Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH IMUNOLOGI VETERINER (PKH61314)

PRIMARY CILIARY DYSKINESIA

OLEH :
Kelompok C1
Nanda Ellyza Azhari 215130100111042
Palentina Sihotang 215130100111045
Averoes Gibraltar Makta 215130100111053
Almazha Phoncho Firdaus 215130100111054
Andika Refa Pradana 215130100111056
Maria Sonya Putri Maharani 215130101111031
Pradjna Paramitha 215130101111035
Silva Cahaya Ramadhani 215130101111042
Dinda Salwabila Martani 215130107111038
Angellica Christine Nasution 215130107111042
Ganeshari Dwi Ramadyah 215130107111043
Ferdy Chaidir 215130107111046
Selina Amalita Hari Putri 215130107111050

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH CASE STUDY

PRIMARY CILIARY DYSKINESIA

Disusun Oleh:
Nanda Ellyza Azhari 215130100111042
Palentina Sihotang 215130100111045
Averoes Gibraltar Makta 215130100111053
Almazha Phoncho Firdaus 215130100111054
Andika Refa Pradana 215130100111056
Maria Sonya Putri Maharani 215130101111031
Pradjna Paramitha 215130101111035
Silva Cahaya Ramadhani 215130101111042
Dinda Salwabila Martani 215130107111038
Angellica Christine Nasution 215130107111042
Ganeshari Dwi Ramadyah 215130107111043
Ferdy Chaidir 215130107111046
Selina Amalita Hari Putri 215130107111050

Malang, 03 Desember 2022


Menyetujui,
Koordinator MK Ketua Kelompok

drh. Fidi Nur Aini E.P.D, M.Si. Angellica Christine Nasution


NIP. 2014058803272001 NIM. 215130107111042

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat sehat, iman
dan islam sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Imunologi
Veteriner yang berjudul “Primary Ciliary Dyskinesia”
Terima kasih kami ucapkan kepada drh. yang telah membantu kami penulis dalam
mempelajari materi Respon imun terhadap bakteri intraseluler. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Penulis menyadari, bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca an bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Malang, 3 Desember 2022

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iv
BAB I ............................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II .............................................................................................................................. 3
2.1 Etiologi .............................................................................................................. 3
2.2 Mekanisme ........................................................................................................ 3
2.3 Respon Imun .................................................................................................... 4
2.4 Epidemiologi ..................................................................................................... 5
2.5 Diagnosis ........................................................................................................... 5
2.6 Pengobatan ....................................................................................................... 8
BAB III .......................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 10
3.2 Saran ............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) merupakan salah satu penyakit langka yang
disebabkan oleh adanya malformasi kongenital pada struktur dan fungsi silia motil
(Boon, et al.,2014). Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) merupakan gangguan resesif
autosomal yang dominan yang disebabkan oleh mutasi pada gen yang menyandikan
struktur spesifik atau fungsi silia motil. Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) ditandai
dengan adanya penyakit saluran pernapasan atas dan bawah kronis, infertilitas atau
kehamilan ektopik, dan situs anomali (Mirra, et al., 2017).
Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) pertama kali digambarkan sebagai sindrom
yang meliputi trias sinusitis kronis, bronkiektasis, dan situs viscerum inversus oleh
Kartagener. Kemudian setelah 40 tahun Afzelius melaporkan empat subjek dengan
bronkitis berulang dan pneumonia, yang disertai dengan situs viscerum inversus pada
50 kasus, yang kemudian dikenal sebagai sindrom Kartagener. Dalam kasus tersebut,
ekor sperma dan silia pada sistem pernapasan tidak memiliki lengan dynein dan
menunjukkan gangguan motilitas. Laporan ini kemudian mengklarifikasi bahwa
kelainan kongenital pada silia dan ekor sperma dapat menyebabkan infeksi saluran
pernapasan kronis dan kemandulan pada pria. Kelainan ini kemudian ditetapkan
sebagai Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) (Mirra, et al., 2017).
Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) diperkirakan terjadi pada 1 dari 10.000-20.000
kelahiran (Knowles, et al., 2016). Akibat adanya heterogenitas biologis dan
fenotipikal, tes diagnostik yang berbeda harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi Primary Ciliary Dyskinesia (PCD). namun, akses pada fasilitas
diagnostik pada banyak negara tergolong langka sehingga kebanyakan kasus Primary
Ciliary Dyskinesia (PCD) terlambat terdiagnosis (Werner, et al., 2015). Makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan pembaca mengenai Primary Ciliary Dyskinesia
(PCD) mulai dari etiologi, mekanisme, hingga langkah pengobatan yang dapat
dilakukan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana etiologi dari Primary Ciliary Dyskinesia?
1.2.2 Bagaimana mekanisme terjadinya Primary Ciliary Dyskinesia?
1.2.3 Bagaimana respon imun tubuh terhadap Primary Ciliary Dyskinesia?
1.2.4 Bagaimana cara mendiagnosis Primary Ciliary Dyskinesia?
1.2.5 Bagaimana langkah pengobatan Primary Ciliary Dyskinesia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami etiologi dari Primary Ciliary Dyskinesia.
1.3.2 Memahami mekanisme terjadinya Primary Ciliary Dyskinesia.
1.3.3 Memahami respon imun tubuh terhadap Primary Ciliary Dyskinesia.
1.3.4 Memahami cara mendiagnosis Primary Ciliary Dyskinesia.
1.3.5 Mengetahui langkah pengobatan Primary Ciliary Dyskinesa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etiologi
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) sangat heterogen secara genetik dan dapat
bermutasi secara terus-menerus sehingga dapat menyebabkan penyakit. Mutasi gen
spesifik berhubungan dengan cacat struktural, frekuensi, dan pola dari denyut silia.
Cacat dari dynein arm adalah cacat ultrastruktural yang disebabkan oleh mutasi dari
DNAH5 dan DNAI1 sedangkan mutasi dari gen lain jarang menyebabkan PCD dan
penyakitnya belum dapat ditentukan secara genetik (Lucas, et al, 2014). Dynein arm
adalah protein yang bertugas dalam koordinasi gerakan axon sehingga menyebabkan
terganggunya motilitas silia. Sebagian besar varian dari Primary Cilliary Dyskinesia
(PCD) bersama dengan pewarisan autosomal resesif (Hariyanto dan Hasan,
2016). Penyakit ini ditandai dengan disfungsi gerakan dari silia dan gangguan klirens
mukosiliar. Disfungsi silia akan mengakibatkan sistem pernapasan yang tidak
terlindungi (Natalia dkk, 2016). Primary Cilliary Dyskinesia dikenal juga dengan
Kartagener’s syndrome. Kartagener’s syndrome adalah kelainan bawaan yang sangat
langka termasuk malformasi dengan kelainan sinusitis, situs inversus dan
bronchiectasis (Gupta et al, 2012).

2.2 Mekanisme
Pembersihan mukosiliar merupakan mekanisme pertahanan yang penting untuk
seluruh sistem pernapasan. Terdapat dua kompartemen utama, yaitu produksi lendir
oleh sel goblet, untuk menangkap zat asing atau polutan yang dihirup, dan gerakan
silia yang efektif membersihkan lendir di luar saluran udara. Gangguan pada
pembersihan mukosiliar dapat menyebabkan predisposisi penyakit pernapasan kronis.
Pada PCD, ultrastruktur dan orientasi ciliary yang abnormal menyebabkan disfungsi
ciliary (Damseh et al., 2017).
Selama perkembangan awal, setiap sel di nodus ventral mengandung motil
tunggal cilium. Silia khusus ini memiliki 9 periferal doublet dan lengan dynein, tetapi
tidak memiliki sepasang pusat mikrotubulus (9 + 0 struktur axonemal). Secara
fungsional, silia ini memiliki gerakan berputar, yang menggerakkan gerakan vektor

3
dan lateralitas lateralisasi organ selama embriogenesis. Ketika fungsi silia nodal tidak
ada, ada lateralisasi organ acak. Mutasi pada gen yang menyandikan komponen alat
pusat (central berpasangan, jari-jari radial) tidak menyebabkan cacat lateralitas
(Knowles, et al., 2016).

2.3 Respon Imun


Respon imun merupakan suatu reaksi yang terjadi dalam organisme sebagai
bentuk pertahanan melawan zat asing. Zat asing dapat berupa bakteri, virus, jamur
dan lainnya. Respon imun akan melawan zat asing yang diperantai oleh sel-sel seperti
limfosit (sel B, sel T, sel NK), fagosit (neutrofil, eosinofil, monosit, makrofag), sel
asesorius (basofil, sel mast, trombosit), dan lainnya. Sel-sel tersebut akan
menyekresikan bahan larut berupa antibodi, komplemen, mediator radang dan sitokin.
Respon imun diawali dengan pengenalan molekul antigen oleh komponen sistem
imun melalui reseptor yang menstimulasi sistem saraf di otak yang akan
membangkitkan dan melakukan reaksi yang tepat dalam menghilangkan antigen
tersebut (Antari, 2017).
Respon imun terbagi menjadi dua, yakni respon imun alamiah/nonspesifik/innate
dan respon imun yang didapat/spesifik/adaptif. Mekanisme imunitas spesifik timbul
atau bekerja lebih lambat dibandingkan imunitas nonspesifik (Baratawidjaja dan
Rengganis, 2012). Primary Cilliary Dyskinesia merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi yang muncul sejak dini yang sangat jarang ditemukan. Penyakit ini
diturunkan secara autosomal resesif. Oleh sebab itu, respon imun yang akan bekerja
adalah sistem imun spesifik karena respon ini sangat efektif dalam mempertahankan
tubuh individu dan mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah agen
tersebut menginfeksi kembali. Respon imun terbagi menjadi humoral dan seluler.
Pada penyakit ini yang bekerja adalah pertahanan humoral terutama IgG dan IgA. IgA
ditemukan dengan kadar terbanyak dalam cairan sekresi saluran napas, cerna dan
kemih, air mata, keringat, ludah dan dalam air susu ibu. IgA merupakan Ig utama
dalam sekresi seromukosa untuk menjaga permukaan luar tubuh (Baratawidjaja dan
Rengganis, 2012).
Pada pasien Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) akan mengalami Humor
immunodeficiency (HID) yang akan menyebabkan infeksi berulang pada saluran

4
pernapasan atas dan bawah. Produksi antibodi yang rusak akan meningkatkan
kerentanan pasien terhadap infeksi berulang. Sel epitel pada hidung memiliki efek
immunomodulator pada respon antibodi IgA dan IgG dan oleh karena itu respon
antibodi terganggu pada pasien PCD (Boon, et al., 2014).
IgG merupakan komponen utama immunoglobulin serum. IgG bisa ditemukan
pada berbagai cairan pada tubuh seperti darah, CSS dan Urin. IgG memiliki peranan
yaitu bersama komplemen akan bekerjasama sebagai opsonin dalam menghilangan
antigen. Sifat dari IgG yaitu opsonin yang efektif karena sel-sel fagosit, monosit dan
makrofag mempunyai reseptor dalam fraksi dari IgG. Opsonisasi bisa dikatakan
dengan melapisi antigen yang masuk kedalam tubuh sehingga dapat di fagositosis
oleh sel-sel fagosit sepeti makrofag dan monosit (Baratawidjaja dan Rengganis,
2012).
IgA ditemukan pada serum dengan jumlah yang sedikit, berada pada cairan
sekresi saluran nafas, saluran pencernaan, saluran kemih, air mata, keringat, ludah,
air susu ibu (ASI). Beberapa fungsi dari IgA yaitu melindungi tubuh dari pathogen
yaitu dengan mencegah adanya adhesi. IgA juga dapat bekerja sebagai opsonin selain
itu IgA juga dapat berperan dalam menetralisir toksin atau virus dan mencegah
terjadinya kontak antara sel sasaran dengan virus (Yohana, 2013).

2.4 Epidemiologi
Prevalensi diagnosis Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) pediatric berkisar antara
1:10.000 sampai 1:20.000 anak lahir hidup. Prevalensi tertinggi dilaporkan di Siprus,
Swiss, dan Denmar. Variasi yang luas di berbagai Negara kemungkinan terjadi karena
adanya perbedaan geografis, tingginya tingkat pernikahan kerabat, atau adanya
perbedaan dalam pemeriksaan diagnostic. Di eropa, penyediaan perawatan Primary
Cilliary Dyskinesia (PCD) bervariasi. Dari 196 pusat perawatan Primary Cilliary
Dyskinesia (PCD) di 26 negara di Eropa, terdapat rata-rata 4 pasien Primary Cilliary
Dyskinesia (PCD) pada tiap pusat perawatan (Lucas, et al, 2014).

2.5 Diagnosis
Terdapat beberapa cara atau metode untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) antara lain adalah sebagai berikut:

5
• Histori klinis
Perhatikan riwayat pasien dan gejala. Tidak seperti gangguan pernapasan lain
dengan gejala serupa, gejala Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) hampir selalu
dimulai sejak awal kehidupan, seringkali setelah lahir, dan tidak hilang saat
musim berubah atau respon pengobatan asma atau alergi standar (Shapiro, et al.,
2018).
• Biopsi Ciliary
Biopsi yang menunjukkan struktur internal cilia menggunakan mikroskop
elektron transmisi (TEM) merupakan tes klasik untuk melakukan diagnosis
terhadap Primary Cilliary Dyskinesia (PCD). Ini adalah prosedur minor,
dilakukan dengan mengikis sel bersilia dari permukaan di dalam hidung atau
saluran udara bagian bawah. Biopsi ciliary menggunakan TEM mahal dan
membutuhkan keahlian tingkat tinggi yang tidak tersedia di banyak pusat
kesehatan. Oleh karena itu, hasil mikroskop elektron transmisi (TEM) dapat
menjadi tidak meyakinkan dan tidak semua cacat struktural yang terkait dengan
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) dapat dideteksi. Sekitar 30% orang dengan
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) akan mendapatkan hasil biopsi mikroskop
elektron transmisi (TEM) yang normal (Shapiro, et al., 2018).
• Analisis fungsi silia
Seperti yang disebut pada poin sebelumnya bahwa sekitar 30% penderita
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) memiliki hasil biopsi mikroskop elektron
transmisi (TEM) yang normal maka dilakukan analisis fungsi silia yang
mencakup frekuensi denyut silia, pola denyuan silia, dan koordinasi aktivitas silia.
Metode ini menggunakan sel epitel silia yang diambil dari hidung atau bronkial
lalu dilakukan isolasi. Kemudian dievaluasi menggunakan software pada
komputer melalui rekaman pergerakan cairan atau debris lainnya di sekitar sel
silia (Boon, et al., 2013).
• Nasal Nitric Oxide Testing
Pada individu sehat nitrogen diproduksi dalam kadar normal pada sinus
paranasal. Sedangkan pada penderita Primary Cilliary Dyskinesia (PCD)
ditemukan produksi nitrogen monoksida (NO) hingga 10x lebih rendah ketimbang
individu normal. Metode ini belum digunakan sebagai metode pemeriksaan klinis

6
melainkan hanya untuk metode penelitian mengenai penyakit ini. Hal ini
disebabkan karena karena sensitivitas relatif tidak terlalu tinggi serta setiap
peneliti memiliki nilai referensinya sendiri (Boon, et al., 2013).
• Genetic Testing
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) merupakan kelainan genetik heteroo=gen
yang melibatkan mutasi dari sekitar 16 gen berbeda. Mayoritas Primary Cilliary
Dyskinesia (PCD) diwariskan secara resesif autosomal. Sebagian besa9r gen yang
diketahui membawa cacat penyebab Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) termasuk
dalam pengujian genetik yang tersedia dari sejumlah sumber. Karena belum
mengetahui semua gen yang terkait dengan Primary Cilliary Dyskinesia (PCD),
tes genetik negatif tidak dapat sepenuhnya mengesampingkan Primary Cilliary
Dyskinesia (PCD). Namun, diperkirakan dapat mengidentifikasi secara positif
sekitar 70-80% dari semua kasus. Hal ini disebabkan karena tidak semua mutasi
gen penyebab Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) bersifat pathogen. Harga
Genetic Testing untuk Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) telah turun secara
signifikan, dan diharapkan karena tes ini menjadi lebih murah dan lebih dapat
diandalkan, maka akan lebih banyak tersedia untuk komunitas PCD global
(Shapiro, et al., 2018; Boon, et al., 2013).
• Tes Sakarin
Merupakan metode yang dilakukan dengan cara menempatkan partikel
sakarin pada turbinat nasal inferior lalu ditunggu hingga individu dapat merasakan
rasa manis manis dari partikel sakarin tersebut. Metode ini memiliki spesifitas dan
kelayakan yang rendah serta nterpretasi sulit dilakukan untuk anak kecil (Boon,
et al., 2013).
• Nuclear medicine test
Metode ini menggunakan koloid albumin 99m Technetium (99mTc) untuk
mengetahui aktivitas transportasi mukosilia pada hidung. koloid albumin 99m
Technetium dilarutkan pada salin lalu diendapkan di 1 cm dari nares kanan.
Gerakan larutan tersebut kemudian dievaluasi. Waktu normal untuk transportasi
endapan tersebut adalah 10 menit. Spesifitas tes ini relatif rendah, hanya mencapai
angka 55% (Boon, et al., 2013).
• Pulmonary Radioaerosol Mucociliary Clearance Technique

7
Merupakan metode pencitraan nuklear yang bersifat non-invasif guna
mengevaluasi fungsi silia secara tidak langsung melalui aktivitas pembersihan
pulmo dari zat radioaerosol yang diberi secara in vivo. Sensitifitas metode ini
ditemukan relatif tinggi (Vali, et al., 2019).
• High-resolution Immunofluoorescence Microscopy
Merupakan uji yang menggunakan pewarna imunofluorens dengan antibodi
terhadap komponen protein abnormal. Antibodi yang digunakan merupakan
antibodi DNAH5 dan DNAH9. Teknik ini lebih banyak digunakan untuk studi
genetik karena kompleks protein yang melakukan mutasi dapat dieksplorasi
(Boon, et al., 2013).
• High-speed Videomicroscopy (HSVM)
Teknologi ini digunakan untuk melihat pola dan frekuensi denyut cilia,
dan dapat memastikan diagnosis PCD di pusat khusus PCD Eropa. Seperti TEM,
HSVM membutuhkan keterampilan dan pelatihan khusus tingkat tinggi, dan tidak
tersedia secara rutin di pusat-pusat Amerika Utara (Shapiro, et al., 2018).

2.6 Pengobatan
Pengobatan Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) dilakukan untuk
mempertahankan atau memulihkan fungsi paru-paru dengan deteksi dini dan
penanganan komplikasi yang agresif. Tujuan utama pengobatan Primary Cilliary
Dyskinesia (PCD) adalah pembersihan mukus, pencegahan infeksi pernapasan, dan
pengobatan infeksi bakteri yang kuat. Langkah-langkah yang digunakan untuk
meningkatkan pembersihan mukus termasuk positive pressure expiratory devices,
intrathoracic oscillatory devices, high-frequency chest compression menggunakan
vest therapy, manual chest physiotherapy, postural drainage, autogenic drainage,
active cycle breathing, dan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan pernapasan dalam
dan batuk, yang membantu dalam pembersihan lendir. Antibiotik diberikan untuk
eksaserbasi pernapasan akut pada Primary Cilliary Dyskinesia (PCD). Perubahan
akut pada batuk, produksi sputum, laju pernapasan, atau kerja pernapasan
kemungkinan besar merupakan penanda eksaserbasi pernapasan pada Primary
Cilliary Dyskinesia (PCD). Antibiotik oral direkomendasikan untuk eksaserbasi
ringan. Antibiotik oral spektrum luas (amoksisilin plus asam klavulanat atau

8
sefalosporin yang setara) untuk menargetkan patogen pernapasan umum pada
Primary Cilliary Dyskinesia (PCD) (Damseh et al., 2017).
Adapun menurut Paff, dkk (2021), Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan
mucociliary clearance menggunakan fisioterapi dan nebulisasi dengan mukolitik dan
pengurangan infeksi saluran pernapasan atas dan bawah menggunakan pengobatan
antibiotik dini dan dikendali oleh microbial surveillance. Pedoman pengobatan
sebagian besar didasarkan pada pedoman CF, karena hanya sedikit penelitian yang
telah dilakukan di PCD. Efek menguntungkan yang jelas terlihat karena terapi
pemeliharaan azitromisin yakni satu-satunya pengobatan berbasis bukti yang
ditemukan sejauh ini. Oleh karena itu, uji coba tambahan sangat diperlukan untuk
menentukan keefektifan berbagai mukolitik (hipertonik saline, rhDNase), dan
pemeliharaan antibiotik, dan perawatan THT.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Primary Ciliary Dyskinesia (PCD) adalah penyakit langka akibat gangguan
resesif autosomal yang disebaban akibat mutasi gen yang menyandikan fungsi silia
motil. Penyakit ini mengganggu saluran pernapasan atas dan bawah kronis,
infertilitas, dan situs anomali. Salah satunya diakibatkan adanya kecacatan dynein
arm yang menyebabkan terganggunya kerja dari silia. Penyakit ini menyerang anak
dengan kemungkinan 1:10.000 - 1:20.000. Untuk mendiagnosis penyakit ini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan riwayat pasien, biopsi ciliary, analisis fungsi silia, dan
beberapa tes lainnya. Pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan pemulihan
fungsi paru-paru dengan deteksi dini, penanganan komplikasi, pemberian antibiotik
sehingga dapat membersihkan mukus, mencegah infeksi pernapasan, dan mengobati
infeksi bakteri.

3.2 Saran
Diharapkan kepada para pembaca untuk meningkatkan literasi dan kembali
mencari literatur karena sesungguhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan agar terhindar dari kesalahpahaman dalam membaca makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Antari, A. L. 2017. Imunologi Dasar. Sleman: Deepublish.


Baratawidjaja, K. G. dan I. Rengganis. 2012. Imunologi Dasar Edisi Ke-10. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Boon, Mieke., Jorissen, Mark., Proesmans, Marijke., and De Boeck, Kris. 2013. Primary
Ciliary Dyskinesia, an Orphan Disease. Eur J Pediatr, 172 : 151-162.
Boon, Mieke., K. D. Boeck, M. Jorissen, and I. Meyts. 2014. Primary Cilliary Dyskenisia
and Humoral Immunodeficiency-Is There a Missing Link?. Respiratory Medicine.
108: 931-934.
Boon, Mieke., Smits, Anne., Cuppens, Harry., et al. 2014. Primary Ciliary Dyskinesia:
Critical Evaluation of Clinical Dymptoms and Diagnosis in Patients with Normal
and Abnormal Ultrastructure. Orphanet Journal of Rare Diseases Vol. 9 (11).
Damseh, N., Duarcia, N., Rumman, N., Dell, S., and Kim, R. 2017. Primary Ciliary
Dyskinesia: Mechanisms and Management. The Application of Clinical Genetics.
2017(10): 67-74.
Gupta, S., K. K. Handa, R. R. Kasliwal and P. Bajpai. 2012. A case of Kartagener’s
syndrome: Importance of early diagnosis and treatment. Indian J Hum Genet.
18(2): 263-267.
Hariyanto, W. and Hasan, H., 2016. Bronkiektasis. Jurnal Respirasi, 2(2):.52-60.
Knowles, M., Zariwala, M., Leigh, M. 2017. Primary Ciliary Dyskinesia. Clinics in
Chest Medicine Vol. 37 (3): 449-461.
Lucas, J.S., Burgess, A., Mitchison, H.M., Moya, E., Williamson, M. and Hogg, C., 2014.
Diagnosis and management of primary ciliary dyskinesia. Archives of disease in
childhood, 99(9): 850-856.
Mirra, Virginia., Werner, Claudius., Santamaria, Francesca. 2017. Primary Ciliary
Dyskinesia: An Update on Clinical Aspects, Genetics, Diagnosis, and Future
Treatment Strategies. Frontiers in Pediatrics, 5 : 135.
Natalia, T., R. Triasih dan S. Y. Patria. 2016. Klinis Primary Cilliary Dyskinesia
[THESIS]. Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak.
Universitas Gadjah Mada.

11
Paff, T., Omran, H. & Nielssen, K. G., 2021. Current and Future Treatments in Primary
Cilliary Dyskinesia. International Journal of Molecular Sciences, pp. 1-15.
Shapiro, A, Davis, S, Manion, M., dan Briones, K.. 2018. Primary Ciliary Dyskinesia.
Am J Respir Crit Care Med, 198 (12) : 24 - 39.
Vali, Reza., Ghandourah, Hasan., Charron, Martin., et al. 2019. Evaluation of the
Pulmonary Radioaerosol Mucociliary Clearance Scan as an Adjunctive Test for
the Diagnosis of Primary Ciliary Dyskinesia in Children. Pediatr Pulmonol, 54
(12) : 2021-2027.
Werner, Claudius., Lablans, Mrtin., Ataian, Maximilian., et al. 2016. An International
Registry for Primary Ciliary Dyskinesia. European Respiratory Journal, 47 : 849-
859.
Yohana, W. 2013. Secretory IgA Sebagai Bagian Reaksi Sistem Imunitas Mukosa Oral
Akibat Aplikasi Material Kurang Tepat. Jurnal Material Kedokteran Gigi. 2(1):
83-89.

12

Anda mungkin juga menyukai