Anda di halaman 1dari 41

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoretis


2.1.1 Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan bagian dari sarana pembelajaran yang
mempunyai peran penting dalam proses pemberian materi pelajaran (Rohani,
2019). Kata media berasal dari bahasa latin, dan merupakan bentuk jamak dari
kata ”medium”.
Penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu dalam proses
penyamapaian pembelajaran. Banyak bentuk alat yang dapat digunakan sebagai
media untuk membantu dalam proses pembelajaran. Menurut Yaumi (2018: 16)
mengemukakan bahwa semua bentuk peralatan fisik yang didesain secara
terancang untuk menyampaikan informasi dan membangun interaksi. Peralatan
fisik yang dimaksud mencakup benda asli, bahan cetak, visual, audio, audio
visual, multimedia dan web. Peralatan itu harus dirancang dan dikembangkan
secara sengaja agar sesuai dengan kebutuhan pesera didik dan tujuan
pembelajaran. Peralatan tersebut harus dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi yang berisi pesan-pesan pembelajaran agar peserta didik dapat
mengonstruksi pengetahuan yang efektif dan efisien.
Menurut Hamalik (2014: 31), media dalam proses pembelajaran memiliki
dua peranan penting, yaitu :
1. Media sebagai alat bantu mengajar atau disebut sebagai dependent media
karena posisi media di sini sebagai alat bantu (efektivitas).
2. Media sebagai sumber belajar yang digunakan sendiri oleh siswa secara
mandiri atau disebut dengan independent media. Independent media dirancang
secara sistematis agar dapat menyalurkan informasi secara terarah untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah alat bantu, di sekitar kita yang dapat digunkan untuk menyampaikan
informasi memperjelas kondisi yang disampaikan, merangsang peserta didik
dalam belajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Peralatan yang di
susun secara sistematis, dan terencana agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik
dan tujuan pembelajaran. Sehingga dapat digunakan guru untuk menyampaikan
informasi yang berisi pesan– pesan pembelajaran dengan efektif dan efisien.
2.1.2 Fungsi Media Pembelajaran
Pada proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi
dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan modul adalah prosedur
untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai
tujuan pembelajaran. Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi
yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam pikiran atau
mental maupun dalam bentuk aktivitas nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi
prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan intruksi yang efektif. Disamping
menyenangkan, media pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman yang
menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa. Selain dari fungsi
penggunaan media pembelajaran, media pembelajaran juga dapat mempertinggi
proses belajar siswa.
Media pembelajaran menurut Kemp & Dayton (2013 : 23) dapat memenuhi
tiga fungsi utama yaitu: (1) memotifasi minat atau tindakan, (2) menyajikan
informasi, dan (3) memberi intruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media
pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang
diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar
untuk bertindak. Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan
emosi. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam
rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk
penyajian bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau
pengetahuan latar belakang.Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau
teknik motivasi.
2.1.3 Peran Media Pembelajaran
Peran penggunaan media sangat berpengaruh dalam menunjang proses
pembelajaran. Menurut Bagas (2018) peran media pembelajaran dalam proses
pembelajaran antara lain: (1) Memperjelas penyajian materi agar tidak hanya
bersifat verbal (dalam bentuk kata-kata tertulis atau tulisan). (2) Mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. (3) Penggunaan media secara tepat
dan bervariasi dapat mengatasi sifat pasif anak didik. (4) Menghindari
kesalahpahaman terhadap suatu objek dan konsep. (5) Menghubungkan yang
nyata dengan yang tidak nyata. Jadi, dengan menggunakan media pembelajaran
dalam proses belajar membantu untuk memperlancar interaksi antara pendidik
dengan peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan
efisien dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peran media pembelajaran yang
bersifat alat bantu menurut Jauhari (2018) adalah media yang hanya sebagai alat
bantu untuk memperlancar proses pembelajaran. Hal ini dilandasi dengan
keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi
kualitas kegiatan belajar peserta didik dalam tenggang waktu yang cukup lama,
dengan demikian, kegiatan belajar peserta didik dengan bantuan media akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari pada tanpa bantuan
media.

2.1.4 Jenis Media Pembelajaran


Menurut Arsyad (2019 : 31) media pembelajaran diklasifikasikan menjadi
beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
1. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:
a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media
yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak
mengandung unsur suara. Media ini adalah film slide, foto, transparansi,
lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media
grafis.
c. Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara
juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video,
berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media
ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur
jenis media yang pertama dan kedua.
2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dibagi ke dalam:
a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan
televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal hal atau kejadian-
kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan
khusus.
b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu,
seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.
3. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dibagi ke dalam:
a. Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi.
Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus, seperti film projector
untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film
side, Over Head Projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi.
Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media semacam ini
tidak akan berfungsi apa-apa.
b. Media yang diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain
sebagainya.
Pengelompokan media juga dikemukakan oleh Anderson, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pengelompokan Media Pembelajaran
No. Kelompok Media Media Instruksional
1. Audio  Pita audio (rol atau kaset)
 Piringan audio
 Radio (rekaman siaran)
2. Cetak  Buku teks terprogram
 Buku pegangan/manual
 Buku tugas
3. Audio-Cetak  Buku latihan dilengkapi kaset
 Gambar/poster (dilengkapi audio)
4. Proyek Visual Diam  Film bingkai (slide)
 Film bingkai (berisi pesan verbal)
5. Proyek Visual Diam dengan  Film bingkai (slide) suara
Audio  Film rangkaian suara
6. Visual Gerak  Film bisu dengan judul (caption)
7. Visual Gerak dengan Audio  Film suara
 Video/vcd/dvd
8. Benda  Benda nyata
 Model tiruan (mock-up)
9. Komputer  Media berbasis komputer; CAI
(Computer Assisted Intructional) &
CMI (Computer Managed
Intructional)

2.1.5 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran


Untuk mendapatkan kualiatas media pembelajaran yang baik agar dapat
memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses belajar mengajar , maka
diperlukan pemilihan dan perencanaan penggunaan media pembelajara yang
baikdan tepat. Pemilihan media pembelajaran yang tepat ini menjadikan media
pembelajaran efektif digunakan dan tidak sia-sia jika diterapkan.
Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media pembelajaran
merupakan bagian dari sistem intruksional secara keseluruhan. Maka beberpa
kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran yang baik
adalah sebagai berikut :
1. Sesuai Dengan Tujuan
Media pembelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan instruksional
dimana akan lebih baik jika mengacu setidaknya dua dari tiga ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik. Hal ini bertujuan agar media pembelajaran sesuai
dengan arahan dan tidak melenceng dari tujuan. Media pembelajaran juga
bukan hanya mampu mempengaruhi aspek intelegensi siswa, namun juga
aspek lain yaitu sikap dan perbuatan.
Tidak semua materi dapat disajikan dengan gamblang melalui media
pembelajaran, terkadang harus disajikan dalam konsep atau symbol atau
sesuatu yang lebih umum baru kemudian disertakan penjelasan. Ini
memerlukan proses dan keterampilan khusus dari siswa untuk memahami
hingga menganalisis materi yang disajikan. Media pembelajaran yang dipilih
hendaknya mampu diselaraskan menurut kemampuan dan kebutuhan siswa
dalam mendalami isi materi.
2. Praktis, Luwes, dan Bertahan
Media pembelajaran tidak harus mahal dan selalu berbasis teknologi.
Pemanfaatan lingkungan dan sesuatu yang sederhana nemun secara tepat guna
akan lebih efektif dibandingkan media pembelajaran mahal dan rumit. Simple
dan mudah dalam penggunaan, harga terjangkau dan dapat bertahan lama
serta dapat digunakan secara terus-menerus patut menjadi salah satu
pertimbangan utama dalam memilih media pembelajaran.
3. Mampu dan Terampil Menggunakan
Apapun media yang dipilih. guru harus mampu menggunakan media
tersebut. Nilai dan manfaat media pembelajaran sangat ditentukan oleh
bagaimana keterampilan guru menggunakan media pembelajaran tersebut.
Keterampilan penggunaan media pembelajaran ini juga nantinya dapat
diturunkan kepada siswa sehingga siswa juga mampu terampil menggunakan
media pembelajaran yang dipilih.
4. Keadaan Peserta Didik
Kriteria pemilihan media yang baik adalah disesuaikan dengan
keadaan peserta didik, baik keadaan psikologis, filosofis, maupun sosiologis
anak, sebab media yang tidak sesuai dengan keadaan anak didik tidak akan
membantu banyak dalam memahami materi pembelajaran.
5. Ketersediaan
Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran, media tersebut tidak dapat di gunakan jika tidak tersedia,
menurut Wilkinson, media merupakan alat mengajar dan belajar, peralatan
tersebut ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru.
2.1.6 Kriteria Penilaian Media Pembelajaran
Walker & Hess (dalam Arsyad, 2019) mengemukakan bahwa kriteria dalam
mereview media pembelajaran yang berdasarkan kepada kualitas, diantaranya:
1. Kualitas isi dan tujuan
a. Ketepatan
b. Kepentingan
c. Kelengkapan
d. Keseimbangan
e. Minat/perhatian
f. Keadilan
g. Kesesuaian dengan situasi siswa.
2. Kualitas instruksional
a. Memberikan kesempatan belajar
b. Memberikan bantuan untuk belajar
c. Kualitas memotivasi
d. Fleksibilitas instruksionalnya
e. Hubungan dengan program pembelajaran lainnya
f. Kualitas sosial interaksi instruksionalnya
g. Kualitas tes dan penilaiannya
h. Dapat memberi dampak bagi siswa
i. Dapat membawa dampak bagi guru dan pembelajarannya.
3. Kualitas teknis
a. Keterbacaan
b. Mudah digunakan
c. Kualitas tampilan/tayangan
d. Kualitas penanganan jawaban
e. Kualitas pengelolaan programnya
f. Kualitas pendokumentasiannya.
Media yang telah memenuhi kriteria penilaian tersebut maka layak untuk
digunakan dalam menunjang proses pembelajaran. Salah satu contoh media untuk
siswa sekolah dasar yaitu komik.
2.1.7 Komik

Komik adalah sebuah media yang menyampaikan cerita dengan visualisasi


atau ilustrasi gambar, dengan kata lain komik adalah cerita bergambar, dimana
gambar berfungsi untuk pendeskripsian cerita agar si pembaca mudah memahami
cerita yang disampaikan oleh si pengarang (Haryono, 2013). Menurut Daryanto
(2013) komik adalah suatu bentuk sajian cerita dengan seri gambar yang lucu.
Komik adalah suatu kartun yang mengungkapkan suatu karakter dan memerankan
suatu cerita dalam urutan yang erat, dihubungkan dengan gambar dan dirancang
untuk memberikan hiburan kepada pembaca

2.1.8 Jenis Komik


Daryanto (2013) mengungkapkan menurut fungsinya, komik dibagi menjadi
dua, yaitu: (a) Komik komersial, jauh lebih diperlukan dipasaran, karena bersifat
personal, menyediakan rumor yang kasar, dikemas dengan bahasa percakapan dan
bahasa pasaran, memiliki kesederhanaan jiwa dan moral, (b) Komik pendidikan,
banyak diterbitkan oleh industri, dinas kesehatan, dan lembaga-lembaga non-
profit. Pendekatan kritis sangat diperlukan agar komik dapat memenuhi fungsinya
sebagai media pendidikan.
Pembagian komik berdasarkan bentuknya menjadi comic books (komik buku)
dan comic strip (komik strip). Komik buku merupakan jenis komik yang
berbentuk buku sedangkan komik strip merupakan jenis komik yang biasa dimuat
dalam surat kabar, majalah atau buletin. Jadi komik buku merupakan komik yang
dicetak dalam satu kesatuan buku sedangkan komik strip hanya menumpang di
salah satu edisi surat kabar, majalah atau buletin sehingga jumlah ceritanya tidak
sepanjang komik buku.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, komik pengembangan ini termasuk dalam
jenis komik pendidikan sebab mengandung unsur informatif. Komik ini berisi
materi pelajaran IPA Kelas V SD pada materi menulis informasi narasi sejarah.
Komik pengembangan ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar yang dapat
membantu penyampaian materi pelajaran IPA sehingga berguna dalam dunia
pendidikan.
2.1.9 Kelebihan Komik
Komik memiliki kelebihan yaitu cara penyajiannya mengandung unsur visual
dan cerita yang kuat. Ekspersi yang divisualisasikan membuat pembaca terlibat
secara emosional sehingga membuat pembaca untuk terus membacanya hingga
selesai (Daryanto, 2013: 128). Selain itu kelebihan komik menurut Menurut
Angkowo dan Kosasih (2017) adalah sebagai berikut.
1. Menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga siswa dapat dengan cepat
memahami isi dari komik;
2. Menggunakan gambar-gambar yang dapat memperjelas kata-kata dari cerita
pada komik;
3. Menggunakan warna yang menarik dan terang sehingga siswa akan lebih
termotivasi untuk membaca komik;
4. Cerita pada komik sangat erat dengan kejadian yang dialami siswa sehari-hari,
sehingga mereka akan lebih paham dengan permasalahan yang mereka alami.
Selain kelebihan-kelebihan yang dipaparkan di atas, komik juga mempunyai
sisi kelemahan. Kelemahan komik ditinjau dari aspek bahasa, kadang banyak
mengandung kata-kata yang bebas dan kurang dapat dipertanggungjawabkan.
Komik umum juga sering membuat siswa lupa waktu pada saat membacanya.
Akan tetapi, komik pendidikan yang akan dikembangkan ini didesain untuk
membantu siswa lebih rajin membaca, sebab isinya yang positif dan mengandung
materi pelajaran diharapkan dapat menambah pengetahuan siswa.
2.1.10 Struktur Komik
Menurut Maharsi (2018), untuk membuat komik, diperlukan adanya elemen-
elemen seperti balon kata, panel, illustrasi, dan onomatopoeia, parit, serta sudut
pandang dan ukuran gambar dalam panel. Balon kata merupakan kata-kata yang
tertulis di dalam panel untuk menceritakan apa yang sedang dikatakan oleh tokoh
dalam komik atau narasi yang menjelaskan peristiwa dalam komik. Balon kata
terdiri dari tiga macam, yaitu balon ucapan, balon pikiran dan caption. Balon
ucapan merupakan balon yang berisi katakata dan ujungnya diberi penunjuk agar
pembaca mengerti tokoh mana yang sedang berbicara. Balon pikiran merupakan
balon berisi pikiran tokoh, balon pikiran membentuk bola berisi kata-kata batin
yang berjejer dari besar hingga kecil, balon yang terkecil menunjuk ke tokoh yang
sedang berpikir agar pembaca mengerti tokoh mana yang sedang berpikir.
Sedangkan Caption adalah kata-kata atau narasi penjelas, dengan tujuan
memperjelas suasana yang sedang terjadi di dalam komik. Panel merupakan kotak
di mana terkandung gambar atau ilustrasi dan katakata, kumpulan panel pada
komik membentuk cerita. Besar kecilnya panel tergantung dari ukuran dan detil
yang akan ditunjukkan dari sebuah gambar yang ada di dalamnya. Bentuk panel
juga bervariasi, tergantung kreativitas dari komikus dan kesesuaian penataan
dalam komik. Ilustrasi merupakan gambar yang ada di dalam panel sebagai
gambaran untuk apa yang sedang terjadi dalam cerita. Ilustrasi memudahkan
pembaca dalam memahami apa yang sedang terjadi pada komik, sama dengan
gambar pada televisi, hanya saja gambar dalam dalam komik atau ilustrasi tidak
bergerak. Onomatopoeia merupakan efek suara dalam bentuk maupun objek,
seperti suara hujan, suara orang yang terjatuh dan sebagainya. Kata lain dari
onomatopoeia adalah bunyi huruf
2.1.11 Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Menurut Abidin (2015: 3) Pembelajaran adalah serangkaian proses
yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dari sudut pandang siswa, pembelajaran
merupakan proses yang berisi seperangkat aktivitas yang dilakukan siswa untuk
mencapai tujuan belajar. Berdasarkan dua pengertian ini, pada dasarnya
pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai
hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang
guru.
Pembelajaran bahasa Indonesia adalah suatu proses kegiatan penyajian
informasi dengan sarana komunikasi yang membantu peserta didik agar dapat
meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi secara lisan dan tertulis,
serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia.
2.1.12 Ruang Lingkup Bahasa Indonesia
Menurut Astuti & Mustadi (2014 : 2) ruang lingkup mata pelajaran bahasa
Indonesia di SD mencakup empat aspek yaitu mendengarkan atau menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek ini dijabarkan dalam Standar
Kompetensi Lulusan Bahasa Indonesia yang meliputi :
1. Mendengarkan atau menyimak, memahami wawasan lisan berbentuk perintah,
penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa
dan benda disekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita,
drama, pantun, dan cerita rakyat.
2. Berbicara, menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan
sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi
peristiwa dan benda di sekitar, member petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan
hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk
berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.
3. Membaca, menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana
berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak
berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.
4. Menulis, melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk,
surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, serta
berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
2.1.13 Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang dianggap sebagian orang
sebagai keterampilan yang paling sulit dikuasai oleh siswa dibandingkan
keterampilan berbahasa yang lain. Keterampilan menulis itu merupakan suatu
proses pertumbuhan melalui banyak latihan. Keterampilan menulis tidak dapat
diperoleh dengan hanya mempelajari tata bahasa dan mempelajari pengetahuan
teori menulis, apalagi hanya menghafalkan definisi istilah-istilah yang terdapat
dalam bidang karang mengarang. Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang
produktif. Menulis membantu seseorang mengungkapkan ide dan gagasannya ke
dalam bahasa tulis.
Menulis merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan
(informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis
sebagai alat atau medianya. Aktivitas menulis melibatkan beberapa unsur, yaitu
penulis sebagai penyampaian pesan, isi tulisan, saluran atau media dan pembicara
(Dalman 2015:3).
2.1.14 Narasi
Narasi adalah cerita. Cerita ini berdasarkan pada urutan-urutan suatu atau
(serangkaian) kejadian atau peristiwa. Dalam kejadian itu ada tokoh atau
(beberapa tokoh), dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu atau
(serangkaian) konflik atau tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan
unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan bisa pula disebut alur
atau plot. Narasi bisa berisi fiksi bisa pula fakta atau rekaan, yang direka atau
dikhayalkan oleh pengarangnya saja. Istilah narasi sering pula disebut naratif
berasal dari kata bahasa Inggrisnarration (cerita) dan narrative (yang
menceritakan) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,
mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah
peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.
Pendapat tersebut menurut Finoza (dalam Dalman 2015: 105).
Menurut Kosasih (2014: 12) paragraf narasi adalah paragraf yang
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian. Dengan paragraf ini, pembaca seolah-
olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan. Paragraf narasi dapat
dikembangkan dengan berbagai pola antara lain waktu dan urutan tempat.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat diartikan bahwa narasi
merupakan suatu bentuk karangan yang berusaha mengisahkan suatu kejadian
atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
sendiri peristiwa itu. Sebab itu, unsur yang paling penting dalam sebuah narasi
adalah unsur perbuatan dan tindakan. Selain itu, narasi dapat juga mengisahkan
suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Oleh karenanya
dapat dirumuskan dengan cara lain bahwa menulis narasi adalah suatu bentuk
wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca
suatu peristiwa yang terjadi.
2.1.15 Struktur Narasi
Ayu Vidya (2019:40) menyatakan bahwa sebuah struktur dapat dilihat dari
bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu dikatakan mempunyai struktur jika
terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain.
Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya
seperti perbuatan penokohan, latar, dan sudut pandang.
1. Alur (Plot)
Alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan
konflik yang terdapat dalam narasi itu, yang berusaha memulihkan situasi narasi
ke dalam situasi yang seimbang dan harmonis. Alur merupakan kerangka dasar
yang sangat penting dalam kisah. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan
harus berhubungan satu sama lain, bagaimana suatu insiden mempunyai
hubungan dengan insiden yang lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan
dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana situasi dan perasaan
karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu yang terikat dalam satu
kesatuan waktu.
2. Tindak-tanduk/Perbuatan
Tindak-tanduk/perbuatan sebagai suatu unsur dalam alur (selain karakter, latar
dan sudut pandang) juga merupakan sebuah struktur atau membentuk sebuah
struktur. Dalam narasi, setiap tindakan harus diungkapkan secara terperinci dalam
komponen-komponennya sehingga pembaca merasakan seolah-olah menyaksikan
semua itu. Setiap perbuatan atau rangkaian tindakan itu harus dijalin satu dengan
yang lain dalam suatu hubungan yang logis, suatu hubungan yang masuk akal.
3. Karakter/Penokohan
Penokohan (karakterisasi) dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha
memberi gambaran mengenai perilaku dan ucapan-ucapan para
tokohnya(pendukug karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan. Narasi yang
baik akan memperhatikan masalah interrelasi antar tokoh- tokohnya dan perilaku
mereka. Untuk memahami aksi, kita harus memahami tokoh yang terlibat, wujud
fisiknya, motivasinya dan tanggapannya. Untuk mengungkapkan sebuah tindakan
sehingga memuaskan, kita harus menampilkan seorang tokoh. Proses
menampilkan dan menggambarkan tokoh-tokoh melalui karakter- karakternya itu
disebut penokohan atau karakterisaasi.
4. Latar
Ttindak-tanduk dalam sebuah narasi biasanya berlangsung dengan mengambil
sebuah tempat tertentu yang dipergunakan sebagai pentas. Tempat atau pentas itu
disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci,
dapat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada
tindak-tanduk yang berlangsung. Latar dapat menjadi unsur yang penting dalam
kaitannya dengan tindak-tanduk yang terjadi atau hanya berperan sebagai unsur
tambahan saja.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam narasi mempersoalkan bagaimana pertalian antara
seorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak-tanduk yang berlangsung
dalam kisah itu. Orang yang membawakan pengisahan itu dapat bertindak sebagai
pengamat (observer) saja, atau sebagai peserta (participant) terhadap seluruh
tindak-tanduk yang dikisahkan. Tujuan sudut pandang adalah sebagai suatu
pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai perbuatan atau tindak-tanduk
karakter dalam sebuah pengisahan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sudut
pandang dalam narasi mempersoalkan siapakah narator dalam narasi itu dan
bagaimana relasinya dengan seluruh proses tindak-tanduk karakter dalam narasi.
Jadi, sudut pandang dalam narasi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah
(narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian langsung dalam
seluruh rangkaian kejadian (sebagai participant) atau sebagai pengamat (observer)
terhadap objek dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa struktur narasi terdiri
atas komponen-komponen yang membentuknya yaitu alur (plot), penokohan, latar
dan sudut pandang. Dalam teks narasi terdapat informasi- informasi penting yang
disampaikan.
2.1.16 Cerita Sejarah
Definisi teks cerita sejarah adalah sebuah teks yang di dalamnya memuat
cerita dan menjelaskan mengenai suatu fakta atau suatu kejadian yang terjadi
pada masa lalu yang akhirnya menjadi sebuah latar belakang (asal muasal) yang
mana kejadian tersebut mempunyai unsur nilai sejarah didalamnya. Tujuannya
untuk memberikan pemahaman yang lebih baik, pada pembaca, tentang kejadian
yang pernah terjadi di masa lalu. Ciri-ciri cerita sejarah adalah sebagai berikut.
1. Teks cerita sejarah disajikan secara kronologis atau urutan peristiwa.
2. Bentuk dari teks cerita sejarah merupakan teks cerita ulang. Artinya, teks
tersebut menceritakan ulang peristiwa mulai dari awal kejadian hingga akhir
kejadian secara runtut.
3. Teks cerita sejarah memiliki struktur teks yang terdiri dari orientasi, urutan
peristiwa, dan reorientasi.
4. Keempat, di dalam teks cerita sejarah akan sering ditemui konjungsi
temporal.
5. Dan, kelima, teks cerita sejarah biasanya berisikan fakta-fakta yang memang
terjadi.
2.1.17 Informasi Penting
Informasi merupakan segala sesuatu yang dikomunikasikan, baik melalui
bahasa lisan, surat kabar, video, dan lain-lain. Terdapat tiga makna dari kata
informasi, pertama informasi sebagai suatu proses, yaitu merujuk pada kegiatan-
kegiatan menjadi terinformasi. Makna kedua adalah informasi sebagai
pengetahuan, maksudnya informasi mengacu pada segala kejadian di dunia yang
tak terhingga, yang tak dapat disentuh, atau sesuatu yang abstrak sehingga
informasi dilihat dari makna yang terkandung dalam keseluruhan medium yang
digunakan. Ketiga, informasi dianggap sebagai suatu benda atau penyajian yang
nyata dari pengetahuan. Sebagai benda yang nyata, informasi dilihat dari
rangkaian simbol-simbol dan dapat ditangkap oleh pancaindera manusia serta
dapat saling dipertukarkan. Sedangkan menurut UU No. 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik, informasi merupakan keterangan, pernyataan,
gagasan, serta tanda- tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data,
fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang
disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi serta komunikasi secara elektronik maupun nonelektronik.
Asdikamba atau adiksimba (bahasa Inggris: 5W+1H Questions) adalah
pertanyaan yang jawabannya dianggap sebagai dasar pengumpulan informasi
dalam suatu bacaan atau dalam memecahkan masalah. Menurut landasan
asdikamba, suatu bacaan dapat dianggap lengkap bila dapat menjawab pertanyaan
yang menggunakan kata tanya sebagai berikut.
1. Apa yang terjadi?
2. Siapa yang terlibat?
3. Di mana kejadiannya?
4. Kapan terjadinya?
5. Mengapa hal itu terjadi?
6. Bagaimana terjadinya?
Keenam pertanyaan tersebut merupakan informasi penting yang terdapat
dalam suatu bacaan yang dapat digunakan untuk menyusun suatu karangan.
Dalam penelitian ini diharapkan siswa mampu menggali infomasi penting dalam
teks narasi sejarah yang disajikan dalam bentuk komik menggunakan keenam
pertanyaan tersebut.
2.1.18 Model Edutaiment
Edutainment terdiri dari dua kata, yaitu education dan entertainment, dimana
education berarti pendidikan dan entertainment berarti hiburan, jadi menurut
tinjauan arti bahasa edutainment adalah pendidikan yang menyenangkan
(Fadillah, 2014). Sedangkan secara terminology, edutainment as a form of
entertainment that is designed to be educational, maksudnya adalah edutainment
merupakan proses pembelajaran yang di desaign dengan memadukan antara
muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis, sehingga aktifitas pembelajaran
berlangsung secara menyenangkan. Contoh pembelajaran yang menyenangkan
seperti dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (roleplay),
video dan demonstrasi.
Pembelajaran berbasis edutainment merupakan model pembelajaran yang
berisi serangkaian teori pembelajaran yang mengajak peserta didik melakukan
kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan. Artinya
teori-teori tersebut menekankan pada pelaksanaan pembelajaran yang melibatkan
peran aktif peserta didik dan guru hanya sebagai fasilitator. Pada pembelajaran
tersebut, pembelajaran yang efektif bisa terlaksana bila suasana hati peserta didik
dalam kondisi yang menyenangkan, sehingga jika peserta didik dalam kondisi
yang menyenangkan, bahagia maka dengan sendirinya para peserta didik akan
turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh
Fadillah (2014) bahwa edutainment merupakan suatu kegiatan pembelajaran
dimana dalam pelaksanaannya lebih mengedepankan kesenangan dan
kebahagiaan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dapat disimpulkan
bahwa model edutainment adalah suatu model pembelajaran berbasis kompetensi
yang aktif dan efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan
menggunakan alat peraga yang bisa menghibur. Konsep itu meliputi dua
kepentingan anak-anak yakni bermain dan belajar.
2.1.19 Media Pembelajaran dalam Model Edutaiment
Menurut Sanaky (2015: 4) Adapun media pembelajaran yang digunakan
dalam model edutainment antara lain :
1. Alat-alat audio - visual , alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, yaitu:
media proyeksi (overhead projector, slide, film dan LCD), media non -
proyeksi (papan tulis, poster, papan tempel, kartun, papan planel, komik,
bagan, diagram, gambar, grafik dan lain-lain), benda tiga dimensi antara lain
benda tiruan, diorama, boneka, topeng, peta, globe, pameran dan museum.
2. Media yang menggunakan teknik atau masinal, yaitu slide, film strif, film
rekaman, radio, televisi, VCD, laboratorium elektronik, perkakas
otoinstruktif, ruang kelas otomatis, internet, dan komputer.
3. Contoh-contoh kelakuan, perilaku pengajar. Dalam proses pembelajaran
pendidikan agama Islam, contoh dan kelakuan pengajar dimaksud adalah
memberi uswatun khasanah kepada pembelajar.
2.1.20 Pendekatan Pembelajaran Edutaiment
Dalam metode pembelajaran edutainment, terdapat beberapa pendekatan
belajar yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intelektual atau lebih dikenal dengan
istilah SAVI. Ke empat cara belajar ini harus ada agar berlangsung optimal.
Karena unsur-unsur ini semuanya terpadu, belajar yang paling baik bisa
berlangsung jika semuanya itu digunakan secara simultan. Adapun dalam
pengelolaan dengan menggunakan cara belajar SAVI adalah sebagai berikut.
a. Cara Belajar Somatic.
Somatic berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh (soma). Jadi,
belajar somatic berarti belajar dengan menggunakan indra peraba, Anesthetic,
praktis yang melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh
sewaktu belajar. Atau dikenal dengan istilah Kinesthetic (gerakan). Somatic
disini juga dinamakan dengan “learning by moving and doing” (belajar dengan
belajar dan bergerak) jadi cara belajar somatic adalah pola pembelajaran yang
lebih menekankan pada aspek gerak tubuh atau belajar dengan melakukan.
Untuk merangsang pikiran tubuh, ciptakanlah suasana belajar yang dapat
membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari
waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktifitas fisik, tetapi
dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik,
akan membantu pembelajaran pada setiap peserta didik. Jadi antara tubuh dan
otak (pikiran) adalah satu dan harus saling mengiringi, karena pikiran tersebar
di seluruh tubuh dan terbukti tubuh tidak akan bergerak jika pikiran tidak
beranjak.
Somatic melibatkan aktivitas fisik selama berlangsungnya aktivitas
belajar. Duduk terlalu lama, baik di dalam kelas maupun di depan komputer
akan dapat menghasilkan tenaga. Akan tetapi jika berdiri, bergerak kesana
kemari, dan melakukan sesuatu secara fisik dari waktu ke waktu membuat
seluruh tubuh terlibat, memperbaiki sirkulasi otak dan meningkatkan
pembelajaran.
b. Cara Belajar Auditori.
Auditori adalah belajar berbicara dan mendengarkan atau dikenal dengan
istilah “Learning By Talking And Learning”. Jadi belajar auditif adalah cara
belajar yang menekankan pada aspek pendengaran. Peserta didik akan cepat
belajar jika materi yang disampaikan dengan ceramah atau alat yang dapat
didengar. Pikiran Auditori yang kita miliki akan lebih kuat dari pada yang kita
sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi
Auditori, bahkan tanpa kita sadari. Dan ketika kita membuat suara sendiri
dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Dalam
merancang pelajaran yang menarik bagi seluruh auditori yang kuat dalam diri
siswa, maka usahakan mencari cara untuk mengajak mereka membicarakan apa
yang sedang mereka pelajari. Suruh mereka menterjemahkan pengalaman
mereka dengan suara, atau dengan membaca keras-keras secara dramatis.
Dengan cara ini setidaknya siswa lebih mudah mengingat dan dapat belajar
dengan cepat jika materinya disampaikan secara belajar auditori. Karena
dengan belajar auditori dapat merangsang kortes (selaput otak), indera dan
motor (serta area otak lainnya) untuk memadatkan dan mengintegrasikan
pembelajar (siswa).
c. Cara Belajar Visual.
Visual disini diartikan belajar dengan mengamati dan menggambarkan
atau disebut dengan istilah “Learning By Observing And Picturing”. Adapun
cara belajar siswa adalah cara belajar yang menekankan pada aspek penglihatan.
Peserta didik akan cepat menangkap materi pelajaran jika disampaikan dengan
tulisan atau melalui gambar. Ketajaman visual sangat kuat dalam diri setiap
orang. Alasannya bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk
memproses informasi visual dari pada semua indera yang lain. Faktanya orang-
orang yang menggunakan pencitraan (simbol) untuk mempelajari teknis dan
ilmiah memperoleh nilai 12 % lebih baik untuk ingatan jangka pendek dibanding
dengan mereka yang tidak menggunakan pencitraan, dan 2 % lebih baik untuk
ingatan jangka panjang. Dalam hal ini berlaku bagi setiap orang tanpa
memandang usia, etnis, gender atau gaya belajar yang dipilih. Setiap orang
terutama pembelajaran visual lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang
sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program
komputer. Bagi pelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat
contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, gambar dan gambaran dari
segala macam hal ketika merek sedang belajar. Teknik-teknik lain yang bisa
dilakukan semua orang terutama siswa dengan keterampilan siswa yang kuat
adalah dengan mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serta
membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip atau makna dari apa
yang dicontohkan. Visual mencakup melihat, menciptakan dan
mengintegrasikan segala macam citra komunikasi visual lebih kuat dari pada
komunikasi verbal karena manusia mempunyai lebih banyak peralatan di kepala
mereka untuk memproses informasi visual dari pada indera lainnya.
d. Cara Belajar Intelektual
Kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam
pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk
merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana
dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang
merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun diri. Jadi
intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan
manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman mental, fisik, emosional dan
intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Itulah sarana
yang di gunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan,
pengetahuan menjadi pemahaman dan pemahaman menjadi kearifan. Peserta
didik akan menguasai materi pelajaran jika pengalaman belajar diatur
sedemikian rupa sehingga ia mempunyai kesempatan untuk membuat suatu
refleksi penghayatan, mengungkapkan dan mengevaluasi apa yang dipelajari.
Pengalaman belajar juga hendaknya menyediakan proporsi yang seimbang
antara pemberian informasi dan penyajian terapannya. Intelektual juga disebut
dengan “Learning By Program And Reflecting” maksudnya yaitu belajar
dengan pemecahan masalah. Jadi cara belajar intelektual adalah cara belajar
yang lebih menekankan pada aspek penalaran atau logika. Dan peserta didik
akan cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan menekankan
pada aspek mencari solusi pemecahan. Jika dalam pelatihan belajar sisi
intelektual belajar dilibatkan maka kebanyakan orang dapat menerima pelatihan
yang banyak memasuki unsur bermain, tanpa merasa pelatihan tersebut
dangkal, kekanak-kanakan atau hambar.
Pada intinya belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI (Somatic,
Auditori,Visual dan Intelektual) diterapkan dalam suatu peristiwa pembelajaran.
Jadi dalam pembelajaran eduataiment sangat diperlukan pendekatan SAVI, agar
pembelajaran yang sejati dapat berlangsung dan dapat meningkatkan pembelajaran
pada semua peserta didik.
2.1.21 Langkah-Langkah Pembelajaran Edutaiment
Menurut Trianto dalam Iif dan Sofan (2011:38-39) bahwa penerapan
edutaiment mengikuti sintaks model pembelajaran PAIKEM yang meliputi tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahan evaluasi.
Berikut tahapan model edutaiment adalah sebagai berikut.
1. Fase-1 Pendahuluan
a. Mengaitkan pelajaran sekarang dengan pelajaran sebelumnya.
b. Memotivasi siswa
c. Memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui konsep-konsep
prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa.
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fase-2 Presentasi materi
a. Presentasi konsep yang harus dikuasai oleh siswa melalui demonstrasi dan
bahan bacaan.
b. Presentasi ketrampilan proses yang dikembangkan.
3. Fase-3 Membimbing Pelatihan dan Pengelompokan
a. Menempatkan siswa dalam kelompok belajar.
b. Mengingatkan cara siswa bekerja dan berdiskusi kelompok sesuai
komposisi kelompok dapat dilakukan dengan permainan.
c. Memberikan bimbingan seperlunya
4. Fase-4 Menelaah Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik
a. Mempersiapkan siswa untuk mengerjakan lembar kerja.
b. Meminta siswa untuk mempresentasikan hasil kegiatan
c. Meminta siswa lain memberikan tanggapan
d. Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi
5. Fase-5 Mengembangkan dengan Memberikan Kesempatan untuk Pelatihaan
lanjutan dan penerapan
a. Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan
b. Membimbing siswa menyimpulkan seluruh materi pembelajaran yang baru
saja dipelajari
c. Memberikan tugas rumah
6. Fase-6 Menganalisis dan mengevaluasi
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap kinerja
siswa.
2.2 Kajian Empiris
Penelitian tentang pembelajaran menulis sudah ditemukan, terutama
pembelajaran menulis narasi. Selain itu penelitian tentang penggunaan media
Komik dalam pembelajaran juga banyak ditemukan. Namun, dari sekian banyak
penelitian tentang pembelajaran menulis narasi dan penggunaan media komik
dalam pembelajaran pasti memiliki perbedaan. Hasil penelitian tersebut adalah
sebagai berikut.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Mohammad Siddiq (2019) dengan
judul Peningkatan Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Melalui Gambar
Berseri Siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara
bertahap terdapat peningkatan cukup tinggi pada kegiatan menulis peserta didik.
Proses evaluasi memperlihatkan bahwa arahan guru dalam proses kegiatan dan
kemampuan yang dimiliki peserta didik mengalami peningkatan efektivitas.
Hasil belajar siswa dalam evaluasi memperlihatkan adanya peningkatan di siklus
pertama yang memperoleh kategori baik (89%) dan juga pada siklus kedua
mendapatkan kategori sangat baik (96%).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo, dkk (2020) dengan judul
Penggunaan Media Gambar Seri Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis
Karangan Narasi. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa pemakaian media
gambar seri dapat memberikan peningkatan kemampuan menulis teks narasi pada
siswa kelas V SD Negeri 21 Teluk Menyurai. Hal ini dapat dibuktikan
berdasarkan hasil pengamatan, hasil tes pra-siklus, siklus I dan siklus II serta
hasil wawancara yang bisa dijelaskan dari hasil perumusan masalah yang
diobservasi. (1) meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Hal ini karena dari
hasil observasi peserta didik sangat antusias dan juga kerjasama yang baikpada
proses pembelajaran. Kemudian dari faktor pendidik, kineerja mengajar pendidik
mengalami peningkatan dengan melakukan pengembangan pada pola
pembelajaran lebih inovatif dan kreatif melalui media gambar berseri (2)
peningkatan hasil dari ketuntasan belajar peserta didik dalam menulis teks narasi
dimulai dari prasiklus, siklus I sampai siklus II. Ketuntasan belajar peserta didik
adalah 41,18% pada hasil pra siklus, 52,94% pada siklus I dan pada siklus II
menjadi 88,24% oleh karenanya mengalami peningkatan sebesar 35,30%. (3)
Respon peserta didik terhadap penggunaan media gambar seri sangat baik hal ini
karena peserta didik merasa sengan dan juga termotivasi dalam proses
pembelajarannya.
Penelitian yang dilakukan Lana, dkk (2018) dengan judul Pengembangan
Media Komik Dalam Upaya Untuk Menumbuhkan Budaya Literasi Dan
Kepedulian Lingkungan Terhadap Siswa Seklah Dasar. Pada penelitian yang
dilakukan di SD Bumirejo 1 Kebumen ini dapat disimpulkan bahwa telah
dikembangkan produk berupa media pembelajaran komik pada tema peduli
lingkungan untuk siswa SD/MI. Selanjutnya, produk berupa media pembelajaran
komik pada tema peduli lingkungan untuk siswa SD/MI ini dinilai oleh 1 ahli
media, 1 ahli materi, dan 1 guru menghasilkan kriteria kualitas Baik (B) dengan
presentase sebesar 78,3%. Uji terbatas dilakukan oleh 10 siswa dan
menghasilkan kriteria Baik (B) dengan presentase sebesar 100%. Sedangkan
pada siswa di uji luas dilakukan oleh 20 siswa menghasilkan kriteria Baik (B)
dengan presentase 100%.
Peneliaitan yang dilakukan oleh Nugroho dan Sodikin (2018)
dengan judul Keefektifan Pembelajaran Student Teams Achievement
Division Berbantuan Komik pada Siswa SD. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan pembelajaran STAD jika dipadukan dengan media
komik pada siswa siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah. Metode yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif diskriptif yang melibatkan 17 siswa. Berdasarkan
hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
STAD berbantuan media komik pada materi bangun ruang kubus efektif
diterapkan. Hal ini ditinjau dari kentuntasan belajar siswa yang terkategorikan
tuntas, aktivitas siswa yang terkategorikan aktif, aktifitas guru yang
terkategorikan baik dalam mengelola pembelajaran dan respon siswa yang
terkategorikan positif. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 94,1%
sehingga termasuk dalam kategori tuntas karena suatu kelas terkategori tuntas
jika siswa yang tuntas belajar ≥ 85%.
Penelitian yang dilakukan oleh Laras Sari, dkk (2018) dengan judul
Pengembangan Media Komik Dan Kartu Disiplin Pada Pembelajaran Karakter
Tema 6 Kelas dengan tujuan untuk mengembangkan media komik dan kartu
disiplin sebagai media pembelajaran karakter atau Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK). Penelitian ini lebih memfokuskan pada Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) nilai disiplin, jujur, mandiri dan religius di kelas 3 SD Negeri
Salatiga 09. Jenis penelitian yang digunakan adalah Research and Development
(RnD) dan menggunakan model Borg & Gall. Hasil uji pakar materi 74%
(Tinggi), uji pakar media 72% (Tinggi). Respon siswa terhadap media yaitu 84%
(Sangat Tinggi) dan guru 83% (Sangat tinggi). Penguatan nilai karakter siswa
yaitu 97% (Sangat Baik) nilai karakter disiplin, 93% (Sangat Baik) nilai karakter
jujur, 89% (Sangat Baik) nilai karakter mandiri dan 97% (Sangat Baik) nilai
karakter religius setelah pembelajaran menggunakan media komik dan kartu
disiplin. Penelitian yang dilakukan Andra Laras Sari, dkk. mendapatkan hasil
bahwa media komik dan kartu disiplin layak digunakan dalam pembelajaran
karakter untuk penguatan nilai karakter siswa. Penelitian ini sedikit berbeda
dengan penelitian yang dilakukan peneliti karena pada penelitian yang dilakukan
Andra Laras Sari, dkk lebih menekankan pada penguatan pendidikan karakter
sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti kali ini lebih menekankan pada
peningkatan hasil belajar.
Penelitian yang dilakukan Syifa Lana, dkk (2018) dengan judul
Pengembangan Media Komik Dalam Upaya Untuk Menumbuhkan Budaya
Literasi Dan Kepedulian Lingkungan Terhadap Siswa Seklah Dasar. Pada
penelitian yang dilakukan di SD Bumirejo 1 Kebumen ini dapat disimpulkan
bahwa telah dikembangkan produk berupa media pembelajaran komik pada tema
peduli lingkungan untuk siswa SD/MI. Selanjutnya, produk berupa media
pembelajaran komik pada tema peduli lingkungan untuk siswa SD/MI ini dinilai
oleh 1 ahli media, 1 ahli materi, dan 1 guru menghasilkan kriteria kualitas Baik
(B) dengan presentase sebesar 78,3%. Uji terbatas dilakukan oleh 10 siswa dan
menghasilkan kriteria Baik (B) dengan presentase sebesar 100%. Sedangkan
pada siswa di uji luas dilakukan oleh 20 siswa menghasilkan kriteria Baik (B)
dengan presentase 100%. Komik peduli lingkungan diharapkan dapat
disebarluaskan ke sekolah yang lebih banyak agar dapat diketahui bahwa komik
peduli lingkungan ini dapat dijadikan sumber bacaan bagi siswa SD/MI.
Penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dwi Utami
dan Dedy (2018) dengan judul Penerapan Model Role Playing Berbantuan Media
Komik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Peserta Didik
Kelas V Sdn-1 Telangkah Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan aktivitas peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan model role playing
berbantuan media komik serta meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia
peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah dengan menggunakan model role
playing berbantuan dengan media komik peserta didik kelas V SDN-1
Telangkah. Metode yang digunakan peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dengan subjek penelitian 31 peserta didik yang terdiri dari 12 laki-laki dan
19 perempuan kelas V SDN-1 Telangkah. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan observasi dan tes. Analisis data menggunakan
analisis data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
aktivitas peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah pada saat pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan model role playing berbantuan media komik
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang materi Memerankan Drama pada
siklus I sudah dalam kategori sangat baik. Selain itu ada peningkatan hasil belajar
Bahasa Indonesia dengan menerapkan model role playing berbantuan media
komik pada peserta didik kelas V SDN-1 Telangkah. Hal ini terlihat dari data
hasil belajar peserta didik, pada pre test rata-rata nilai 61 dengan ketuntasan
klasikal 45,16% , sedangkan hasil post test siklus I rata-rata nilai 78 dan
ketuntasan secara klasikal yaitu 100%.
Penelitian yang dilakukan oleh Mardiantanto (2018) dengan judul
Pengaruh Media Komik Pada Model Pembelajaran Two Stay-Two Stray
Terhadap Hasil Belajar IPS. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh media komik dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi Persiapan Memproklamasikan Indonesia. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif menggunakan Pre Experimental Design yang digunakan adalah One
GroupPretest-Posttest Design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SDN 04
Gabus tahun pelajaran 2018/2019. Sampel yang diambil adalah 25 siswa kelas V.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, tes, dan
dokumentasi. Setelah dilakukan uji regresi, diperoleh Fhitung= 923,09 dengan n
= 25 dan taraf nyata α = 5%, dari Fhitung didapat Ftabel = 4,29. Karena Fhitung>
Ftabel yaitu 923,09> 4,29, maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
persamaan regresi signifikan. Aspek Afektif mempengaruhi hasil posttest sebesar
6%.Sehingga terdapat pengaruh media komik menggunakan model Two Stay-
Two Straymateri Persiapan Kemerdekaan Indonesia terhadap Hasil belajar IPS
SDN 04 Gabus Pati. Setelah dilakukan uji t dengan analisis hasil belajar siswa
materi penyesuaian diri makhluk hidup pada aspek kognitif diperoleh nilai rata-
rata kelas untuk pretest sebesar 50,4 dan posttest sebesar 75 dengan n=25 jadi
db= N-1 yang diperoleh thitung = 6,7397 dengan taraf signifikan 5% didapat
nilai ttabel = 1,708. Karena thitung(6,7397) > ttabel(1,708). Maka H0 ditolak dan
Ha diterima. Jadi ada perbedaan hasil belajar IPS setelah menggunakan media
komik menggunakan model Two Stay-Two Stray materi Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Berdasarkan analisis data penelitian, dan pembahasan, maka dari
penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh media komik
pada model two stay-two stray materi persiapan kemerdekaan indonesia terhadap
hasil belajar IPS SDN 04 Gabus Pati.
Peneliaitan yang dilakukan oleh Setiaji dan Sodikin (2018) dengan judul
Keefektifan Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
Berbantuan Komik pada Siswa SD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keefektifan pembelajaran STAD jika dipadukan dengan media komik pada siswa
siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah. Metode yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif diskriptif yang melibatkan 17 siswa. Berdasarkan hasil dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan media komik pada materi bangun ruang kubus efektif diterapkan. Hal
ini ditinjau dari kentuntasan belajar siswa yang terkategorikan tuntas, aktivitas
siswa yang terkategorikan aktif, aktifitas guru yang terkategorikan baik dalam
mengelola pembelajaran dan respon siswa yang terkategorikan positif.
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 94,1% sehingga termasuk dalam
kategori tuntas karena suatu kelas terkategori tuntas jika siswa yang tuntas
belajar ≥ 85%. Ditinjau dari aktivitas siswa, pelaksanaan pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbantuan komik pada materi bangun ruang kubus ini mencapai
persentase aktivitas siswa sebesar 88,25% sehingga termasuk dalam kategori
aktif. Ditinjau dari aktivitas guru, diperoleh persentase aktivitas guru sebesar
89,15% sehingga termasuk dalam kategori baik. Sedangkan ditinjau respon
positif siswa, persentasenya sebesar 96,47% sehingga termasuk dalam kategori
baik.
Penelitian yang dilakukan Munawwaroh, dkk (2018) dengan judul The
Influence of Science Comic Based Character Education on Understanding
theConcept and Students’ Environmental Caring Attitude on Global Warming
Material (Pengaruh Pendidikan Karakter Berbasis Komik Sains Pada Konsep
Pemahaman Dan Sikap Peduli Lingkungan Oleh Siswa Terhadap Materi
Pemanasan Global). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pendidikan karakter berbasis komik sains pada konsep pemahaman dan
sikap peduli lingkungan oleh siswa terhadap materi pemanasan global. Jenis
penelitian ini menggunakan desain true eksperimental dengan desain kontrol
posttest saja. Peserta penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid.
Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yang terdiri dari kelas VII H
sebagi kelas kontrol dan kelas VII G sebagai kelas eksperimen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid
pada materi pemanasan global mencapai ketuntasan sebesar 71,42%. Sikap
peduli lingkungan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid setelah menggunakan
media komik sains pada materi pemanasan global termasuk dalam kategori
peduli dan sangat peduli. Pelaksanaan pembelajaran IPA materi pemanasan
global siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid dilakukan dengan baik sebesar
95%. Hal ini didukung oleh tanggapan para guru dan siswa yang merespon
pembelajaran dengan baik menggunakan karakter media komik sains berbasis
ilmu yang diterapkan pada materi pemanasan global. Berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media komik sains
berbasis pendidikan karakter yang diterapkan pada materi pemanasan global
berpengaruh positif terhadap konsep pemahaman dan sikap peduli lingkungan
siswa SMP Negeri 1 Mungkid.
Penelitian yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Sukma, dkk
(2018:81-89) dengan judul Media Pembelajaran Matematika Berbasis
Edutainment dengan Pendekatan Metaphorical Thinking dengan Swish Max.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan media pembelajaran berbasis
edutainment berbantuan swishMax memiliki pengaruh terhadap pemahaman
konsep matematis siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil test sebelum dan
sesudah yaitu 55 dan 71,1.
Penelitian yang dilakukan oleh Rusydi (2018: 138-151) yang berjudul
Pengaruh Penerapan Edutainment dalam Pembelajaran terhadap Hasil Belajar
IPS Murid SD Kartika XX-I yang mengemukakan bahwa rata-rata hasil tes
belajar IPS pada kedua kelompok sebelum menerapkan edutainment pada
kategori kurang dan rata-rata hasil tes belajar IPS setelah menerapkan
edutainment yaitu kelompok eksperimen berada pada kategori baik yaitu
mendapatkan nilai 77,50 sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori
kurang yaitu mendapatkan nilai 45,78 sehingga terdapat perbedaan hasil belajar
IPS yang signifikan antara sebelum dan sesuah menerapkan metode edutainment
dalam pembelajaran
Penelitian yang dilakukan oleh Permana, dkk (2019:187-193) dengan
judul Penerapan Edutainment dan Story Telling pada Guru-guru Taman
Pendidikan Quran (TPQ) Natiqul Quran. Hasil penelitian mengemukakn bahwa
saat pembelajaran guru menerapkan edutainment dan metode bercerita
(storytelling) sehingga kreativitas guru dapat meningkat. Selain itu, mampu
mengatasi kebosanan dan kejenuhan siswa selama proses pembelajaran yang
dengan mengkombinasikan pendidikan dan hiburan sehingga pembelajaran terasa
menyenangkan.
Penelitian ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2019) berjudul
The Use Of Story Bird Application In Teaching Narrative Text For Eight Grade
Students Of SMP Muhammadiyah 1 Kartasura. Penelitan tersebut diterapkan
pada siswa kelas 8 berbeda dengan penelitian ini yang diterapkan pada siswa
kelas 7. Penelitian tersebut memiliki kesamaan yaitu menggunakan media
Storybird dan teks narasi. Hasil penelitian menunjukkan pertama, teknik
mengajar yang digunakan oleh guru bahasa Inggris adalah terjemahan dan
menulis hal baru. Media yang digunakan oleh guru bahasa Inggris adalah laptop,
LCDdan proyektor. Kedua, ada beberapa masalah yang dihadapi oleh guru
bahasa Inggrisdan siswa dalam menggunakan aplikasi. Gambar tidak kompatibel
dengan ceritadan tidak ada review video di akhir layar. Ketiga, solusi yang
diusulkan olehgurubahasa Inggris untuk memecahkan masalah adalah
memberikan rekomendasi untuk aplikasi Story Bird, untuk meng-upgrade
aplikasi dan menambahkan reviewvideo di akhir layar.
Penelitian yang dilakukan oleh Claudia J. McVicker yang berjudul Comic
Strips as a Text Structure for learning to Read. Hasil dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa dengan menggunakan komik mampu meningkatkan minat
siswa dalam keterampilan membaca sehingga mampu meningkatkan
keterampilan lain yang berhubungan. Kesamaan dari penelitian di atas adalah
media yang digunakan dan mata pelajaran. Sedangkan perbedaannya adalah pada
aspek keterampilan berbahasa. Penelitian tersebut pada aspek keterampilan
membaca sedangkan peneliti pada aspek keterampilan berbicara.
Penelitian yang dilakukan oleh Pardimin dan Widodo dalam International
Electronic Journal of Mathematics Education Vol. 12 No.3 tahun 2017 yang
berjudul Developement Comic Based Problem Solving Geometry. Hasil dari
penelitian tersebut adalah validator media kelayakan memperoleh skor rata-rata
3,93 dengan sangat baik. Proses pengembangan komik pada subjek geometri
hanya melalui 3 fase: mendefinisikan, dengan menganalisis kurikulum, dan untuk
merumuskan kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar, tahap
desain dilakukan dengan membuat pemecahan masalah berbasis prototipe
komik dengan desain hitam dan putih. Kesamaan dari penelitian yang
dilakukan oleh Arini dan Widodo adalah media yang digunakan yaitu komik.
Perbedaannya adalah mata pelajaran dan tujuan penelitian. Ketiga penelitian
tersebut pada mata pelajaran Sains dan Matematika, sedangkan tujuan
penelitiannya adalah untuk meningkatkan hasil belajar sesuai mapel tersebut dan
meningkatkan minat peserta didik untuk belajar. Peneliti melakukan penelitian
pada mapel Bahasa Indonesia dan tujuannya untuk meningkatkan keterampilan
berbicara.
Penelitian yang dilakukan oleh Madeamin dalam International Journal of
Social Science and Humanities Vol. 6 No. 2 tahun 2018 yang berjudul The
Influence of Using Comic Series Media on Interest Learning Indonesian
Language. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari penggunaan media komik serial terhadap minat belajar peserta
didik. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa r-hitung adalah 0,642. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa media komik memiliki pengaruh terhadap
minat belajar peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan
diterima, yaitu ada pengaruh penggunaan media serial komik terhadap minat
belajar kelas IV Sekolah Dasar Indonesia Inpres Kabupaten Kalebajeng Gowa.
Kesamaan dari penelitian di atas adalah media yang digunakan yaitu media
komik dan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Perbedaannya pada tujuan dan
subjek penelitian. Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat belajar
peserta didik dan subjeknya peserta didik kelas IV SD, sedangkan peneliti
melakukan penelitian bertujuan untuk meingkatkan keterampilan menulis
informasi penting naras sejarah dan subjek penelitiannya adalah peserta didik
kelas V SD.
Selain penelitian-penelitian di atas, ada juga penelitian Internasional yang
mendukung. Penelitian oleh Ahmed (2015) dengan judul Enhancing Elementary
Level Efl Students’ Reading Comprehension And Writing Skills Through
Extensive Reading Enrichment Program. Penelitian yang dilakukan
menggunakan penelitian kuantitatif kuasi-eksperimental ini meneliti dampak luas
membaca (ER) pada pengembangan bahasa kedua (L2) membaca pemahaman
dan keterampilan menulis antara sekolah dasar peserta didik EFL di dua negara
Arab, yaitu Mesir dan Arab Saudi. Penelitian ini didasarkan pada percobaan yang
dilakukan selama periode sembilan bulan pada kenyamanan sampel dari 112
siswa sekolah dasar (n = 112) dibagi menjadi lima kelompok, tiga kelompok
eksperimental dan dua kelompok kontrol, di mana siswa milik dua sekolah
swasta yang berbeda di Mesir dan dua sekolah internasional yang berbeda di dua
kota di Arab Saudi. Tes analisis statistik yang dilakukan menunjukkan
peningkatan yang nyata dalam kemahiran Bahasa Inggris dalam dua kelompok
eksperimen, dengan referensi khusus untuk membaca pemahaman dan menulis.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr.S.Amutha tahun 2015 yang berjudul
“Diagnosis Of Reading And Writing Skills in Primary School Students”.
Penelitian ini mengadopsi teknik survei untuk pengumpulan data. Para peserta
penelitian adalah 460 siswa kelas lima yang dipilih melalui teknik random
sampling dari Wayanad. Dari 460 siswa, 178 berasal dari Pemerintah dan 182
berasal dari Aided dan 100 berasal dari sekolah swasta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pemerintah, dibantu
dan SD swasta siswa dalam keterampilan membaca dan menulis mereka. Tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam kemampuan membaca dan menulis mereka
berdasarkan jenis kelamin.
Penelitian lain oleh Asrifan (2015) yang berjudul The Use of Pictures
Story in Improving Students’ Ability to Write Narrative Composition. Penelitian
ini menggunakan metode Quasi-eksperimen. Proses pengambilan sampel
menggunakan random sampling. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok
eksperimen mendapat skor (75,80) sedangkan kelompok kontrol mendapat skor
(68,03). Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan sebelum dan
sesudah menggunakan cerita bergambar.
Penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan komik
sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar khususnya
keterampilan menulis. Selain itu ada penelitian yang menyebutkan bahwa media
gambar juga dapat meningkatkan hasil belajar menulis. Penelitian tersebut
memiliki beberapa kesamaan antara lain, sama-sama menggunakan media komik,
sama-sama meningkatkan hasil belajar siswa dalam menulis khususnya menulis
narasi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian-
penelitian terdahulu yaitu mata pelajaran, metode penelitian, subyek, lokasi serta
waktu penelitian. Pada penelitian sebelumnya pengembangan komik digunakan
untuk meningkatkan keterampilan menulis, selain itu ada juga penelitian yang
menyatakan bahwa komik digunakan sebagai media pembelajaran IPA.
Sedangkan dalam penelitian ini media komik cerita sejarah digunakan sebagai
media pembelajaran menulis informasi penting narasi sejarah berbasis
edutaiment pada siswa kelas V SD.
2.1.1. Kerangka Berpikir
Permasalahan yang peneliti temukan di SDN Wonosari 02 Semarang
adalah rendahnya keterampilan siswa dalam menggali informasi penting dalam
teks narasi sejarah. Hal ini terjadi salah satunya karena belum tersediamya media
pembelajaran Bahasa Indonesia dalam materi tersebut. Maka menyebabkan siswa
kesulitan dalam menulis informasi penting narasi sejarah dan pembelajaran
menjadi pasif dan membosankan.
Media merupakan salah satu faktor penunjang pembelajaran di kelas.
Peneliti mencoba mengembangkan media komik sejarah yang dapat digunakan
untuk membuat siswa tertarik dan meningkatkan keterampilan menulis informasi
penting dalam narasi sejarah. Media tersebut diimplementasikan dengan
pembelajaran berbasis edutainment guna menambah rasa senang dalam belajar.
Dengan adanya media yang tercipta harapannya menjadi nilai guna dan
bermanfaat bagi pihak akademik secara keseluruhan. Kerangka berpikir
penelitian ini adalah sebagai berikut.

Permasalahan yang diperoleh :


Belum adanya media pembelajaran dalam materi menulis informasi
penting narasi sejarah.
Siswa kesulitan dalam menggali informasi penting dalam narasi sejarah
Siswa merasa bosan dengan pembelajaran menulis karangan

Akibatnya

Hasil belajar siswa dalam keterampilan menulis informasi penting narasi


sejarah rendah
Siswa kurang aktif dalam pembelajaran menulis informasi penting narasi
sejarah

Solusi

Pengembangan media Siswa terlibat aktif dalam


Harapan
komik berbasis proses pembelajaran sehingga
edutaiment pada mampu meningkatkan
pembelajaran menulis keterampilan menulis
informasi penting narasi informasi penting narasi
sejarah. sejarah yang mempengaruhi
hasil belajar siswa.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2015). Pembelajaran multiliterasi: sebuah jawaban atas tantangan


pendidikan abad ke-21dalam konteks keindonesiaan. Bandung: Refika
Aditama.
Angkowo & Kosasih, 2017. Optimalisasi Buku Ajar IPA Pembelajaran. Jakarta:
Grasindo.
Arsyad, Azhar. 2019. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Astuti, Yanuarita Widi dan Mustadi, Ali. 2014.” Pengaruh Penggunaan Media Film
Animasi Terhadap Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD”.
Jurnal Prima Edukasia, Volume (2), Nomor (2).
Dalman, H. 2015. Keterampilan Menulis. Jakarta: Rajawali Pers.
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran Peranannya sangat Penting dalam Mencapai
Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Fadillah Muhammad., dkk. 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta :
Kencana.
Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Haryono. 2013. Pembelajaran IPA yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta:
Kepel Press.
Maharsi, Indiria. (2018). Komik: Dari Wayang Beber Sampai Komik Digital.
Yogyakarta. Diakses dari Goggle Play Book.
Rohani. (2019). Media Pembelajaran. Sumatera Utara: Diktat
Sanaky, H. A. H. (2015). Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta:
Kaukaba.
Sidik, Zafar dan A.Sobandi. (2018). Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa
melalui kemampuan komunikasi interpersonal guru. Jurnal Pendidikan
Manajemen Perkantoran. 3 (2): halaman 190-198
Jauhari.(2018). Peran Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai