Anda di halaman 1dari 2

Zaki, sahabat kecilku.

Saat ini, aku dan Zaki sudah duduk di bangku kelas 9 SMP, aku dan Zaki bertemu di Taman Kanak Kanak
saat kami berusia 5 tahun. Sewaktu kecil kami memang suka bermain bersama dan melakukan berbagai
hal konyol seperti menulis sebuah surat untuk kita sendiri. Sore itu langit nampak cerah menemani sang
mentari yang ingin tenggelam, di depan teras rumah Zaki kami menulis sebuah surat yang berisi tentang
perjanjian supaya tidak meninggalkan satu sama lain. Surat itu kami masukkan ke dalam kotak dan di
timbun di dekat pohon yang sering kami kunjungi. Pohon itu berada di taman dekat rumah Zaki. Kami
mengaitkan jari kelingking satu sama lain berjanji ketika sudah besar nanti, kami akan menggali kotak
tersebut tepatnya adalah sesudah lulus Sekolah Menengah Pertama.

Bertahun-tahun kami tetap memegang janji yang tertulis dalam surat itu sampai hari kelulusan pun tiba,
aku dan Zaki lulus dinyatakan lulus dengan nilai memuaskan. Kami berpelukan kecil untuk memberi
selamat satu sama lain. Aku begitu terharu bisa lulus sampai saat itu dengan sahabat semasa kecilku.
Setelah acara kelulusan selesai, aku teringat bahwa kami pernah menulis surat perjanjian dan akan
menggali ketika lulus Sekolah Menengah Pertama. Aku mengajak Zaki untuk bergegas menuju pohon
yang menimbun surat perjanjian kami. Kami menggali tanah itu dan membaca ulang perjanjian kami
yang berisi:

Mulai hari ini sampai seterusnya, kami dengan penuh perasaan berjanji akan selalu bersama dan tak
meninggalkan satu sama lain, batas waktunya adalah selama-lamanya.

20/10/2018

Sahabat kecil, Fendrik & Zaki.

Setelah membaca kembali surat yang kami tulis sewaktu kecil, rasanya perut kami digelitik. Kami
tertawa terbahak bahak hingga seperti ingin menangis, surat ini begitu menggelikan saat dibaca sewaktu
kita sudah remaja. Saat ini, mereka tengah duduk di dekat pohon sembari bercerita. Zaki bilang
kepadaku bahwa sekarang dia sudah pandai mengendari sepeda motor, Zaki memang baru saja bisa
mengendarai sepeda motor sedangkan aku sudah bisa sejak aku kelas 7 SMP. Zaki mengajak aku untuk
pergi ke cafe hari esok di malam hari untuk merayakan kelulusan kita dan tentu saja aku menyetujuinya.

Besoknya pada malam hari, aku sedang bersiap menuju cafe tempat dimana aku dan Zaki akan bertemu
merayakan kelulusan berdua. Kami berangkat sendiri-sendiri karena Zaki sudah bisa mengendarai
motornya sendiri jadi aku tak perlu bersusah payah menjemput Zaki lagi dan aku juga percaya bahwa dia
benar-benar sudah mahir mengendarainya. Aku menyambar jaket digantungan dan bergegas menuju
cafe karena takut jika Zaki sudah menunggu terlalu lama. Sesampainya di cafe, aku tak melihat batang
hidung sahabat kecilku namun aku tetap berpikir positif mungkin saja dia sedang bersiap. Beberapa
menit berlalu namun Zaki belum juga muncul, rasa khawatir menghantui perasaanku saat ini. Aku
kebingungan karena rumah kita tak terlalu jauh harusnya dia sudah sampai bahkan dia ceklis satu ketika
aku mengiriminya sebuah pesan. Rasa gelisah menyelimuti diriku saat itu. Tak lama kemudian, ada
nomor yang sangat aku kenal memberiku panggilan telepon dan akupun mengangkatnya dengan segera.
Di layar ponselku tetulis jelas nama 'Ibu Zaki' yang sedang dalam panggilan saat ini bersamaku.
Mendengar perkataan ibu Zaki, rasa gelisahku semakin bertambah karena aku mendengar bahwa Zaki
mengalami kecelakaan ketika ingin menuju cafe. Segala rasa bersalah menghantui diriku, mengapa aku
tidak menjemputnya saja tadi. Aku bergegas mengambil kunci motor dan mengarahkan sepeda motorku
ke rumah sakit tempat dimana Zaki sekarang sedang ditangani. Susah payah aku menahan tangis dijalan
karena takut Zaki terlalu parah keadaannya namun aku harus kuat, Zaki pasti tidak suka melihatku
menangis dan akan mengejekku ketika tahu aku menangis karena dirinya terlebih aku seorang lelaki.

Sesampainya dirumah sakit, aku menuju ruang tempat Zaki sedang ditangani oleh dokter. Di sana
terlihat ada orang tua Zaki yang sedang menunggu dengan khawatir, aku berlari kecil menuju arah
mereka dan menyalaminya sembari menanyakan keadaan Zaki saat ini. Mereka belum dapat menjawab
karena Zaki masih dalam penanganan dokter. Tak lama kemudian, dokter keluar memberitahu keadaan
Zaki. Dokter berkata bahwa Zaki baik-baik saja, tak ada luka parah namun dia masih butuh istirahat
sementara waktu karena dia masih kaget atas kejadian yang menimpanya. Aku yang mendengar itupun
lega dan berterimakasih kepada dokter. Hatiku sangat sedih melihat sahabat masa kecilku memasuki
ruang di rumah sakit dengan beberapa luka ringan dibadannya. Aku memasuki ruang Zaki bersama
kedua orang tua Zaki untuk melihat keadaannya, Zaki hanya cengengesan tidak jelas padahal aku
khawatir setengah mati kepadanya. Aku hiraukan hal itu, aku sudah lega melihat keadaannya dan Zaki
sudah langsung diperbolehkan untuk pulang.

Beberapa hari setelah kejadian itu, kemana-mana aku akan selalu mengawasi Zaki saat mengendarai
sepeda motor karena aku terlalu takut mengingat kejadian sewaktu itu walau tidak parah namun itu
menyedihkan dan aku tak menyukainya. Zaki semakin sehat dan selalu bermain bersamaku, itu
membuat hatiku menjadi lebih hangat dibanding saat itu, aku terlalu takut kehilangan sahabat semasa
kecilku yang selalu menemaniku. Sekarang, kami berdua semakin sering bermain bersama dan bahkan
memasuki Sekolah Menengah Atas yang sama.

Anda mungkin juga menyukai