Anda di halaman 1dari 6

PERANCANGAN DESAIN LUMPUR PEMBORAN DIRECTIONAL

DRILLING PADA TIPE SUMUR DEVELOMENT

Agung Annafi Putra


Prodi Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

ABSTRAK
Operasi pemboran sumur AN-11 pada formasi cisubuh untuk trayek 17 ½ “ diawali pemboran dengan tipe lumpur yang
sesuai dengan perencanaan awal yaitu menggunakan Low PH Desco + 3% KCL Polymer. Pada trayek ini adanya
permasalahan seperti tidak stabilnya lubang dan menyebabkan pembelokan trajektory. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka dilakukan upgrade pada lumpur pemboran menjadi 7-8% KCL Polymer dan permasalahan tersebut berhasil
dihindarkan pada sumur AN-11.
Sedangkan untuk sumur AN-12 ketika melakukan operasi pemboran pada formasi yang sama dengan AN-11 yaitu formasi
cisubuh tipe lumpur 7-8% KCL Polymer tidak dapat menstabilkan lubang bor yang membuat perubahan sudut inklinasi
berubah. Dimulainya pada kedalaman 1822’ inklinasi sudut baru yang tebentuk sebesar 54.30 deg dan azimuth sebesar
296.10 deg. Sedangkan untuk trajectory original (sebelumnya) membentuk sudut inklinasi sebesar 55.07 deg dan azimuth
sebesar 295.78 deg.
Menandakan bahwa lumpur tipe ini belum dapat menstabilkan lubang bor maka dilakukan upgrade lumpur pemboran
menggunakan HPWBM yang dapat menstabilkan lubang bor. Sehingga untuk formasi cisubuh dengan kriteria lunak seperti
pada sumur AN ini lebih baik menggunakan tipe lumpur HPWBM berdasarkan dari hasil evaluasi operasi pemboran sumur
tersebut.

Kata kunci : Lumpur pemboran, KCL Polymer, HPWBM, LPHD

ABSTRACT
AN-11 Well drilling operation on the Cisubuh formation for Route 17 1/2 "began drilling with mud type that corresponds to
the initial planning is using Low PH Desco 3% KCL Polymer.On this route there are problems such as not stabing holes and
causing trajectory.In order to overcome the problem, upgrade in drilling mud to 7-8% KCL Polymer and the problem was
avoided in the well AN-11.As for the AN-12 wells when performing drilling operations on the same formation with AN-11
that is, the mud-type Cisubuh formation 7-8% KCL Polymer can not stabilize the drill hole that makes changes in the angle
of inclination change.The start at a depth of 1822 ' inclination of a new angle which formed at 54.30 deg and azimuth
amounted to 296.10 deg. Indicating that this type of mud has not been able to stabilize the drill, it is done upgrading drilling
mud using HPWBM which can stabilize drill hole.So for the formation of CISUBUH with soft criteria such as on the well AN
AN is better to use the mud type HPWBM based on the results of evaluation of the well drilling operation.

Keywords : mud drilling, KCL Polymer, HPWBM, LPHD.


*Penulis untuk korespondensi (corresponding author):
E-mail: havidh@trisakti.ac.id

I. PENDAHULUAN keputusan untuk menentukan desain lumpur yang


Lumpur pemboran berfungsi sebagai fluida tepat dan maupun dari segi biaya yang ekonomis..
sirkulasi saat melakukan operasi pemboran minyak Permasalahan yang dianalisis dalam
dan gas bumi, dan juga merupakan salah satu faktor penelitian ini adalah menentukan perencanaan jenis
yang paling berpengaruh terhadap optimalnya lumpur pemboran yang dapat diaplikasikan pada
operasi pemboran. Oleh sebab itu, melakukan sumur “AN” secara ekonomis yang dianalisis
perencanaan lumpur pemboran yang baik sangat berdasarkan hasil dari data perencanaan lumpur yang
menentukan keberhasilan melakukan suatu operasi digunakan pada sumur tersebut di lapangan.
pemboran.
Tujuan dilakukan kajian ini adalah untuk II. TEORI DASAR
mengetahui dan mengevaluasi perencanaan Lumpur pemboran merupakan hal terpenting
penggunaan lumpur pada kegiatan pemboran di untuk dapat melakukan operasi pemboran. Beberapa
lapangan, seperti tipe dan sifat lumpur yang fungsi dari penggunaan lumpur pemboran dalam
bagaimana untuk melakukan kegiatan pemboran kegiatan pengoperasian pemboran pada suatu sumur
agar dapat berjalan secara efisien dan juga adalah sebagai berikut : mengangkat serbuk bor,
mengurangi adanya dampak-dampak yang dapat mendinginkan mata bor, meminimalkan gesekan
menimbulkan gangguan atau kerusakan pada saat
antara pipa bor dengan dinding lubang bor,
operasi pemboran dilakukan. Selanjutnya membuat
perencanaan yang baik dalam pengambilan menyeimbangkan tekanan formasi, menahan cutting
ketika sirkulasi berhenti, Sebagai media informasi.

179
Pada perancangan lumpur pemboran, mud cake yang akan berperan sebagai
umumnya untuk lumpur pemboran terdiri dari tiga melapisi dinding lubang bor agar tidak runtuh
jenis, yaitu lumpur pemboran berbahan dasar air ketika sebelum dilakukan pemasangan casing
(water base mud), lumpur pemboran menggunakan pada fomasi.
bahan dasar minyak (oil base mud), dan lumpur f. pH Lumpur
pemboran dengan menggunakan gaseous drilling. PH digunakan sebagai mengukur tingkat
Dikarenakan pada lapisan formasi memiliki kebasaan dan keasaman dari lumpur
karakteristik dengan sifat-sifat yang tidak selalu pemboran. Untuk PH lumpur pemboran yang
sama, maka penggunan jenis-jenis lumpur pemboran baik sekitar 8,5–12. Pada umumnya, lumpur
ini mesti sesuai dengan keadaan formasi yang akan pemboran baik digunakan pada PH dalam
dilakukan operasi pemboran agar dapat berjalan suasana basa. Jika lumpur pemboran dalam
dengan baik. suasana asam akan bersifat korosif sehingga
ketika sirkulasi akan membuat peralatan
Sifat Fisik Lumpur Pemboran menjadi mudah berkarat. Lumpur pemboran
Dari komposisi Lumpur pemboran akan juga sebaiknya tidak terlalu basa karena akan
menentukan sifat fisik dari lumpur pemboran. menaikkan viskositas dan gel strength dari
Terdapat beberapa sifat-sifat fisik lumpur pemboran lumpur sehingga akan membuat lumpur
sebagai berikut. pemboran menjadi terlalu kental.
a. Berat jenis
Berat jenis lumpur atau densitas lumpur Sirkulasi Lumpur Pemboran
adalah sifat lumpur yang berfungsi sebagai Sirkulasi lumpur pemboran berfungsi
pengontrol tekanan formasi. Menaikkan berat mensirkulasikan lumpur pemboran agar dapat
jenis atau densitas lumpur dapat mengangkut cutting dari dasar sumur menuju
menambahkan bahan pemberat lumpur permukaan, sehingga selanjutnya dapat dianalisis
seperti barite, calsium, karbonat, dan natrium untuk mengetahui karakteristik formasi pada sumur.
chlorida. Urutan sirkulasi lumpur pemboran dimulai dari:
b. Gel Strenght Mud tank - Mud cleaning - Suction tank - Mud
Gel strength memiliki fungsi yang sangat pumps - Stand pipe – rotary house - Swivel - Kelly –
penting ketika sirkulasi lumpur pemboran Drill pipe - Drill collar - Bit - Annulus - BOP stuck –
dihentikan. Dengan adanya sifat ini, lumpur Flowline – Shale shaker – Mud tank.
pemboran ketika sirkulasi dihentikan akan
membentuk gel yang dikarenakan adanya
gaya tarik menarik antara partikel dari
padatan lumpur saat lumpur sirkulasinya
dihentikan. Dengan adanya sifat dari gel
strength ini, berfungsi sebagai menahan
serbuk bor atau cutting agar tidak kembali
turun ke dasar lubang bor sehingga tidak
menumpuk atau mengendap yang dapat
menyebabkan pipa terjepit.
c. Viskositas
Viskositas merupakan sifat lumpur yang
mempengaruhi kekentalan pada lumpur
pemboran. Kekentalan pada lumpur
pemboran merupakan suatu hal yang penting
karena akan berfungsi sebagai pengangkatan
serbuk bor atau cutting menuju ke
Gambar 1 Sirkulasi Lumpur Pemboran
permukaan.Kumulatif minyak dan gas
d. Yield Point
Sirkulasi lumpur pemboran terdiri dari tiga
Yield Point merupakan ukuran gaya tarik
komponen utama, yaitu:
menarik antar partikel yaitu antara padatan
1. Tempat persiapan (Preparation area)
dengan padatan, cairan dengan cairan, dan
2. Perlatan sirkulasi
padatan dengan cairan. Yield Point juga
3. Solid Control Equipment
berfungsi sebagai perhitungan hidrolika
Bahan Kimia Lumpur
lumpur, dimana yield point juga
Bahan-bahan kimia yang digunakan pada
mempengaruhi hilangnya tekanan pada saat
lumpur pemboran sangat berperan sebagai
proses sirkulasi lumpur pemboran.
pengontrol lumpur ketika terjadinya perubahan sifat
e. Filtrasi dan Mud cake
kimia yang tidak sesuai dengan fungsi lumpur

180
pemboran kerena adanya pengaruh efek kimia dilakukan evaluasi pada operasi pemboran sumur ini.
partikelnya. Bahan-bahan kimia yang digunakan Perencanaan penggunaan tipe lumpur pemboran
pada lumpur pemboran dapat diklasifikasikan untuk sumur AN-12 ini berdasarkan dari evaluasi
sebagai berikut: dari sumur AN-11 yang dijadikan offsetwell data
1. Viscosifiers (bahan pengental) Untuk perencanaan program pemboran pada
Bentonite, CMC, attapulgite dan polymer. pembuatan lubang 24” untuk pemasangan casing 18
2. Weighting Materials (Pemberat)
5
/8” yaitu pada kedalaman 1654’ MD/1500 TVD dan
Barite, calcium carbonate, garam terlarut. untuk lubang trayek 17 1/2“ dengan pemasangan
3. Thinners (Pengencer) casing pemboran berukuran 13 3/8” pada kedalaman
Phosphates, lignosulfonate, lignite, poly yaitu 3114’ MD/2015’ TVD.
acrylate. Kemungkinan pada kedalaman ini akan
4. Filtrat Reducers terjadinya gumbo problem yang merupakan
permasalahan yang paling sering ditemukan pada
Starch, CMC, PAC, acrylate, bentonite, dan
pemboran di lepas pantai atau offshore yang dapat
dispersant.
menyebabkan terhambatnya kegiatan pemboran
5. Lost Circulation Materials
bahkan dalam beberapa kasus akan menyebabkan
Granular (berbutir), flake (berserpih), fibrous hilangnya lubang pemboran. Selanjutnya untuk
(berserat), slurries (bubur). pembuatan lubang pemboran trayek 12 1/4” dengan
6. Aditif Khusus casing pemboran yang berukuran 9 5/8” pada
Flocculant, corrosion control, defoamer, ph kedalaman 5653.4’ MD/2715’ TVD.
control, lubricant Pada kedalaman ini merupakan formasi parigi
yang dimana pada sumur offsetwell terjadinya
Komposisi Lumpur Pemboran permasalahan pemboran berupa terjadinya stuck pipe
Untuk menentukan komposisi lumpur dan loss circulation atau hilangnya lumpur
pemboran mesti sesuai dengan bagaimana kondisi pemboran pada saat operasi pemboran berlangsung.
lubang bor dan bagaimana jenis formasi yang Lumpur yaang digunakan pada pemboran
ditembus oleh mata bor. Terdapat empat tipe fasa sumur AN-11 ini adalah menggunakan Low pH
yang sering digunakan pada lumpur pemboran Desco + 3% KCl. Dengan penggunaan jenis lumpur
sebagai berikut. pemboran tersebut. Terdapat permasalahan yang
(I) Fasa cair terjadi ketika melewati formasi yang ditembus pada
Komposisi utama dari lumpur pemboran sumur ini. Permasalahan yang terjadi pada sumur
adalah fasa cair yang dijadikan sebagai bahan AN-11adalah terkjadi Pack off pada trayek
dasar pembuatan lumpur pemboran. Fasa cair pemboran 17 ½” karena permasalahan stabilitas
ini dapat berupa air tawar, air garam, minyak, lubang bor dan defleksi lintasan.
dan juga emulsi antara air dan minyak. Kondisi BNA-11menggunakan Menggunakan
(II) Inert solid Low pH Desco + 3% KCl dan masih menyebabkan
Merupakan suatu padatan yang tidak dapat sticky clay. Lalu dapat mengtasinya dengan upgrade
bereaksi dengan air dan dengan komponen lumpur dengan 7-8% KCl Lumpur polimer untuk
lainnya dalam lumpur. Fungsi utamanya dari meningkatkan stabilitas lubang. Evaluasi pemboran
inert solids ini adalah untuk menaikan densitas sumur offset pada sistem lumpur bertujuan agar pada
dari lumpur pemboran agar dapat mengimbangi saat operasi pemboran berjalan dengan lancar.
tekanan pada formasi sehingga tidak terjadinya Sehingga target selesai waktu pemboran
permasalahan seperti loss circulation atau kick. dapat sesuai jadwal yang telah ditentukan dan tidak
(III) Reactive solid ada biaya yang dikeluarkan diluar rencana awal,
Komponen ini merupakan padatan dapat tetapi kenyataanya tidak semua pemboran berjalan
bereaksi dengan air untuk dapat membentuk sesuai yang direncanakan karena kateristik dari
clay yang akan menghisap fasa cair dan akan formasi sumur yang berbeda-beda. Berikut evaluasi
memperbaiki sifat lumpur dengan dan perencanaan penggunaan lumpur pemboran tiap
meningkatkan densitas, viskositas, gel strength trayek yang tepat untuk semur AN selanjutnya.
dan fluid loss.
(IV) Fasa kimia  Trayek 30”
Fasa kimia berperan sebagai mengontrol Pemboran pada sumur AN-12 diawali dengan
sifat lumpur pemboran dan zat kimia yang membuat lubang yang berukuran 30” dengan
digunakan dapat menurunkan kekentalan menggunakan alat yang bernama Delmag D-46
lumpur dan dapat mengurangi water loss. Diesel v Hammer.
III. PEMBAHASAN Alat ini digunakan untuk membuat lubang
Sumur AN dari lapangan ADG merupakan berukuran 30” yang tidak menggunakan lumpur
sumur yang dioperasikan di lepas pantai (offshore). pemboran, tetapi dengan menggunakan metode
Berikut merupakan profil dari sumur AN-12 yang sistem tumbuk dengan tujuan untuk pemasangan

181
conductor casing yang berukuran 30”. Pembuatan rangkaian kembali dilanjutkan. Dimulainya pada
lubang dengan metode sistem tumbuk ini dimulai kedalaman 1822’ inklinasi sudut baru yang tebentuk
dari kedalaman 0-383 ft MD/TVD dengan 196 bpf sebesar 54.30 deg dan Azimuth sebesar 296.10 deg.
final penetration. Sedangkan untuk trajectory original (sebelumnya)
Selanjutnya setelah pemasang conductor membentuk sudut inklinasi sebesar 55.07’ deg dan
casing dilanjutkan dengan pembuatan lubang trayek azimuth sebesar 295.78 deg.
24”. Untuk pemboran pada trayek ini terlebih dahulu Sehingga dengan adanya perubahan ini
dengan melakukan pembutan trayek 17 1/2”. Pada menandakan bahwa formasi yang ditembus
trayek 171/2” dilakukan dengan menggunakan merupakan formasi yang bersifat lunak dan juga
lumpur pemboran 7 % KCl Polymer. lumpur yang digunakan pada trayek ini yaitu KCl
Setelah itu melanjutkan pengeboran dari hole Polymer tidak mampu untuk mempertahankan
section 17 1/2” menjadi trayek 24” masih dengan kestabilan pemboran pada trayek ini. Mengatasi
menggunakan lumpur 7% KCl Polymer hingga masalah tersebut dapat dengan cara mengganti
mencapai kedalaman yang ditargetkan yaitu 1618’ penggunaan lumpur pemboran yang digunakan.
MD / 1500 TVD. Untuk melanjutkan pemboran pada trayek ini, maka
Untuk biaya pemboran per feet pada trayek lumpur yang digunakan diubah menjadi KLA Shield
24” dengan menggunakan lumpur KCl Polymer (Hpwbm) 2 %. Dikarenakan KCl polymer tidak
dapat dihitung dengan total harga dari komposisi dapat mempertahan kestabilan lubang bor dan
lumpur yang digunakan dibagi interval kedamannya diganti penggunaan HPWBM sehingga biaya dari
 Biaya perfeet =TotalCost:Interval Kedalaman komposisi lumpur yang digunakan menjadi lebih
= $38.521,57: 1618 ft mahal.
= $ $23,81/ft  Biaya perfeet =TotalCost:Interval Kedalaman
Untuk perencanaan lumpur pemborannaya dapat = $166.574,87 : 1622 ft
dilihat dari tabel 1. = $ 102,70 /ft
Tabel 1 Perencanaan Lumpur Trayek 24” Sedangkan jika pada kedalaman trayek ini
Hole Inclination (Deg) 0-50 menggunakan langsung tipe lumpur HPWBM biaya
 Trayek 17 1/2”
Formation Cisubuh perfeetnya adalah sebagai berikut.
Drilling fluid system 7-8% KCl  Biaya perfeet =TotalCost:Interval Kedalaman
Polymer = $74.257,9: 1622 ft
Mud density 9.0 – 9.2 = $45,78 /ft
Pv (cp) Alap < 20 Sehingga selisihnya adalah $56.92/ft dan
Yp (lbs/100ft2) 30 – 40 ditambah dengan biaya keterlambatan dalam waktu
6-RPM 12-14 pemboran.
Gel Strength (lbs/100ft2) 10-14/12-30
Tabel 2 Perencanaan Lumpur Trayek 24”
API Fluid Loss < 8 NC
Hole Inclination (Deg) 50-74
pH 9.5 – 10
Formation Cisubuh 
KCl 7-8
Drilling fluid system 2% KLA Shield
Asphasol Supreme NR
(Hpwbm)
KLA-STOP NR Mud density 9.4 – 9.2
Drill Solid <45 Pv (cp) Alap < 20
MBT <15 Yp (lbs/100ft2) 24-36
Untuk melanjutkan operasi pemboran setelah 6-RPM 10-12
pemasangan surface casing maka di lanjutan dengan Gel Strength (lbs/100ft2) 11/14
membuat lubang dengan ukuran bit 17 1/2” dengan API Fluid Loss 5
tujuan pada trayek ini akan dilakukan pemasangan pH 9.8 – 10
casing intermediate satu dengan ukuran 13 3/8”.
KCl 7-8
Pemasangan casing intemediate satu ini di setting
Asphasol Supreme 4-6
pada kedalaman dari 1618’-3240’ MD / 2080 TVD.
Pada pemboran di intermediate satu yaitu trayek 17 KLA-STOP (v/v) 2
1
/2” dimulai terlebih dahulu dari kedalaman 1618’- Drill Solid <35
2347’MD / 1827 TD. dengan menggunakan lumpur MBT <10
pemboran berjenis 7-8 % KCl Polymer. Trayek 12 1/4”
Permasalahan yang terjadi pada trayek ini Lumpur yang digunakan pada trayek ini
adalah terjadinya perubahan besar sudut inklinasi adalah lumpur jenis HPWBM (KLAShield) dengan
dan azzimut pada kedalaman 2010’ MD. Terjadi densitas lumpurnya sebesar 9.4 ppg dan menembus
ketika saat kembali akan melanjutkan pemboran pada formasi parigi.
trayek ini. Perbedaan sudut pemboran ketika Pada trayek ini melakukan pemasangan

182
intermediate dua casing. Dengan pembuatan trayek  Trayek 8 1/2”
pemboran 12 1/4” untuk pemasangan casing Pada trayek ini merupakan trayek terakhir
berukuran 9 5/8”. Pemboran pada trayek ini dimulai yaitu dengan pemasangan casing produksi.
dari kedalaman 3240’MD – 5775’ MD. Pada saat Kedalaman trayek ini adalah 5775’- 6532’ MD /
melakukan pemboran daari 3240’- 3536’ MD terjadi 2979 TVD. Untuk trayek ini menggunakan lumpur
indikasi loss circulation. . Pada kedalaman 3484’ dengan jenis HPWBM ( KLA-Shield) dengan
MD hilangnya sirkulasi pada lumpur sebesar 50 bph. densitas lumpur sebesar 9.7 ppg.
Dengan adanya loss circulation tersebut, Pada kedalaman ini ketika operasi pemboran
maka dilakukan penggunaan Lost Circulation berlangsung nilai ECD mencapai 10.7-12.90 ppg.
Material (LCM). Maka untuk sementara kegiatan Maka menandakan bahwa lumpur pada trayek ini
drilling dihentikan, lalu memompakan LCM untuk nilai dari densitasnya bertambah cukup besar yang
mengatasi lost tersebut. Dari hasil pemompaan LCM disebabkan terlalu banyak cutting pada lubang bor.
diketahui bahwa dalam dua jam dapat menutupi zona Untuk mengurangi nilai ECD tersebut, maka
loss 10 bph yang diketahui dari volume yang dilakukan pemompaan 30 bbls Hi-vis setiap stands
dipompakan dari trip tank. dan 30 bbls low-vis + 30 Hi-dens setiap 3 stands.
Setelah itu pemboran dilanjutkan dengan Dilakukan back reaming hingga nilai ECD
adanya indikasi loss sebesar 5-8 bph dengan mengalami penurunan agar densitas lumpur tidak
mendesain lumpur yang digunakan HPWBM menjadi terlalu berat. Kedalaman akhir dari trayek
dicambur dengan LCM sehingga tidak ada lagi ini adalah 8435’ MD / 3488’ TVD yaitu pada
indikasi loss circulation. formasi B-32 sesuai dengan target formasi pada
Dari total material cost untuk tryayek ini, program.
maka biaya perfeetnya adalah sebagai berikut.  Biaya perfeet =TotalCost:Interval Kedalaman
 Biaya perfeet =TotalCost:Interval Kedalaman = $86.681,66: 757 ft
Hole Inclination (Deg) 74 = $114,51 /ft
Formation Main Cibulakan
Berikut perencaan untuk penggunaan lumpur
Drilling fluid system 2% KLA Shield HPWBM trayek 88 1/2"
(Hpwbm)
Mud density 9.7 – 10 Tabel 4 Perencanaan Lumpur HPWBM Trayek 8 1/2"
Pv (cp) 25
Hole Inclination (Deg) 74 IV. KESIMPULAN
Yp (lbs/100ft2) 30
Formation Parigi Dari perencanaan penggunaan lumpur
6-RPM 8-10 pemboran yang digunakan dan evaluasi lumpur
Drilling fluid system 2% KLA Shield
Gel Strength (lbs/100ft2) 6-10/8-20 pemboran pada Sumur AN-12 dapat ditarik
(Hpwbm)
kesimpulkan sebagai berikut.
MudFluid
API density
Loss 9.4/–8-12
2-4 9.7
1. Kestabilan lubang pada sumur AN-12 yaitu pada
(cc/30min)
Pv (cp) 19 kedalaman 1808’, 2104’, 2327’ MD merupakan
pH 9.5 – 10.5 formasi cisubuh yang sangat lunak. Pada
Yp (lbs/100ft2) 31
KCl 7-8 kedalaman nilai ROP tersebut diatas rata-rata
6-RPM 10-12 nilai ROP di sumur AN-11.
Asphasol Supreme 4-6
Gel Strength (lbs/100ft2) 8-12 / 10-24 2. Saat pengeboran kenaikan mud weight dari 9.2-
KLA-STOP (v/v) 3-3.5 9.6 ppg disebabkan karena formasi yang lunak di
API Fluid Loss 4
Drill Solid
(cc/30min) <15 cisubuh sehingga mengakibatkan membesarnya
lubang bor(washout) yang umumnya bersifat
pH
MBT 9.5 – 10.5
<5
tidak solid atau mudah runtuh (unconsolidated
KCl 7-8 formation).
Asphasol Supreme 4-6 3. Dilakukannya hole cleaning atau melakukan
sirkulasi pada lubang bor hingga bersih
KLA-STOP (v/v) 2.7-3
menggunakan Hi-vis atau Lo-vis dapat
Drill Solid <35 menurunkan nilai ECD yang membuat densitas
MBT <10 lumpur menjadi bertambah berat. Sehingga
tekanan pada formasi dapat diimbangi.
= $103.240,53: 2535 ft 4. Merubah penggunaan lumpur dari KCl Polymer
= $40,73 /ft menjadi HPWBM yaitu KLA Shield pada trayek
17 ½” dengan tujuan untuk menghindari clay
Berikut tabel 3 yang merupakan perencanaan yang reaktif, dikarenakan dengan penggunaan
lumpur trayek 12 1/4”. lumpur KCl Polymer tidak lagi dapat
mempertahankan kestabilan lubang pada formasi
Tabel 3 Perencanaan Lumpur Trayek 12 1/4”
183
saat dilakukan pemboran.
5. Dengan mendisain lumpur pemboran dari
evaluasi sumur korelasinya dapat dijadikan
pedoman untuk melakukan perencanaan
penggunaan lumpur pemboran dikarenakan
memiliki kesamaan lithology batuannya.

DAFTAR PUSTAKA
1. A.Aftab, A.Ismail, & Z.Ibupoto. (2017).
Nanoparticles based drilling muds a solution to
drill elevated temperature wells: A review.
Renewable and Sustainable Energy Reviews.
2. Abdou, M. I., & Al-sabagh, A. M. (2013).
Evaluation of Egyptian bentonite and nano-
bentonite as drilling mud. Egyptian Journal of
Petroleum.
3. Caenn, R. (2017). Introduction to Drilling Fluids.
Dalam Composition and Properties of Drilling
and Completion Fluids.
4. Fattah, K. A., & Lashin, A. (2016). Investigation
of mud density and weighting materials effect on
drilling fluid filter cake properties and formation
damage. Journal of African Earth Sciences .
5. Jha, P. K., Mahto, V., & Saxena, V. K. (2014).
Emulison based drilling fluids: An overview.
International Journal of ChemTech Research.
6. Sami, N. A. (2016). Effect of magnesium salt
contamination on the behavior of drilling fluids.
Egyptian Journal of Petroleum .
7. Skalle,P. (2015). Drilling Fluid Engineering.
bookboon.com.
8. Sönmez, A., Verşan Kök, M., & Özel, R. (2013).
Performance analysis of drilling fluid liquid
lubricants. Journal of Petroleum Science and
Engineering .
9. Sun, J. (2015). The effect of drilling mud
properties on shallow lateral resistivity logging
of gas hydrate bearing sediments. Journal of
Petroleum Science and Engineering .
10. Vryzas, Z., & Kelessidis, V. C. (2017). Nano-
Based Drilling Fluids: A Review. Energies.

(1) (2)(3)(4)(5,6) (9)(10)

184

Anda mungkin juga menyukai