Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi pada suatu daerah juga didukung dengan fasilitas gedung
perkantoran yang menjadi wadah perusahaan swasta dalam menjalankan urusan bisnis mereka di
daerah tersebut. Pengembangan kota juga didasari pada fasilitas perkantoran yang dibutuhkan oleh
suatu daerah dengan tujuan untuk mengembangkan daerahnya sendiri. Perkantoran memberikan
dampak yang menguntungkan pada suatu kota seperti, tersedianya lapangan pekerjaan bagi para
pekerja yang sedang mencari pekerjaan, urusan bisnis yang mampu mendorong sektor ekonomi, serta
beberapa keuntungan lainnya.

Kota Palu merupakan pusat pergerakan berbagai sektor kehidupan di Sulawesi Tengah.
Sebagai Ibukota, Kota Palu dijadikan sebagai pusat perkantoran di Sulawesi Tengah, mulai dari
kantor pemerintahan hingga kantor swasta yang mampu mendukung pergerakan sektor ekonomi dan
administrasi di Kota Palu. Kurangnya fasilitas seperti kantor sewa di Kota Palu menjadi
permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kota. Perusahaan-perusahaan yang membutuhkan
wadah seperti kantor untuk bekerja masih sangat minim akan wadah tersebut. Beberapa dari
perusahaan tersebut menyewa rumah tinggal kemudian dijadikan sebagai tempat untuk mereka
bekerja. Kantor sewa berperan dalam menyediakan wadah bagi perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan wadah mereka dalam bekerja.

Dalam lingkungan perkantoran, pekerja diperlukan sebagai penggerak perusahaan dalam


mencapai tujuan atau keuntungan bersama. Pekerja kantoran biasanya diatur untuk bekerja di kantor
selama 8 hingga 10 jam per hari dengan 5 hari kerja tergantung dari kebijakan sebuah perusahaan.
Pada kenyataannya, beberapa pekerja ditugaskan untuk melakukan lembur atau bekerja melewati
waktu yang telah ditentukan dengan alasan untuk menyelesaikan pekerjaan lebih awal. Kegiatan
lembur yang dilakukan oleh pekerja biasanya berdampak pada kondisi psikologis mereka. Dalam
sebuah lingkungan pekerjaan, psikologi seorang pekerja dapat mempengaruhi produktivitas pekerja.
Stress kerja yang dialami oleh seseorang dapat berdampak buruk pada performa seseorang.

Stress kerja timbul akibat dari individu dan lingkungan pekerja. Beberapa kegiatan tersebut
dilakukan oleh pekerja ketika mereka sedang libur kerja. Namun, waktu libur kerja biasanya
ditugaskan untuk melakukan kerja tambahan yang perlu diselesaikan. Sehingga waktu libur mereka
dalam melakukan healing tidak cukup atau bahkan tidak ada. Kegiatan healing seperti jalan-jalan,
bersantai di taman, melihat objek visual yang menenangkan seperti pemandangan, tumbuhan, dan
lain-lain, dapat membantu pekerja dalam meredakan stress saat kerja dan meningkatkan
produktivitas pekerja. Hal-hal seperti ini dibutuhkan oleh pekerja dalam menciptakan ruang kerja
yang produktif.
Kondisi lingkungan kerja dengan menyediakan pemandangan visual tumbuhan mampu
meningkatkan kenyamanan ruang kerja. Pendekatan desain kantor sewa dengan Arsitektur Biofilik
dianggap mampu menyelesaikan masalah kebutuhan kantor sewa dengan fasilitas dalam
menciptakan kenyamanan ruang kerja kantor. Arsitektur Biofilik berperan dalam memberikan
suasana ruang kerja dengan unsur vegetasi sebagai peran terbesar dan diikuti strategi pencahayaan
dan penghawaan alami, sehingga ruang kerja yang dibuat menjadi pendukung dalam bekerja lebih
produktif.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah terkait kantor sewa yang ada di Kota Palu, dapat diambil
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan kantor sewa untuk perusahaan-perusahaan yang membutuhkan dengan lokasi


berada di Kota Palu.
2. Penerapan Arsitektur Biofilik dalam menciptakan ruang kerja yang produktif dan
nyaman.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana rancangan Kantor Sewa sebagai wadah perusahaan-perusahaan dalam


membangun bisnis di Kota Palu?
2. Bagaimana rancangan Kantor Sewa di Kota Palu dengan menerapkan Arsitektur Biofilik
pada bangunan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari penulisan ini sebagai
berikut:

1. Menghasilkan rancangan Kantor Sewa yang berfungsi sebagai wadah bagi perusahaan-
perusahaan dalam membangun bisnis di Kota Palu.
2. Menerapkan pendekatan Arsitektur Biofilik pada rancangan Kantor Sewa di Kota Palu.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Objek Penelitian


Judul penelitian ini adalah Kantor Sewa di Kota Palu Berikut definisi objek secara etimologi
(bahasa) maupun secara detail.

a. Pengertian Kantor Sewa


Jika dipisahkan per kata, kantor sewa terdiri dari dua kata yang berbeda yaitu “kantor” dan
“sewa”. Menurut Silalahi (2003), kantor merupakan tempat dilaksanakannya aktivitas atau kegiatan
ketatausahaan, yaitu berupa unit kerja yang terdiri dari ruangan, peralatan, dan pekerjanya.
Sedangkan menurut Atmosudirdjo (1986), kantor adalah kelembagaan yang terdiri dari beberapa
unsur kantor seperti karyawan, personil, dan ketatausahaan yang dibutuhkan untuk mempermudah
tugas atau pekerjaan pimpinan.

Menurut KBBI Online, kata sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang; uang
yang dibayarkan karena memakai atau meminjam sesuatu; ongkos; biaya pengangkutan (transpor);
yang boleh dipakai setelah dibayar dengan uang.

Menurut Marlina (2008), kantor sewa mrupakan suatu fasilitas perkantoran yang
berkelompok dalam satu bangunan sebagai respon terhadap pesatnya pertumbuhan ekonomi
khususnya kota-kota besar (perkembangan industri, bangunan/konstruksi, perdagangan, perbankan,
dan lain-lain. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kantor sewa adalah fasilitas
perkantoran dengan aktivitas atau kegiatan tatausaha sebagai respon terhadap pertumbuhan bidang
ekonomi dalam sebuah kota dengan sistem peminjaman gedung dengan kesepakatan bersama antara
pemilik gedung dengan perusahaan.

b. Tipologi Kantor Sewa


Menurut Marlina (2008) dalam Nurzukhrufa (2018), rancangan kantor sewa memiliki
beberapa tipe diantaranya berdasarkan bentuk ruang sewa, peruntukan, jumlah penyewa,
pengelolaan, dan kelas kantor sewa.

- Kantor sewa berdasarkan bentuk ruang sewa


Terdapat klasifikasi kantor sewa yang ditinjau dari bentuknya sebagai berikut :
1. Small Space, merupakan bentuk ruang sewa berkapasitas 1-3 orang dengan luasan ruang 8
m2 – 40 m2.
2. Medium Space, merupakan bentuk ruang sewa berkapasitas untuk sebuah grup kerja dengan
luasan ruang 40 m2 – 150 m2.
3. Large Space, merupakan bentuk ruang sewa berkapasitas untuk banyak grup kerja dengan
luasan ruang di atas 150 m2.
- Kantor Sewa berdasarkan peruntukan
Menurut Marlina (2008), terkadang kelengkapan dan karakter ruang serta fasilitas kantor
sewa berbeda-beda sesuai fungsi aktivitas yang ditampung, antara lain :
1. Kantor sewa fungsi tunggal
Kantor sewa didalamnya memiliki satu fungsi, sifat dan karakter aktivitas yang diwadahi
relatif sama, sehingga pertimbangan perancangan, pengorganisasian, serta fasilitas pendukungnya
relatif sama sesuai dengan fungsi yang ditampung.
2. Kantor sewa fungsi majemuk
Kantor sewa didalamnya memiliki berbagai fungsi yang lebih kreatif, sifat dan karakter
aktivitas yang diwadahi berbeda-beda sehingga memerlukan strategi dalam perancangan dan
pengorganisasian ruang yang fleksibel. Artinya mampu beradaptasi pada perubahan tuntutan
pengguna.

- Kantor sewa berdasarkan jumlah penyewa


Menurut Nurzukhrufa (2018), ruang-ruang dalam kantor sewa dapat disewa oleh satu atau
sejumlah penyewa dan penyewa dapat menyewa satu atau beberapa unit ruang sewa sekaligus sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan penyewa. Hal tersebut dapat dikategorikan berdasarkan jumlah
konsumen yang menyewa antara lain :
1. Penyewa Bangunan Tunggal
Bangunan kantor sewa yang hanya disewa oleh satu penyewa. Wewenang pengelolaannya
dapat dimiliki oleh penyewa atau dari manajemen pengelolaan yang ditunjuk oleh pemilik bangunan.
Untuk perancangan ruang beserta fasilitasnya terkadang sudah disesuaikan dengan keinginan
penyewa.
2. Penyewa Lantai Tunggal
Kantor sewa yang hanya disewa oleh satu penyewa saja pada setiap lantainya. Fungsi yang
ditampung dapat tunggal maupun majemuk, namun hanya ada satu penyewa disetiap lantainya
sehingga wewenangnya dapat dimiliki oleh penyewa yang berbeda pada setiap lantainya.
Perancangan ruang beserta fasilitasnya sedikit lebih rumit daripada penyewa bangunan tunggal
karena pihak manajemen harus melakukan pengorganisasian pada setiap lantainya.
3. Penyewa Lantai Majemuk
Kantor sewa yang digunakan lebih dari satu penyewa atau unit kantor pada setiap lantainya.
Dapat diartikan pula bahwa beberapa penyewa dapat sekaligus menyewa dalam satu lantai
bangunannya sehingga bentuk ruang sewa menjadi hal terpenting pada perancangan bangunannya.
Majemuknya jenis penyewa mengakibatkan variasi ruang dan fasilitas membutuhkan
pengorganisasian dengan strategi khusus.
- Kantor sewa berdasarkan pengelolaannya
Menurut Marlina (2008) dalam Nurzukhrufa (2018), klasifikasi kantor sewa berdasarkan
pengelolaannya dijabarkan sebagai berikut :
1. Tenant Owned Office Building
Kantor sewa yang dibangun oleh pemilik yang sekaligus sebagai penyewa bangunan secara
dominan, sehingga layout ruang, bentuk bangunan, serta komponen lainnya menyesuaikan dengan
keinginan pemilik. Karena pemilik berperan sebagai penyewa juga, maka yang mengelola
bangunannya yaitu salah satu penyewa tersebut yang juga sebagai pemilik, dan image bangunan
biasanya menunjukkan image perusahaan yang sesuai dengan pemiliknya.
2. Speculative Office Building
Kantor sewa yang dibangun dengan maksud memenuhi kebutuhan pasar (market demand)
serta secara spekulatif diharapkan mampu menyerap penyewa dengan melalui studi kelayakan
sebelumnya. Income yang didapat pemilik atau pihak sponsor sangat menentukan keberhasilan
kantor ini. Prinsipnya apabila bangunan tidak efisien maka tidak akan ada penyewa yang membayar
biaya sewa sehingga pemenuhan kebutuhan penyewa yang bervariasi sangat penting sebagai acuan
dalam merancang kantor sewa.
3. Investment Type of Office Building
Kantor sewa yang dipasarkan dengan ciri khusus (spesifik), yaitu penyewa merupakan
perusahaan khusus yang menyewa satu bangunan sehingga image bangunan menyesuaikan dengan
keinginan penyewa tunggal tersebut atau satu perusahaan menyewa sebagian besar ruang kantor
dengan sistem multiple tenancy floor. Dalam perancangannya, desain ruangan dibuat terbuka tanpa
ada partisi dengan peletakan akses vertikal dan area servis di luar kantor yang memungkinkan
kebebasan dalam membagi layout denah serta biasanya bangunan diadakan pada site yang nilainya
tinggi.
4. Tailor Made Building
Kantor sewa yang dibangun dengan maksud untuk digunakan sendiri seperti kantor
pemerintahan atau departemen. Menurut Francis Duffy dalam Meyer (1983), kelebihan kantor seperti
ini adalah :
 Pemilihan lokasi dapat disesuaikan dengan sasaran kegiatan.
 Fasilitas khusus dapat disediakan sesuai dengan tuntutan kegiatan yang direncanakan.
 Luas bangunan bervariasi sesuai pola kegiatannya serta dapat diatur untuk
mengantisipasi perkembangan kegiatan.
 Perancangan dapat dilakukan dengan lebih kreatif demi sebuah image.
- Kantor sewa berdasarkan Kelasnya
Menurut Kyle (1995) dalam Nurzukhrufa (2018), ruang kantor dijabarkan ke dalam suatu
kelas A, B, C atau D, berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh pemilik bangunan dan asosiasi
pengelola internasional serta menggunakan aturan Building Owners and Managers Association
(BOMA International) dalam melakukan survei kondisi pasar tiap semesternya. Meskipun kelas
bangunan bervariasi antara satu kota dengan kota lainnya, biasanya ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu usia, lokasi dan posisi pasar (tingkat hunian) serta dapat dilihat juga dari biaya sewanya. Berikut
penjabaran dari kelas kantor sewa :
1. Kelas A: bangunan relatif baru, lokasi di daerah utama, tingkat hunian yang tinggi, tarif sewa
yang tinggi namun kompetitif.
2. Kelas B: bangunan bukan baru akan tetapi direnovasi sepenuhnya sesuai standar modern,
lokasi tidak di daerah utama, tingkat hunian tinggi, tingkat persaingan tinggi. Sebuah
bangunan baru yang tidak di daerah utama juga bisa menjadi B.
3. Kelas C: bangunan yang lebih tua dan tanpa renovasi namun dalam kondisi cukup baik,
tingkat hunian dan lokasi sedikit lebih rendah dari kelas atasnya, serta tarif sewa antara
menengah hingga rendah.
4. Kelas D: bangunan yang telah mencapai akhir masa pakainya (sangat tua) dan dalam kondisi
buruk, dengan tarif sewa rendah dan tingkat hunian rendah.

c. Karakteristik Penyewa Kantor Sewa


Penyewa kantor sewa biasanya ditujukan pada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan
ruang kerja dengan cara membayar uang sewa dan mengikuti syarat dan ketentuan yang telah
ditentukan dan disepakati oleh pihak penyewa dan pemilik unit. Menurut Leishman dkk. (2004)
dalam Nurzukhrufa (2018), keputusan perusahaan dalam menyewa kantor sangat berkaitan dengan
karakteristik yang dimiliki setiap perusahaan, seperti ukuran perusahaan, skala pelayanan, dan jenis
bidang usahanya. Leishman juga menambahkan bahwa skala perusahaan dapat dilihat dati jangkauan
pelayanan atau pasar mereka dalam melayani bisnis dan dikategorikan menjadi lokal, regional,
nasional, dan internasional.

Menurut Beltina dkk (2006) dalam Nurzukhrufa (2018), tipe perusahaan penyewa dibedakan
menjadi beberapa jenis bidang usaha, yaitu bidang retail, bidang Informasi Teknologi (IT), bidang
logistik, bidang pemasaran, dan bidang konstruksi. Sedangkan menurut Adnan (2012), terdapat tiga
bidang usaha perusahaan penyewa kantor sewa, yaitu perusahaan bidang keuangan, bidang ITC, serta
bidang oil and gas (mining).
B. Tinjauan Pendekatan Rancangan
a. Pengertian Arsitektur Biofilik

Menurut Safitri (2017), arsitektur biofilik merupakan kristalisasi dari tiga prinsip arsitektur
hijau “respect for users, respect for site, and energy efficiency”. Secara keseluruhan, arsitektur
biofilik memiliki unsur yang sama pada bangunannya. Desain biofilik melibatkan penerangan dan
ventilasi alami, view, kualitas udara dalam dan luar ruang, tanaman, dan air serta mengaburkan batas-
batas antara bangunan dan lanskapnya.

Menurut Wilson (2012) dalam Safitri (2017), biophilia adalah kecendurungan manusia yang
melekat untuk menyatu dengan alam bahwa bahkan manusia di dunia modern hal ini menjadi penting
untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat baik dari fisik maupun mental. Ide biophilia berasal
dari pemahaman manusia berevolusi, di mana lebih dari 99% dari sejarah spesies kita biologis
dikembangkan pada respon adaptif untuk alam alami bukan alam buatan dari ciptaan manusia.

Menurut Browning, Ryan, & Clancy (2014) dalam Octavianti, dkk. (2018), desain biofilik
adalah desain yang berlandaskan pada aspek biophilia yang memiliki tujuan untuk menghasilkan
suatu ruang yang dapat berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan hidup manusia secara fisik
dan mental dengan membina hubungan positif antara manusia dan alam. Desain biofilik
menyediakan kesempatan bagi manusia untuk hidup dan bekerja pada tempat yang sehat, minimum
tingkat stres, serta menyediakan kehidupan yang sejahtera dengan cara mengintegrasikan alam, baik
dengan material alami maupun bentuk-bentuk alam ke dalam desain.

Menurut Kellert & Calabrese (2015), biofilik desain berusaha menciptakan habitat yang baik
bagi manusia di lingkungan modern yang memajukan kesehatan, kebugaran, dan kesejahteraan
manusia. Dengan menggabungkan unsur-unsur yang berasal dari alam yang memberi manusia
sejumlah manfaat seperti dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan.

Dengan beberapa definisi mengenai arsitektur biofilik yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa arsitektur biofilik merupakan sebuah aliran desain yang mengacu pada elemen
biofilia. Biofilia merupakan perilaku manusia yang ingin menyatu dengan alam dalam konteks dunia
modern dengan tujuan untuk kesehatan mental dan fisik tiap individu. Desain yang dihasilkan dari
biofilik diharapkan mampu untuk menyediakan kesempatan bagi pengguna untuk dapat melakukan
kegiatan produktif saat jam kerja dan meminimalisir tingkat stres seseorang dalam melakukan
pekerjaan atau setelah bekerja.

b. Prinsip Arsitektur Biofilik

Menurut Browning, Ryan, & Clancy (2014) dalam buku “14 Patterns of Biophilic Design”,
terdapat 14 pola prinsip yang diterapkan pada implementasi desain arsitektur biofilik dengan
penggolongan menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Nature in the Space
Pada kategori ini membahas kehadiran alam secara langsung, fisik, dan fana dalam suatu
ruang atau tempat. Ini termasuk dalam kehidupan tanaman, air, dan hewan, serta hembusan angin,
suara, aroma, dan elemen alam lainnya. Contoh umum berupa tanaman pot, petak bunga, pengumpan
burung, taman kupu-kupu, fitur air, air mancur, akuarium, taman halaman, dan dinding hijau atau
atap bervegetasi. Pengalaman Nature in the Space yang paling kuat dicapai melalui penciptaan
hubungan langsung yang bermakna dengan unsur-unsur alam ini, khusunya melalui keragaman,
gerakan, dan interaksi multi-indera.

Nature in the Space meliputi tujuh pola desain biofilik sebagai berikut :
- Koneksi visual dengan alam/Visual Connection with Nature
Pola hubungan visual dengan alam telah berkembang dari penelitian tentang preferensi
visual dan tanggapan terhadap pemandangan alam yang menunjukkan berkurangnya stres, fungsi
emosional yang lebih positif, dan peningkatan konsentrasi dan tingkat pemulihan. Tujuan dari pola
ini adalah untuk menyediakan lingkungan yang membantu individu mengalihkan fokus untuk
mengendurkan otot-otot mata dan meredakan kelelahan kognitif. Efek dari intervensi akan
meningkatkan seiring dengan meningkatnya kualitas pemandangan dan jumlah keanekaragaman
hayati yang terlihat.

- Koneksi non-visual dengan alam/Non-visual Connection with Nature


Tujaun dari pola ini adalah untuk menyediakan lingkungan yang menggunakan suara, aroma,
sentuhan, dan bahkan mungkin rasa untuk melibatkan individu dengan cara yang membantu
mengurangi stres dan meningkatkan persepsi kesehatan fisik dan mental. Indera-indera ini dapat
dialami secara terpisah, meskipun pengalaman itu diintensifkan dan efek kesehatannya diperparah
jika banyak indera secara konsisten terlibat bersama.

- Rangsangan sensorik non-ritmik/Non-Rhythmic Sensory Stimuli


Tujuan dari pola ini adalah untuk mendorong penggunaan rangsangan sensorik alami yang
secara tidak mencolok menarik perhatian, memungkinkan kapasitas individu untuk tugas-tugas
terfokus diisi kembali dari kelelahan mental dan stres fisiologis. Ini dapat dicapai dengan merancang
paparan sesaat terhadap gerakan stokastik atau tidak terduga, terutama untuk penglihatan tepi atau
pengalaman aroma atau suara secara berkala.

- Variabilitas termal & aliran udara/Thermal & Airflow Variability


Tujuan dari pola ini adalah untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan pengguna
untuk mengalami elemen sensorik dari variabilitas aliran udara dan variabilitas termal. Tujuannya
juga agar pengguna dapat mengontrol kondisi termal, baik dengan menggunakan kontrol individual,
atau mengizinkan penghuni mengakses kondisi ambien variabel dalam suatu ruang.
- Keberadaan air/Presence of Water
Tujuan dari pola ini untuk memanfaatkan atribut multi sensorik air untuk meningkatkan
pengalaman tempat dengan cara yang menenangkan, mendorong kontemplasi, meningkatkan
suasana hati, dan memberikan pemulihan dari kelelahan kognitif.

- Cahaya dinamis dan menyebar/Dynamic & Diffuse Light


Tujuan dari pola ini ada dua yaitu untuk memberikan pengguna opsi pencahayaan yang
merangsang mata dan menahan perhatian dengan cara yang menimbulkan respon psikologis atau
fisiologis yang positif, dan untuk membantu memperhatikan fungsi sistem sirkadian. Tujuannya
tidak boleh untuk menciptakan distribusi cahaya yang seragam melalui ruang, juga tidak boleh ada
perbedaan ekstrim.

- Hubungan dengan sistem alam/Connection with Natural Systems


Tujuan dari pola ini untuk meningkatkan kesadaran akan sifat alami dan pemeliharaan
lingkungan dari ekosistem di mana sifat-sifat itu berlaku. Strategi untuk bekerja dengan pola
mungkin sesederhana mengidentifikasi konten utama dalam pemandangan alam (misalnya, pohon
gugur di halaman belakang atau anggrek mekar di ambang jendela), atau mungkin integrasi sistem
yang lebih kompleks, seperti dengan menunjukan hubungan antara perilaku penghuni bangunan dan
kapasitas infrastruktur air hujan dengan mengatur aktivitas domestik selama hujan. Dalam kedua
kasus tersebut, komponen temporal biasanya merupakan faktor kunci dalam pengenalan pola dan
pemicu kesadaran yang lebih dalam tentang ekosistem yang berfungsi.

2. Natural Analogues
Pada kategori ini membahas kebangkitan alam yang organik, tidak hidup, dan tidak
langsung. Benda, bahan, warna, bentuk, urutan, dan pola yang ditemukan di alam, bermanifestasi
sebagai karya seni, ornamen, furnitur, dekorasi, dan tekstil di lingkungan binaan. Peniruan cangkang
dan daun, furnitur dengan bentuk organik, dan bahan alami yang telah diproses atau diubah secara
ekstensif (misalnya, papan kayu, permukaan meja granit), masing-masing memberikan hubungan
tidak langsung dengan alam meskipun nyata, mereka hanya analog dengan item dalam keadaan alami
mereka. Pengalaman Nature Analogues terkuat dicapai dengan memberikan kekayaan informasi
secara terorganisir dan terkadang berkembang.

Nature Analogues meliputi tujuh pola desain biofilik sebagai berikut :


- Bentuk dan pola biomorfik/Biomorphic Forms & Patterns
Tujuan dari pola ini untuk menyediakan elemen desain representasional dalam lingkungan
binaan yang memungkinkan pengguna membuat koneksi dengan alam. Tujuannya adalah untuk
menggunakan bentuk dan pola biomorfik dengan cara yang menciptakan lingkungan yang lebih
disukai secara visual yang meningkatkan kinerja kognitif sambil membantu mengurangi stres.
- Hubungan material dengan alam/Material Connection with Nature
Tujuan dari pola ini untuk mengeksplorasi karakteristik dan jumlah bahan alami yang
optimal untuk menghasilkan respon kognitif atau fisiologis yang positif. Dalam beberapa kasus,
mungkin ada beberapa lapisan informasi dalam materi yang meningkatkan koneksi, seperti
pengetahuan yang dipelajari tentang materi, tekstur yang dikenal, atau fraktal bersarang yang terjadi
dalam pola butiran batu atau kayu.

- Kompleksitas dan keteraturan/Complexity & Order


Tujuan dari pola ini untuk menyediakan simetri dan geometri fraktal, yang dikonfigurasi
dengan hirarki spasial yang koheren, untuk menciptakan lingkungan yang memelihara secara visual
yang menghasilkan respon psikologis atau kognitif yang positif.

3. Nature of the Space


Pada kategori ini membahas konfigurasi spasial di alam. Ini termasuk keinginan bawaan dan
terpelajar kita untuk dapat melihat melampaui lingkungan sekitar kita, ketertarikan kita dengan
pandangan yang sedikit berbahaya atau tidak diketahui, pandangan yang dikaburkan dan momen-
momen pewahyuan, dan kadang-kadang bahkan sifat yang memicu fobia ketika mereka menyertakan
elemen keamanan yang terpercaya. Pengalaman Nature of the Space yang terkuat dicapai melalui
penciptaan konfigurasi spasial yang disengaja dan menarik yang dipadukan dengan pola Nature in
the Space dan Nature Analogues.

Nature Analogues meliputi tujuh pola desain biofilik sebagai berikut :


- Prospek/Prospect
Tujuan dari pola ini untuk menyediakan pengguna dengan kondisi yang cocok untuk survei
visual dan merenungkan lingkungan sekitar untuk peluang dan bahaya. Dalam lanskap, prospek
dicirikan sebagai pemandangan dari posisi tinggi atau melintasi bentangan. Sementara posisi yang
lebih tinggi dapat meningkatkan prospek (dalam dan luar bangunan), tidak penting untuk
menciptakan pengalaman prospek yang berkualitas.

- Tempat Berlindung/Refuge
Tujuan utama dari pola ini untuk menyediakan pengguna dengan lingkungan yang mudah
diakses dan protektif yang mendukung restorasi. Tujuan kedua adalah untuk membatasi akses visual
ke dalam ruang perlindungan. Kondisi ruang utama adalah perlindungan di atas dan ke belakang,
sebaiknya di tiga sisi, penempatan atau orientasi ruang yang strategis juga dapat mempengaruhi
kualitas pengalaman.
- Misteri/Mystery
Misteri mencirikan tempat di mana seorang individu merasa terdorong untuk bergerak maju
untuk melihat apa yang ada di tikungan, itu adalah pandangan yang sebagian terungkap ke depan.
Tujuan dari pola misteri ini adalah untuk menyediakan lingkungan fungsional yang mendorong
eksplorasi dengan cara yang mendukung pengurangan stres dan pemulihan kognitif. Sementara pola
alam lainnya dapat dialami dalam posisi stationer, misteri menyiratkan pergerakan dan analisis mulai
dari tempat yang dirasakan secara fundamental positif.

- Resiko/Risk
Tujuan dari pola ini untuk membangkitkan perhatian dan rasa ingin tahu, serta menyegarkan
ingatan dan keterampilan pemecahan masalah. Ada berbagai tingkat resiko yang dapat dimasukan ke
dalam desain tergantung pada pengguna yang dituju atau ruang yang tersedia, jalan kantilever di atas
tebing terjal adalah kasus ekstrim, melihat pemangsa di pameran kebun binatang dapat memberikan
rasa kontrol yang lebih besar. Sedangkan, lompat batu melalui fitur air yang lembut menghadirkan
resiko membuat kaki seseorang basah.

C. Studi Kasus
1. Second Home Hollywood Office, Los Angeles

Sumber : archdaily.com
Second Home Hollywood Office, Los Angeles

Second Home Hollywood terletak di timur laut Los Angeles. Bangunan ini merupakan bekas
bangunan neo-kolonial yang dirancang oleh Paul Williams pada tahun 1960-an. Selgascano yang
berperan sebagai arsitek dari bangunan ini berhasil mengubah bekas bangunan neo-kolonial menjadi
sebuah co-working kampus untuk publik dan beberapa area komunal seperti kafe, bar, restoran, aula
acara, dan zona rekreasi.

Bangunan ini berdiri dengan dua lantai lebih, lebih dari 500 ruang kerja mengelilingi
halaman dalam yang dipenuhi vegetasi. Ruang-ruang tersebut dipenuhi oleh vegetasi dan sorotan
warna-warni pada interiornya. Seiring dengan desain interior yang tidak monoton, hal tersebut
dijadikan branding mereka dengan nama “Second Home” sebagai penanda mereka untuk publik.
Sumber : archdaily.com
Kondisi sekitar bangunan

Berdasarkan letaknya, bangunan ini diakui mampu memberikan konteks alam yang
menenangkan di tengah-tengah kota Los Angeles yang padat. Bangunan ini telah membuka jalan
untuk sebuah taman yang sangat besar. Arsiteknya membuat sebuah ruang kerja co-working space
di luar menjadi area hijau. Mereka telah mengatur 60 paviliun berbentuk oval menjadi lanskap hutan
lebat. Paviliun-paviliun ini dilapisi kaca dan dihubungkan dengan jalan setapak. Dilengkapi dengan
bungalo sebagai area kerja dengan bentuk dan ukuran yang beragam dan memiliki atap kuning cerah
yang menonjol dari balik pepohonan dan tanaman.

Sumber : archdaily.com
Kondisi ruang Bungalo

Paviliun tersebut berfungsi sebagai kantor dan ruang pertemuan. Disekitar meja tengah,
terdapat lebih banyak ruang kerja yang bersandar pada jendela dengan panorama melengkung.
Dengan pemandangan ke luar ruangan, para pekerja merasa seolah-olah mereka bekerja di sebuah
ruang terbuka. Dalam hubungannya dengan jendela, tanaman hijau tidak hanya memberikan suasana
kerja yang dekat dengan alam, tetapi juga memastikan udara segar dan keteduhan yang cukup di
kantor. Dengan menerapkan sistem cross ventilation pada bungalo, sehingga penghawaan buatan
tidak diperlukan pada bungalo. Selain itu, mereka juga melakukan rainwater harvesting sebagai
metode penampungan air hujan yang digunakan sebagai sumber air bagi tanaman dan pepohonan
yang ada pada bangunan ini.
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved from KBBI Online: https://kbbi.web.id/sewa


(2021, April 5). Retrieved from Archdaily: https://www.archdaily.com/928819/second-home-
hollywood-office-selgascano
Atmosudirdjo, P. (1986). Dasar-dasar Ilmu Adminstrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Browning, W., Ryan, C., & Clancy, J. (2014). 14 Patterns of Biophilic Design. New York:
Terrapin Bright Green, LLC.
Keller, S. R., & Calabrese, E. (2015). The Practice of Biophilic Design. London: Terrapin Bright
Green, LLC.
Marlina, E. (2008). Panduan Perancangan Bangunan Komersil. Yogyakarta: Andi Offset.
Nurzukhrufa, A. (2018). Tipologi Kantor Sewa Berdasarkan Preferensi Penyewa (Studi Kasus:
Kantor Sewa kelas A Fungsi Majemuk di Kota Surabaya).
Octavianti, A. S., Sardiyarso, E. S., Iskandar, J., & Wulandari, M. I. (2018). Komparasi Konsep
Pola Analogi Alam Biofilik Desain di Bangunan Pendidikan. Seminar Nasional
Cendekiawan ke 4 (pp. 69-75). Jakarta: Garba Rujukan Digital.
Safitri, Z. N. (2017). Perancangan Pusat Kesehatan Kulit dengan Pendekatan Arsitektur Biofilik di
Kota Malang.
Silalahi, U. (2003). Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Anda mungkin juga menyukai