Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS PERBANDINGAN LAPORAN KEUANGAN PADA NOKIA

CORPORATION DAN PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK


Nama Kelompok 4:
1. Assyifa Marwah (1402194098)
2. Chusnul Khotimah (1402194125)
3. Fikri Fajrul Falah (1402194079)
4. Namira Salsabila Ardiwinata (1402194144)
5. Ni Putu Ayu Arsallya M.P (1402194135)
6. Nurul Izza Ramadhani (1402194155)
7. Riki Santani (1402194158)
8. Sitti Farikha Tenri Pada (1402194077)
Kelas : AK-43-03

1. Analisis Lingkungan Bisnis dan Strategi


a. Nokia Corporation
Nokia Corporation adalah perseroan terbatas publik yang didirikan berdasarkan hukum
Republik Finlandia. Perusahaan ini tentunya memiliki beberapa sistem yang dapat
mendorong perkembangan kemajuan perusahaan. Sistem tersebut harus didukung oleh
manusia yang handal agar efektif. Fredrick Idestam sebagai pembuka pintu kesuksesan
sebuah perusahaan kecil bernama Nokia yang kini mentransformasikan dirinya
menjadi raksasa dunia di bidang telekomunikasi. Dalam perkembangannya, Nokia
selalu beruntung memiliki CEO yang handal, visioner yang dapat memimpin proses
transformasi mendasar nokia sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Elemen kunci
kesuksesan Nokia di seluruh dunia terletak pada kualitas penelitian manusia mereka.
Oleh karena itu, tidak heran bila Nokia Corp menerapkan people control system atau
yang lebih akrab dengan ungkapan “fokus pada orang”. Dimana nokia selalu
memperlakukan sumber daya manusianya sebagai masalah strategis dan bukan hanya
masalah administrasi.

Analisis Lingkungan Bisnis


1) Pemasaran
Perusahaan memiliki cara dalam memasarkan produknya Tenaga penjualan nya
berdedikasi untuk bekerja bahu membahu dengan penyedia layanan komunikasi
dan pelanggan perusahaan mereka untuk mendukung mereka dalam mengatasi
tantangan yang mereka hadapi, serta mengungkap peluang baru di pasar global
yang berubah dengan cepat. Berkaitan dengan itu, Nokia Technologies terus
terlibat dalam aktivitas penjualan dan pemasaran global yang mendukung lisensi
teknologi dari solusi audiovisual inovatif mereka seperti OZO Audio, sehingga
Nokia Enterprise dapat memberikan hasil yang sangat baik, mencapai target
pertumbuhan penjualan dua digit dan sangat mengungguli pasar pada saat itu.
Meskipun di beberapa periode selama penjualan berjalan sempat mengalami
penurunan pangsa pasar, serta penjualan namun hal itu dapat diatasi dengan
mengupgrade inovasi dan strategi pemasaran sehingga nokia sendiri mengalami
peningkatan pendapatan.
2) Persaingan yang di hadapi
Di dalam industri ini banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang yang sama
dengan Nokia Corp. Pasar jaringan seluler adalah pasar yang sangat terkonsolidasi,
sehingga Nokia Corp mengungkapkan bahwa pesaing utama nya adalah Huawei
dan Ericsson. Disamping itu, Nokia Corp menghadapi persaingan yang ketat dan
bergantung pada perkembangan industri dan pasar tempat mereka beroperasi.
Mereka sangat bergantung pada investasi yang dilakukan oleh penyedia layanan
dalam infrastruktur jaringan dan layanan terkait, dan vendor.
Selain itu, beberapa pesaing mereka mungkin memiliki akses yang lebih besar
untuk mengatur pembiayaanp pasar, yang dapat mempengaruhi kemampuan
mereka untuk bersaing dengan cara yang sama untuk peluang bisnis di pasar tempat
mereka beroperasi. Kemampuan mereka untuk mengelola total pembiayaan
pelanggan dan eksposur kredit perdagangan tergantung pada sejumlah faktor,
termasuk struktur modal, kondisi pasar yang mempengaruhi pelanggan mereka,
tingkat dan persyaratan kredit yang tersedia bagi mereka dan pelanggan mereka.
3) Keuangan
Keadaan keuangan Nokia corp sendiri jelas di ungkapkan dalam laporan
keuangannya, walaupun tidak dapat dikatan nokia corp selalu profit atau financial
stable selama perusahaan berjalan namun dapat kita lihat bahwa Fungsi keuangan
dijalankan oleh bagian divisi keuangan sendiri. Perusahaan memiliki cara dalam
mengevaluasi kinerja bagian keuangan dengan cara audit yaitu melihat apakah ada
selisih dalam saldo. Selain itu juga ada laporan keuangan setiap bulan dan harus
memenuhi deadline yang ditentukan. Aktivitas perbendaharaan diatur oleh
Kebijakan Perbendaharaan Nokia yang disetujui oleh Presiden dan CEO dan
dilengkapi dengan prosedur operasi yang disetujui oleh CFO, yang mencakup area
tertentu seperti risiko nilai tukar mata uang asing, risiko suku bunga, risiko kredit,
dan risiko likuiditas. Tujuan dari aktivitas manajemen likuiditas dan struktur modal
perbendaharaan adalah untuk memastikan bahwa mereka memiliki likuiditas yang
cukup untuk melewati periode yang tidak menguntungkan tanpa sangat dibatasi
oleh ketersediaan dana untuk melaksanakan rencana bisnis Nokia dan menerapkan
strategi bisnis jangka panjang Nokia. Nokia Corp menghindari risiko dalam
aktivitas perbendaharaan.
4) Fungsi Sumber Daya Manusia
Nokia Corp berusaha mengoptimalkan fungsi sumberdayanya sendri, berdasarkan
kode etik yang berlaku sebagaimana diungkapkan dalam annuar reportnya bahwa
Nokia corp selalu berusaha agar karyawan terampil dalam bisnis mereka sangat
kompetitif. Tenaga kerja mereka dinyatakan telah berfluktuasi selama beberapa
tahun terakhir karena mereka telah memperkenalkan perubahan dalam strategi
mereka untuk menanggapi target bisnis dan aktivitas Nokia corp. nokia Corp juga
mengungkapkan Sangat penting bahwa mereka bekerja untuk menciptakan dan
mempertahankan budaya perusahaan yang memotivasi, inklusif, dan mendorong
kreativitas dan pembelajaran berkelanjutan untuk menghadapi tantangan
perusahaan.
Analisis SWOT
1) Kekuatan (Strength)
Nokia Corp selalu mendorong inovasi untuk masa depan dan menghadirkan
teknologi hari ini untuk membuat bisnis lebih produktif, lingkungan lebih bersih,
tempat kerja lebih aman, ekonomi lebih kuat, dan kehidupan lebih kaya. Hal ini
menjadi harapan yang dipercayakan oleh pelanggan mereka untuk Nokia corp
sampaikan kepada jajarannya. Dan selalu berkomitmen untuk memberikan
pelayanan terbaik serta pengembangan bisnis yang berkala.
2) Kelemahan (Weakness)
Nokia Corp mengalami keadaan dimana pemasok mereka gagal memenuhi
persyaratan pemasok mereka seperti kualitas produk, keselamatan, keamanan, dan
standar lain Nokia corp yang Akibatnya, beberapa produk mungkin tidak dapat
diterima oleh nokia corp atau pelanggan nya. produk mereka sangat kompleks dan
cacat dalam desain, manufaktur, dan perangkat keras, perangkat lunak, dan konten
terkait telah terjadi di masa lalu dan dapat terus terjadi di masa mendatang.
3) Peluang ( Opportunity)
Saat 5G menjadi mapan di lebih banyak pasar, peningkatan kapasitas, keandalan,
dan daya tanggapnya akan membuka Revolusi Industri Keempat, mengubah cara
kota, bisnis, dan pemerintah beroperasi, dan menciptakan peluang yang belum
pernah ada sebelumnya untuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan manusia, dan
kelestarian lingkungan. Hal ini menjadi peluang besar untuk bisnis Nokia Corp
sendiri karena . Menurut perkiraan Forum Ekonomi Dunia, 5G saja dapat
menciptakan lebih dari $13 triliun nilai ekonomi global di setiap industri yang
memungkinkan, serta lebih dari 22 juta pekerjaan, pada tahun 2035. Nokia berada
di posisi yang tepat untuk memanfaatkan peluang ini.
4) Ancaman (Threats)
Yang paling umum diungkapkan oleh nokia corp sendiri sebagai ancaman adalah
meningkatnya ancaman keamanan siber yang ditimbulkan oleh perangkat yang
terhubung ke internet, kemudian juga Trend teknologi yang sangat pesat hal ini
menjadi salah satu ancaman terhadap bisnis Nokia corp.
Selain itu, Bisnis dan aktivitas mereka mencakup berbagai yurisdiksi dan tunduk
pada kerangka peraturan yang kompleks. Mereka menghasilkan penjualan dari,
berkolaborasi dan memiliki R&D dan fasilitas manufaktur dan pemasok yang
berlokasi di berbagai negara di seluruh dunia. Akibatnya, perkembangan politik,
peraturan, dan ekonomi – terkadang dramatis dan tidak terduga, memengaruhi
kemampuan mereka untuk bereaksi secara tepat waktu terhadap perkembangan
tersebut – seperti gejolak politik, hambatan perdagangan, tarif, aksi militer,
kerusuhan buruh, kerusuhan sipil, serta kesehatan dan keselamatan publik.
ancaman, dapat memiliki dampak material yang merugikan terhadap mereka, rantai
pasokan mereka, kemampuan mereka untuk memasok produk dan layanan,
termasuk peralatan infrastruktur jaringan yang diproduksi di negara-negara
tersebut, dan pada penjualan dan hasil operasi mereka.
Formulasi Strategi

Strategi yang digunakan oleh NOKIA selama ini yaitu dengan tetap menjaga kualitas
pelayanannya dan mengutamakan tingkat spesifikasi barang yang sesuai dengan
permintaan pembelinya, tetapi juga di dukung dengan harga yang kompetitif. Namun
dengan hanya menggunakan strategi tersebut tidak akan dapat membuat penjualan
NOKIA menjadi meningkat terus menerus karena pastti akan membuat penjualan
menurun sehingga perlu di dukung oleh strategi-strategi lain yang dapat
meningkatkan penjualan. Adapun beberapa strategy yang diungkapkan adalah sebagai
berikut :

▪ Tim di seluruh perusahaan harus bekerja keras untuk mengoptimalkan biaya produk
5G dengan menangani setiap bagian yang mungkin dari tagihan bahan produk,
termasuk semikonduktor, di mana transisi ke portofolio “5G Powered by ReefShark”
pada sistem mereka sangat penting.
▪ Mengoptimalkan jumlah pelanggan atau pasar spesifik teknologi, produk dan varian
fitur dalam portofolio produk NOKIA
▪ menumbuhkan perusahaan NOKIA dan bisnis skala web dan memimpin digitalisasi
industri dengan jaringan pribadi dan otomatisasi industry.
▪ Meningkatkan eksekusi dalam bisnis akses NOKIA
▪ menetapkan dan menerapkan lima solusi ujung ke ujung: 5G, cloud terdistribusi,
network slicing, keamanan, dan otomasi industri.
▪ bekerja sama dengan pemasok mereka untuk mengurangi total biaya kepemilikan
peralatan Perusahaan

b. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk


Analisis Lingkungan Bisnis Telkom
Analisis lingkungan eksternal adalah identifikasi faktor-faktor dalam merumuskan
strategi dalam menghadapi ancaman dan peluang pada PT.Telkom Indonesia Tbk.
Analisis ini ditujukan agar dapat mengambil keuntungan dari peluang dan menghindar
dari ancaman.
Berikut ini adalah peluamg dan ancaman yang berasal dari lingkungan ekternal
perusahaan, antara lain:
1) Peluang perusahaan antara lain:
▪ Permintaan masyarakat yang tinggi terhadap ases internet adalah pasar yang
potensi bagi perusahaan
▪ Industri telekomunikasi dan informasi akan terus berkembang seiring
pertumbuhan nasional
▪ Jumlah penduduk Indonesia yang besar dapat menjadi peluang pasar yang baik
bagi pertumbuhan bisnis perusahaan
2) Ancaman perusahaan lain diantaranya:
▪ Kebijakan pemerintah dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi
sewaktu-waktu dapat berdampak langsung terhadap perusahaan
▪ Masyarakat menuntut mobilitas dan fleksibilitas sehingga tradisional
▪ Krisis keuangan global akan berdampak buruk terhadap material perusahaan

Analisis strategi Telkom


Strategi Telkom bergerak pada bidang inovasi dan strategic investment. Investasi ini
diharapkan dapat memperkuat portofolioo bisnis perusaan dalam rangka perubahan
menjadi perushaan telekomunikasi digital dan dengan mempertimbangkan rencana
strategi usaha, perkembangan teknologi di masa depan, dan perrilaku pasar dilakikan
secar aberkala Bersama dengan adanya penilaian secara teratur dan jelas mengenai
keterkaitannya dengan rencana strategis jangka Panjang.

2. Analisis Akuntansi
a. Nokia Corporation
Kebijakan Akuntansi

Nokia Corporation melengkapi Citibank, NA, sebagai Depositary, dengan laporan


keuangan konsolidasi dan opini audit terkait dari auditor independen setiap tahun.
Laporan keuangan konsolidasi disusun sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan
Internasional yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB)
dan sesuai dengan IFRS yang diadopsi oleh Uni Eropa (IFRS). Sesuai dengan
peraturan dan regulasi SEC, tidak menyediakan rekonsiliasi laba bersih dan ekuitas
pemegang saham dalam laporan keuangan konsolidasi dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Amerika Serikat, atau US GAAP. Melengkapi Depositary dengan
laporan triwulanan yang berisi informasi keuangan yang tidak diaudit yang disiapkan
berdasarkan IFRS, serta semua pemberitahuan rapat pemegang saham dan laporan
serta komunikasi lainnya yang tersedia secara umum untuk para pemegang saham.
Depositary membuat pemberitahuan, laporan dan komunikasi ini tersedia untuk
diperiksa oleh pemegang catatan American Depositary Receipts (ADRS),
membuktikan American Depositary Shares (ADS), dan mendistribusikan kepada
semua pemegang catatan ADRS pemberitahuan rapat pemegang saham yang diterima
oleh Depositary. Laporan keuangan konsolidasi pernyataan disajikan dalam jutaan
euro (EUR), kecuali sebagaimana dinyatakan lain, dan disiapkan berdasarkan biaya
historis konvensi, kecuali sebagaimana diungkapkan dalam kebijakan akuntansi.
Catatan atas laporan keuangan konsolidasi juga sesuai dengan undang-undang
akuntansi Finlandia.

1) Instrumen keuangan

Pengukuran instrument keuangan pada perusahaan yaitu derivatif awalnya diakui


pada nilai wajar pada tanggal kontrak derivatif ditandatangani dan selanjutnya
diukur kembali pada nilai wajar. Metode pengakuan keuntungan atau kerugian
yang dihasilkan bervariasi sesuai dengan apakah derivatif tersebut ditetapkan dan
memenuhi syarat dalam akuntansi lindung nilai. Ketika kontrak derivatif dicatat
sebagai lindung nilai dari posisi yang dapat diidentifikasi terkait dengan aktivitas
pendanaan atau investasi, arus kas kontrak diklasifikasikan dengan cara yang sama
seperti arus kas dari posisi yang dilindung nilai. Derivatif tertentu melakukan
lindung nilai atas risiko nilai tukar mata uang asing dari posisi kas Grup dan arus
kasnya dimasukkan dalam penyesuaian nilai tukar mata uang asing dalam laporan
arus kas konsolidasian.

2) Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama

Entitas Asosiasi pada perusahaan ini merupakan entitas dimana perusahaan


memiliki pengaruh signifikan. Ventura bersama adalah jenis pengaturan bersama
dimana para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan memiliki
hak atas aset neto pengaturan tersebut. Investasi perusahaan pada entitas asosiasi
dan ventura bersama dicatat dengan menggunakan metode ekuitas. Berdasarkan
metode ekuitas, investasi pada entitas asosiasi atau ventura bersama pada awalnya
diakui sebesar biaya perolehan. Nilai tercatat investasi disesuaikan untuk mengakui
perubahan bagian perusahaan atas aset bersih entitas asosiasi atau ventura bersama
sejak tanggal akuisisi. Bagian perusahaan atas laba rugi entitas asosiasi dan ventura
bersama dimasukkan dalam laporan laba rugi konsolidasi di luar laba rugi operasi.
Setiap perubahan pendapatan komprehensif lain entitas asosiasi dan ventura
bersama disajikan sebagai bagian dari pendapatan komprehensif lain perusahaan.

3) IFRS 15 (Revenue from contracts with customers) atau PSAK 72 (Pendapatan


dari Kontrak dengan Pelanggan)
IFRS 15 Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan, yang diidentifikasi oleh
manajemen selama Q3 2018 dan kemudian diperbaiki pada tanggal 31 Desember
2018.
▪ Perusahaan mencatat kontrak dengan pelanggan ketika kontrak telah disetujui
secara tertulis yang umumnya ketika kedua belah pihak berkomitmen untuk
melaksanakan kewajiban masing-masing, hak, termasuk syarat pembayaran,
mengenai barang dan jasa yang akan dialihkan dapat diidentifikasi, kontrak
tersebut memiliki substansi komersial, dan kemungkinan besar pengumpulan
imbalan yang diharapkan menjadi hak perusahaan.

▪ Perusahaan mengakui pendapatan dari kontrak dengan pelanggan untuk


mencerminkan pengalihan barang dan jasa yang dijanjikan kepada pelanggan
sebesar jumlah yang mencerminkan imbalan yang diharapkan menjadi hak
perusahaan sebagai imbalan atas barang dan jasa tersebut.

▪ Perusahaan mengadakan kontrak dengan pelanggan yang terdiri dari kombinasi


perangkat keras, layanan, dan kekayaan intelektual. Pendapatan terkait yang
diakui untuk kontrak tersebut tergantung pada sifat barang dan jasa yang
mendasari yang disediakan. Barang atau jasa yang dijanjikan dalam kontrak
dapat mencakup penjualan barang, lisensi kekayaan intelektual dan pemberian
opsi untuk membeli barang atau jasa tambahan yang dapat memberikan hak
material kepada pelanggan.

▪ Perusahaan mengalokasikan harga transaksi untuk setiap kewajiban


pelaksanaan yang berbeda berdasarkan harga jual yang berdiri sendiri, relatif
terhadap harga transaksi secara keseluruhan.

▪ Perusahaan menyajikan kontrak pelanggannya dalam laporan posisi keuangan


konsolidasian sebagai aset kontrak atau liabilitas kontrak, tergantung pada
hubungan antara kinerja Grup dan pembayaran pelanggan untuk setiap kontrak
individual.

4) IFRS 16 (Leases) atau PSAK 73 (Sewa)


Pada 1 Januari 2019, Grup mengadopsi IFRS 16, Sewa (IFRS 16)

IFRS 16, Sewa, diterbitkan pada Januari 2016 dan menetapkan persyaratan untuk
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan sewa. IFRS 16
menyediakan model akuntansi penyewa tunggal, yang mengharuskan penyewa
untuk mengakui aset hak-guna dan liabilitas sewa untuk semua sewa dengan masa
sewa melebihi 12 bulan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian. Perusahaan
mengadopsi IFRS 16 pada tanggal efektif 1 Januari 2019 menggunakan metode
transisi catch-up kumulatif. Sesuai dengan panduan transisi IFRS 16, informasi
komparatif tidak disajikan kembali. Pertimbangan dan estimasi utama yang
digunakan berdasarkan IFRS 16 terutama terkait dengan evaluasi persyaratan sewa
dan penggunaan tingkat diskonto, lihat Catatan 4, Penggunaan estimasi dan
pertimbangan akuntansi kritis.

▪ Perusahaan menerapkan IFRS 16 untuk kontrak yang sebelumnya


diidentifikasi sebagai sewa yang menerapkan IAS 17, Sewa (IAS 17), dan
IFRIC 4, Menentukan apakah suatu perjanjian mengandung sewa.
▪ Perusahaan menyesuaikan aset hak-gunanya sebesar provisi kontrak sewa
yang memberatkan yang diakui dalam laporan posisi keuangan konsolidasian
pada tanggal 31 Desember 2018 sesuai dengan IAS 37, provisi, liabilitas
kontinjensi dan aset kontinjensi.
▪ Perusahaan mengecualikan biaya langsung awal yang terkait dengan
pelaksanaan kontrak sewa dari pengukuran aset hak-guna.
▪ Perusahaan menerapkan tinjauan ke belakang untuk memperkirakan masa
sewa untuk semua kontrak sewa yang ada pada tanggal efektif 1 Januari 2019.

Setelah penerapan IFRS 16, perusahaan mengidentifikasi perbedaan temporer


antara aset hak-guna, liabilitas sewa dan dasar pengenaan pajaknya. Aset dan
kewajiban pajak tangguhan dicatat, sesuai dengan IAS 12, Pajak penghasilan,
kriteria pengakuan dan saling hapus. Transaksi dalam mata uang asing dicatat
dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal masing-masing transaksi.
Penjabaran mata uang asing mata uang fungsional dan penyajian laporan keuangan
semua perusahaan diukur menggunakan mata uang fungsional, yang merupakan
mata uang lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi. Aset hak-guna
mewakili hak lessee untuk menggunakan aset sewaan yang mendasarinya
sedangkan liabilitas sewa mewakili kewajiban lessee untuk melakukan
pembayaran sewa.

5) Amandemen IFRS 16 (Leases) atau PSAK 73 (Sewa)

Amandemen Pada 1 Januari 2019, Grup mengadopsi IFRS 16, Sewa (IFRS 16).
Sifat standar baru, dampak adopsi terhadap laporan keuangan konsolidasi
perusahaan dan perubahan kebijakan akuntansi perusahaan yang dihasilkan dari
adopsi. Amandemen dan interpretasi lainnya yang berlaku efektif pada 1 Januari
2019, tidak berdampak material terhadap laporan keuangan konsolidasian Grup.
Standar baru dan revisi, amandemen dan interpretasi standar yang ada yang
dikeluarkan oleh IASB yang belum efektif diharapkan tidak berdampak material
terhadap laporan keuangan konsolidasian perusahaan ketika diadopsi.

b. PT Telekomunikasi
Kebijakan Akuntansi
Laporan keuangan konsolidasian Grup disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan (“SAK”) di Indonesia yang mencakup Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (“PSAK”) di Indonesia dan Interpretasi Standar Akuntansi
Keuangan (“ISAK”) di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No. VIII.G.7 tentang “Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik”, yang terlampir
dalam surat KEP-347/BL/2012.

Berlaku efektif 1 Januari 2020:

1) PSAK 71: Instrumen Keuangan


PSAK 71 merevisi persyaratan terkait klasifikasi dan pengukuran instrumen
keuangan, termasuk model kerugian kredit ekspektasian untuk menghitung
penurunan nilai aset keuangan, dan persyaratan akuntansi lindung nilai secara
umum yang baru. PSAK ini tetap mempertahankan kriteria pengakuan dan
penghentian pengakuan instrumen keuangan yang sebelumnya diatur dalam PSAK
55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. PSAK 71 menggantikan
ketentuan akuntansi instrumen keuangan yang saat ini diatur dalam PSAK 55:
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
2) PSAK 72: Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan .
PSAK 72 menetapkan kerangka yang komprehensif untuk menentukan bagaimana,
kapan dan seberapa besar suatu pendapatan dapat diakui. PSAK ini
memperkenalkan model lima langkah untuk penentuan dan pengakuan pendapatan
untuk diterapkan kepada semua kontrak dengan pelanggan. PSAK ini juga
memberikan panduan spesifik yang mewajibkan beberapa jenis biaya untuk
mendapatkan dan atau memenuhi kontrak untuk dikapitalisasi dan diamortisasi
secara sistematis mengacu kepada transfer barang dan jasa kepada pelanggan yang
terkait biaya kapitalisasi.
3) PSAK 73: Sewa
PSAK 73 menetapkan prinsip pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan atas sewa dan mensyaratkan penyewa untuk mengukur seluruh
sewa menggunakan model akuntansi tunggal yang sama dengan akuntansi sewa
pembiayaan menurut PSAK 30. PSAK 73 memberikan dua pengecualian kepada
penyewa terkait model akuntansi tersebut, yaitu untuk sewa dengan aset pendasar
bernilai rendah dan sewa dengan jangka waktu 12 bulan atau kurang. Pada saat
dimulainya masa sewa, penyewa akan mengakui kewajiban untuk melakukan
pembayaran sewa dan aset yang mewakili hak untuk menggunakan aset pendasar
selama masa sewa. Penyewa juga secara terpisah akan mengakui beban bunga atas
kewajiban sewa dan biaya penyusutan pada aset sewa.
4) Amandemen PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama
PSAK ini membahas tentang Kepentingan Jangka Panjang pada Entitas Asosiasi
dan Ventura Bersama Amandemen ini mengatur bahwa entitas juga menerapkan
PSAK 71 atas instrumen keuangan pada entitas asosiasi atau ventura bersama
dimana metode ekuitas tidak diterapkan. Hal ini termasuk kepentingan jangka
panjang yang secara substansi membentuk bagian investasi neto entitas pada entitas
asosiasi atau ventura bersama.
5) Amandemen PSAK 71: Instrumen Keuangan
PSAK ini membahas tentang Fitur Percepatan Pelunasan dengan Kompensasi
Negatif Amandemen ini mengatur bahwa aset keuangan dengan fitur percepatan
pelunasan yang dapat menghasilkan kompensasi negatif memenuhi kualifikasi
sebagai arus kas kontraktual yang berasal semata dari pembayaran pokok dan
bunga dari jumlah pokok terutang.

3. Analisis Keuangan
a. Nokia Corporation
Rasio Likuiditas
1) Current ratio
Current ratio tahun 2019 = (Aktiva lancar/ utang lancar) x 100%
= (16.808/ 12.055) x 100%
= 1,39 x 100%
= 139%
Current ratio tahun 2018 = (Aktiva lancar/ utang lancar) x 100%
= (18.266/ 14.104) x 100%
= 1,29 x 100%
= 129%
Tabel Perhitungan Current ratio Tahun 2018-2019
Tahun Aktiva Utang Current Rata-Rata
Lancar Lancar Ratio Industri
2018 18.266 14.104 129% 200%
2019 16.808 12.055 139% 200%

Dari tabel yang telah dianalisis Current Ratio diatas dapat disimpulkan bahwa
terjadi kenaikan di tahun 2019 dibandingkan dengan 2018. Hal ini dikarenakan
aktiva lancar dan hutang lancar mengalami penurunan ditahun 2019. Dengan
standar normal berkisar 200% dapat disimpulkan bahwa current rasio perusahaan
kurang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2) Quick ratio
Quick ratio tahun 2019 = [(Aktiva lancar – persediaan) / utang lancar] x 100%
= [(16.808-2.936)/ 12.055} x 100%
= 1,15 x 100%
= 115%
Quick ratio tahun 2018 = [(Aktiva lancar – persediaan) / utang lancar] x 100%
= [(18.266-3.168)/14.104} x 100%
= 1,07 x 100%
= 107%
Tabel Perhitungan Quick ratio Tahun 2018-2019
Tahun Aktiva Persediaan Utang Quick Rata-Rata
Lancar Lancar Ratio Industri
2018 18.266 14.104 14.104 107% 150%
2019 16.808 12.055 12.055 115% 150%

Dari tabel yang telah dianalisis Quick Ratio diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi
kenaikan di tahun 2019 dibandingkan dengan 2018. Hal ini dikarenakan aktiva
lancar, persediaan dan hutang lancar mengalami penurunan ditahun 2019. Dengan
standar normal berkisar 150% dapat disimpulkan bahwa quick rasio kondisi kinerja
keuangan perusahaan kurang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
dengan aktiva lancar.

Analisis Rasio Aktivitas


1) Asset Turnover Ratio
Asset Turnover Ratio tahun 2019 = (Penjualan/ Total Aset) x 100%
= (23.315/ 39.517) x 100%
= 0,58 x100%
= 58%
Asset Turnover Ratio tahun 2018 = (Penjualan/ Total Aset) x 100%
= (22.563/ 39.517) x 100%
= 0,57 x100%
= 57%
Tabel Perhitungan Asset Turnover Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Penjualan Total Aset Asset Turnover Rata-Rata
Ratio Industri
2018 22.563 39.517 57% 200%
2019 23.315 39.128 58% 200%

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total aset tahun 2019 lebih baik jika dibandingkan dengan rasio perputaran total
aset tahun 2018 karena kontribusi total aset terhadap penjualan lebih besar. Jika
rata-rata industri rasio perputaran total aset adalah 2 kali atau 200% maka dapat
dikatakan bahwa kontribusi total asset terhadap penjualan di tahun 2018 hingga
2019 sangat tidak baik karena besaran rasionya masih berada jauh di bawah rata-
rata industri. Hal ini menandakan kurang efisiennya manajemen dalam
menggunakan asetnya dan kemungkinan besar adanya masalah manajemen
ataupun produksinya. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk meningkat
penjualan atau mengurangi sebagian asset yang kurang produktif.

2) Fixed Asset Turnover Ratio


Fixed Asset Turnover Ratio tahun 2019
= (Penjualan/ Rata-rata Aset Tetap) x100%
= (23.315/ 22.320) x 100%
= 1,04 x 100%
= 104%

Fixed Asset Turnover Ratio tahun 2018


= (Penjualan/ Rata-rata Aset Tetap) x 100%
= (22.563/ 21.246) x 100%
= 1,06 x 100%
= 106%

Tabel Perhitungan Fixed Asset Turnover Ratio Tahun 2018-2019


Tahun Penjualan Aktiva Tetap Fixed Asset Rata-Rata
Turnover Ratio Industri
2018 22.563 21.246 57% 500%
2019 23.315 22.320 59% 500%

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total aktiva tetap tahun 2019 lebih baik jika dibandingkan dengan rasio perputaran
total aktiva tetap tahun 2018 karena kontribusi total penjualan terhadap aktiva tetap
lebih besar. Jika rata-rata industri rasio perputaran total aktiva tetap adalah 5 kali
atau 500% maka dapat dikatakan bahwa kontribusi total aktiva tetap terhadap
penjualan di tahun 2018 hingga 2019 sangat tidak baik karena besaran rasionya
masih berada jauh di bawah rata-rata industri. Hal ini berarti perusahaan tidak dapat
memanfaatkan aset-aset tetapnya dengan baik untuk menghasilkan produk-produk
perusahaan dalam jumlah yang besar, sehingga berdampak pada penjualan
perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk meninjau ulang
keberadaan asset tetap yang dimilikinya, apakah terlalu kebesaran nilainya atau
memang belum dimanfaatkan secara maksimal bagi peningkatan pendapatan
perusahaan.

3) Inventory Turnover Ratio


Inventory Turnover Ratio tahun 2019
= (Harga Pokok Penjualan (COGS)/ Rata-rata Persediaan)
= (14.989/ 2.936)
= 5,10 kali

Inventory Turnover Ratio tahun 2018


= (Harga Pokok Penjualan (COGS)/ Rata-rata Persediaan)
= (14.117/ 3.168)
= 4,45 kali

Tabel Perhitungan Inventory Turnover Ratio Tahun 2018-2019


Tahun HPP Persediaan Inventory Rata-Rata
Turnover Ratio Industri
2018 14.117 3.168 4,45 kali 20 kali
2019 14.989 2.936 5,10 kali 20 kali

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total persediaan 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan perputaran
persediaan ditahun 2018 karena kontribusi total HPP terhadap persediaan lebih
besar. Jika rata-rata industri rasio perputaran total persediaan adalah 20 kali maka
dapat dikatakan bahwa kontribusi total HPP terhadap persediaan di tahun 2018
hingga 2019 sangat tidak baik karena besaran rasionya masih berada jauh di bawah
rata-rata industri. Hal ini berarti perusahaan kurang efesien dalam manajemen,
mengelola persedian barang dan laba perusahaan.

4) Accounts Receivable Ratio


Accounts Receivable Ratio tahun 2019 = (Pendapatan/ Rata-rata Piutang)
= (23.315/ 5.025)
= 4,63 kali
Accounts Receivable Ratio tahun 2018 = (Pendapatan/ Rata-rata Piutang)
= (22.563/ 4.856)
= 4,64 kali
Tabel Perhitungan Accounts Receivable Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Pendapatan Piutang Accounts Rata-Rata
Receivable Ratio Industri
2018 22.563 4.856 4,64 kali 15 kali
2019 23.315 5.025 4,63 kali 15 kali

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total piutang 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan perputaran
piutang ditahun 2018 karena kontribusi total pendapatan terhadap piutang lebih
besar. Jika rata-rata industri rasio perputaran total piutang adalah 15 kali maka
dapat dikatakan bahwa kontribusi total pendapatan terhadap piutang di tahun 2018
hingga 2019 sangat tidak baik karena besaran rasionya masih berada jauh di bawah
rata-rata industri.

5) Days Of Inventory (DOI)


Days Of Inventory (DOI) tahun 2019 = (365/ Perputaran persediaan)
= (365/ 5,10)
= 71 hari

Days Of Inventory (DOI) tahun 2018 = (365/ Perputaran persediaan)


= (365/ 4,45)
= 82 hari

Dapat disimpulkan bahwa perusahaan memerlukan waktu 82 hari untuk menjual


persediaannya pada tahun 2018 dan menurun menjadi 71 hari untuk menjual
persediaannya pada tahun 2019. Perusahaan memiliki besar days sales inventory
yang baik karena perputaran persediaan perusahaan melebihi rata-rata industri
yaitu 19 hari.

6) Days Of Sales Outstanding (DSO)


Days Of Sales Outstanding (DSO) tahun 2019 = (365/ Perputaran Piutang)
= (365/ 4,63)
= 78,8 hari

Days Of Sales Outstanding (DSO) tahun 2019 = (365/ Perputaran Piutang)


= (365/ 4,64)
= 78,6 hari

Dapat disimpulkan bahwa bahwa days sales in receivable perusahaan selama 78,6
hari pada tahun 2018, dan meningkat menjadi 78,8 hari. Perusahaan memiliki besar
days sales in receivable yang baik karena perputaran piutang perusahaan melebihi
rata-rata industri yaitu 60 hari.

Rasio Solvabilitas
1) Debt to Asset Ratio
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2019 = (Total Hutang/ Aset) x 100%
= (23.727/ 39.128) x 100%
= 0,60 x 100%
= 60%
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2018 = (Total Hutang/ Aset) x 100%
= (24.146/ 39.517) x 100%
= 0,61
= 61%
Tabel Perhitungan Debt to Asset Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Total Total Aset Debt to Rata-Rata
Hutang Asset Ratio Industri
2018 24.146 39.517 61% 35%
2019 23.727 39.128 60% 35%

Dari tabel yang telah dianalisis rasio total hutang terhadap total aset diatas dapat
disimpulkan bahwa ditahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan debt
ratio ditahun 2018. Hal ini dikarenakan total hutang dan total aset ditahun 2019
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018. Dengan standar industri berkisar
35% dapat disimpulkan bahwa rasio hutang terhadap total aset kinerja keuangan
perusahaan sangat baik karena total asetnya lebih besar dibandingkan dengan total
hutangnya. Dengan ini perusahaan mampu melunasi seluruh hutang yang ada
menggunakan aset yang dimiliki perusahaan.
2) Debt to Equity Ratio
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2019 = (Total Hutang/ Total Modal) x 100%
= (23.727/ 15.401) x 100%
= 1,54 x 100%
= 154%
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2018 = (Total Hutang/ Total Modal) x 100%
= (24.146/ 15.317) x 100%
= 1,57 x 100%
= 157%
Tabel Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Total Total Modal Debt to Equity
Hutang Ratio
2018 24.146 15.317 157%
2019 23.727 15.401 154%

Dari tabel yang telah dianalisis rasio total hutang terhadap total modal diatas dapat
disimpulkan bahwa ditahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan debt
ratio ditahun 2018. Hal ini dikarenakan total hutang menurun dan total modal
ditahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018. Dengan demikian,
kondisi perusahaan tidak baik karena total hutang lebih besar dari modal.
Seharusnya perusahaan memiliki utang yang tidak lebih besar dari modal yang
dimilikinya karena semakin kecil rasio ini maka akan memperbaiki keadaan
perusahaan, artinya semakin kecil utang yang dimiliki maka semakin aman.

Rasio Profitabilitas
1) Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Gross Profit Margin tahun 2019 = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
= (8.326 / 23.315) x 100%
= 0,357 x 100%
= 35,7%
Gross Profit Margin tahun 2018 = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
= (8.446 / 22.563) x 100%
= 0,374 x 100%
= 37,4%
Gross Profit Margin tahun 2017 = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
= (9.139 / 23.147) x 100%
= 0,394 x 100%
= 39,4%
Tabel Perhitungan Gross Profit Margin Tahun 2017-2019
Tahun Laba Penjualan Gross Profit Rata-Rata
Kotor (Pendapatan) Margin Industri
2017 9.139 23.147 39,4% 30%
2018 8.446 22.563 37,4% 30%
2019 8.326 23.315 35,7% 30%

Dapat dilihat bahwa Gross Profit Margin yang dicapai perusahaan selama tiga tahun
terakhir (2017-2019) mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi pada gross profit
margin dikarenakan adanya penurunan laba kotor dan naik turunnya pendapatan
operasional. Dengan demikian, rata-rata gross profit margin adalah 37,5% yang mana
nilai ini berada di atas standar industri, sehingga menunjukkan perusahaan berada dalam
kondisi baik atau efisien dalam pengendalian harga pokok yang terkait dengan produksi
perusahaan.

2) Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)


Net Profit Margin tahun 2019 = (Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan) x 100%
= (18 / 23.315) x 100%
= 0,0007 x 100%
= 0,07%
Net Profit Margin tahun 2018 = (Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan) x 100%
= (-549 / 22.563) x 100%
= -0,0243 x 100%
= -2,43%
Net Profit Margin tahun 2017 = (Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan) x 100%
= (-1.437 / 23.147) x 100%
= -0,062 x 100%
= -6,2%
Tabel Perhitungan Net Profit Margin Tahun 2017-2019
Tahun Laba Bersih Penjualan Net Profit Rata-Rata
Setelah Pajak (Pendapatan) Margin Industri
2017 (1.437) 23.147 (6,2%) 20%
2018 (549) 22.563 (2,43%) 20%
2019 18 23.315 0,07% 20%

Dapat dilihat bahwa Net Profit Margin yang dicapai perusahaan selama tiga tahun
terakhir (2017-2019) mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi pada net profit
margin dikarenakan adanya peningkatan laba bersih setelah pajak dan naik turunnya
pendapatan operasional. Dengan demikian, rata-rata net profit margin sebesar -2,85%
yang mana nilai ini berada di bawah standar industri, maka dapat dikatakan bahwa
kontribusi penjualan bersih terhadap laba bersih selama tiga tahun ini tidak baik karena
terlalu rendahnya laba sebelum pajak penghasilan, belum maksimalnya pemanfaatan
laba bersih dalam menciptakan penjualan bersih, kurang efisiennya perusahaan dalam
mengelola biaya operasional perusahaan maupun biaya-biaya lainnya.

3) Rasio Pengembalian Aset (Return on Assets Ratio) x 100%


ROA tahun 2019 = (Laba Bersih/ Total Aset) x 100%
= (11/ 39.128) x 100%
= 0,0002 x 100%
= 0,02%
ROA tahun 2018 = (Laba Bersih/ Total Aset) x 100%
= (-335/ 39.517) x 100%
= -0,0084 x 100%
= -0,84 %
Tabel Perhitungan ROA Tahun 2018-2019
Tahun Laba Total Aset ROA Rata-Rata
Bersih Industri
2018 (335) 39.517 (0,84%) 30%
2019 11 39.128 0,02% 30%

Dari tabel yang telah dianalisis Return On Total Asset (ROA) diatas dapat disimpulkan
bahwa ROA ditahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan ROA ditahun
2018. Hal ini dikarenakan laba bersih tahun 2019 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan laba bersih 2018. Sedangkan total aset ditahun 2019 lebih rendah
dibandingkan dengan total aset ditahun 2018. Hal ini menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari asset belum maksimal karena nilai ini
berada di bawah standar industri. Oleh karena itu, manajemen harus lebih
meningkatkan aset yang dimilikinya supaya laba yang dihasilkan meningkat dengan
cara meningkatkan penjualan produksi, dan meningkatkan perputaran persediaan.

4) Rasio Pengembalian Ekuitas (Return on Equity Ratio)


ROE tahun 2019 = (Laba Bersih Setelah Pajak/ Ekuitas Pemegang saham) x 100%
= (18/ 15.401) x 100%
= 0,0011 x 100%
= 0,11%
ROE tahun 2018 = (Laba Bersih Setelah Pajak/ Ekuitas Pemegang saham) x 100%
= (-549/ 15.371) x 100%
= -0,0357 x 100%
= -3,57%
ROE tahun 2017 = (Laba Bersih Setelah Pajak/ Ekuitas Pemegang saham) x 100%
= (-1.437/ 16.164) x 100%
= -0,0889 x 100%
= -8,89%
Tabel Perhitungan ROE Tahun 2017-2019
Tahun Laba Bersih Ekuitas Pemegang ROE Rata-Rata
Setelah Pajak saham Industri
2017 (1.437) 16.164 (8,89%) 40%
2018 (549) 15.371 (3,57%) 40%
2019 18 15.401 0,11% 40%

Dari tabel yang telah dianalisis return on equity diatas dapat disimpulkan bahwa ROE
ditahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan ROE ditahun 2017. Hal ini
dikarenakan laba bersih setelah pajak tahun 2019 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan laba bersih setelah pajak 2017. Sedangkan total ekuitas
pemegang saham ditahun 2017-2019 mengalami naik turun. Hal ini menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam kondisi yang belum maksimal dalam mengelola
modalnya secara efisien karena nilai ini berada di bawah standar industri akibat dari
aktifitas penjualan perusahaan yang belum optimal dan belum efektif, belum
maksimalnya penggunaan modal dalam menciptakan penjualan, dan terlalu besarnya
biaya operasional perusahaan maupun biaya-biaya lainnya. Oleh karena itu perusahaan
harus tetap meningkatkan volume penjualan/pendapatan jasa dan memperluas pangsa
pasar.

5) Return on Investment (ROI)


ROI tahun 2019 = (Laba Tahun Berjalan/ Total Asset) x 100 %
= (18/ 39.128) x 100%
= 0,0004 x 100%
= 0,04%
ROI tahun 2018 = (Laba Tahun Berjalan/ Total Asset) x 100 %
= (-549/ 39.517) x 100%
= -0,0138 x 100%
= -1,38%
Tabel Perhitungan ROI Tahun 2018-2019
Tahun Laba Tahun Total Aset ROI Rata-Rata
Berjalan Industri
2018 (549) 39.517 (1,38%) 30%
2019 18 39.128 0,04% 30%
Dari tabel yang telah dianalisis Return on Investment (ROI) diatas dapat disimpulkan
bahwa ROI ditahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan ROI ditahun
2018. Hal ini dikarenakan laba tahun berjalan tahun 2019 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan laba tahun berjalan tahun 2018. Sedangkan total aset ditahun
2019 lebih rendah dibandingkan dengan total aset ditahun 2018. Hal ini menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dihasilkan oleh
keseluruhan penggunaan aktiva belum maksimal karena nilai ini berada di bawah
standar industri akibat dari aktifitas penjualan perusahaan yang belum optimal dan
belum efektif, terlalu banyaknya aset yang tidak produktif dalam penggunaannya,
belum maksimalnya pemanfaatan total aset dalam menciptakan penjualan, serta terlalu
banyaknya biaya operasional perusahaan maupun biaya-biaya lainnya.

b. PT Telekomunikasi
Rasio Likuiditas
1) Current ratio
Current ratio tahun 2019 = (Aktiva lancar/ utang lancar) x 100%
= (41.722/58.369) x 100%
= 0,71 x 100%
= 71%
Current ratio tahun 2018 = (Aktiva lancar/ utang lancar) x 100%
= (43.268/46.261) x 100%
= 0,93 x 100%
= 93%
Tabel Perhitungan Current ratio Tahun 2018-2019
Tahun Aktiva Utang Current Rata-Rata
Lancar Lancar Ratio Industri
2018 43.268 46.261 93% 200%
2019 41.722 58.369 71% 200%

Berdasarkan tabel tersebut, Current Ratio dari PT Telekomunikasi Indonesia pada


tahun 2018 dan 2019 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan aktiva lancar dan
liabilitas jangka pendek dari perusahaan tersebut mengalami penurunan. Dengan
standar normal berkisar 200% dapat disimpulkan bahwa current rasio perusahaan
kurang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena jauh dari rata-
rata standar industri.

2) Quick ratio
Quick ratio tahun 2019 = [(Aktiva lancar – persediaan) / utang lancar] x 100%
= [(41.722-585)/ 58.369] x 100%
= 0,70 x 100%
= 70%
Quick ratio tahun 2018 = [(Aktiva lancar – persediaan) / utang lancar] x 100%
= [(43.268-717)/ 46.261] x 100%
= 0,91 x 100%
= 91%
Tabel Perhitungan Quick ratio Tahun 2018-2019
Tahun Aktiva Persediaan Utang Quick Rata-Rata
Lancar Lancar Ratio Industri
2018 43.268 717 46.261 91% 150%
2019 41.722 585 58.368 70% 150%

Berdasarkan tabel tersebut, Quick Ratio dari PT Telekomunikasi Indonesia pada


tahun 2018 dan 2019 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pengaruh
persediaan pada aktiva lancar dan liabilitas jangka pendek dari perusahaan tersebut
mengalami penurunan ditahun 2019. Dengan standar normal berkisar 150% dapat
disimpulkan bahwa quick rasio kondisi kinerja keuangan perusahaan kurang baik
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar.

Analisis Rasio Aktivitas


1) Asset Turnover Ratio
Asset Turnover Ratio tahun 2019 = (Penjualan/ Rata-rata Total Aset) x 100%
= (135.567/ 221.208) x 100%
= 0,61 x 100%
= 61%
Asset Turnover Ratio tahun 2018 = (Penjualan/ Rata-rata Total Aset) x 100%
= (130.784/ 206.196) x 100%
= 0,63 x 100%
= 63%
Tabel Perhitungan Asset Turnover Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Penjualan Total Aset Asset Turnover Rata-Rata
Ratio Industri
2018 130.784 221.208 63% 200%
2019 135.567 213.702 61% 200%

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total aset tahun 2018 lebih baik jika dibandingkan dengan rasio perputaran total aset
tahun 2019 karena kontribusi total aset terhadap penjualan lebih besar. Jika rata-rata
industri rasio perputaran total aset adalah 2 kali atau 200% maka dapat dikatakan
bahwa kontribusi total asset terhadap penjualan di tahun 2018 hingga 2019 sangat
tidak baik karena besaran rasionya masih berada jauh di bawah rata-rata industri.
Hal ini menandakan kurang efisiennya manajemen dalam menggunakan asetnya
dan kemungkinan besar adanya masalah manajemen ataupun produksinya. Oleh
karena itu, penting bagi perusahaan untuk meningkat penjualan atau mengurangi
sebagian asset yang kurang produktif.
2) Fixed Asset Turnover Ratio
Fixed Asset Turnover Ratio tahun 2019 = (Penjualan/ Total Aset Tetap) x 100%
= (135.567/179.486) x 100%
= 0,76 x100%
= 76%
Fixed Asset Turnover Ratio tahun 2018 = (Penjualan/Total Aset Tetap) x 100%
= (130.784/162.928) x 100%
= 0,80 x100%
= 80%
Tabel Perhitungan Fixed Asset Turnover Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Penjualan Aktiva Tetap Fixed Asset Rata-Rata
Turnover Ratio Industri
2018 130.784 162.928 80% 500%
2019 135.567 179.486 76% 500%

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total aktiva tetap tahun 2018 lebih baik jika dibandingkan dengan rasio perputaran
total aktiva tetap tahun 2019 karena kontribusi total aktiva tetap terhadap penjualan
lebih besar. Jika rata-rata industri rasio perputaran total aktiva tetap adalah 5 kali
atau 500% maka dapat dikatakan bahwa kontribusi total aktiva tetap terhadap
penjualan di tahun 2018 hingga 2019 sangat tidak baik karena besaran rasionya
masih berada jauh di bawah rata-rata industri. Hal ini berarti perusahaan tidak dapat
memanfaatkan aset-aset tetapnya dengan baik untuk menghasilkan produk-produk
perusahaan dalam jumlah yang besar, sehingga berdampak pada penjualan
perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk meninjau ulang
keberadaan asset tetap yang dimilikinya, apakah terlalu kebesaran nilainya atau
memang belum dimanfaatkan secara maksimal bagi peningkatan pendapatan
perusahaan.

3) Inventory Turnover Ratio


Inventory Turnover Ratio tahun 2018 = (Penjualan x Rata-rata Persediaan
= (130.784 / 717)
= 182,3 kali
Inventory Turnover Ratio tahun 2019 = (Penjualan x Rata-rata Persediaan
= (135.567/ 585)
= 231,7 kali
Tabel Perhitungan Inventory Turnover Ratio Tahun 2018-2019
Tahun HPP Persediaan Inventory Rata-Rata
Turnover Ratio Industri
2018 130.784 717 182,3 kali 20 kali
2019 135.567 585 231,7 kali 20 kali
Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
total persediaan 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan perputaran
persediaan ditahun 2018 karena kontribusi total HPP terhadap persediaan lebih
besar. Jika rata-rata industri rasio perputaran total persediaan adalah 20 kali maka
dapat dikatakan bahwa kontribusi total aktiva tetap terhadap penjualan di tahun
2018 hingga 2019 sangat baik karena besaran rasionya melebihi rata-rata industri.
Hal ini berarti perusahaan sangat efesien dalam manajemen, mengelola persedian
barang dan laba perusahaan.

4) Accounts Receivable Ratio


Accounts Receivable Ratio tahun 2019
= (Pendapatan/ Rata-rata Piutang)
= (135.567/ 292)
= 464,2 kali

Accounts Receivable Ratio tahun 2018


= (Pendapatan/ Rata-rata Piutang)
= (130.784/ 727)
= 179,8 kali

Tabel Perhitungan Accounts Receivable Ratio Tahun 2018-2019


Tahun Pendapatan Piutang Accounts Rata-Rata
Receivable Ratio Industri
2018 130.784 727 179,8 kali 15 kali
2019 135.567 292 464,2 kali 15 kali

Dari tabel yang telah dianalisis diatas dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran total
piutang 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan perputaran piutang
ditahun 2018 karena kontribusi total pendapatan terhadap piutang lebih besar. Jika
rata-rata industri rasio perputaran total piutang adalah 15 kali maka dapat dikatakan
bahwa kontribusi total pendapatan terhadap piutang di tahun 2018 hingga 2019 sangat
baik karena besaran rasionya melebihi rata-rata industri.

5) Days Of Inventory (DOI)


Days Of Inventory (DOI) tahun 2019 = (365/ Perputaran persediaan)
= (365/ 231,88)
=1
Days Of Inventory (DOI) tahun 2018 = (365/ Perputaran persediaan)
= (365/ 182,31)
=2
Berdasarkan perhitungan di atas, perusahaan memerlukan waktu hanya 2 hari untuk
menjual persediaannya pada tahun 2018, sedangkan pada 2019, perusahaan hanya
membutuhkan waktu 1 hari untuk menjual persediaannya pada tahun 2019.
Perusahaan memiliki besar days sales inventory kurang baik karena perputaran
persediaan perusahaan berada jauh dari rata-rata industri yaitu 19 hari.
6) Days Of Sales Outstanding (DSO)
Days Of Sales Outstanding (DSO) tahun 2019
= (365/ Perputaran Piutang)
= (365/11,21)
= 32

Days Of Sales Outstanding (DSO) tahun 2018


= (365/ Perputaran Piutang)
= (365/10,77)
= 33

Tingkat pengembalian piutang pada perusahaan di atas, diketahui bahwa days sales
in receivable perusahaan selama 33 hari pada tahun 2018, dan menurun menjadi 32
hari. Perusahaan memiliki besar days sales in receivable kurang baik karena
perputaran piutang perusahaan berada jauh dari rata-rata industri yaitu 60 hari.

Rasio Solvabilitas
1) Debt to Asset Ratio
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2019 = (Total Hutang/ Aset) x 100%
= (103.958/221.208) x 100%
= 0,47 x 100%
= 47%
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2018 = (Total Hutang/ Aset) x 100%
= (88.893/206.196) x 100%
= 0,43 x 100%
= 43%
Tabel Perhitungan Debt to Asset Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Total Total Aset Debt to Rata-Rata
Hutang Asset Ratio Industri
2018 88.893 39.517 43% 35%
2019 103.958 39.128 47% 35%

Berdasar dari tabel yang telah dianalisis rasio total hutang terhadap total aset diatas
dapat disimpulkan bahwa ditahun 2019 mengalami kenaikan dibandingkan dengan debt
ratio ditahun 2018. Hal ini dikarenakan total hutang dan total aset ditahun 2019
mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2018. Rata-rata standar industri 35% dapat
dihasilkan bahwa rasio hutang terhadap total aset kinerja keuangan perusahaan stabil
karena total asetnya lebih besar dibandingkan dengan total hutangnya meskipun ditahun
2019 mengalami kenaikan hutang. Dengan ini perusahaan mampu melunasi seluruh
hutang yang ada menggunakan aset yang dimiliki perusahaan.
2) Debt to Equity Ratio
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2019 = (Total Hutang/ Total Modal) x 100%
= (103.958/117.250) x 100%
= 0,89 x 100%
= 89%
Rumus rasio solvabilitas D/A tahun 2018 = (Total Hutang/ Total Modal) x 100%
= (88.893/ 117.303) x 100%
= 0,76 x 100%
= 76%
Tabel Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2018-2019
Tahun Total Total Modal Debt to Equity
Hutang Ratio
2018 88.893 117.303 76%
2019 103.958 117.250 89%

Dari tabel yang telah dianalisis rasio total hutang terhadap total modal diatas dapat
disimpulkan bahwa ditahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan debt
ratio ditahun 2018. Hal ini dikarenakan total hutang meningkat dan total modal ditahun
2019 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018. Dengan demikian, kondisi
perusahaan cukup baik karena total hutang lebih kecil dari modal seehingga semakin
kecil utang yang dimiliki maka semakin aman.
Rasio Profitabilitas
1) Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Gross Profit Margin tahun 2019 = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
= (88,264/135.567) x 100%
= 0,6451 x 100%
= 65,1%
Gross Profit Margin tahun 2018 = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
= (65.587/130.784) x 100%
= 0,50 x 100%
= 50,1%
Gross Profit Margin tahun 2017 = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
= (71.207 / 128.256) x 100%
= 0,55 x 100%
= 55,5%
Tabel Perhitungan Gross Profit Margin Tahun 2017-2019
Tahun Laba Penjualan Gross Profit Rata-Rata
Kotor (Pendapatan) Margin Industri
2017 71.207 128.256 55,5% 30%
2018 65.587 130.784 50,1% 30%
2019 88.264 135.567 65,1% 30%

Dapat dilihat bahwa Gross Profit Margin yang dicapai perusahaan selama tiga tahun
terakhir (2017-2019) mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi pada gross
profit margin dikarenakan adanya naik turunya laba kotor dan peningkatan pendapatan
operasional. Dengan demikian, rata-rata industri adalah 56,9% yang mana nilai ini
berada di atas standar industri, sehingga menunjukkan perusahaan berada dalam kondisi
baik atau efisien dalam pengendalian harga pokok yang terkait dengan produksi
perusahaan.

2) Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)


Net Profit Margin tahun 2019 = (Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan) x 100%
= (27.592/ 135.567) x 100%
= 0,20 x 100%
= 20%
Net Profit Margin tahun 2018 = (Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan) x 100%
= (26.979 /130.784 ) x 100%
= 0,20 x 100%
= 20%
Net Profit Margin tahun 2017 = (Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan) x 100%
= (32,071 / 128.256) x 100%
= -0,25 x 100%
= 25%
Tabel Perhitungan Net Profit Margin Tahun 2017-2019
Tahun Laba Bersih Penjualan Net Profit Rata-Rata
Setelah Pajak (Pendapatan) Margin Industri
2017 32,071 128.256 25% 20%
2018 26.979 130.784 20% 20%
2019 27.592 135.567 20% 20%

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dianalisis bahwa Net Profit Margin yang dicapai oleh
perusahaan dalam kurun tiga tahun terakhir (2017-2019) mengalami penurunan.
Penurunan terjadi akibat tidak stabilnya penjualan atau pendapatan operasional
perusahaan. Meskipun mengalami penurunan, rata-rata net profit margin oleh PT
Telekomunikasi Indonesia sebesar 21,6% yang berarti berada di atas standar rata-rata
industry 20%. Artinya, kontribusi penjualan bersih terhadap laba bersih selama tiga
tahun ini baik.
3) Rasio Pengembalian Aset (Return on Assets Ratio) x 100%
ROA tahun 2019 = (Laba Bersih/ Total Aset) x 100%
= (27.592/221.208) x 100%
= 0,12 x 100%
= 12%
ROA tahun 2018 = (Laba Bersih/ Total Aset) x 100%
= (26.979/206.196) x 100%
= 0,13 x 100%
= 13%
Tabel Perhitungan ROA Tahun 2018-2019
Tahun Laba Total Aset ROA Rata-Rata
Bersih Industri
2018 26.979 206.196 13% 30%
2019 27.592 221.208 12% 30%

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dianalisis bahwa Return On Total Asset (ROA) yang
dicapai oleh perusahaan dalam jangka waktu dua tahun mengalami penurunan.
Penurunan terjadi akibat tidak stabilnya laba bersih dan total asset perusahaan. ROA
berada di bawah standar rata-rata industry 30%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
belum mampu menghasilkan laba bersih secara maksimal.

4) Rasio Pengembalian Ekuitas (Return on Equity Ratio)


ROE tahun 2019 = (Laba Bersih Setelah Pajak/ Ekuitas Pemegang saham) x 100%
= (27.592/ 117.250) x 100%
= 0,24 x 100%
= 24%
ROE tahun 2018 = (Laba Bersih Setelah Pajak/ Ekuitas Pemegang saham) x 100%
= (26.979/ 117.303) x 100%
= 0,23 x 100%
= 23%
ROE tahun 2017 = (Laba Bersih Setelah Pajak/ Ekuitas Pemegang saham) x 100%
= (32.071/112.130) x 100%
= 0,286 x 100%
= 28,6%
Tabel Perhitungan ROE Tahun 2017-2019
Tahun Laba Bersih Ekuitas Pemegang ROE Rata-Rata
Setelah Pajak saham Industri
2017 32.071 112.130 28,6% 40%
2018 26.979 117.303 23% 40%
2019 27.592 117.250 24% 40%

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dianalisis bahwa Return On Equity Ratio (ROE) yang
dicapai oleh perusahaan dalam jangka waktu tiga tahun mengalami naik-turun.
Penurunan terjadi akibat tidak stabilnya laba bersih dan total asset perusahaan. ROE
berada di bawah standar rata-rata industry 40%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
belum mampu menghasilkan laba bersih secara maksimal sehingga perusahaan perlu
meningkatkan volume penjualan/pendapatan jasa dan memperluas pangsa pasar.
5) Return on Investment (ROI)
ROI tahun 2019 = (Laba Tahun Berjalan/ Total Asset) x 100 %
= (27.592/ 221.208) x 100%
= 0,12 x 100%
= 12%
ROI tahun 2018 = (Laba Tahun Berjalan/ Total Asset) x 100 %
= (26.979/ 206.196) x 100%
= 0,130 x 100%
= 13,1%
Tabel Perhitungan ROI Tahun 2018-2019
Tahun Laba Tahun Total Aset ROI Rata-Rata
Berjalan Industri
2018 26.979 206.196 12% 30%
2019 27.592 221.208 13,1% 30%

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dianalisis bahwa Return On Investment (ROI) yang
dicapai oleh perusahaan dalam jangka waktu dua tahun mengalami peningkatan.
Peningkatan ini terjadi akibat peningkatan laba bersih dan total asset perusahaan.
Meskipun begitu, ROE berada di bawah standar rata-rata industry 30%. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan belum mampu menghasilkan laba secara maksimal.

4. Analisis Prospektif
a. Nokia Corporation
Tabel Peramalan Keuangan 5 Tahun ke Depan

Fiscal Year 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Beginning
balance sheet
Net Working -547 886 973 -2011 -2033 1007.8 1108.6 1219.5 1341.5 1475.6
Capital
+Net long- 8305 15112 12125 11978 10750 12587.4 13846.1 15230.7 16753.8 18429.2
term assets
Net 7758 15998 13098 9967.0 8717 13595.2 14954.7 16450.2 18095.2 19904.7
Operating
Assets
Net Debt

Preff Stock 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 37599 39582 35738 39123 36205 36205 36205 36205 36205 36205
Liabilities &
Shareholders
Equity
Net Capital 18623 19227 20550 21583 18761 18761 18761 18761 18761 18761

Income
Statement
Sales 51059 50710 40984 42446 38659 42525 46777 51455 56601 62261

NOPAT 6746 3889 260 1343 (1488) 319 351 386 425 467

Net Interest 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Expense
After Tax
Net Income 6746 3889 260 1343 (1488) 319 351 386 425 467

OPERATING 17.9% 9% 0.7% 3.43% (4.10%) 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% 5.8%
ROA%
ROE% 53.9% 27.5% 6.5% 13.5% (7.9%) 0.9% 1% 1.1% 1.2% 1.3%

BV of Assets 82% (19.8%) (1.2%) (10.3%) 17.1% 10% 10% 10% 10%
Growth Rate
BV of Equity 3.2% 6.9% 5% (13.1%) - - - - -
Growth Rate
Net 6.1 3.4 3.4 3.4 3.4 3.4 3.4 3.4 3.4
Operating
Asset
Turnover

Analisis Prospektif
Dengan menggunakan asumsi yang sama dengan outlook tahun 2012, yaitu maka
didapatkan perkiraan ramalan selama 5 tahun ke depan:
▪ Biaya Operasi (HPP) meningkat secara proporsional dengan penjualan
▪ Margin laba meningkat 5-10%
▪ Penjualan ponsel meningkat 10% dari tahun sebelumnya
▪ Penjualan produk yang lain tetap sama dengan tahun sebelumnya
▪ Akun/hal yang lain tetap tidak berubah

Asumsi yang diperkirakan dengan menggunakan BOD, maka kondisi keuangan selama
5 tahun terhitung dari tahun 2011 tidak mengalami dan menunjukkan peningkatan yang
signifikan terutama pada tahun 2012 dst. Oleh karena itu, ketidakpastian ekonomi dan
kompetisi dalam industri diperkirakan akan terus berlanjut.

b. PT Telekomunikasi
Rasio Keuangan dan Operasi Konsolidasian 2019 2018 2017 2016 2015
Rasio Laba terhadap Aset (ROA) (%) 12,5 13,1 16,5 16,2 14,0
Rasio Laba terhadap Ekuitas (ROE) (%) 23,5 23,0 29,2 27,6 25,0
Rasio Laba terhadap Pendapatan (Marjin Usaha) (%) 31,3 29,7 34,3 33,7 31,6
Rasio Lancar (%) 71,5 93,5 104,8 120,0 135,3
Rasio Liabilitas terhadap Ekuitas (%) 88,7 75,8 77,0 70,2 77,9
Rasio Liabilitas terhadap Aset (%) 47,0 43,1 43,5 41,2 43,8
Rasio Utang terhadap Ekuitas (x) 0,44 0,38 0,32 0,30 0,37
Rasio Utang terhadap EBITDA (x) 0,80 0,74 0,55 0,53 0,67
Rasio EBITDA terhadap Beban Bunga (x) 15,3 16,9 23,3 21,2 20,7

Proyeksi Laporan Laba Rugi untuk tahun 2020


1) Pendapatan=pendapatan tahun lalu+(penjualan tahun lalu x rasio pertumbuhan
pendapatan)
= Rp 135.567.000 + (Rp 135.567.000 x 1,04 %)
= Rp 136.976.869
2) Laba kotor = proyeksi pendapatan 2020 x gross profit margin
= Rp 136.976.869 x 31,3 %
= Rp 42.873.760
3) Biaya Pendanaan = proyeksi pendapatan 2020 - proyeksi laba kotor 2020
= Rp 136.976.869 –Rp 42.873.760
= Rp 94.103.109
4) Biaya oprasional = (pendapatan, umum & adm : Pendapatantahun lalu) x
proyeksi pendapatan 2020
= (Rp 6.696.000 : Rp 135.567.000) x Rp 136.976.869
= Rp 6.765.637
5) Laba sebelum pajak = laba bruto – biaya operasional
= Rp 42.394.000 – Rp 6.765.637
= Rp 35.628.363
6) Beban pajak = (beban pajak : laba sebelum pajak 2019) x laba sebelum pajak
2020
= (Rp 10.316.000 : Rp 37.908.000) x Rp 35.628.363
= Rp 9.695.637
7) Laba bersih = laba sebelum pajak – beban pajak
= Rp 35.628.363 – Rp 9.695.637
= Rp 25.932.726

Proyeksi laporan laba rugi PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk


NO Laporan Laba Rugi Proyeksi 2020
1 Pendapatan Rp 136.976.869
2 Laba Kotor Rp 42.873.760
3 Biaya Pendanaan Rp 94.103.109
4 Biaya Operasional Rp 6.765.637
5 Laba Sebelum Pajak Rp 35.628.363
6 Beban Pajak Rp 9.695.637
7 Laba Bersih Rp 25.932.726

Proyeksi Laporan Posisi Keuangan untuk tahun 2020


piutang awal+piutang akhir 11.414.000+11.793.000
1) Rata-rata piutang = = = 11.603.500
2 2
pendapatan 135.567.000
2) Perputaran piutang = = = 11,68
rata−rata piutang 11.603.500
persediaan awal+persediaan akhir 717.000+585.000
3) Rata-rata persediaan = = = 651.500
2 2
biaya pendapatan 4.240.000
4) Perputaran Persediaan = rata−rata persediaan = = 6,51
651.500
5) Perubahan persediaan = persediaan akhir – persediaan awal = 585.000-717.000= -
132.000
utang awal+utang akhir 13.897.000+14.764.000
6) Rata-rata utang = 2
= 2
= 14.330.500
By Pend−perubahan persediaan 4.240.000+132.000
7) Perputaran utang = = = 0,31
rata−rata utang 14.330.500

Perhitungan proyeksi
proyeksi pendapatan 2020 136.976.869
1) Piutang = = = 11.727.472
perputaran piutang 11,68
proyeksi biaya pendanaan 2020 94.103.109
2) Persediaan = = = 14.445163
perputaran persediaan 6,51
proyeksi biaya pendanaan 2020 94.103.109
3) Utang usaha = = = 303.558.416
perputaran utang 0,31
utang pajak 3.431.000
4) Utang pajak = beban pajak x proyeksi beban pajak 2020 = 10.316.000 x 9.695.637 =
3.224.673

Proyeksi laporan laba rugi PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk


No Neraca Estimasi 2020
1 Piutang Rp 11.727.472
2 Persediaan Rp 14.445.163
3 Utang Usaha Rp 303.558.416
4 Utang Pajak Rp 3.224.673

Anda mungkin juga menyukai