Anda di halaman 1dari 15

NOTULENSI SEMINAR “Mengenali Tongue Tie dan Lip Tie dalam upaya

membantu ibu menyusui dan membantu bayi dalam menyusu”

A. Latar Belakang
Menyusui adalah proses memberikan awal kehidupan terhadap seorang bayi. Menyusui juga
perintah Allah SWT dalam setiap agama. Organisasi kesehatan dunia (WHO) dan UNICEF
memberikan rekomendasi menyusui secara ekslusif sejak bayi lahir selama 6 (enam bulan
pertama) hidupnya, dan tetap disusui bersama pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang bergizi hingga 2 (dua) tahun atau lebih.

Kegagalan menyusui disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah kondisi dimana keadaan
lidah dan bibir bayi yang terikat (tongue tie – Ankyloglossia/lip tie) atau Tethered Oral Tissues-
TOTS. Konselor Menyusui dengan latar belakang ilmu yang berbeda diharapkan dapat
melengkapi diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat mengenali dan melakukan
rujukan (KM Non Medis) dan melanjutkan tindak lanjut penanganan (KM Medis).

B. Waktu dan Tempat


Kegiatan diselenggarakan minggu, 15 Januari 2017. Bertempat di Auditorium Rumah Sakit
Dharmais, Jl Letjen S Parman Kav 84-86, Slipi Jakarta Barat, dengan perincian :
Seminar : mulai pukul 08.00 – 12.00 WIB
Workshop : mulai pukul 13.00-17.00 WIB

C. Peserta
Peserta workshop dan seminar berjumlah 78 orang dengan mayoritas peserta adalah Konselor
Menyusui yang berasal dari medis (Perawat, Bidan, Dokter umum, dr SpA, Dokter Obgyn) dan
juga non medis dari beberapa propinsi di Indonesia
D. Proses pelaksanaan
07.30 – 08.00 : Registrasi dan kudapan pagi
08.00 – 08.46 : Pembukaan , sambutan dan foto bersama
08.10-08.20 : MC (dr Fransiska Erna MPH)
Mengucapkan selamat datang kepada semua peserta seminar “Mengenali Tongue tie dan Lip tie dalam
upaya membantu ibu menyusui dan membantu bayi dalam menyusu” yang telah hadir. Menjelaskan
tentang kegiatan hari ini dan meminta peserta untuk mengambil snack pagi, mengisi biodata dan duduk
di tempat yang telah disediakan

08.20-08-30 : Sambutan ketua Panitia Tiur Sitorus, S sos CIMI


Mengucapkan terima kasih atas antusias dan kehadiran para peserta dalam seminar ini. Menjelaskan
beberapa tujuan diadakannya seminar diantaranya :
1. Menyamakan visi dan misi agar satu hati untuk membantu ibu-ibu bisa menyusui dan bayi bisa
menyusu
2. Meningkatkan ajang kompetensi untuk konselor menyusui
3. Mendefiniskan tongue tie dan liptie secara tepat sehingga KM medis dan non medis dapat
melakukan penanganan sesuai dengan kompetensinya

08.30-08.40 : Sambutan Ketua IKMI : Hesti Kristina P Tobing, SKM, CIMI, IBCLC
Mengucapkan selamat datang untuk semua konselor menyusui dan bukan konselor menyusui yang
bergabung pada workshop dan seminar kali ini. Menjelaskan bahwa informasi tongue tie sudah ada
cukup lama, tapi masih banyak yang belum tau. Melalui seminar ini diharapkan peserta mendapatkan
informasi terbaru dan meningkat kompetensinya. Dan sekaligus membuka acara workshop dan seminar.

08.40-08.46 : Foto bersama

08.30 – 08.45 : Pre test


Masing-masing peserta diberikan lembar jawaban. Setiap peserta diminta menuliskan nama dan no urut
di pojok kanan atas lembar jawaban masing-masing. Soal ditayangkan di slide dan dibacakan oleh MC.
Setelah itu jawaban dikumpulkan kepada panitia untuk dikoreksi.
SEMINAR : (08.45 – 13.00)
08.45 – 08.50 : Moderator Hesti Kristina P Tobing Ketua IKMI menjelaskan bahwa akan ada 3
narasumber yang akan memaparkan presentasinya dan juga ada 3 testimoni dari keluarga terkait
dengan informasi yang disampaikan oleh narasumber.

09.12-09.45 : PEMBICARA 1 : dr Asti Praborini, SpA, IBCLC : Tongue tie dan lip tie from A to Z
Menjelaskan tentang tongue tie mulai dari A sampai Z.
Catatan :
- Tidak semua tongue tie dapat menyebabkan lecet. Jika putting ibu panjang dan bibir anak lentur
maka tidak menyebabkan lecet.
- Masalah menetei menjadi hal serius jika ternyata diketemukan kendala dalam hal menyusui.
- Untuk anak-anak yang besar : Jika mengalami TT/LT, dikerjakan oleh dokter bedah
- Penyebab TT/LT banyak salah satunya adalah keturunan/kongenital
- Untuk speech delay yang mengganggu adalah anterior, oleh karena itu protocol yang ada di brazil
disampaikan bahwa pengecekan tentang TT pada bayi baru lahir wajib dilakukan pada pemeriksaan
bayi baru lahir mulai feb 2016.
- Di Indonesia informasi tentang TT bisa dilihat di Facebook dengan nama Tongue tie Support group
Indonesia

09.45 – 10.00 : Penyematan logo IKMI dan pengalungan kain IKMI kepada 2 orang yang berpengaruh
di dunia kesehatan Ibu dan Anak. Diberikan kepada dr Asti Praborini, SpA, IBCLC dan dr Tan Shot Yen
Noted dari moderator : Alangkah baiknya kita berjuang untuk membuat generasi yang akan datang
menjadi baik.
Noted dari dr Tan shot yen : Semua yang baik harus benar. Dan semua yang baik itu harusnya
mempunyai nilai kebaikan. Datangnya berasal dari ibunya sendiri. Mari kita sama-sama membantu

10.00-10.12 : TESTIMONI ke 1 : ibu Prima dan Noco Simamorang : Diagnose TT/LT dengan tingkat
paling atas dengan potensi gagal tumbuh
Mempunyai anak saat ini berusia 7.5 bulan. Lahir 30 mei 2015 dengan BB 3.150 gram dengan panjang
48 cm di RS Sentra Mediaka Cibinong. Pada usia 1 minggu periksa ke RS kembali tanggal 4 Juni 2015,
dan dicek BB turun menjadi 2,8 kg. Dokter bilang itu normal karena berat badan turun 10 % dari berat
lahir. Tetapi Istri merasa kok BB anak makin turun. Padahal anak menyusu sangat sering terutama di
malam hari. Keluarga ini mengatakan mungkin karena kebutuhan anak memang tinggi.

Tanggal 17 Juni 2015 saat usia bayi 18 hari. BB anak turun menjadi 2,7 kg. Tidak ada perkembangan dari
1 minggu menjadi 2 minggu malah turun 1 kg. Mertua dan orang tua mulai menyodorkan susu formula
karena pertumbuhan anak tidak naik. Tapi karena Nico dan prima berkomitmen untuk tetap
memberikan ASI. Browsing di google, muncullah informasi TT dengan dr Asti. Asumsi mereka anak
mengalami TT/LT. Dibawalah anak ke RS Puri Cinere dan ketemu dengan dr Asti, dan setelah didiagnosa
mengalami TT langsung diinsisi.

Bp Nico menunjukkan slide tentang grafik perkembangan berat badan anak. Terlihat paska insisi
pertumbuhan BB anak meningkat. Setelah insisi BB anak mengalami kenaikan hari demi hari dan
panjang badan juga meningkat. Gagal tumbuh yang awalnya menjadi ketakutan mereka tidak terjadi.

Setelah dilakukan insisi, maka ada pemberian suplementasi pada anak. Pemberian suplementasi terakhir
diberikan saat usia anak 66 hari. Tanggal 8 Januari 2017, kondisi anak mengalami peningkatan yang baik.
Kedua orang tua setelah diinformasikan mendukung tindakan kami,
Kesimpulan :
 ASI adalah yang terbaik
 Pengecekan kondisi anak sejak dini
 Kesepakatan suami istri
 Pengetahuan tentang tongue tie dan lip tie
 Insisi merupakan langkah terbaik
 Butuh tanggung jawab sebagai orang tua
 Anak adalah titipan Tuhan

10.12 –10.50 : PEMBICARA 2 : dr Anjar Setyani, SpA : Metode diagnosis tongue tie dan lip tie
Catatan :
- Menjelaskan tentang definisi TT yaitu lipatan membran mukosa yang memanjang dari dasar mulut
ke bagian tengah bawah lidah. Di dunia medis tongue tie, lower lip tie, upper lip tie disebut dengan
Tethered oral (TOTs).
- Diputarkan juga Video tentang TT dari dr Christofer Chang : www.fauquierENT.net
- Di dalam presentasi dijelaskan bagaimana TT dapat menyebabkan kesulitan menyusui, informasi
bagaimana memeriksa TT/LT dan beberapa type TT menurut beberapa pakar kedokteran seperti
Caryloss dll.
- Dikarenakan ada beberapa type TT, sehingga dibuat kesepakatan tentang beberapa type TT
menurut AP Lactation yang merupakan tim dr Asti Praborini, SpA, IBCLC, yaitu :
1) Anterior : di depan
2) Medial : tengah
3) Posterior : Dibelakang lidah
4) Submukosa : tidak terlihat
- Ada cara menilai fungsi lidah :
1. Menjulur ke depan sampai melewati gusi bawah
2. Mengulur ke atas sampai menyentuh gusi atas dan langit-langit
3. Lidah bagian belakang dapat bergerak naik dan turun
4. Jari pemeriksa menyentuh langit-langit untuk memeriksa bentuk dan kedalamannya, atau ada
kelainan di langit-langit, misalnya celah pada langit-langit

10.55 - 11.04 : TESTIMONI ke 2 : Kamelia. Ibu, dengan anak Tongue tie dan lip tie yang kemudian
bingung putting
Ibu Kamelia menjelaskan anaknya lahir di Kemang Medical Care dengan kondisi bilirubin tinggi. Saat itu
DsA hanya fokus pada tingginya bilirubin. “Dokter bilang bahwa anak ibu menyusunya kuat sekali, coba
pikirkan untuk memberi susu tambahan”. Ibu kamelia juga terkena baby blues. Orang tua menyuruh
memberikan sufor merk NAN, sehingga menambah stress. Diberitahu oleh saudara untuk bertemu
dengan dr Asti Praborini di klinik laktasi, dan ditemukan ada TT.

Saat itu yang dilakukan adalah melakukan metode praborini : melakukan insisi dengan dibantu rawat
inap dengan metode skin to skin 3 hari 2 malam, menggunakan terapi SNS. Berjuang dengan terapi
selama 3 bulan. Saat ini anak tumbuh dengan baik. Senang bertemu dengan dr Asti dan tim karena bisa
terbebas dari TT. Dukungan suami juga menambah semangat untuk tetap memberikan ASI.
11.04- 11.50 PEMBICARA 3 : Dr Ratih Ayu Wulandari, IBCLC, Haruskah frenotomy ?
Catatan :
- Saat ini sudah mulai banyak informasi tentang TT/LT di google, media social. Saat ini juga sudah
banyak keluarga yang lebih aware terhadap masalah TT.
- Tindakan frenotomy tidak hanya bisa dilakukan oleh dokter, tapi juga oleh bidan atau tenaga
kesehatan terlatih
- .Video Ella Jackson : menunjukkan tentang frenotomy bisa dilakukan oleh bidan.
- Menjelaskan pengalaman 2 anak dengan TT dan LT dan juga pengalaman pribadi yang kemudian
dilakukan frenotomy 2 bulan lalu
- Memberikan penjelasan tentang 7 kontak anjuran kepada konselor menyusui yaitu :
1) Usia kehamilan 28 minggu’Usia kehamilan 36 minggu
2) Pada saat Insisasi menyusu dini
3) Setalah persalinan selama perawatan di RS
4) Usia bayi 7 hari
5) Usia bayi 14 hari
6) Usia bayi 40 hari
- Diharapkan dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh : lihat payudara ibu, apakah lecet ?
bagaimana dengan supply ASI. Lihat mulut bayi, lihat dan raba, pemeriksaan menyusui
- Melekat dengan baik (AMBIGU)?
- Penilaian dengan skoring : menggunakan frenotomy decision tool for breastfeeding dyas (Alat bantu
pengambil keputusan frenotomy untuk pasangan ibu dan bayi yang menyusui)
- Tongue tie dapat mengganggu pelekatan optimal ke payudara, penggunaan putting artifisial dapat
menyebabkan bingung putting dan tidak tercapainya menyusui ekslusif
- Frenotomy itu mudah. Tapi lacht setelah frenotomy itu tantangan tersendiri
- Informasi tentang menjadi jadi IBCLC : http://ibclc.org/flags/Indonesian/ . Ujian dilakukan setiap
bulan april dan oktober. Pendaftaran pertengahan maret – 15 mei 2017

11.54 – 12.10 : Testimoni ke 3, Ibu Verda : Ibu dengan anak Tongue tie dan lip tie yang kemudian jadi
terlambat berbicara
Mengira dari sejak awal anaknya autis. Tidak bisa bersosialisasi dengan anak yang lain. Sebagai seorang
ibu sedih, karena anak mengalami terlambat berbicara. Setiap kali ada pertemuan, anak saya selalu
menggigit, menjambak kawan-kawannya dan pasti ada korban dari kenakalan anak saya. Bertahun-
tahun saya sedih, karena anak saya dianggap nakal. Dan akhirnya tidak pernah mengajak anaknya ke
pertemuan-pertemuan apapun karena khawatir anaknya akan membuat ulah. Saya sedih karena
sebentar lahi akan masuk sekolah sedangkan kondisi anak berbeda dengan anak-anak seusianya.

Pada saat anak saya berumur 5 tahun, mendaftar sekolah dan dilakukan tes psikologo. Oleh psikolognya
dikatakan bahwa anak saya belum bisa berbicara dan tidak bisa jalan. Jadi akan sulit mengikuti kegiatan
yang akan dilakukan. Suatu saat makan bareng di sebuah kantin, bertemu dengan ibu yang anaknya baru
dilakukan frenotomi oleh dr Asti. Setelah berkonsultasi dengan suami dan browsing google, dan
menemukan nama dr Asti, akhirnya memutuskan untuk menemui dr Asti. Dari hasil pemeriksaan
memang ada indikasi TT, dan perlu penanganan terapi.

Setelah diambil tindakan, kondisi anak menjadi lebih baik, terlihat dari kenaikan BB dan nafsu makan
menjadi bertambah. Anak menjadi lebih cerewet, serta kosa katanya sudah bertambah. Mulai jelas jika
berbicara dan lebih aktif. Saya bersyukur di usia yang sudah besar dipertemukan dengan dr Asti dan
timnya.

12.10 – 13.00 : SESI TANYA JAWAB


TERMIN PERTAMA :
No
1 Penanya dr Icha dari medan
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan  Bagaimana upaya-upaya kita agar masalah TT/LT bisa diketahui secara
luas ? Bagaimana mendeteksinya. Bukan hanya kepada kita2 yang
perduli tapi juga ke dunia kedokteran. Kami di medan banyak
menjumpai masalah abses dan lainnya setelah kasusnya ditangani oleh
dokter-dokter sebelumnya. Ada kasus ibu depresi berat usia bayi 20
hari dan harus dihentikan asinya. Padahal dia sudah datang ke dokter
lain sebelumnya.
 Bagaimana caranya masuk ke kurikulum ilmu kedokteran, medis,
sehingga tidak terlambat dan kasusnya tidak berat saat datang ke kita?
Jawaban Narasumber tidak menjawab satu persatu, tapi merangkum semua
pertanyaan dari peserta.
 Dr Asti : Di seluruh dunia, penemuan-penemuan yang tampaknya baik.
Pasti menimbulkan pro dan kontra. Saat ini begitu banyak informasi
dan ada juga ikatan profesi, ada jejaring dan perkumpulan
internasional yang bisa di akses.

Saat ini kenyataannya pemberian ASI ekslusif masih rendah dan


penggunaan susu formula meningkat setiap tahun. Ada kemungkinan
pada tahun 2040 Indonesia akan menghasilkan 40 juta bayi yang tidak
disusui, 30 % akan berakibat Indonesia akan impor susu formula. Saat
inipun Sari Husadapun dimiliki oleh perancis. Obat-obatan yang dimiliki
saat ini juga impor. Sehingga kita menjadi bangsa yang ketahanan
pangannya rendah.

Tongue tie sudah jelas ada organisasi profesi di dunia yang sekarang
based di Kanada. Pertanyaannya sekarang kalau di Indonesia siapa
yang berwenang memasukkan TT/LT ke kurikulum. Saat ini saja ilmu
posisi dan pelekatan tidak masuk kurikulum.

Saya tidak akan berhenti untuk menginformasikan dan membantu


bahwa menyusui sd 2 tahun. Jika 450 juta bayi yang TT dan tidak
tertangani, saya akan merasa bersalah. Saya ingat kisah galilee galileo.
Seluruh dunia mengatakan bahwa dunia datar, tapi Galileo dan galilee
menemukan bahwa bumi itu bundar. Akhirnya dia dihukum gantung
oleh gereja dan Negara. Saatnya kita memang kalau mau berjuang
untuk memasukkan dalam kurikulum, dan saya siap untuk dikucilkan.

 Dr Ayu : Tidak berkompeten menjawab ini. Saya terpaut jauh dengan


dr Asti. Di Universitas Indonesia tempat saya mengambil ilmu
kedokteran umum dan DsA, tidak diajarkan manajemen laktasi. Tahun
2008-2009 ikut pelatihan manajemen laktasi. Melakukan bakti sosial di
Kab Bogor,dan juga melakukan konseling serta pemaparan tentang ASI,
pada ibu termasuk informasi TT dan hanya teori. Ada pengalaman 1
ibu yang mengeluhkan kalau ada bayi yang menangis setiap malam,
dan kalau minum tumpah-tumpah. Saat diperiksa ternyata bayinya tali
lidah pendek. Saya melaporkan ke seorang prof, dan dia menganjurkan
untuk melakukan tindakan. Di Amerika dan Australia sudah diajarkan
tentang bagaimana melakukan penanganan terhadap TT dan
melakukan insisi. Dan di Negara lainnya sudah sejak tahun 2010 juga
sudah dilakukan. Diagnosa dan klasifikasi TT bisa dilakukan sampai
dewasa.

 Dr Ratih : Jika kita browsing di google, di luar negeri, ilmu manajemen


laktasi sudah dimasukkan ke kurikulum kedokteran. Kita juga perlu
mengetahui juga apa yang terjadi pada klien setelah tindakan.
Pendampingan apa yang bisa dilakukan
2 Penanya dr Nana, S
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan  Bagaimana menjelaskan kepada masyarakat tentang TT dan kaitannya
dengan kecerdasan
 Apakah perlu dilakukan pemeriksaan skrinning sebelum dilakukan
insisi TT, contohnya seperti kasus hemophilia
 Saat ini IDAI sedang rapat dengan….. (organisasi.## missing) di
kurikulum pendidikan dokter anak dan umum belum ada tindakan
tentang kegiatan TT. Katanya akan terjadi miss conduct. Di satu sisi
kita menyampaikan TT dan masalah lain tentang kolega. Bagaimana?
Jawaban Sebagian jawaban sudah ada di jawaban di atas.
Narasumber rata-rata menjawab bahwa perlu ada sosialisasi dan
merangkul semua pihak agar informasi tentang kondisi TT/LT bisa di akses
oleh masyarakat luas
3 Penanya Ayu, Cirebon
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan  dr Anjar : Apakah klasifikasi type TT/LT juga berlaku untuk anak untuk
anak usia 7 tahun. Saya pernah ada kasus usia anak 7 tahun, dan
dirujuk ke dokter bedah anak
 dr Ratih : Apakah tools yang tadi disampaikan juga berlaku untuk anak
yang lebih besar, karena kalau dilihat hanya untuk bayi yang masih
menyusui. Selain itu juga kondisinya banyak ibu yang khawatir
melakukan tindakan karena masalah biaya atau juga kondisi anak
yang lebih besar
 dr Asti : Bagimana dengan legalitas melakukan tindakan terhadap
TT/LT, Saya perawat yang concern dengan anak. Jika tindakan
dilakukan untuk bayi di bawah 3 bulan lebih mudah dilakukan. Saat ini
insisi dilakukan di RS. Bagaimana juga dengan gunting yang ujungnya
bundar? Selama ini sulit menemukan
Jawaban  Semua jawaban di atas merujuk pada jawaban narasumber di soal
sebelumnya
 Tools TT untuk anak yang lebih besar bisa menggunakan tools
assement protocol dari ibu Fernando
 Tambahan dari Prof, dr Ndung :
Seperti kita maju perang. Marilah kita sama-sama berjuang. PR untuk
menggerakkan civil society, maka kita semua bisa bergerak untuk
mengusulkan tentang update informasi. Kita tidak bisa menunggu dari
atas. Kita yang memang mempunyai kesempatan untuk mempunyai
akses, ayo sama-sama membantu perubahan, bisa dilakukan. Semua
kebijakan klinis itu secara UU memang ditangan ikatan profesi, seperti
POGI, IDAI. Saat ini juga sudah sudah banyak satgas ASI. Jika ada
dokter yang masuk di dalam Satgas ASI bisa ikut membantu
mempengaruhi. Saat ini saya masih bermimpi, untuk mewujudkannya
4 Penanya Pipit, Padang
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan Seandainya ada KM yang belum punya dapet klien yang depresi, tentu
tantangannya menjadi KM belum terlihat. Saya pernah mengalami
mendapat klien anak usia 1 tahun dengan kondisi LT. Paska insisi, ibu
menjadi trauma dan akhirnya dikasih sufor. Ada juga pasien yang diinsisi
2(dua) kali tapi trumanya tidak hilang. Sekarang jd ekslusif pumping.
Akhirnya memang penting juga untuk melakukan penanganan paska
tindakan
Jawaban  Jawaban narasumber merujuk ke jawaban di soal sebelumnya
 Harapan dari keluarga yang melakukan testimoni :
Saat ini, keluarga dan pasangan suami istri di Indonesia zero
pengetahuan tentang TT/LT. Akan lebih baik jika pemeriksaan TT/LT
bisa dimasukkan dalam SOP dokter anak pada usia 7 hari kelahiran.
Saat ini, ketika dokter memeriksa kondisi bayi, yang dicek adalah
bilirubin, lingkar kepala dll. Tidak pernah melihat permasalahan di
lidah. Dokter anak di Indonesia perlu memperhatikan tentang TT/LT

TERMIN KEDUA :
No
1 Penanya Nani, Semarang
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan Saya seorang bidan dan juga KM. Paska pelatihan KM, saya langsung
mempraktekkan kegiatan konseling menyusui di klinik, dan angka
keberhasilan menyusui 100 %. Saat ini saya juga mencoba melakukan
deteksi dini untuk kondisi TT. Jika ditemukan ada kasus TT, saya merujuk
ke dr yeti IBCLC. Saat ini ada 5 bayi yang terindikasi TT. Jika ada pelatihan
bidan yang bisa melakukan frenotomi saya akan ikut. Mohon pencerahan
Jawaban Jawaban merujuk jawaban dr Asti di soal di atasnya
2 Penanya dr Yoselina SpA dari Martapura
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan  Saat ini ditempat saya, posisi dan pelekatan masuk di MTBS, sehingga
sebagian ilmu manajemen laktasi masuk ke dalam kurikulum di klinik
kebidanan. Permasalahannya memang yang mengajar mungkin belum
kompetensi. Saya mengajar juga, dan akan memasukkan informasi
TT/LT pada saat mengajar. Saat ini materi asi terlalu banyak, sehingga
memang kasian muridnya.
 Saat ini saya banyak menemukan kasus TT/LT di martapura sehingga
selalu dirujuk ke Jakarta atau Surabaya. Padahal bisa juga koordinasi
dengan dokter bedah mulut local. Bagaimana pendapat narasumber?
 Perlu ada perkumpulan keluarga yang punya pengalaman TT sehingga
membantu menjadi supporting
 Di Martapura jika ada kesulitan menyusui, pasti diberikan air gula
sehingga kondisi gizi buruk sangat tinggi. Memang perlu ada
koordinasi dengan dokter-dokter.
Jawaban  Jawaban tentang TT bisa merujuk ke jawaban soal di atasnya
 Perkumpulan keluarga yang mempunyai pengalaman tentang TT di
Indonesia belum ada, tapi ada FB mengenai informasi Tongue Tie
yang di kelola oleh saya dan tim
3 Penanya Aceh, dr.
Ditujukan kepada Semua narasumber
Pertanyaan  Ketika sudah mengikuti hari ini. Bisakah kita langsung bisa melakukan
frenotomy. Apakah harus ikut kelas atau magang? Mohon penjelasan
 Bagaimana jika juga melakukan advokasi ke BPJS. kita rujuk ke bedah
mulut, bagaimana dengan pembiayaan. Jika dirujuk harus ke bedah
mulut, dokter gigi atau ke mana?
Jawaban  dr Asti : Saat ini informasi tentang TT sudah mulai banyak di dengar.
Di LN masuk ke dalam kurikulum kedokteran. Sudah diperkenalkan
juga oleh Jack Newman, dan beberapa dokter. Jika ingin
memperdalam ilmu secara legal bisa ke Australia juga. JIka ada yang
ingin belajar tentang TT, saya dan tim siap untuk membantu
melakukan pendampingan
4 Penanya dr Jeana. Dr Anak
Ditujukan kepada Semua peserta
Pertanyaan Kegiatan ini merupakan pengingat buat kita. Bahwa saat kita melakukan
pemeriksaan pada anak perlu menyeluruh. Seminar ini lengkap untuk
dibawa pulang. Tindakan freotomi bisa dilakukan, tapi yang tidak kalah
penting bagaimana konselingnya
Jawaban Anggi Rosyidan : Pengurus IKMI
Saat ini secara umum di dunia laktasi, dukungan terhadap kasus TT masih
terbatas. Saat IKMI juga sedang bekerja keras untuk berjuang bagaimana
bisa diakui sebagai organisasi profesi, dan saat ini memang sedang
berproses.

Adit : Wartawan Kompas


Informasi TT baru pertama kali saya dengar dan saya dapatkan di seminar
ini. Saya beruntung mendapatkan kesempatan untuk bisa mendapatkan
informasi penting dan luar biasa tentang TT. Inilah saatnya kita semua
memberikan informasi yang benar tentang TT/LT dan bagaimana bisa
melakukan pendampingan dan merujuk atau melakukan penanganan

dr Ratih. Saya menceritakan dan melakukan berbagai tindakan untuk TT


karena juga berasal dari pengalaman saya pribadi. 2 anak saya TT/LT dan
juga saya. Yang saya alami setelah memiliki anak, jika saya jadi pembicara,
maka saya suka ngos-ngosan. Lidah agak sulit bergerak, cadel, agak susah
menelan. Setelah saya melakukan tindakan frenotomi baru-baru ini, saya
dapat menelan dengan baik, rongga mulut terasa lebih lebar, dan saya
sampai sekarang juga tetap masih harus senam lidah karena saya dan
keluarga ada bakat keloid. Yang saya lakukan saat ini adalah juga
melakukan penilaian terhadap pasien tentang TT

Hesti Tobing, Ketua IKMI


Seminar dan Workshop ini ditujukan sebagai upaya memberikan update
informasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman terbaru tentang TT,
agar konselor menyusui dapat meningkat kompetensinya dan dapat
mendampingi ibu berdasarkan perannya (KM non medis dan non medis).
Ini adalah PR bersama dengan kita semua untuk sama-sama membuat
kondisi lebih baik.
13.00 – 14.00 : Istirahat Sholat dan makan siang
Dibuat oleh : Mengetahui :

Farida Ayu Erikawati Tiur Sitorus CIMI Hesti Tobing CIMI, IBCLC
(Note taker) (Ketua Panitia) (Ketua IKMI)
15.22 LANJUTAN NOTULENSI WORKSHOP PART 2 SUPLEMENTASI DAN RELAKTASI
dr Agusnawati Munandar, IBCLC, CIMI
Penjelasan video dari dompet Dhuafa tentang insisi dan suplementasi : Bayi Jihad
Kelompok dr Agusnawati Munandar
Diskusi dalam kelompok kecil untuk menjelaskan tentang bagaimana membantu proses relaktasi dan
menggunakan alat bantu.
Diskusi yang muncul :
- Faktor pendukung relaktasi : bayi pernah kenal ASI, umur bayi lebih muda,
- Yang dilakukan juga perlu skin to skin lebih lama
- Insisi bisa dilakukan walaupun anak belum bisa lact on. Setelah insisi sebaiknya skin to skin lebih
sering.
- Suplementasi diberikan disesuaikan dengan kondisi bayi itu sendiri. Biasanya akan dilihat saat
kondisi bayi lapar. Berdasarkan pengalaman 6 x 60 ml. Dan ini bisa diturunkan sesuai dengan
semakin pintarnya bayi menghisap. Ini harus dicek juga dengan kenaikan BB – 2 SD
- Bayi TT seringnya ngempeng sehingga bayi cepat lelah
- Bayi dengan suplementasi harus rajin control karena terkait dengan menaikkan atau
menurunkan jumlah cairan yang diberikan
- Saat suplementasi di stop masih diberikan donperidon.

15.42 : Senam Lidah dan bibir : Tiur Sitorus S Sos, CIMI


Menceritakan pengalaman anak pertama mengalami TT dan melakukan tindakan insisi

Anda mungkin juga menyukai