PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi pada suatu daerah juga didukung dengan fasilitas gedung
perkantoran yang menjadi wadah perusahaan swasta dalam menjalankan urusan bisnis mereka di
daerah tersebut. Pengembangan kota juga didasari pada fasilitas perkantoran yang dibutuhkan oleh
suatu daerah dengan tujuan untuk mengembangkan daerahnya sendiri. Perkantoran memberikan
dampak yang menguntungkan pada suatu kota seperti, tersedianya lapangan pekerjaan bagi para
pekerja yang sedang mencari pekerjaan, urusan bisnis yang mampu mendorong sektor ekonomi, serta
beberapa keuntungan lainnya.
Kota Palu merupakan pusat pergerakan berbagai sektor kehidupan di Sulawesi Tengah.
Sebagai Ibukota, Kota Palu dijadikan sebagai pusat perkantoran di Sulawesi Tengah, mulai dari
kantor pemerintahan hingga kantor swasta yang mampu mendukung pergerakan sektor ekonomi dan
administrasi di Kota Palu. Kurangnya fasilitas seperti kantor sewa di Kota Palu menjadi
permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kota. Perusahaan-perusahaan yang membutuhkan
wadah seperti kantor untuk bekerja masih sangat minim akan wadah tersebut. Beberapa dari
perusahaan tersebut menyewa rumah tinggal kemudian dijadikan sebagai tempat untuk mereka
bekerja. Kantor sewa berperan dalam menyediakan wadah bagi perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan wadah mereka dalam bekerja.
Stress kerja timbul akibat dari individu dan lingkungan pekerja. Beberapa kegiatan tersebut
dilakukan oleh pekerja ketika mereka sedang libur kerja. Namun, waktu libur kerja biasanya
ditugaskan untuk melakukan kerja tambahan yang perlu diselesaikan. Sehingga waktu libur mereka
dalam melakukan healing tidak cukup atau bahkan tidak ada. Kegiatan healing seperti jalan-jalan,
bersantai di taman, melihat objek visual yang menenangkan seperti pemandangan, tumbuhan, dan
lain-lain, dapat membantu pekerja dalam meredakan stress saat kerja dan meningkatkan
produktivitas pekerja. Hal-hal seperti ini dibutuhkan oleh pekerja dalam menciptakan ruang kerja
yang produktif.
Kondisi lingkungan kerja dengan menyediakan pemandangan visual tumbuhan mampu
meningkatkan kenyamanan ruang kerja. Pendekatan desain kantor sewa dengan Arsitektur Biofilik
dianggap mampu menyelesaikan masalah kebutuhan kantor sewa dengan fasilitas dalam
menciptakan kenyamanan ruang kerja kantor. Arsitektur Biofilik berperan dalam memberikan
suasana ruang kerja dengan unsur vegetasi sebagai peran terbesar dan diikuti strategi pencahayaan
dan penghawaan alami, sehingga ruang kerja yang dibuat menjadi pendukung dalam bekerja lebih
produktif.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah terkait kantor sewa yang ada di Kota Palu, dapat diambil
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan rancangan Kantor Sewa yang berfungsi sebagai wadah bagi perusahaan-
perusahaan dalam membangun bisnis di Kota Palu.
2. Menerapkan pendekatan Arsitektur Biofilik pada rancangan Kantor Sewa di Kota Palu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut KBBI Online, kata sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang; uang
yang dibayarkan karena memakai atau meminjam sesuatu; ongkos; biaya pengangkutan (transpor);
yang boleh dipakai setelah dibayar dengan uang.
Menurut Marlina (2008), kantor sewa mrupakan suatu fasilitas perkantoran yang
berkelompok dalam satu bangunan sebagai respon terhadap pesatnya pertumbuhan ekonomi
khususnya kota-kota besar (perkembangan industri, bangunan/konstruksi, perdagangan, perbankan,
dan lain-lain. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kantor sewa adalah fasilitas
perkantoran dengan aktivitas atau kegiatan tatausaha sebagai respon terhadap pertumbuhan bidang
ekonomi dalam sebuah kota dengan sistem peminjaman gedung dengan kesepakatan bersama antara
pemilik gedung dengan perusahaan.
Menurut Beltina dkk (2006) dalam Nurzukhrufa (2018), tipe perusahaan penyewa dibedakan
menjadi beberapa jenis bidang usaha, yaitu bidang retail, bidang Informasi Teknologi (IT), bidang
logistik, bidang pemasaran, dan bidang konstruksi. Sedangkan menurut Adnan (2012), terdapat tiga
bidang usaha perusahaan penyewa kantor sewa, yaitu perusahaan bidang keuangan, bidang ITC, serta
bidang oil and gas (mining).
B. Tinjauan Pendekatan Rancangan
a. Pengertian Arsitektur Biofilik
Menurut Safitri (2017), arsitektur biofilik merupakan kristalisasi dari tiga prinsip arsitektur
hijau “respect for users, respect for site, and energy efficiency”. Secara keseluruhan, arsitektur
biofilik memiliki unsur yang sama pada bangunannya. Desain biofilik melibatkan penerangan dan
ventilasi alami, view, kualitas udara dalam dan luar ruang, tanaman, dan air serta mengaburkan batas-
batas antara bangunan dan lanskapnya.
Menurut Wilson (2012) dalam Safitri (2017), biophilia adalah kecendurungan manusia yang
melekat untuk menyatu dengan alam bahwa bahkan manusia di dunia modern hal ini menjadi penting
untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat baik dari fisik maupun mental. Ide biophilia berasal
dari pemahaman manusia berevolusi, di mana lebih dari 99% dari sejarah spesies kita biologis
dikembangkan pada respon adaptif untuk alam alami bukan alam buatan dari ciptaan manusia.
Menurut Browning, Ryan, & Clancy (2014) dalam Octavianti, dkk. (2018), desain biofilik
adalah desain yang berlandaskan pada aspek biophilia yang memiliki tujuan untuk menghasilkan
suatu ruang yang dapat berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan hidup manusia secara fisik
dan mental dengan membina hubungan positif antara manusia dan alam. Desain biofilik
menyediakan kesempatan bagi manusia untuk hidup dan bekerja pada tempat yang sehat, minimum
tingkat stres, serta menyediakan kehidupan yang sejahtera dengan cara mengintegrasikan alam, baik
dengan material alami maupun bentuk-bentuk alam ke dalam desain.
Menurut Kellert & Calabrese (2015), biofilik desain berusaha menciptakan habitat yang baik
bagi manusia di lingkungan modern yang memajukan kesehatan, kebugaran, dan kesejahteraan
manusia. Dengan menggabungkan unsur-unsur yang berasal dari alam yang memberi manusia
sejumlah manfaat seperti dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan.
Dengan beberapa definisi mengenai arsitektur biofilik yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa arsitektur biofilik merupakan sebuah aliran desain yang mengacu pada elemen
biofilia. Biofilia merupakan perilaku manusia yang ingin menyatu dengan alam dalam konteks dunia
modern dengan tujuan untuk kesehatan mental dan fisik tiap individu. Desain yang dihasilkan dari
biofilik diharapkan mampu untuk menyediakan kesempatan bagi pengguna untuk dapat melakukan
kegiatan produktif saat jam kerja dan meminimalisir tingkat stres seseorang dalam melakukan
pekerjaan atau setelah bekerja.
Menurut Browning, Ryan, & Clancy (2014) dalam buku “14 Patterns of Biophilic Design”,
terdapat 14 pola prinsip yang diterapkan pada implementasi desain arsitektur biofilik dengan
penggolongan menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Nature in the Space
Pada kategori ini membahas kehadiran alam secara langsung, fisik, dan fana dalam suatu
ruang atau tempat. Ini termasuk dalam kehidupan tanaman, air, dan hewan, serta hembusan angin,
suara, aroma, dan elemen alam lainnya. Contoh umum berupa tanaman pot, petak bunga, pengumpan
burung, taman kupu-kupu, fitur air, air mancur, akuarium, taman halaman, dan dinding hijau atau
atap bervegetasi. Pengalaman Nature in the Space yang paling kuat dicapai melalui penciptaan
hubungan langsung yang bermakna dengan unsur-unsur alam ini, khusunya melalui keragaman,
gerakan, dan interaksi multi-indera.
Nature in the Space meliputi tujuh pola desain biofilik sebagai berikut :
- Koneksi visual dengan alam/Visual Connection with Nature
Pola hubungan visual dengan alam telah berkembang dari penelitian tentang preferensi
visual dan tanggapan terhadap pemandangan alam yang menunjukkan berkurangnya stres, fungsi
emosional yang lebih positif, dan peningkatan konsentrasi dan tingkat pemulihan. Tujuan dari pola
ini adalah untuk menyediakan lingkungan yang membantu individu mengalihkan fokus untuk
mengendurkan otot-otot mata dan meredakan kelelahan kognitif. Efek dari intervensi akan
meningkatkan seiring dengan meningkatnya kualitas pemandangan dan jumlah keanekaragaman
hayati yang terlihat.
2. Natural Analogues
Pada kategori ini membahas kebangkitan alam yang organik, tidak hidup, dan tidak
langsung. Benda, bahan, warna, bentuk, urutan, dan pola yang ditemukan di alam, bermanifestasi
sebagai karya seni, ornamen, furnitur, dekorasi, dan tekstil di lingkungan binaan. Peniruan cangkang
dan daun, furnitur dengan bentuk organik, dan bahan alami yang telah diproses atau diubah secara
ekstensif (misalnya, papan kayu, permukaan meja granit), masing-masing memberikan hubungan
tidak langsung dengan alam meskipun nyata, mereka hanya analog dengan item dalam keadaan alami
mereka. Pengalaman Nature Analogues terkuat dicapai dengan memberikan kekayaan informasi
secara terorganisir dan terkadang berkembang.
- Tempat Berlindung/Refuge
Tujuan utama dari pola ini untuk menyediakan pengguna dengan lingkungan yang mudah
diakses dan protektif yang mendukung restorasi. Tujuan kedua adalah untuk membatasi akses visual
ke dalam ruang perlindungan. Kondisi ruang utama adalah perlindungan di atas dan ke belakang,
sebaiknya di tiga sisi, penempatan atau orientasi ruang yang strategis juga dapat mempengaruhi
kualitas pengalaman.
- Misteri/Mystery
Misteri mencirikan tempat di mana seorang individu merasa terdorong untuk bergerak maju
untuk melihat apa yang ada di tikungan, itu adalah pandangan yang sebagian terungkap ke depan.
Tujuan dari pola misteri ini adalah untuk menyediakan lingkungan fungsional yang mendorong
eksplorasi dengan cara yang mendukung pengurangan stres dan pemulihan kognitif. Sementara pola
alam lainnya dapat dialami dalam posisi stationer, misteri menyiratkan pergerakan dan analisis mulai
dari tempat yang dirasakan secara fundamental positif.
- Resiko/Risk
Tujuan dari pola ini untuk membangkitkan perhatian dan rasa ingin tahu, serta menyegarkan
ingatan dan keterampilan pemecahan masalah. Ada berbagai tingkat resiko yang dapat dimasukan ke
dalam desain tergantung pada pengguna yang dituju atau ruang yang tersedia, jalan kantilever di atas
tebing terjal adalah kasus ekstrim, melihat pemangsa di pameran kebun binatang dapat memberikan
rasa kontrol yang lebih besar. Sedangkan, lompat batu melalui fitur air yang lembut menghadirkan
resiko membuat kaki seseorang basah.
C. Studi Kasus
1. Second Home Hollywood Office, Los Angeles
Sumber : archdaily.com
Second Home Hollywood Office, Los Angeles
Second Home Hollywood terletak di timur laut Los Angeles. Bangunan ini merupakan bekas
bangunan neo-kolonial yang dirancang oleh Paul Williams pada tahun 1960-an. Selgascano yang
berperan sebagai arsitek dari bangunan ini berhasil mengubah bekas bangunan neo-kolonial menjadi
sebuah co-working kampus untuk publik dan beberapa area komunal seperti kafe, bar, restoran, aula
acara, dan zona rekreasi.
Bangunan ini berdiri dengan dua lantai lebih, lebih dari 500 ruang kerja mengelilingi
halaman dalam yang dipenuhi vegetasi. Ruang-ruang tersebut dipenuhi oleh vegetasi dan sorotan
warna-warni pada interiornya. Seiring dengan desain interior yang tidak monoton, hal tersebut
dijadikan branding mereka dengan nama “Second Home” sebagai penanda mereka untuk publik.
Sumber : archdaily.com
Kondisi sekitar bangunan
Berdasarkan letaknya, bangunan ini diakui mampu memberikan konteks alam yang
menenangkan di tengah-tengah kota Los Angeles yang padat. Bangunan ini telah membuka jalan
untuk sebuah taman yang sangat besar. Arsiteknya membuat sebuah ruang kerja co-working space
di luar menjadi area hijau. Mereka telah mengatur 60 paviliun berbentuk oval menjadi lanskap hutan
lebat. Paviliun-paviliun ini dilapisi kaca dan dihubungkan dengan jalan setapak. Dilengkapi dengan
bungalo sebagai area kerja dengan bentuk dan ukuran yang beragam dan memiliki atap kuning cerah
yang menonjol dari balik pepohonan dan tanaman.
Sumber : archdaily.com
Kondisi ruang Bungalo
Paviliun tersebut berfungsi sebagai kantor dan ruang pertemuan. Disekitar meja tengah,
terdapat lebih banyak ruang kerja yang bersandar pada jendela dengan panorama melengkung.
Dengan pemandangan ke luar ruangan, para pekerja merasa seolah-olah mereka bekerja di sebuah
ruang terbuka. Dalam hubungannya dengan jendela, tanaman hijau tidak hanya memberikan suasana
kerja yang dekat dengan alam, tetapi juga memastikan udara segar dan keteduhan yang cukup di
kantor. Dengan menerapkan sistem cross ventilation pada bungalo, sehingga penghawaan buatan
tidak diperlukan pada bungalo. Selain itu, mereka juga melakukan rainwater harvesting sebagai
metode penampungan air hujan yang digunakan sebagai sumber air bagi tanaman dan pepohonan
yang ada pada bangunan ini.
DAFTAR PUSTAKA