TEORI SOSIAL
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review mata kuliah “Teori Sosial”.
Saya juga berterima kasih kepada Bapak Dosen yang bersangkutan yang sudah memberikan
bimbingannya dalam penyelesaian tugas Critical Book Review ini.
Dalam tugas Critical Book Report ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pembaca
bagaimana buku ini menjelaskan mengenai Teori Sosial Modern dan postmodern serta
kelebihan dan kekurangan buku ini.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya, karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh sebab itu, saya mohon maaf dan harap memaklumi
jika terdapat hal – hal yang masih belum jelas. Saya mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang dapat membangun untuk menyempurnakan tugas ini. Akhir kata saya ucapkan
terimakasih dan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.4. Identitas Buku
1. Judul : Teori Sosial Modern dan Posmodern
2. Penulis : Dr. Hidayat, M.Si
3. Penerbit : UNIMED PRESS
4. Kota Terbit : Medan
5. Tahun Terbit : Cetakan Pertama, 2016
6. Jumlah Hlm : 262 halaman
7. ISBN : 978-602-0888-85-9
8. Sampul Buku :
2
BAB II
3
1. Perkembangan Teori
Teori adalah fenomena mental, sehingga kehadirannya diaso-siasikan dengan
seseorang individu. Namun, teori juga dapat menjadi fenomena sosial, manakala
seperangkat gagasan atau teori telah dianut dan dirujuk secara meluas oleh sekelompok
masyarakat. Pada kondisi seperti ini, teori sudah menjadi bagi-an budaya sebuah
komunitas.Secara umum, sebuah teori dapat berubah mengikuti satu dari tiga cara yang
mungkin: (1) tumbuh dengan penambahan, (2) Teori tumbuh dengan intension, dan (3)
Tumbuh karena revolusi.
2. Level Generalisasi Dalam Teori
Debat ini mengacu pada seberapa “besar” keberlakuan sebuah teori. Misalnya saja,
meskipun kita dapat menolak teori Marx, khususnya tentang radikalisme buruh (yang
saat ini terbukti tidak benar) akan tetapi sebagian besar teori Marx masih berlaku. Oleh
karenanya, untuk mengatasi kesulitan seperti ini, perlu adanya kesepakatan tentang level
generalisasi sebuah teori. Untuk itu, tampaknya bermanfaat untuk mem-buat tujuh
kriteria level generalisasi, sebagai berikut:
a. Gagasan umum tentang kausalitas: tentang apa yang dapat diterima sebagai sebuah
fakta, tentang dalam bentuk apa inferensia logis valid, dan pertanyaan filosofis
lainnya yang sejenis.
b. Sebab umum imaginaries, tentang jenis sebab dan struktur kausal yang
menjelaskan fenomena dalam berbagai variasinya.
c. Pembedaan kasar atas berbagai fenomena berbeda yang dianggap memiliki
berbagai jenis penjelasan yang berbeda atau merupakan fenomena yang akan
dianggap merupakan penyebab dari fenomena lainnya.
d. Gagasan bahwa penyebab salah satu fenomena umum sebenarnya dapat ditemukan
diantara berbagai variabel dalam fenomena umum lainnya.
e. Teori bahwa satu diantara berbagai variabel dalam salah satu fenomena besar
lainnya sebenarnya merupakan penjelas pada variabel lainnya pada kelas besar
lainnya.
f. Konsekuensi empiris dari teori, menggambarkan observasi yang dapat dilakukan
jika memang teori yang diajukan memang benar.
g. Teori bahwa satu diantara berbagai variabel dalam salah
h. Penekanan bahwa pengamatan pada suatu kasus tertentu mendukung atau menolak
spesifikasi empiris.
4
3. Tipe-Tipe Aliran
Sekurangnya ada tiga aliran dalam menyusun teori sosial yakni:
1. scientific scholarship,
2. humanistic scholarship,
3. sosial science
11
➢ BAB VII: Teori Kritis Dan Metodologinya
Pada bab VII ini membahas tentang Teori Kritis dan Metodologinya. Setelah 70 tahun
dikembangkan di Frankfurt Jerman, teori kritis menunjukkan kemampuannya untuk melawan
tantangan status-guo. Teori kritis adalah suatu istilah yang masih menimbulkan dan sering
disalahpahami, Istilah tersebut seringkali mengacu kepada tradisi teori yang dikembangkan
oleh sekolah Frankfurt, sekelompok penulis yang tergabung dalam Institut of Social Research
di Universitas Frankfurt. Namun demikian, tidak ada satupun ahli teori di sekolah Frankfurt
mengklaim telah mengembangkan satu pendekatan cultural critism. Teori kritis lahir didorong
oleh keprihatinan bahwa positivisme dalam ilmu sosial sungguh merupakan masalah, baik bagi
ilmu pengetahuan maupun kemanusiaan.
Pada awalnya, Mark Horkheimer, Theodor Adorno, dan Her-bert Marcuse berinisiatif
membicarakan tradisi German tentang philosofi dan pemikiran sosial, terutama Marx, Kant,
Hegel dan weber. Dari titik yang menguntungkan bagi teori kritis ini, dimana sensibilitas
politik dipengaruhi oleh penghancuran dari Perang dunia I, Pasca perang German dengan
defresi ekonomi yang ditandai oleh inflasi dan pengangguran, serta berbagai protes di German
dan Eropa Tengah, dunia sangat memerulakn interpretasi ulang, Melalui perspektif ini, mereka
menentang orthodoxy Marxis ketika kepercayaan mendalam mereka yang tidak adil dan
penaklukan menentukan kehidupan dunia. Dengan memfokuskan perhatian terhadap
perubahan ciri kapitalisme, teori kritis awal menganalisa perubahan bentuk dominasi yang
menyertai perubahan tersebut.
Satu dekade setelah sekolah Frakfurt dibangun, nazi meng-uasai German. Posisi yang
berbahaya menyebabkan mereka meninggalkan German dan tinggal di California. Oleh sebab
itu, selanjutnya teori kritis dipengaruhi oleh budaya Amerika. Karena kesal oleh kontradiksi
antara retorika Amerika yang progresif tentang egalitarisme dan realitas adanya diskriminasi
rasial dan kelas, teori-teori kritis memproduksi sebagian besar pekerjaannya di Amerika. Teori
kritis, khususnya liberalisasi kerja Marcus, menyediakan bahasa philosofis dari Kaum Kiri
Baru. Perhatian terhadap politik dari psikologi dan revolusi kebudayaan, Kaum Kiri Baru
meng-ajarkan nasehat Marcusian tentang emansipasi politik.
Kesan yang dimunculkan oleh dialektika teori kritis adalah perhatiannya terhadap
pengalaman konstruksi sosial. Mereka memandang disiplin ini sebagai manifestasi diskursus
relasi kekuasaan dari konteks sosial dan sejarah yang memproduk-sinya. Diskursus tentang
posibility tercakup didalam konstruksi sifat-sifat pengalaman sosial (social experience).
Rekonstruksi ilmu pengetahuan sosial membawa kepada tatanan masyarakat yang lebih
egalitarian dan demokrasi. Secara khusus, pegelo-laan sekolah bertujuan agar menjadi lembaga
12
yang bentuk ilmu pengetahuan, nilai-nilai, dan relasi sosialnya untuk tujuan pendidikan
generasi muda yang lebih berorientasi pada pem-berdayaan kritis (critical empowernment)
bukan pada penaklukan (subjugation).
Mempersoalkan realitas merupakan tahap awal yang harus dilakukan seorang peneliti
yang berkiblat pada teori kritis. Bila terhadap suatu “data” ia mencari penjelasan tentang
“kaitan” dan “sebab”, maka artinya ia sedang menembus “gejala” dan baru kemudian akan
menemukan “realitas”. Untuk itu, seorang peneliti kritis tidak cukup hanya “meneropong dari
luar” tetapi harus “memahami dari dalam”.
Dengan meneropong dari luar kita akan membandingkan, mencari kaitan, mencari sebab,
menelusuri sejarah, dan hal-hal lahiriah lainnya, dan kita meng-analisisnya dengan analisis
empiris. Misalnya kita menelusuri strukturstruktur yang mem-buat orang miskin. Sementara
itu, pemahaman kita dari dalam dilakukan untuk menemukan kompleks perasaan-perasaan, ke-
inginankeinginan, atau pikiran-pikiran. Kita perlu terus menyelam ke dalam realitas “batin”,
Labih lanjut, hal lain yang harus dipahami adalah bahwa peneropongan dari luar dan
pemahaman dari dalam dilakukan dalam rangka untuk memihak umat manusia yang
perealisasian dirinya dan kemerdekaannya terhambat oleh realitas konkret empiris. Terdapat
dua jenis realitas, yaitv relaitas alamiah (ter-jadi karena peristiwa atau proses-proses alam) dan
realitas sosial (terjadi karena proses-proses hubungan antar manusia). Sebenarnya, selain
realitas tersebut yang keduanya berada di luar diri manusia, masih ads yealitas lain yang
terdapat dalam diri manusia seperti kehendak dan kesadaran. Pengan kata lain, kita hidup dalam
realitas “majemuk”.
13
Giddens melihat bahwa ilmu sosial dikusai dan didominasi oleh dualism, narasi pelaku
dan struktur. Pelaku (aktor) dan struktur layaknya dua kesebelasan yang memiliki hubungan
layaknya pihak yang sedang bertanding, berlawanan satu sama lain. Dalam hal ini Giddens
mengkaliam aktor dan struktur, keduanya memiliki hubungan dualitas bukan dualisme.
Tindak-an (yang dilakukan pelaku) dan struktur saling mengandaikan.
Struktur tidaklah kode tersembunyi seperti dalam structural-isme, struktur adalah aturan
dan sumber daya yang terbentuk dari dan membentuk keterulangan praktik sosial
(Giddens,1993). Dualitas struktur pelaku terletak dalam proses dimana struktur sosial
merupakan hasil dan sekaligus sarana praktik sosial. Berdasarkan prinsip dualitasstruktur
pelaku ini, Giddens menawarkan teori baru, yaitu teori strukturasi (Giddens, 1998).
Dalam pemahaman Giddens perbedaan bentuk-bentuk masnyarakt bukan terletak pada
perbedaan cara produksi seperti dijelaskan dalam Marxisme, melainkan dalam cara masing-
masing masyarakat mengorganisasi hubungan antar ruang-waktu. Negara adalah pemuat
kekuasaan yang didasarkan pada kontrol atas pengaturan runag-waktu. Globalisasi sebagai
peren-tangan sekaligus pemadatan ruang dan waktu.
Manusia secara riil hidup dalam ruang dan waktu. Menurut Martin Heidegger, yang
mengilhami filsafat pemikiran sosial Giddens, manusia bukan sekadar ada dalam waktu
melainkan meng-ambil sikap terhadap waktu, yaitu konteks relasi manusia terhadap masa lalu,
sekarang dan masa depan. Bagi manusia yang penting bukanlah hanya bahwa dia hidup dalam
yuang dan waktu itudimaknai. Manusia menurut Giddens, jangan hanya ditentukan oleh ruang
dan waktu, tetapi juga harus mampu menentukan ruang dan waktu itu sendiri.
Pemikiran Giddens mengenai masyarakat modern, yang ter-kenal dengan “Jalan Ketiga”
merupakan jalan alternative yang mencoba melerai berbagai konflik, kontradiksi, eksremitas
dalam berbagai khazanah pemikiran ilmu sosial klasik maupun modern.Teori strukturasi
memfokuskan diri terutama pada keprihatinan-keprihatinan ontologism yang terlupaka, karena
orang terlalu member tekanan pada masalah-masalah epistemologis tersebut, terjadilah
polarisasi yang bersi-fat dualism, dan terus bergulir bagaikan bola salju jatuh dari lereng bukit,
bahkan sampai muncul terminologi objektif dan subjektif.
Melalui teori strukturasi, Giddens mengawinkan dualism antara objektivisme (yang
nampak jelas dalam pendekatan strukturalisme dan fungsionalisme) dan subjektivisme (yang
diperjuangkan oleh hermeneutika dan fermenologi). Teori struk-turasi didasarkan pada premis
bahwa dualism wi harus dikonseptualisasikankembali sebagai suatu dualitas: yakni dualitas
struktur. Artinya, subjek dan objek tidak dipandang sebagai dua hal yang saling tergantung
serta saling meng-andaikan satu sama lainnya. Dasar teori strukturaasi adalah bahwa subjek
14
tidak ditempatkan pada titik pusat. Giddens melihat kegiatan sosial berkaitan erat dengan ruang
dan waktu, serta berada pada akar pembentukan, baik itu subjek maupun objek sosial. Teori
strukturasi Gidden oleh beberapa ahli dipandang sebagai model strukturalisme interpreatatif.
Dengan teori stuktural, Giddens mencoba mengkritisi pendekatan dan narasi besar yang
digunakan dalam ilmu sosial seperti hermeunetik, fungsionslisme dan strukturalisme yang
dianggap terjebak dalam dualism atau determinisme struktur dan agensi. Misalnya hermeneutic
dan fungsionalisme yang menempatkan individu sebagai elemen penting yang menen-tukan
perubahan masyarakat. Atau dualisim strukturalisme yang menisbikan agensi karena struktural
menentukan tindakan individu. Teori strukturasi mencoba mendamaikan ketegangan itu
dengan menempatkan konsep dualitas sebagai titik penting.
Dengan dualitas maka hubungan anatara struktural (totalitas) maupun pelaku, praktek-
praktek sosial, proses, ruang dan waktu bukan bersifat mensubordinatkan yang lain namun
bersifat dialektik. Dualitas tersebut terjadi melalui praktek sosial yang berulang dan terpola
dalam lintas ruang dan waktu dan inilah yang seharusnya menjadi objek ilmu-ilmu sosial.
15
BAB III
PEMBAHASAN
➢ Kelemahan Buku:
▪ Ada beberapa kata asing yang tidak dimengerti sehingga membingungkan
pembaca.
▪ Kurangnya penggunaan gambar, tabel, grafik, atapun yang lainnya pada buku ini
membuat pembaca mudah merasa bosan.
▪ Daftar isi dalam buku ini kurang rapi membuat pembaca terkadang salah membuka
halaman yang ingin dicari, sebaiknya digunakan garis titik-titij untuk memudahkan
para pembaca mencari sub bab pada daftar isi.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dengan demikian Critical Book Review pada buku ini, maka pembaca akan dengan lebih
mudah menentukan buku yang mana dan bagaimana kriteria yang layak digunakan sebagai
referensi dalam sebuah tulisan. Setelah penulis mengkritik buku berjudul “Teori Sosial modern
dan postmodern” ini, penulis berpendapat bahwa buku ini layak digunakan sebagi referensi
yang baik karena dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki pada buku ini, sudah dapat
dikatakan buku tersebut bagus dan memuat informasi lengkap. Buku ini juga layak dijadikan
referensi bagi calon guru dan dosen untuk mengetahui teori sosial, terkhususnya seperti saya
mahasiswa sejarah.
4.2. Saran
Setelah melihat isi buku ini, penulis ingin menyarankan pada pembaca selanjutnya untuk
menggunakan buku ini sebagai referensi jika dibutuhkan. Walaupun memang masih terdapat
kekurangan-kekurangan pada buku ini. Oleh karena itu, saya berharap kepada penulis buku ini
untuk lebih memperbaiki sesuatu yang kurang yang terdapat pada buku ini agar pembaca
selanjutnya tidak lagi menemukan kesalahan-kesalahan pada buku ini. Sekian dalam penulisan
CBR ini, penulis meminta maaf jika ada salah kata dalam penulisan CBR ini, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan CBR ini agar menjadi lebih baik.
Terimakasih.
17
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. 2016. Teori Sosial Modern dan Posmodern. Medan: UNIMED PRESS.
18