Anda di halaman 1dari 28

STEREOTIPE DAN

PRASANGKA
STEREOTIPE
Merupakan gambaran umum yang kita
miliki tentang sekelompok
 orang,
terutama tentang karakteristik psikologis
atau ciri kepribadian yang mendasarinya.
(Lee, Jussim & McCauley, dalam Matsumoto & Juang, 2004)
Stereotipe adalah pandangan umum dari suatu
kelompok masyarakat, yang biasanya bersifat
negatif (salah kaprah). Stereotipe biasanya

digunakan sebagai referensi pertama ketika
seseorang atau kelompok melihat orang atau
kelompok lain.
Misal anda akan mengadakan pertemuan dengan:
Kelompok Punk
Penghuni Lapas Nusakambangan
Komunitas Preman Pasar

Apa yang anda pikirkan tentang mereka?


Contoh stereotype lainnya:
Laki-laki berpikir logis
Perempuan cengeng

Orang berkaca mata tebal kutu
buku
Orang Batak kasar
Orang Padang jago dagang
Bertatto kriminal
Orang Jogja halus-perasa
Politikus munafik
Bias Gender dll
Dalam kontek interaksi sosial, media
komunikasi memengaruhi penyebaran
stereotipe. Media televisi merupakan
sumber utama pengetahuan bangsa
Amerika Serikat mengenai orang-orang

Asing. Gumpert bersama tim peneliti dari
Perancis dan Jepang, melakukan kajian
lintas budaya mengenai stereotipe orang-
orang Amerika, Perancis dan Jepang lewat
televisi. Berdasarkan temuan mereka,
stereotipe dari media massa memengaruhi
interaksi orang orang Amerika, Perancis
dan Jepang secara tatap muka dengan
orang-orang dari Latar Belakang Budaya
lain. Gumpert Gathcart (dalam Tubbs dan
Moss, 1996)
Sekarang bagaimana pengaruh
medsos terhadap pembentukan
stereotipe?
Stereotip memengaruhi sikap seseorang, bagaimana
seseorang akan bersikap atau berperilaku terhadap
orang lain, bagaimana sikap umum masyarakat
terhadap orang tersebut.

Pandangan stereotip ini tidak hanya terjadi dalam
konteks orang yang berbeda budaya/lintas budaya,
tetapi juga pada budaya dan subbudaya yang sama,
namun memiliki kepentingan yang berbeda, baik
kepentingan politik maupun kepentingan kelompok
bisnis. Walaupun satu budaya, satu etnik, satu agama,
satu daerah, dan satu latar Pendidikan, kerapkali
diantara mereka memunculkan stereotipe yang tidak
mengenakkan.
(Shoelhi, 2015)
Cara menghindari dampak negatif stereotype:

1. Harus disadari bahwa perbedaan adalah adalah sesuatu



yang tidak bisa dielakkan, baik berbeda karena budaya,
etnik, kepercayaan, keturunan, maupun lainnya.
2. Pandanglah orang lain yang berbeda secara jernih, akurat,
dan komprehensif.
3. Bersikapkah dewasa dalam menerima perbedaan dan
lapangkanlah dada untuk bisa berbagi pengetahuan serta
pengalaman
4. Bersikaplah jujur bahwa di samping kehebatan dan
kelebihan, diri kita juga memiliki keterbasan serta
kekurangan.
5. Bersikaplah berani dan adil dalam mengakui kelebihan
orang lain.
(Shoelhi, 215)
Stereotipe bisa menjadi hambatan
terciptanya komunikasi yang efektif.

Karena stereotipe memberikan penilaian
atau penyampaian pesan yang tidak
sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Apa bedanya dengan Hoaks?




Prasangka berasal dari ketidak mampuan
individu menyadari keterbatasannya dalam
berpikir secara etnosentris. Etnosentrisme

adalah kecenderungan untuk melihat dunia
melalui kacamata budaya sendiri.
(Matsumoto dan Juang, 2004)
Prasangka merupakan sikap yang tidak
menguntungkan, baik bagi individu,
golongan, atau kelompok lain, karena
didasarkan pada pandangan yang belum
terbukti kebenarannya
(Meinarno, dkk. 2011)
Prasangka terbentuk karena pikiran dan
perasaan buruk seseorang atau sekelompok
orang terhadap orang atau kelompok lain,

akibat pengaruh dari lingkungan atau
pengalaman buruk terhadap orang atau
kelompok itu..

Contoh: Prasangka audiens terhadap


komunikator akan menjadi satu hambatan
berat dalam kegiatan komunikasi, karena
audiens yang berprasangka sudah membangun
mental blok terhadap komunikator.
Prasangka memiliki
kecenderungan bersifat
negatif terhadap
kelompok atas hal hal
khusus seperti ras, suku,
bangsa, agama dan lain-
lain.
Sebuah proses
komunikasi yang
diawali oleh prasangka
maka tidak akan dapat
berjalan efektif
Tiga tipe prasangka:
1. Prasangka kognitif. Sesuatu yang
dianggap benar menurut satu
kelompok. Prasangka kognitif
merupakan cara berfikir “benar atau
salah” menurut kelompok tertentu
terhadap orang atau kelompok lain.
2. Prasangka afektif. Terjadi pada
ranah perasaan. Sama sekali tidak
menyukai suatu kelompok.
Prasangka afektif adalah perasaan
berbeda “suka atau tidak suka”
pada orang lain.
3. Prasangka konatif, yaitu sikap
diskriminatif atau agresif terhadap
suatu kelompok. Prasangka ini
berada pada ranah perilaku.
(Shoelhi, Muhamad, 2015)
ٓ
ٰ ‫ٰا‬ َ ّ ‫ه‬
َ ‫ا‬ ‫ذ‬َ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ه‬
‫ْي‬ ‫ذ‬
ٰ َ
َ ‫ا‬ ‫اا‬
‫و‬ ‫ا‬ ْ
‫ا‬ َٰ ُ ‫ا‬ ‫و‬ ْ ‫ا‬ ٰ َ ِ
‫ا‬ ُ ‫و‬ َ
ٰ ِ ‫اذ‬
ٰ ‫ظ‬ َ‫ا‬ ‫ه‬ ْ ٰ ‫ِظ‬
ِ ‫ن‬ ‫ظ‬ٰ ‫ب‬
‫نظ‬‫ن وٌ اْ ّٰ اَ و‬ ‫ت ّه اَ و‬‫ا اُ ٰا ٰو ظٰ اسَ ٰ ا‬ ‫ا و‬ ‫ْي اَذ اضا َْ ها ٰو ت ٰ ٰغ ه‬‫ه‬
ُ‫ ْٰ ٰ اُ اا اَ َٰ ااَ و ُٰ ٌٰ اا اََ و وّ اُ ظ و‬ ْ‫ت ٰ ٰركو وَ اْ ٰ اَ ظهْ ا وَ َٰ ْٰ ا‬ ‫ٰظو اْ ن‬
َْ ‫ا هو ار اا‬ َ ُ‫اٰ ت ٰ ه‬ ۗ َ‫اٰ ظ ا ه‬ ۗ ُ‫﴿ا تهَو‬١٢﴾ ٰ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian
yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat, Maha Penyayang” (QS Al Hujurat:12)
PERBEDA STEREOTIPE PRASANGKA
AN
KOGNITIF Merupakan Semacam asumsi tentang
kepercayaan standar orang atau kelompok lain,

tentang orang atau sebelum memiliki
kelompok lain yang pengetahuan yang cukup
didasarkan pada untuk menilai dengan
beberapa asumsi akurat
sebelumnya
AFEKTIF Penilaian terhadap Negatif terhadap orang
orang lain, yang tidak yang bukan
ditunjukkan secara kelompoknya, tetapi
nyata. Karakteriktik ini menunjukkan dukungan
tidak dapat dilihat terhadap orang dalam
kelompoknya
KONATIF Mengejek, bullying Diskriminatif, Agresif.
PETUNJUK PESAN VERBAL DAN NON VERBAL
MEMBANTU MELAKUKAN PERSEPSI YANG
CERMAT

Faktor personal sering menyulitkan
Persepsi, karena personal stimuli
bukanlah benda mati yang tidak sadar.
Manusia secara sadar berusaha
menampilkan dirinya sebaik mungkin
kepada orang.
(Jalaluddin Rakhmat, 2018)
Kecermatan persepsi interpersonal, akan
meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal
 (Jalaluddin Rakhmat, 2018 ; 109-111)

Faktor-Faktor yang menentukan Kecermatan


Persepsi:
Pengalaman
Motivasi
Kepribadian
Pengalaman

Dale G. Leathers, membuat alat ukur untuk menguji



kepekaan dalam menafsir pesan non verbal wajah,
Facial Meaning Sensitivity Test (FMST), alat ini
dilatihkan pada para mahasiswa, pengusaha dan
kelompok eksekutif dalam meningkatkan
kemampuan menyandi (encode) dan menyandi balik
(decode) petunjuk wajah; hasilnya efektif.
Hasilnya, yang sudah dilatih dengan FMST menjadi
lebih cermat dalam melakukan persepsi.
Hal ini menunjukkan pengalaman memengaruhi
kecermatan persepsi.
Motivasi
Motivasi bisa memengaruhi kecermatan dalam

memberikan persepsi. Salah satu motif personal adalah
kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil. Tetapi
motif adil sering terdistorsi, contoh:
 Orang memperoleh apa yang layak diperolehnya.
 Orang diganjar dan dihukum karena perbuatannya.
 Orang sukses, karena memiliki karakteristik baik.
 Orang gagal, dihukumi sebagai dosa.
 Orang celaka kita salahkan karena tidak hati-hati;
 Orang miskin karena malas dan tidak berjiwa
wiraswasta.
(Melvin Lerner, dalam Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi)
Kepribadian

Pada persepsi interpersonal, orang
yang memiliki kepribadian assertif
(apa adanya, jujur, obyektif) akan
dapat melakukan persepsi dengan
lebih cermat.
Orang dengan kepribadian buruk, cenderung
mempersepsi orang lain dengan cara “proyeksi”
untuk pertahanan ego.

Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman
subjektif nya secara tidak sadar.
Orang melemparkan perasaan bersalahnya pada
orang lain, seperti fenomena:
Maling meneriaki orang lain maling.
Pejabat tinggi yang menganjurkan hidup
sederhana pada rakyat dan mengecam kemewahan.
Koruptor kakap bergaya aktif memberantas
korupsi
Orang yang menerima dirinya apa
adanya, orang yang tidak dibebani
 cenderung
perasaan bersalah,
menafsirkan orang lain lebih cermat.

Orang yang melakukan proyeksi pada


orang lain, tidak akan cermat menanggapi
personal stimuli, bahkan mengaburkan
gambaran sebenarnya.
(Norman dkk dalam Jalaluddin Rakhmat “Psikologi Komunikasi”. 2018)
Contoh Penelitian kepribadian yang berkaitan
dengan kecermatan dalam menilai orang lain:


Orang non-otoriter cenderung lebih cermat
menilai orang lain, lebih mampu melihat
nuansa dalam perilaku orang lain; sebaliknya
orang otoriter cenderung memproyeksikan
kelemahan dirinya kepada orang lain, dan
menilai orang lain dalam kategori-kategori
yang sempit (hitam-putih, jelek-baik, ekstrem
tidak ekstrem, Pancasilais tidak Pancasilais)
(Rakhmat Jalaluddin, 2018 : 109-112)
Cara meningkatkan akurasi (kecermatan) persepsi
antarpribadi:
1. Carilah berbagai petunjuk yang menunjuk ke arah yang

sama. Makin banyak petunjuk perseptual yang menuju ke
arah yang sama, makin besar kemungkinan kesimpulan
anda benar.
2. Berdasarkan pengamatan anda atas perilaku, rumuskanlah
hipotesis. Ujilah hipotesis ini terhadap informasi dan
bukti-bukti tambahan; jangan menarik kesimpulan yang
nantinya akan anda coba konfirmasikan
3. Perhatikan petunjuk-petunjuk yang kontradiktif, yang
akan menolak hipotesis awal anda. Akan lebih mudah
menerima petunjuk yang mendukung hipotesis anda
ketimbang menerima petunjuk yang menentangnya.
4. Jangan menarik kesimpulan sampai anda memiliki
kesempatan untuk memproses beragam petunjuk.
5. Ingatlah bahwa betapa pun banyaknya perilaku yang anda
amati dan betapapun cermatnya anda meneliti perilaku ini,

anda hanya dapat menduga apa yang ada dalam benak
orang lain. Motif, sikap, atau nilai seseorang tidak dapat
terbuka bagi inspeksi pihak luar. Anda hanya dapat
membuat asumsi berdasarkan perilaku yang nampak.
Hindari membaca pikiran orang lain.
6. Jangan menganggap orang lain seperti anda, berfikir
seperti cara anda berfikir, atau bertindak seperti yang anda
lakukan. Sadarilah keragaman manusia.
7. Waspadalah terhadap bias anda sendiri. Hanya menerima hal
hal positif pada orang yang anda sukai dan hanya
menerima hal-hal negatif pada diri orang yang tidak anda
sukai
(Joseph A. Devito)

Anda mungkin juga menyukai