. Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari sistem intruksional secara keseluruhan. Maka beberpa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut : 1. Sesuai Dengan Tujuan Media pembelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan instruksional dimana akan lebih baik jika mengacu setidaknya dua dari tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini bertujuan agar media pembelajaran sesuai dengan arahan dan tidak melenceng dari tujuan. Media pembelajaran juga bukan hanya mampu mempengaruhi aspek intelegensi siswa, namun juga aspek lain yaitu sikap dan perbuatan. Tidak semua materi dapat disajikan dengan gamblang melalui media pembelajaran, terkadang harus disajikan dalam konsep atau symbol atau sesuatu yang lebih umum baru kemudian disertakan penjelasan. Ini memerlukan proses dan keterampilan khusus dari siswa untuk memahami hingga menganalisis materi yang disajikan. Media pembelajaran yang dipilih hendaknya mampu diselaraskan menurut kemampuan dan kebutuhan siswa dalam mendalami isi materi. 2. Praktis, Luwes, dan Bertahan Media pembelajaran tidak harus mahal dan selalu berbasis teknologi. Pemanfaatan lingkungan dan sesuatu yang sederhana nemun secara tepat guna akan lebih efektif dibandingkan media pembelajaran mahal dan rumit. Simple dan mudah dalam penggunaan, harga terjangkau dan dapat bertahan lama serta dapat digunakan secara terus-menerus patut menjadi salah satu pertimbangan utama dalam memilih media pembelajaran. 3. Mampu dan Terampil Menggunakan Apapun media yang dipilih. guru harus mampu menggunakan media tersebut. Nilai dan manfaat media pembelajaran sangat ditentukan oleh bagaimana keterampilan guru menggunakan media pembelajaran tersebut. Keterampilan penggunaan media pembelajaran ini juga nantinya dapat diturunkan kepada siswa sehingga siswa juga mampu terampil menggunakan media pembelajaran yang dipilih. 4. Keadaan Peserta Didik Kriteria pemilihan media yang baik adalah disesuaikan dengan keadaan peserta didik, baik keadaan psikologis, filosofis, maupun sosiologis anak, sebab media yang tidak sesuai dengan keadaan anak didik tidak akan membantu banyak dalam memahami materi pembelajaran. 5. Ketersediaan Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat di gunakan jika tidak tersedia, menurut Wilkinson, media merupakan alat mengajar dan belajar, peralatan tersebut ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru. 2.1.6 Kriteria Penilaian Media Pembelajaran Walker & Hess (dalam Arsyad, 2019) mengemukakan bahwa kriteria dalam mereview media pembelajaran yang berdasarkan kepada kualitas, diantaranya: 1. Kualitas isi dan tujuan a. Ketepatan b. Kepentingan c. Kelengkapan d. Keseimbangan e. Minat/perhatian f. Keadilan g. Kesesuaian dengan situasi siswa. 2. Kualitas instruksional a. Memberikan kesempatan belajar b. Memberikan bantuan untuk belajar c. Kualitas memotivasi d. Fleksibilitas instruksionalnya e. Hubungan dengan program pembelajaran lainnya f. Kualitas sosial interaksi instruksionalnya g. Kualitas tes dan penilaiannya h. Dapat memberi dampak bagi siswa i. Dapat membawa dampak bagi guru dan pembelajarannya. 3. Kualitas teknis a. Keterbacaan b. Mudah digunakan c. Kualitas tampilan/tayangan d. Kualitas penanganan jawaban e. Kualitas pengelolaan programnya f. Kualitas pendokumentasiannya. Media yang telah memenuhi kriteria penilaian tersebut maka layak untuk digunakan dalam menunjang proses pembelajaran. Salah satu contoh media untuk siswa sekolah dasar yaitu komik. 2.1.7 Komik
Komik adalah sebuah media yang menyampaikan cerita dengan visualisasi
atau ilustrasi gambar, dengan kata lain komik adalah cerita bergambar, dimana gambar berfungsi untuk pendeskripsian cerita agar si pembaca mudah memahami cerita yang disampaikan oleh si pengarang (Haryono, 2013). Menurut Daryanto (2013) komik adalah suatu bentuk sajian cerita dengan seri gambar yang lucu. Komik adalah suatu kartun yang mengungkapkan suatu karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat, dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada pembaca
2.1.8 Jenis Komik
Daryanto (2013) mengungkapkan menurut fungsinya, komik dibagi menjadi dua, yaitu: (a) Komik komersial, jauh lebih diperlukan dipasaran, karena bersifat personal, menyediakan rumor yang kasar, dikemas dengan bahasa percakapan dan bahasa pasaran, memiliki kesederhanaan jiwa dan moral, (b) Komik pendidikan, banyak diterbitkan oleh industri, dinas kesehatan, dan lembaga-lembaga non- profit. Pendekatan kritis sangat diperlukan agar komik dapat memenuhi fungsinya sebagai media pendidikan. Pembagian komik berdasarkan bentuknya menjadi comic books (komik buku) dan comic strip (komik strip). Komik buku merupakan jenis komik yang berbentuk buku sedangkan komik strip merupakan jenis komik yang biasa dimuat dalam surat kabar, majalah atau buletin. Jadi komik buku merupakan komik yang dicetak dalam satu kesatuan buku sedangkan komik strip hanya menumpang di salah satu edisi surat kabar, majalah atau buletin sehingga jumlah ceritanya tidak sepanjang komik buku. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, komik pengembangan ini termasuk dalam jenis komik pendidikan sebab mengandung unsur informatif. Komik ini berisi materi pelajaran IPA Kelas V SD pada materi menulis informasi narasi sejarah. Komik pengembangan ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar yang dapat membantu penyampaian materi pelajaran IPA sehingga berguna dalam dunia pendidikan. 2.1.9 Kelebihan Komik Komik memiliki kelebihan yaitu cara penyajiannya mengandung unsur visual dan cerita yang kuat. Ekspersi yang divisualisasikan membuat pembaca terlibat secara emosional sehingga membuat pembaca untuk terus membacanya hingga selesai (Daryanto, 2013: 128). Selain itu kelebihan komik menurut Menurut Angkowo dan Kosasih (2017) adalah sebagai berikut. 1. Menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga siswa dapat dengan cepat memahami isi dari komik; 2. Menggunakan gambar-gambar yang dapat memperjelas kata-kata dari cerita pada komik; 3. Menggunakan warna yang menarik dan terang sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk membaca komik; 4. Cerita pada komik sangat erat dengan kejadian yang dialami siswa sehari-hari, sehingga mereka akan lebih paham dengan permasalahan yang mereka alami. Selain kelebihan-kelebihan yang dipaparkan di atas, komik juga mempunyai sisi kelemahan. Kelemahan komik ditinjau dari aspek bahasa, kadang banyak mengandung kata-kata yang bebas dan kurang dapat dipertanggungjawabkan. Komik umum juga sering membuat siswa lupa waktu pada saat membacanya. Akan tetapi, komik pendidikan yang akan dikembangkan ini didesain untuk membantu siswa lebih rajin membaca, sebab isinya yang positif dan mengandung materi pelajaran diharapkan dapat menambah pengetahuan siswa. 2.1.10 Struktur Komik Menurut Maharsi (2018), untuk membuat komik, diperlukan adanya elemen- elemen seperti balon kata, panel, illustrasi, dan onomatopoeia, parit, serta sudut pandang dan ukuran gambar dalam panel. Balon kata merupakan kata-kata yang tertulis di dalam panel untuk menceritakan apa yang sedang dikatakan oleh tokoh dalam komik atau narasi yang menjelaskan peristiwa dalam komik. Balon kata terdiri dari tiga macam, yaitu balon ucapan, balon pikiran dan caption. Balon ucapan merupakan balon yang berisi katakata dan ujungnya diberi penunjuk agar pembaca mengerti tokoh mana yang sedang berbicara. Balon pikiran merupakan balon berisi pikiran tokoh, balon pikiran membentuk bola berisi kata-kata batin yang berjejer dari besar hingga kecil, balon yang terkecil menunjuk ke tokoh yang sedang berpikir agar pembaca mengerti tokoh mana yang sedang berpikir. Sedangkan Caption adalah kata-kata atau narasi penjelas, dengan tujuan memperjelas suasana yang sedang terjadi di dalam komik. Panel merupakan kotak di mana terkandung gambar atau ilustrasi dan katakata, kumpulan panel pada komik membentuk cerita. Besar kecilnya panel tergantung dari ukuran dan detil yang akan ditunjukkan dari sebuah gambar yang ada di dalamnya. Bentuk panel juga bervariasi, tergantung kreativitas dari komikus dan kesesuaian penataan dalam komik. Ilustrasi merupakan gambar yang ada di dalam panel sebagai gambaran untuk apa yang sedang terjadi dalam cerita. Ilustrasi memudahkan pembaca dalam memahami apa yang sedang terjadi pada komik, sama dengan gambar pada televisi, hanya saja gambar dalam dalam komik atau ilustrasi tidak bergerak. Onomatopoeia merupakan efek suara dalam bentuk maupun objek, seperti suara hujan, suara orang yang terjatuh dan sebagainya. Kata lain dari onomatopoeia adalah bunyi huruf 2.1.11 Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Menurut Abidin (2015: 3) Pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dari sudut pandang siswa, pembelajaran merupakan proses yang berisi seperangkat aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan dua pengertian ini, pada dasarnya pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah suatu proses kegiatan penyajian informasi dengan sarana komunikasi yang membantu peserta didik agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi secara lisan dan tertulis, serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia. 2.1.12 Ruang Lingkup Bahasa Indonesia Menurut Astuti & Mustadi (2014 : 2) ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia di SD mencakup empat aspek yaitu mendengarkan atau menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek ini dijabarkan dalam Standar Kompetensi Lulusan Bahasa Indonesia yang meliputi : 1. Mendengarkan atau menyimak, memahami wawasan lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda disekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun, dan cerita rakyat. 2. Berbicara, menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda di sekitar, member petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi. 3. Membaca, menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama. 4. Menulis, melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun. 2.1.13 Keterampilan Menulis Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang dianggap sebagian orang sebagai keterampilan yang paling sulit dikuasai oleh siswa dibandingkan keterampilan berbahasa yang lain. Keterampilan menulis itu merupakan suatu proses pertumbuhan melalui banyak latihan. Keterampilan menulis tidak dapat diperoleh dengan hanya mempelajari tata bahasa dan mempelajari pengetahuan teori menulis, apalagi hanya menghafalkan definisi istilah-istilah yang terdapat dalam bidang karang mengarang. Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang produktif. Menulis membantu seseorang mengungkapkan ide dan gagasannya ke dalam bahasa tulis. Menulis merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Aktivitas menulis melibatkan beberapa unsur, yaitu penulis sebagai penyampaian pesan, isi tulisan, saluran atau media dan pembicara (Dalman 2015:3). 2.1.14 Narasi Narasi adalah cerita. Cerita ini berdasarkan pada urutan-urutan suatu atau (serangkaian) kejadian atau peristiwa. Dalam kejadian itu ada tokoh atau (beberapa tokoh), dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu atau (serangkaian) konflik atau tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan bisa pula disebut alur atau plot. Narasi bisa berisi fiksi bisa pula fakta atau rekaan, yang direka atau dikhayalkan oleh pengarangnya saja. Istilah narasi sering pula disebut naratif berasal dari kata bahasa Inggrisnarration (cerita) dan narrative (yang menceritakan) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Pendapat tersebut menurut Finoza (dalam Dalman 2015: 105). Menurut Kosasih (2014: 12) paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian. Dengan paragraf ini, pembaca seolah- olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan. Paragraf narasi dapat dikembangkan dengan berbagai pola antara lain waktu dan urutan tempat. Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat diartikan bahwa narasi merupakan suatu bentuk karangan yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Sebab itu, unsur yang paling penting dalam sebuah narasi adalah unsur perbuatan dan tindakan. Selain itu, narasi dapat juga mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Oleh karenanya dapat dirumuskan dengan cara lain bahwa menulis narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi. 2.1.15 Struktur Narasi Ayu Vidya (2019:40) menyatakan bahwa sebuah struktur dapat dilihat dari bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu dikatakan mempunyai struktur jika terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain. Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya seperti perbuatan penokohan, latar, dan sudut pandang. 1. Alur (Plot) Alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi itu, yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam situasi yang seimbang dan harmonis. Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus berhubungan satu sama lain, bagaimana suatu insiden mempunyai hubungan dengan insiden yang lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu yang terikat dalam satu kesatuan waktu. 2. Tindak-tanduk/Perbuatan Tindak-tanduk/perbuatan sebagai suatu unsur dalam alur (selain karakter, latar dan sudut pandang) juga merupakan sebuah struktur atau membentuk sebuah struktur. Dalam narasi, setiap tindakan harus diungkapkan secara terperinci dalam komponen-komponennya sehingga pembaca merasakan seolah-olah menyaksikan semua itu. Setiap perbuatan atau rangkaian tindakan itu harus dijalin satu dengan yang lain dalam suatu hubungan yang logis, suatu hubungan yang masuk akal. 3. Karakter/Penokohan Penokohan (karakterisasi) dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran mengenai perilaku dan ucapan-ucapan para tokohnya(pendukug karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan. Narasi yang baik akan memperhatikan masalah interrelasi antar tokoh- tokohnya dan perilaku mereka. Untuk memahami aksi, kita harus memahami tokoh yang terlibat, wujud fisiknya, motivasinya dan tanggapannya. Untuk mengungkapkan sebuah tindakan sehingga memuaskan, kita harus menampilkan seorang tokoh. Proses menampilkan dan menggambarkan tokoh-tokoh melalui karakter- karakternya itu disebut penokohan atau karakterisaasi. 4. Latar Ttindak-tanduk dalam sebuah narasi biasanya berlangsung dengan mengambil sebuah tempat tertentu yang dipergunakan sebagai pentas. Tempat atau pentas itu disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci, dapat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada tindak-tanduk yang berlangsung. Latar dapat menjadi unsur yang penting dalam kaitannya dengan tindak-tanduk yang terjadi atau hanya berperan sebagai unsur tambahan saja. 5. Sudut Pandang Sudut pandang dalam narasi mempersoalkan bagaimana pertalian antara seorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak-tanduk yang berlangsung dalam kisah itu. Orang yang membawakan pengisahan itu dapat bertindak sebagai pengamat (observer) saja, atau sebagai peserta (participant) terhadap seluruh tindak-tanduk yang dikisahkan. Tujuan sudut pandang adalah sebagai suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai perbuatan atau tindak-tanduk karakter dalam sebuah pengisahan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sudut pandang dalam narasi mempersoalkan siapakah narator dalam narasi itu dan bagaimana relasinya dengan seluruh proses tindak-tanduk karakter dalam narasi. Jadi, sudut pandang dalam narasi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian langsung dalam seluruh rangkaian kejadian (sebagai participant) atau sebagai pengamat (observer) terhadap objek dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa struktur narasi terdiri atas komponen-komponen yang membentuknya yaitu alur (plot), penokohan, latar dan sudut pandang. Dalam teks narasi terdapat informasi- informasi penting yang disampaikan. 2.1.16 Cerita Sejarah Definisi teks cerita sejarah adalah sebuah teks yang di dalamnya memuat cerita dan menjelaskan mengenai suatu fakta atau suatu kejadian yang terjadi pada masa lalu yang akhirnya menjadi sebuah latar belakang (asal muasal) yang mana kejadian tersebut mempunyai unsur nilai sejarah didalamnya. Tujuannya untuk memberikan pemahaman yang lebih baik, pada pembaca, tentang kejadian yang pernah terjadi di masa lalu. Ciri-ciri cerita sejarah adalah sebagai berikut. 1. Teks cerita sejarah disajikan secara kronologis atau urutan peristiwa. 2. Bentuk dari teks cerita sejarah merupakan teks cerita ulang. Artinya, teks tersebut menceritakan ulang peristiwa mulai dari awal kejadian hingga akhir kejadian secara runtut. 3. Teks cerita sejarah memiliki struktur teks yang terdiri dari orientasi, urutan peristiwa, dan reorientasi. 4. Keempat, di dalam teks cerita sejarah akan sering ditemui konjungsi temporal. 5. Dan, kelima, teks cerita sejarah biasanya berisikan fakta-fakta yang memang terjadi. 2.1.17 Informasi Penting Informasi merupakan segala sesuatu yang dikomunikasikan, baik melalui bahasa lisan, surat kabar, video, dan lain-lain. Terdapat tiga makna dari kata informasi, pertama informasi sebagai suatu proses, yaitu merujuk pada kegiatan- kegiatan menjadi terinformasi. Makna kedua adalah informasi sebagai pengetahuan, maksudnya informasi mengacu pada segala kejadian di dunia yang tak terhingga, yang tak dapat disentuh, atau sesuatu yang abstrak sehingga informasi dilihat dari makna yang terkandung dalam keseluruhan medium yang digunakan. Ketiga, informasi dianggap sebagai suatu benda atau penyajian yang nyata dari pengetahuan. Sebagai benda yang nyata, informasi dilihat dari rangkaian simbol-simbol dan dapat ditangkap oleh pancaindera manusia serta dapat saling dipertukarkan. Sedangkan menurut UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi merupakan keterangan, pernyataan, gagasan, serta tanda- tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi serta komunikasi secara elektronik maupun nonelektronik. Asdikamba atau adiksimba (bahasa Inggris: 5W+1H Questions) adalah pertanyaan yang jawabannya dianggap sebagai dasar pengumpulan informasi dalam suatu bacaan atau dalam memecahkan masalah. Menurut landasan asdikamba, suatu bacaan dapat dianggap lengkap bila dapat menjawab pertanyaan yang menggunakan kata tanya sebagai berikut. 1. Apa yang terjadi? 2. Siapa yang terlibat? 3. Di mana kejadiannya? 4. Kapan terjadinya? 5. Mengapa hal itu terjadi? 6. Bagaimana terjadinya? Keenam pertanyaan tersebut merupakan informasi penting yang terdapat dalam suatu bacaan yang dapat digunakan untuk menyusun suatu karangan. Dalam penelitian ini diharapkan siswa mampu menggali infomasi penting dalam teks narasi sejarah yang disajikan dalam bentuk komik menggunakan keenam pertanyaan tersebut. 2.1.18 Model Edutaiment Edutainment terdiri dari dua kata, yaitu education dan entertainment, dimana education berarti pendidikan dan entertainment berarti hiburan, jadi menurut tinjauan arti bahasa edutainment adalah pendidikan yang menyenangkan (Fadillah, 2014). Sedangkan secara terminology, edutainment as a form of entertainment that is designed to be educational, maksudnya adalah edutainment merupakan proses pembelajaran yang di desaign dengan memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis, sehingga aktifitas pembelajaran berlangsung secara menyenangkan. Contoh pembelajaran yang menyenangkan seperti dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (roleplay), video dan demonstrasi. Pembelajaran berbasis edutainment merupakan model pembelajaran yang berisi serangkaian teori pembelajaran yang mengajak peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan. Artinya teori-teori tersebut menekankan pada pelaksanaan pembelajaran yang melibatkan peran aktif peserta didik dan guru hanya sebagai fasilitator. Pada pembelajaran tersebut, pembelajaran yang efektif bisa terlaksana bila suasana hati peserta didik dalam kondisi yang menyenangkan, sehingga jika peserta didik dalam kondisi yang menyenangkan, bahagia maka dengan sendirinya para peserta didik akan turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Fadillah (2014) bahwa edutainment merupakan suatu kegiatan pembelajaran dimana dalam pelaksanaannya lebih mengedepankan kesenangan dan kebahagiaan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa model edutainment adalah suatu model pembelajaran berbasis kompetensi yang aktif dan efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat peraga yang bisa menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak-anak yakni bermain dan belajar. 2.1.19 Media Pembelajaran dalam Model Edutaiment Menurut Sanaky (2015: 4) Adapun media pembelajaran yang digunakan dalam model edutainment antara lain : 1. Alat-alat audio - visual , alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, yaitu: media proyeksi (overhead projector, slide, film dan LCD), media non - proyeksi (papan tulis, poster, papan tempel, kartun, papan planel, komik, bagan, diagram, gambar, grafik dan lain-lain), benda tiga dimensi antara lain benda tiruan, diorama, boneka, topeng, peta, globe, pameran dan museum. 2. Media yang menggunakan teknik atau masinal, yaitu slide, film strif, film rekaman, radio, televisi, VCD, laboratorium elektronik, perkakas otoinstruktif, ruang kelas otomatis, internet, dan komputer. 3. Contoh-contoh kelakuan, perilaku pengajar. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam, contoh dan kelakuan pengajar dimaksud adalah memberi uswatun khasanah kepada pembelajar. 2.1.20 Pendekatan Pembelajaran Edutaiment Dalam metode pembelajaran edutainment, terdapat beberapa pendekatan belajar yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intelektual atau lebih dikenal dengan istilah SAVI. Ke empat cara belajar ini harus ada agar berlangsung optimal. Karena unsur-unsur ini semuanya terpadu, belajar yang paling baik bisa berlangsung jika semuanya itu digunakan secara simultan. Adapun dalam pengelolaan dengan menggunakan cara belajar SAVI adalah sebagai berikut. a. Cara Belajar Somatic. Somatic berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh (soma). Jadi, belajar somatic berarti belajar dengan menggunakan indra peraba, Anesthetic, praktis yang melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Atau dikenal dengan istilah Kinesthetic (gerakan). Somatic disini juga dinamakan dengan “learning by moving and doing” (belajar dengan belajar dan bergerak) jadi cara belajar somatic adalah pola pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek gerak tubuh atau belajar dengan melakukan. Untuk merangsang pikiran tubuh, ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktifitas fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik, akan membantu pembelajaran pada setiap peserta didik. Jadi antara tubuh dan otak (pikiran) adalah satu dan harus saling mengiringi, karena pikiran tersebar di seluruh tubuh dan terbukti tubuh tidak akan bergerak jika pikiran tidak beranjak. Somatic melibatkan aktivitas fisik selama berlangsungnya aktivitas belajar. Duduk terlalu lama, baik di dalam kelas maupun di depan komputer akan dapat menghasilkan tenaga. Akan tetapi jika berdiri, bergerak kesana kemari, dan melakukan sesuatu secara fisik dari waktu ke waktu membuat seluruh tubuh terlibat, memperbaiki sirkulasi otak dan meningkatkan pembelajaran. b. Cara Belajar Auditori. Auditori adalah belajar berbicara dan mendengarkan atau dikenal dengan istilah “Learning By Talking And Learning”. Jadi belajar auditif adalah cara belajar yang menekankan pada aspek pendengaran. Peserta didik akan cepat belajar jika materi yang disampaikan dengan ceramah atau alat yang dapat didengar. Pikiran Auditori yang kita miliki akan lebih kuat dari pada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi Auditori, bahkan tanpa kita sadari. Dan ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Dalam merancang pelajaran yang menarik bagi seluruh auditori yang kuat dalam diri siswa, maka usahakan mencari cara untuk mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Suruh mereka menterjemahkan pengalaman mereka dengan suara, atau dengan membaca keras-keras secara dramatis. Dengan cara ini setidaknya siswa lebih mudah mengingat dan dapat belajar dengan cepat jika materinya disampaikan secara belajar auditori. Karena dengan belajar auditori dapat merangsang kortes (selaput otak), indera dan motor (serta area otak lainnya) untuk memadatkan dan mengintegrasikan pembelajar (siswa). c. Cara Belajar Visual. Visual disini diartikan belajar dengan mengamati dan menggambarkan atau disebut dengan istilah “Learning By Observing And Picturing”. Adapun cara belajar siswa adalah cara belajar yang menekankan pada aspek penglihatan. Peserta didik akan cepat menangkap materi pelajaran jika disampaikan dengan tulisan atau melalui gambar. Ketajaman visual sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indera yang lain. Faktanya orang- orang yang menggunakan pencitraan (simbol) untuk mempelajari teknis dan ilmiah memperoleh nilai 12 % lebih baik untuk ingatan jangka pendek dibanding dengan mereka yang tidak menggunakan pencitraan, dan 2 % lebih baik untuk ingatan jangka panjang. Dalam hal ini berlaku bagi setiap orang tanpa memandang usia, etnis, gender atau gaya belajar yang dipilih. Setiap orang terutama pembelajaran visual lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Bagi pelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika merek sedang belajar. Teknik-teknik lain yang bisa dilakukan semua orang terutama siswa dengan keterampilan siswa yang kuat adalah dengan mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip atau makna dari apa yang dicontohkan. Visual mencakup melihat, menciptakan dan mengintegrasikan segala macam citra komunikasi visual lebih kuat dari pada komunikasi verbal karena manusia mempunyai lebih banyak peralatan di kepala mereka untuk memproses informasi visual dari pada indera lainnya. d. Cara Belajar Intelektual Kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun diri. Jadi intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman mental, fisik, emosional dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Itulah sarana yang di gunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman dan pemahaman menjadi kearifan. Peserta didik akan menguasai materi pelajaran jika pengalaman belajar diatur sedemikian rupa sehingga ia mempunyai kesempatan untuk membuat suatu refleksi penghayatan, mengungkapkan dan mengevaluasi apa yang dipelajari. Pengalaman belajar juga hendaknya menyediakan proporsi yang seimbang antara pemberian informasi dan penyajian terapannya. Intelektual juga disebut dengan “Learning By Program And Reflecting” maksudnya yaitu belajar dengan pemecahan masalah. Jadi cara belajar intelektual adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penalaran atau logika. Dan peserta didik akan cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan menekankan pada aspek mencari solusi pemecahan. Jika dalam pelatihan belajar sisi intelektual belajar dilibatkan maka kebanyakan orang dapat menerima pelatihan yang banyak memasuki unsur bermain, tanpa merasa pelatihan tersebut dangkal, kekanak-kanakan atau hambar. Pada intinya belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI (Somatic, Auditori,Visual dan Intelektual) diterapkan dalam suatu peristiwa pembelajaran. Jadi dalam pembelajaran eduataiment sangat diperlukan pendekatan SAVI, agar pembelajaran yang sejati dapat berlangsung dan dapat meningkatkan pembelajaran pada semua peserta didik. 2.1.21 Langkah-Langkah Pembelajaran Edutaiment Menurut Trianto dalam Iif dan Sofan (2011:38-39) bahwa penerapan edutaiment mengikuti sintaks model pembelajaran PAIKEM yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahan evaluasi. Berikut tahapan model edutaiment adalah sebagai berikut. 1. Fase-1 Pendahuluan a. Mengaitkan pelajaran sekarang dengan pelajaran sebelumnya. b. Memotivasi siswa c. Memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui konsep-konsep prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. d. Menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Fase-2 Presentasi materi a. Presentasi konsep yang harus dikuasai oleh siswa melalui demonstrasi dan bahan bacaan. b. Presentasi ketrampilan proses yang dikembangkan. 3. Fase-3 Membimbing Pelatihan dan Pengelompokan a. Menempatkan siswa dalam kelompok belajar. b. Mengingatkan cara siswa bekerja dan berdiskusi kelompok sesuai komposisi kelompok dapat dilakukan dengan permainan. c. Memberikan bimbingan seperlunya 4. Fase-4 Menelaah Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik a. Mempersiapkan siswa untuk mengerjakan lembar kerja. b. Meminta siswa untuk mempresentasikan hasil kegiatan c. Meminta siswa lain memberikan tanggapan d. Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi 5. Fase-5 Mengembangkan dengan Memberikan Kesempatan untuk Pelatihaan lanjutan dan penerapan a. Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan b. Membimbing siswa menyimpulkan seluruh materi pembelajaran yang baru saja dipelajari c. Memberikan tugas rumah 6. Fase-6 Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap kinerja siswa. 2.2 Kajian Empiris Penelitian tentang pembelajaran menulis sudah ditemukan, terutama pembelajaran menulis narasi. Selain itu penelitian tentang penggunaan media Komik dalam pembelajaran juga banyak ditemukan. Namun, dari sekian banyak penelitian tentang pembelajaran menulis narasi dan penggunaan media komik dalam pembelajaran pasti memiliki perbedaan. Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Penelitian yang dilaksanakan oleh Mohammad Siddiq (2019) dengan judul Peningkatan Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Melalui Gambar Berseri Siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara bertahap terdapat peningkatan cukup tinggi pada kegiatan menulis peserta didik. Proses evaluasi memperlihatkan bahwa arahan guru dalam proses kegiatan dan kemampuan yang dimiliki peserta didik mengalami peningkatan efektivitas. Hasil belajar siswa dalam evaluasi memperlihatkan adanya peningkatan di siklus pertama yang memperoleh kategori baik (89%) dan juga pada siklus kedua mendapatkan kategori sangat baik (96%). Penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo, dkk (2020) dengan judul Penggunaan Media Gambar Seri Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa pemakaian media gambar seri dapat memberikan peningkatan kemampuan menulis teks narasi pada siswa kelas V SD Negeri 21 Teluk Menyurai. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan, hasil tes pra-siklus, siklus I dan siklus II serta hasil wawancara yang bisa dijelaskan dari hasil perumusan masalah yang diobservasi. (1) meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Hal ini karena dari hasil observasi peserta didik sangat antusias dan juga kerjasama yang baikpada proses pembelajaran. Kemudian dari faktor pendidik, kineerja mengajar pendidik mengalami peningkatan dengan melakukan pengembangan pada pola pembelajaran lebih inovatif dan kreatif melalui media gambar berseri (2) peningkatan hasil dari ketuntasan belajar peserta didik dalam menulis teks narasi dimulai dari prasiklus, siklus I sampai siklus II. Ketuntasan belajar peserta didik adalah 41,18% pada hasil pra siklus, 52,94% pada siklus I dan pada siklus II menjadi 88,24% oleh karenanya mengalami peningkatan sebesar 35,30%. (3) Respon peserta didik terhadap penggunaan media gambar seri sangat baik hal ini karena peserta didik merasa sengan dan juga termotivasi dalam proses pembelajarannya. Penelitian yang dilakukan Lana, dkk (2018) dengan judul Pengembangan Media Komik Dalam Upaya Untuk Menumbuhkan Budaya Literasi Dan Kepedulian Lingkungan Terhadap Siswa Seklah Dasar. Pada penelitian yang dilakukan di SD Bumirejo 1 Kebumen ini dapat disimpulkan bahwa telah dikembangkan produk berupa media pembelajaran komik pada tema peduli lingkungan untuk siswa SD/MI. Selanjutnya, produk berupa media pembelajaran komik pada tema peduli lingkungan untuk siswa SD/MI ini dinilai oleh 1 ahli media, 1 ahli materi, dan 1 guru menghasilkan kriteria kualitas Baik (B) dengan presentase sebesar 78,3%. Uji terbatas dilakukan oleh 10 siswa dan menghasilkan kriteria Baik (B) dengan presentase sebesar 100%. Sedangkan pada siswa di uji luas dilakukan oleh 20 siswa menghasilkan kriteria Baik (B) dengan presentase 100%. Peneliaitan yang dilakukan oleh Nugroho dan Sodikin (2018) dengan judul Keefektifan Pembelajaran Student Teams Achievement Division Berbantuan Komik pada Siswa SD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran STAD jika dipadukan dengan media komik pada siswa siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif diskriptif yang melibatkan 17 siswa. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik pada materi bangun ruang kubus efektif diterapkan. Hal ini ditinjau dari kentuntasan belajar siswa yang terkategorikan tuntas, aktivitas siswa yang terkategorikan aktif, aktifitas guru yang terkategorikan baik dalam mengelola pembelajaran dan respon siswa yang terkategorikan positif. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 94,1% sehingga termasuk dalam kategori tuntas karena suatu kelas terkategori tuntas jika siswa yang tuntas belajar ≥ 85%. Penelitian yang dilakukan oleh Laras Sari, dkk (2018) dengan judul Pengembangan Media Komik Dan Kartu Disiplin Pada Pembelajaran Karakter Tema 6 Kelas dengan tujuan untuk mengembangkan media komik dan kartu disiplin sebagai media pembelajaran karakter atau Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Penelitian ini lebih memfokuskan pada Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) nilai disiplin, jujur, mandiri dan religius di kelas 3 SD Negeri Salatiga 09. Jenis penelitian yang digunakan adalah Research and Development (RnD) dan menggunakan model Borg & Gall. Hasil uji pakar materi 74% (Tinggi), uji pakar media 72% (Tinggi). Respon siswa terhadap media yaitu 84% (Sangat Tinggi) dan guru 83% (Sangat tinggi). Penguatan nilai karakter siswa yaitu 97% (Sangat Baik) nilai karakter disiplin, 93% (Sangat Baik) nilai karakter jujur, 89% (Sangat Baik) nilai karakter mandiri dan 97% (Sangat Baik) nilai karakter religius setelah pembelajaran menggunakan media komik dan kartu disiplin. Penelitian yang dilakukan Andra Laras Sari, dkk. mendapatkan hasil bahwa media komik dan kartu disiplin layak digunakan dalam pembelajaran karakter untuk penguatan nilai karakter siswa. Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti karena pada penelitian yang dilakukan Andra Laras Sari, dkk lebih menekankan pada penguatan pendidikan karakter sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti kali ini lebih menekankan pada peningkatan hasil belajar. Penelitian yang dilakukan Syifa Lana, dkk (2018) dengan judul Pengembangan Media Komik Dalam Upaya Untuk Menumbuhkan Budaya Literasi Dan Kepedulian Lingkungan Terhadap Siswa Seklah Dasar. Pada penelitian yang dilakukan di SD Bumirejo 1 Kebumen ini dapat disimpulkan bahwa telah dikembangkan produk berupa media pembelajaran komik pada tema peduli lingkungan untuk siswa SD/MI. Selanjutnya, produk berupa media pembelajaran komik pada tema peduli lingkungan untuk siswa SD/MI ini dinilai oleh 1 ahli media, 1 ahli materi, dan 1 guru menghasilkan kriteria kualitas Baik (B) dengan presentase sebesar 78,3%. Uji terbatas dilakukan oleh 10 siswa dan menghasilkan kriteria Baik (B) dengan presentase sebesar 100%. Sedangkan pada siswa di uji luas dilakukan oleh 20 siswa menghasilkan kriteria Baik (B) dengan presentase 100%. Komik peduli lingkungan diharapkan dapat disebarluaskan ke sekolah yang lebih banyak agar dapat diketahui bahwa komik peduli lingkungan ini dapat dijadikan sumber bacaan bagi siswa SD/MI. Penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dwi Utami dan Dedy (2018) dengan judul Penerapan Model Role Playing Berbantuan Media Komik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Peserta Didik Kelas V Sdn-1 Telangkah Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan model role playing berbantuan media komik serta meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah dengan menggunakan model role playing berbantuan dengan media komik peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah. Metode yang digunakan peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek penelitian 31 peserta didik yang terdiri dari 12 laki-laki dan 19 perempuan kelas V SDN-1 Telangkah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan tes. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model role playing berbantuan media komik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang materi Memerankan Drama pada siklus I sudah dalam kategori sangat baik. Selain itu ada peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia dengan menerapkan model role playing berbantuan media komik pada peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah. Hal ini terlihat dari data hasil belajar peserta didik, pada pre test rata-rata nilai 61 dengan ketuntasan klasikal 45,16% , sedangkan hasil post test siklus I rata-rata nilai 78 dan ketuntasan secara klasikal yaitu 100%. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiantanto (2018) dengan judul Pengaruh Media Komik Pada Model Pembelajaran Two Stay-Two Stray Terhadap Hasil Belajar IPS. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media komik dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Persiapan Memproklamasikan Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan Pre Experimental Design yang digunakan adalah One GroupPretest-Posttest Design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SDN 04 Gabus tahun pelajaran 2018/2019. Sampel yang diambil adalah 25 siswa kelas V. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Setelah dilakukan uji regresi, diperoleh Fhitung= 923,09 dengan n = 25 dan taraf nyata α = 5%, dari Fhitung didapat Ftabel = 4,29. Karena Fhitung> Ftabel yaitu 923,09> 4,29, maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi signifikan. Aspek Afektif mempengaruhi hasil posttest sebesar 6%.Sehingga terdapat pengaruh media komik menggunakan model Two Stay- Two Straymateri Persiapan Kemerdekaan Indonesia terhadap Hasil belajar IPS SDN 04 Gabus Pati. Setelah dilakukan uji t dengan analisis hasil belajar siswa materi penyesuaian diri makhluk hidup pada aspek kognitif diperoleh nilai rata- rata kelas untuk pretest sebesar 50,4 dan posttest sebesar 75 dengan n=25 jadi db= N-1 yang diperoleh thitung = 6,7397 dengan taraf signifikan 5% didapat nilai ttabel = 1,708. Karena thitung(6,7397) > ttabel(1,708). Maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi ada perbedaan hasil belajar IPS setelah menggunakan media komik menggunakan model Two Stay-Two Stray materi Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan analisis data penelitian, dan pembahasan, maka dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh media komik pada model two stay-two stray materi persiapan kemerdekaan indonesia terhadap hasil belajar IPS SDN 04 Gabus Pati. Peneliaitan yang dilakukan oleh Setiaji dan Sodikin (2018) dengan judul Keefektifan Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantuan Komik pada Siswa SD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran STAD jika dipadukan dengan media komik pada siswa siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif diskriptif yang melibatkan 17 siswa. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik pada materi bangun ruang kubus efektif diterapkan. Hal ini ditinjau dari kentuntasan belajar siswa yang terkategorikan tuntas, aktivitas siswa yang terkategorikan aktif, aktifitas guru yang terkategorikan baik dalam mengelola pembelajaran dan respon siswa yang terkategorikan positif. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 94,1% sehingga termasuk dalam kategori tuntas karena suatu kelas terkategori tuntas jika siswa yang tuntas belajar ≥ 85%. Ditinjau dari aktivitas siswa, pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan komik pada materi bangun ruang kubus ini mencapai persentase aktivitas siswa sebesar 88,25% sehingga termasuk dalam kategori aktif. Ditinjau dari aktivitas guru, diperoleh persentase aktivitas guru sebesar 89,15% sehingga termasuk dalam kategori baik. Sedangkan ditinjau respon positif siswa, persentasenya sebesar 96,47% sehingga termasuk dalam kategori baik. Penelitian yang dilakukan Munawwaroh, dkk (2018) dengan judul The Influence of Science Comic Based Character Education on Understanding theConcept and Students’ Environmental Caring Attitude on Global Warming Material (Pengaruh Pendidikan Karakter Berbasis Komik Sains Pada Konsep Pemahaman Dan Sikap Peduli Lingkungan Oleh Siswa Terhadap Materi Pemanasan Global). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter berbasis komik sains pada konsep pemahaman dan sikap peduli lingkungan oleh siswa terhadap materi pemanasan global. Jenis penelitian ini menggunakan desain true eksperimental dengan desain kontrol posttest saja. Peserta penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yang terdiri dari kelas VII H sebagi kelas kontrol dan kelas VII G sebagai kelas eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid pada materi pemanasan global mencapai ketuntasan sebesar 71,42%. Sikap peduli lingkungan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid setelah menggunakan media komik sains pada materi pemanasan global termasuk dalam kategori peduli dan sangat peduli. Pelaksanaan pembelajaran IPA materi pemanasan global siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid dilakukan dengan baik sebesar 95%. Hal ini didukung oleh tanggapan para guru dan siswa yang merespon pembelajaran dengan baik menggunakan karakter media komik sains berbasis ilmu yang diterapkan pada materi pemanasan global. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media komik sains berbasis pendidikan karakter yang diterapkan pada materi pemanasan global berpengaruh positif terhadap konsep pemahaman dan sikap peduli lingkungan siswa SMP Negeri 1 Mungkid. Penelitian yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Sukma, dkk (2018:81-89) dengan judul Media Pembelajaran Matematika Berbasis Edutainment dengan Pendekatan Metaphorical Thinking dengan Swish Max. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan media pembelajaran berbasis edutainment berbantuan swishMax memiliki pengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil test sebelum dan sesudah yaitu 55 dan 71,1. Penelitian yang dilakukan oleh Rusydi (2018: 138-151) yang berjudul Pengaruh Penerapan Edutainment dalam Pembelajaran terhadap Hasil Belajar IPS Murid SD Kartika XX-I yang mengemukakan bahwa rata-rata hasil tes belajar IPS pada kedua kelompok sebelum menerapkan edutainment pada kategori kurang dan rata-rata hasil tes belajar IPS setelah menerapkan edutainment yaitu kelompok eksperimen berada pada kategori baik yaitu mendapatkan nilai 77,50 sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori kurang yaitu mendapatkan nilai 45,78 sehingga terdapat perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara sebelum dan sesuah menerapkan metode edutainment dalam pembelajaran Penelitian yang dilakukan oleh Permana, dkk (2019:187-193) dengan judul Penerapan Edutainment dan Story Telling pada Guru-guru Taman Pendidikan Quran (TPQ) Natiqul Quran. Hasil penelitian mengemukakn bahwa saat pembelajaran guru menerapkan edutainment dan metode bercerita (storytelling) sehingga kreativitas guru dapat meningkat. Selain itu, mampu mengatasi kebosanan dan kejenuhan siswa selama proses pembelajaran yang dengan mengkombinasikan pendidikan dan hiburan sehingga pembelajaran terasa menyenangkan. Penelitian ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2019) berjudul The Use Of Story Bird Application In Teaching Narrative Text For Eight Grade Students Of SMP Muhammadiyah 1 Kartasura. Penelitan tersebut diterapkan pada siswa kelas 8 berbeda dengan penelitian ini yang diterapkan pada siswa kelas 7. Penelitian tersebut memiliki kesamaan yaitu menggunakan media Storybird dan teks narasi. Hasil penelitian menunjukkan pertama, teknik mengajar yang digunakan oleh guru bahasa Inggris adalah terjemahan dan menulis hal baru. Media yang digunakan oleh guru bahasa Inggris adalah laptop, LCDdan proyektor. Kedua, ada beberapa masalah yang dihadapi oleh guru bahasa Inggrisdan siswa dalam menggunakan aplikasi. Gambar tidak kompatibel dengan ceritadan tidak ada review video di akhir layar. Ketiga, solusi yang diusulkan olehgurubahasa Inggris untuk memecahkan masalah adalah memberikan rekomendasi untuk aplikasi Story Bird, untuk meng-upgrade aplikasi dan menambahkan reviewvideo di akhir layar. Penelitian yang dilakukan oleh Claudia J. McVicker yang berjudul Comic Strips as a Text Structure for learning to Read. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa dengan menggunakan komik mampu meningkatkan minat siswa dalam keterampilan membaca sehingga mampu meningkatkan keterampilan lain yang berhubungan. Kesamaan dari penelitian di atas adalah media yang digunakan dan mata pelajaran. Sedangkan perbedaannya adalah pada aspek keterampilan berbahasa. Penelitian tersebut pada aspek keterampilan membaca sedangkan peneliti pada aspek keterampilan berbicara. Penelitian yang dilakukan oleh Pardimin dan Widodo dalam International Electronic Journal of Mathematics Education Vol. 12 No.3 tahun 2017 yang berjudul Developement Comic Based Problem Solving Geometry. Hasil dari penelitian tersebut adalah validator media kelayakan memperoleh skor rata-rata 3,93 dengan sangat baik. Proses pengembangan komik pada subjek geometri hanya melalui 3 fase: mendefinisikan, dengan menganalisis kurikulum, dan untuk merumuskan kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar, tahap desain dilakukan dengan membuat pemecahan masalah berbasis prototipe komik dengan desain hitam dan putih. Kesamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Arini dan Widodo adalah media yang digunakan yaitu komik. Perbedaannya adalah mata pelajaran dan tujuan penelitian. Ketiga penelitian tersebut pada mata pelajaran Sains dan Matematika, sedangkan tujuan penelitiannya adalah untuk meningkatkan hasil belajar sesuai mapel tersebut dan meningkatkan minat peserta didik untuk belajar. Peneliti melakukan penelitian pada mapel Bahasa Indonesia dan tujuannya untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Penelitian yang dilakukan oleh Madeamin dalam International Journal of Social Science and Humanities Vol. 6 No. 2 tahun 2018 yang berjudul The Influence of Using Comic Series Media on Interest Learning Indonesian Language. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan media komik serial terhadap minat belajar peserta didik. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa r-hitung adalah 0,642. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa media komik memiliki pengaruh terhadap minat belajar peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, yaitu ada pengaruh penggunaan media serial komik terhadap minat belajar kelas IV Sekolah Dasar Indonesia Inpres Kabupaten Kalebajeng Gowa. Kesamaan dari penelitian di atas adalah media yang digunakan yaitu media komik dan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Perbedaannya pada tujuan dan subjek penelitian. Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat belajar peserta didik dan subjeknya peserta didik kelas IV SD, sedangkan peneliti melakukan penelitian bertujuan untuk meingkatkan keterampilan menulis informasi penting naras sejarah dan subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas V SD. Selain penelitian-penelitian di atas, ada juga penelitian Internasional yang mendukung. Penelitian oleh Ahmed (2015) dengan judul Enhancing Elementary Level Efl Students’ Reading Comprehension And Writing Skills Through Extensive Reading Enrichment Program. Penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian kuantitatif kuasi-eksperimental ini meneliti dampak luas membaca (ER) pada pengembangan bahasa kedua (L2) membaca pemahaman dan keterampilan menulis antara sekolah dasar peserta didik EFL di dua negara Arab, yaitu Mesir dan Arab Saudi. Penelitian ini didasarkan pada percobaan yang dilakukan selama periode sembilan bulan pada kenyamanan sampel dari 112 siswa sekolah dasar (n = 112) dibagi menjadi lima kelompok, tiga kelompok eksperimental dan dua kelompok kontrol, di mana siswa milik dua sekolah swasta yang berbeda di Mesir dan dua sekolah internasional yang berbeda di dua kota di Arab Saudi. Tes analisis statistik yang dilakukan menunjukkan peningkatan yang nyata dalam kemahiran Bahasa Inggris dalam dua kelompok eksperimen, dengan referensi khusus untuk membaca pemahaman dan menulis. Penelitian yang dilakukan oleh Dr.S.Amutha tahun 2015 yang berjudul “Diagnosis Of Reading And Writing Skills in Primary School Students”. Penelitian ini mengadopsi teknik survei untuk pengumpulan data. Para peserta penelitian adalah 460 siswa kelas lima yang dipilih melalui teknik random sampling dari Wayanad. Dari 460 siswa, 178 berasal dari Pemerintah dan 182 berasal dari Aided dan 100 berasal dari sekolah swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pemerintah, dibantu dan SD swasta siswa dalam keterampilan membaca dan menulis mereka. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kemampuan membaca dan menulis mereka berdasarkan jenis kelamin. Penelitian lain oleh Asrifan (2015) yang berjudul The Use of Pictures Story in Improving Students’ Ability to Write Narrative Composition. Penelitian ini menggunakan metode Quasi-eksperimen. Proses pengambilan sampel menggunakan random sampling. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapat skor (75,80) sedangkan kelompok kontrol mendapat skor (68,03). Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah menggunakan cerita bergambar. Penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan komik sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar khususnya keterampilan menulis. Selain itu ada penelitian yang menyebutkan bahwa media gambar juga dapat meningkatkan hasil belajar menulis. Penelitian tersebut memiliki beberapa kesamaan antara lain, sama-sama menggunakan media komik, sama-sama meningkatkan hasil belajar siswa dalam menulis khususnya menulis narasi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian- penelitian terdahulu yaitu mata pelajaran, metode penelitian, subyek, lokasi serta waktu penelitian. Pada penelitian sebelumnya pengembangan komik digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis, selain itu ada juga penelitian yang menyatakan bahwa komik digunakan sebagai media pembelajaran IPA. Sedangkan dalam penelitian ini media komik cerita sejarah digunakan sebagai media pembelajaran menulis informasi penting narasi sejarah berbasis edutaiment pada siswa kelas V SD. 2.1.1. Kerangka Berpikir Permasalahan yang peneliti temukan di SDN Wonosari 02 Semarang adalah rendahnya keterampilan siswa dalam menggali informasi penting dalam teks narasi sejarah. Hal ini terjadi salah satunya karena belum tersediamya media pembelajaran Bahasa Indonesia dalam materi tersebut. Maka menyebabkan siswa kesulitan dalam menulis informasi penting narasi sejarah dan pembelajaran menjadi pasif dan membosankan. Media merupakan salah satu faktor penunjang pembelajaran di kelas. Peneliti mencoba mengembangkan media komik sejarah yang dapat digunakan untuk membuat siswa tertarik dan meningkatkan keterampilan menulis informasi penting dalam narasi sejarah. Media tersebut diimplementasikan dengan pembelajaran berbasis edutainment guna menambah rasa senang dalam belajar. Dengan adanya media yang tercipta harapannya menjadi nilai guna dan bermanfaat bagi pihak akademik secara keseluruhan. Kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut.
Permasalahan yang diperoleh :
Belum adanya media pembelajaran dalam materi menulis informasi penting narasi sejarah. Siswa kesulitan dalam menggali informasi penting dalam narasi sejarah Siswa merasa bosan dengan pembelajaran menulis karangan
Akibatnya
Hasil belajar siswa dalam keterampilan menulis informasi penting narasi
sejarah rendah Siswa kurang aktif dalam pembelajaran menulis informasi penting narasi sejarah
Solusi
Pengembangan media Siswa terlibat aktif dalam
Harapan komik berbasis proses pembelajaran sehingga edutaiment pada mampu meningkatkan pembelajaran menulis keterampilan menulis informasi penting narasi informasi penting narasi sejarah. sejarah yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Gambar 2.1 Kerangka Berfikir DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2015). Pembelajaran multiliterasi: sebuah jawaban atas tantangan
pendidikan abad ke-21dalam konteks keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama. Angkowo & Kosasih, 2017. Optimalisasi Buku Ajar IPA Pembelajaran. Jakarta: Grasindo. Arsyad, Azhar. 2019. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Astuti, Yanuarita Widi dan Mustadi, Ali. 2014.” Pengaruh Penggunaan Media Film Animasi Terhadap Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD”. Jurnal Prima Edukasia, Volume (2), Nomor (2). Dalman, H. 2015. Keterampilan Menulis. Jakarta: Rajawali Pers. Daryanto. 2013. Media Pembelajaran Peranannya sangat Penting dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media. Fadillah Muhammad., dkk. 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana. Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Haryono. 2013. Pembelajaran IPA yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Kepel Press. Maharsi, Indiria. (2018). Komik: Dari Wayang Beber Sampai Komik Digital. Yogyakarta. Diakses dari Goggle Play Book. Rohani. (2019). Media Pembelajaran. Sumatera Utara: Diktat Sanaky, H. A. H. (2015). Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta: Kaukaba. Sidik, Zafar dan A.Sobandi. (2018). Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa melalui kemampuan komunikasi interpersonal guru. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran. 3 (2): halaman 190-198 Jauhari.(2018). Peran Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam.