Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

DINASTI AGHLABIYAH, DINASTI FATIMIYAH, DINASTI AYYUBIYAH,


PERANG SALIB DAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu :

Ust. Maman Suparman, M.Ag.

Disusun Oleh :
KELOMPIK III
1. Rofi Irfan Hidayat
2. Nandang Anugrah
3. Usep

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Semester : III (Tiga)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL HUDA


PAMANUKAN SUBANG TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas segala berkah, Taufik dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas membuat makalah dengan judul “Dinasti
Aghlabiyah, Dinasti Fatimiyah, Dinasti Ayyubiyah, Perang Salib Dan Islam Di Asia Tenggara”.
Tugas ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam. Penulis beharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai materi tersebut.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang penulis susun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun pembaca
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis
mohon kepada pembaca untuk memberi kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan di masa
yang akan datang. Demikian tugas ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua.

Subang, 02 Oktober 2020

Penulis,

Sejarah Peradaban Islam i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
1.1. Latar belakang...................................................................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
3.1. Sejarah Perkembangan Dinasti Aghlabiyah.......................................................................................2
2.1.1. Awal Pembentukan Dinasti Aghlabiyah.....................................................................................2
2.1.2. Kemajuan pada masa Dinasti Aghlabiyah..................................................................................3
2.1.3. Kemunduran Dinasti Aghlabiyah................................................................................................3
3.2. Sejarah Perkembangan Dinasti Fatimiyah.........................................................................................3
2.2.1. Awal Pembentukan Dinasti Fatimiyah.......................................................................................3
2.2.2. Masa Kemajuan dan Kontribusi Dinasti Fatimiyah terhadap Peradaban Islam..........................4
2.2.3. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Fatimiyah.............................................................7
3.3. Sejarah Perkembangan Dinasti Ayyubiyah........................................................................................7
2.2.4. Awal Pembentukan Dinasti Ayyubiyah......................................................................................7
2.2.5. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Ayyubiyah..................................................................7
2.2.6. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Ayyubiyah......................................................................9
3.4. Perang salib.......................................................................................................................................9
3.5. Penyebab terjadinya perang salib....................................................................................................10
3.6. Pengaruh Perang Salib di Dunia Islam..............................................................................................11
3.7. Asal-usul Kedatangan Islam di Asia Tenggara.................................................................................12
3.7.1. Teori India................................................................................................................................13
3.7.2. Teori Arabia.............................................................................................................................16
3.7.3. Teori Persia..............................................................................................................................18
3.7.4. Teori Cina.................................................................................................................................19
3.7.5. Teori Akomodasi......................................................................................................................19
3.8. . Penyebaran Islam dan Islamisasi Asia Tenggara............................................................................20
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................24
3.1. Kesimpulan......................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................25

Sejarah Peradaban Islam ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Sejarah peradaban islam tidak terlepas dari peran dinasti-dinasti kecil yang lahir
setelah Daulah Umayyah dan Daulah Abasiyyah. Diantaranya yaitu Daulah Aghlabiyyah,
Daulah Fathimiyyah, dan Daulah Ayubiyyah. Mereka turut menorehkan sejarah dalam
dunia Islam di daratan Afrika Utara.

Islam sebagai kekuatan politik memasuki daratan Afrika dimulai sejak


pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab menguasai Mesir. Kemudian, pada
pemerintahan Utsman bin Affan, tepatnya pada 35 H, perluasan kekuasaan Islam sampai
ke Tripolitania, bahkan mencapai beberapa kawasan Tunisia.1

Proses perluasan wilayah kekuasaan wilayah Islam sempat terhenti berkenaan


dengan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan pada 36 H. Pada 50 H, sebuah kawasan
(yang akhirnya dikenal dengan nama Qairawan) yang terletak di wilayah Afrika Utara
dapat dikuasai oleh kaum Muslimin di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi.2

Namun demikian, laju perkembangan dakwah Islamiyah di kawasan Afrika tidak


senantiasa bersamaan dengan perkembangan kekuasaan Islam. Ketika Daulah Abasiyyah
dan Fathimiyyah serta Amawiyyah mengalami kemunduran, gerak dakwah Islamiyah yang
ada di Afrika Utara berubah menjadi gerakan politik yang akhirnya mewujudkan Daulah
Barbar yang menguasai Afrika Utara bagian barat dan Andalusia. Dinasti ini kemudian
dikenal dengan sebutan daulah Al-Murabithun yang berkuasa sekitar 448-541 H dan
Daulat Al- Murabithun yang berkuasa sekitar 1125-1269 H. 3

Oleh karena itu tidak dipungkiri lagi, sebuah peradaban tidak lepas dari sejarah.
Karena sejarahlah yang membentuk sebuah peradaban. Seperti halnya Perang Salib,
yaitu peristiwa sejarah peradaban Islam pada masa klasik.

Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada
ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung
Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk
melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan
upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur, Asia
Tenggara termasuk Indonesia.

1
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 92.
2
Ibid., hlm. 92.
3
Ibid., hlm. 93.

Sejarah Peradaban Islam 1


1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perkembangan dari Dinasti Aghlabiyah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan dari Dinasti Fatimiyah ?
3. Bagaimana sejarah perkembangan dari Dinasti Ayubiyah ?
4. Timbulnya Perang Salib
5. Sebab-sebab Perang Salib
6. Apa Pengaruh Perang Salib Terhadap Peradaban Islam?
7. Asal-Usul Kedatangan Islam Di Asia Tenggara
8. Bagaimana Penyebaran Islam Dan Islamisasi Asia Tenggara?

BAB II
PEMBAHASAN

3.1. Sejarah Perkembangan Dinasti Aghlabiyah

2.1.1. Awal Pembentukan Dinasti Aghlabiyah


Dinasti Aghlabiyah berdiri pada tahun 903 H yang didirikan oleh Ibrahim bin
Aghlab. Ia seorang panglima dari Khurasan. Pusat pemerintahannya terletak di Qairawan,
Tunisia. Wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah meliputi Tunisia dan sekitarnya.

Aghlabiyah merupakan dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para


penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga dinasti tersebut
dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya yaitu ketika Baghdad di bawah
pemerintahan Harun ar-Rasyid dan memberikan kewenangan kepada Ibrahim ibn Aghlab
atas Provinsi Ifriqiyah dalam rangka menghadapi Dinasti Idrisiyah. Karena di bagian Barat
Afrika Utara, terdapat dinasti Idrisiyah (berpaham syi’ah yang memberontak pada
Abbasiyah) yang semakin kuat,  dan kedua dari golongan Khawarij. Dengan adanya dua
ancaman tersebut mendorong Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala tentaranya di
Ifriqiyah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan
wilayah tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya
wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara permanen. Harun
ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah dinasti kecil (Aghlabiyah) yang
berpusat di Ifriqiyah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipun demikian masih tetap
mengakui pada kekhalifahan Baghdad.4

4
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id

Sejarah Peradaban Islam 2


2.1.2. Kemajuan pada masa Dinasti Aghlabiyah
Pada masa Dinasti Aghlabiyah, Sisilia antara tahun 903-909 M. Selama masa
enam tahun berjaya, amir-amir Aghlabiyah telah menciptakan mata uang sendiri dan
menyebutkaan nama-nama mereka disejajarkan dengan para khalifah di Bagdad dalam
setiap khotbah jumat di masjid-masjid Sisilia.5

Selain itu, Dinasti Aghlabiyah terkenal dengan prestasinya di bidang arsitektur,


terutama dalam pembangunan masjid. Pada masa Ziyadatullah yang kemudian
disempurnakan oleh Ibrahim II, berdiri dengan megahnya masjid yang besar Yaitu masjid
Qairawan, menara masjidnya yang merupakan warisan dari bentuk Bangunan Umayah
merupakan bangunan tertua di afrika. Oleh karena itulah Qairawan menjadi kota suci ke
empat setelah Mekah, Madinah, dan Yerusalem Masjid tersebut disebut sebagai masjid
terindah dalam islam karena ditata sedemikian indah, selain itu dibangun pula sebuah
masjid di Tunisia.6 Dinasti Aghlabiyah berhasil menduduki Sisilia, Sardinia, Corsica,
bahkan pesisir Alpen pada abad ke 9 M. Dinasti Aghlabiyah berakhir setelah ditaklukan
oleh Dinasti Fatimiyah.

2.1.3. Kemunduran Dinasti Aghlabiyah


Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiyah di Ifriqiyah merosot. Hal ini disebabkan
karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya),
dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’ah, yaitu Abu
Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di

Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti


Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III diusir ke Mesir setelah
melakukan upaya yang sia-sia demi mendapatkan bantuan dari Abbasiyah untuk
menyelamatkan Aghlabiyah7. Dinasti Aghlabiyah berakhir setelah ditaklukan oleh Dinasti
Fatimiyah.

3.2. Sejarah Perkembangan Dinasti Fatimiyah

2.2.1. Awal Pembentukan Dinasti Fatimiyah


Dinasti Fatimiyah menyatakan dirinya sebagai keturunan langsung Hadzrat Ali dan
Fatimiyah dari Ismail anak Jafar Sidik, keturunan keenam dari Ali. Sekte Ismailiyah ini
pada awalnya tetap tidak jelas sehinggadatanglah Abdullah ibnu Maimun yang kemudian
memberi bentuk terhadap sistem agama dan politik Ismailiyat ini. Menurut Von Grunibaum

5
http://nurmazuafablog.wordpress.com
6
https://plus.google.com
7
https://plus.google.com

Sejarah Peradaban Islam 3


pada tahun 860 M kelompok ini pindah ke daerah Salamiya di Syria dan di sinilah mereka
membuat suatu kekuatan dengan membuat pergerakan propagandis dengan tokohnya
Said ibnu Husein. Mereka secara rahasia menyusupkan utusan-utusan ke berbagai
daerah Musim, terutama Afrika dan Mesir untuk menyebarkan Ismailiyat kepada rakyat.
Dengan cara inilah mereka membuat landasan pertama bagi munculnya Dinasti Fatimiyah
di  Afrika dan Mesir.8

Dengan demikian berdirilah pemerintahan Fatimiyah pertama di Afrika dan al-


Mahdi menjadi khalifah pertama dari dinasti  Fatimiyah yang bertempat di Raqpodah
daerah al-Qairawan, Tunisia. Ubaidillah yang memiliki nama lengkap Ubaidillah al-Mahdi
Abu Muhammad, dilantik pada tahun 297 H9 sebagai khalifah pertama.

Setelah  berdiri, Dinasti Fatimiyah memperluas daerah kekuasaannya dari


perbatasan Mesir hingga provinsi Fez di Maroko. Pada tahun 914 M, Dinasti Fatimiyah
berhasil menaklukkan wilayah Alexandria, Syria, Malta, Sardinia, Cosrica, Pulau Betrix
dan pulau di sekitarnya.

Pada tahun 920 M, Ubaidillah al-Mahdi mendirikan kota baru di pantai Tunisia yang
kemudian diberi nama al-Mahdi. Setelah berhasil menaklukkan beberapa daerah, ia pun
berusaha menaklukkan Mesir, namun upaya ini gagal. Pada tahun 934 M, al-Mahdi wafat
dan digantikan oleh anaknya yang bernama Abu al-Qasim dengan gelar al-Qaim (934
M/323 H).10

2.2.2. Masa Kemajuan dan Kontribusi Dinasti Fatimiyah terhadap Peradaban


Islam
Dengan daerah kekuasaan luas yang terbentang di Afrika, meliputi Maroko,
Tunisia, Mesir, serta di Asia meliputi Syria, Yordania, dan Hajaj. Dinasti Fatimiyah
mempunyai peran yang cukup besar terhadap perkembangan agama Islam. Semenjak
dipindahkan ke Mesir, dinasti ini juga memiliki sumbangan yang tidak bisa disepelekan
terhadap peradaban Islam, baik dalam sistem pemerintahan maupun dalam bidang
keilmuan. Kemajuan yang terbesar dari diansti ini adalah pada masa kekhalifahan al-Aziz.
Berikut beberapa perkembangan, kemajuan, dan peninggalan dari Dinasti Fatimiyah.11

1. Bidang Pemerintahan

Bentuk pemerintahan pada masa Fatimiyah merupakan suatu bentuk


pemerintahanyang dianggap sebagai pola baru dalam sejarah Mesir. Dalam

8
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 112.
9
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 239.
10
 Ibid., hlm. 240.
11
 Ibid., hlm. 243.

Sejarah Peradaban Islam 4


pelaksanaanya khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan
spiritual.12

Sementara itu, para menteri kekhalifahan dibagi dalam dua kelompok,


yaitu kelompok militer dan sipil. Kelompok militer membidangi urusan
tentara, perang, pegawai rumah tangga khalifah, dan semua permasalahan
yang menyangkut keamanan. Sedangkan termasuk kelompok sipil terdiri
atas :

1) Qadhi, yang berfungsi sebagai hakim dan direktur percetakan uang.


2) Ketua dakwah, yang memimpin Darul Hikmah.
3) Inspektur pasar, yang membidangi bazar, jalan, dan pengawasan
timbangan.
4) Bendaharawan negara, yang membidangi Baitul Mal.
5) Wakil kepala urusan rumah tangga khalifah, dan Masyarakat.
6) Qari’ yang membacakan al-Qur’an bsgi khalifah kapan saja
dibutuhkan.13

2. Pemikiran dan Filsafat

Dinasti Fatimiyah banyak mengadopsi pemikiran filsafat Yunani yang di


kembangkan dari pendapat-pendapat filsuf seperti Plato, Aristoteles, dan
ahli-ahli lainnya. Kelompok ahli filsafat yang paling terkenal pada dinasti ini
adalah ikhwanu shafa. Dalam filsafatnya, kelompok ini lebih cenderung
membela kelompok Syi’ah. Mereka juga yang menyempurnakan pemikiran-
pemikiran yang telah dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah.

Adapun para filsuf yang muncul pada masa Dinasti Fatimiyah adalah
sebagai berikut :

1) Abu Hatim ar-Razi

Seorang dai Ismailiyah yang pemikirannya lebih banyak dalam


masalah politik. Abu Hatimmenulis beberapa buku,
diantaranya Azzayinah terdiri dari 1.200 halaman. Di dalamnya banyak
membahas masalah fiqh, filsafat, dan aliran-aliran dalam agama.

2) Abu Abdillah an-Nasaf

Penulis kitab Almashul. Kitab ini lebih banyak membahas


masalah al-Ushul al-Mazhab al-Ismaily. Ia juga menulis

12
 Ajid Thohir,2004,Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
115.
13
 Abdul Syukur al-Azizi, Kitab  Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 245.

Sejarah Peradaban Islam 5


kitab unwanuddun Ushulus Syar’I, Adda’watu Manjiyyah. Selain itu, ia
menulis buku tentang falak dan sifat alam dengan judul Kaunul Mujrof

3) Abu Ya’qup as-Sajazi

Salah seorang penulis yang paling banyak tulisannya,Abu Hanifah


an-Nu’man al-Maghribi, Ja’far Ibnu Mansur al-Yamani, dan
14
Hamiduddinal-Qirmani.

3. Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Ilmuwan paling terkenal pada masa Dinasti Fatimiyah adalah Ya’qub


Ibnu Killis, yang berhasil membangun akademi-akademi keilmuan. Pada
masanya, ia berhasil membesarkan seorang ahli fisika yang bernama
Muhammad Attamimi. Selain itu, ada juga seorang ahli sejarah yang
bernama Muhammad Ibnu Yusuf al-Kindi dan Ibnu Salamah al-Quda’i.

Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa Dinasti


Fatimiyah adalah keberhasilannya membangun lembaga keilmuan yang
disebut Darul Hikam atau Darul ilmi yang dibangun oleh al-Hakim pada
tahun 1005 M. Sementara itu, ilmu astronomi dikembangkan oleh Ali Ibnu
Yunus, Ali al-Hasan,dan Ibnu Haitam. Dalam masa ini, kurang lebih seratus
karya tentang matematika, astronomi, filsafat, dan kedokteran telah
dihasilkan.15

4. Ekonomi dan Sosial

Di bawah Fatimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan


vitalitas kultural yang mengungguli Irakdan daerah-daerah lainnya.
Disamping itu, dari Mesir ini dihasilkan produk industri dan seni Islam yang
terbaik.

Para khalifah sangat dermawan dan sangat memperhatikan


wargamereka yang non-muslim. Orang-orang Suni pun menikmati
kebebasan bernegarayang dilaksanakan khalifah-khalifah Fatimiyah
sehingga banyak diantara da’i-da’I Sunni yang belajar di Al-Azhar. Itulah
salah satu bentuk kebijakan pemerintahan yang dilakukan Dinasti Fatimiyah
yang imbasnya sangat besar terhadap kemakmuran dan kehidupan sosial
yang aman dan tentram.16

14
Ibid., hlm. 245-246.
15
Ibid., hlm. 246-247.
16
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 118.

Sejarah Peradaban Islam 6


2.2.3. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Fatimiyah
Setelah Al-Aziz meninggal, Abu Ali Al-Mansur yang baru berumur sebelas tahun
diangkat untuk menggantikannya dengan gelar Al-Hakim. Kekuasaanya ditandai dengan
berbagai kekejaman. Pada 1021 M Al-Hakim dibunuh di Muqattam oleh suatu konspirasi
yang dipimpin oleh saudaranya sendiri, yang bernama Sita Al-Muluk.17

Kemudian tahta dinasti diteruskan kepada anaknya Abu Al-Hasan Ali Adhahir yang
masih berumur enam belas tahun. Dan seterusnya selalu digantikan kepada anak-
anaknya hingga sampai kepada khalifah terakhir yang memegang kendali dinasti
Fatimiyah yaitu Al-Adhid.Al-Adhid meninggal dunia pada 10 Muharram 567 H/1171 M.
Pada saat itulah akhir kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkuasa sekitar 280 tahun
lamanya.

3.3. Sejarah Perkembangan Dinasti Ayyubiyah

2.2.4. Awal Pembentukan Dinasti Ayyubiyah


Ayyubiyah adalah sebuah dinasti besar yang berbentuk kerajaan. Dinasti ini
berkuasa di Timur Tengah antara abad ke-12 sampai abad ke-13. Nama Ayyubiyah
dinisbatkan kepada Najmuddin Ayyub bin Syadi, ayah dari Shalahiddin al-Ayyubi, seorang
suku Kurdi yang berasal dari kota Dvin, di utara Armenia.18

Ketika terjadi peperangan Perang Salib, Mesir merupakan salah satu negara yang
diincar oleh pasukan salib dan pada saat itu Dinasti Fatimiyah masih berkuasa tetapi tidak
mampu melawan pasukan salib. Menyadari melemahnya Dinasti Fatimiyah dan tidak
inginnya Mesir jatuh ke tangan pasukan salib, dengan sigap Shalahuddin mengambil alih
Mesir dari Dinasti Fatimiyah yang sudah tidak mampu mempertahankan diri dari serangan
pasukan salib. Sejak itulah, kekuasaan Dinasti Fatimiyah di Mesir berpindah tangan ke
Shalahuddin al-Ayyubi.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdirilah Dinasti Ayyubiyah dengan kepala


pemerintahan Shalahuddin al-Ayyubi yang wilayahnya mencakup Mesir, Suriah, serta
sebagian wilayah Irak dan Yaman.19

2.2.5. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Ayyubiyah


Shalahuddin al-Ayyubi adalah panglima perang muslim yang berhasil merebut kota
Yerusalem dari orang-orang Eropa pada Perang Salib. Di era keemasannya, dinasti yang
didirikannya berhasil menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta
Yaman.

17
Ibid., hlm. 119.
18
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 263.
19
Ibid., hlm. 264.

Sejarah Peradaban Islam 7


Sebagaimana dinasti-dinasti lainnya, Dinasti Ayyubiyah juga mencapai kemajuan
yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan
tersebut mencakup berbagai bidang, sebagaimana berikut :

1. Bidang Arsetiktur dan Pendidikan

Sementara itu, kemajuan di bidang arsitek dapat dilihat pada monumen


bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut, serta istana-istana yang dibangun
menyerupai gereja. Kemudian, ia membangun benteng pertahanan
strategis yang melindungi secara total kotanya. Selanjutnya, ia
memerintahkan untuk membangun benteng kokoh dan besar diatas bukit
Muqattam yang melindungi dua kota sekaligus.

2. Bidang Filsafat dan Keilmuan

Pemerintahan Ayyubiyah juga sangat perhatian terhadap


perkembangan ilmu filsafat. Salah satu bukti konkretnya adalah
diterjemahkannya Adelasd of Bath, karya-karya orang Arab tentang
astronomi dan geometri, serta penerjemahan bidang kedokteran. Saat itu,
juga didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat mental dan
pikiran.

3. Bidang Industri

Kemajuan dibidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh ilmuwan


dari Syria, yang lebih canggih disbanding buatan orang Barat. Selain itu,
pada masa ini juga telah dibuat pabrik karpet, kain, dan gelas.

4. Bidang Perdagangan

Dalam bidang perdagangan, pemerintahan Ayyubiyah berhasil


membawa pengaruh besar bagi Eropa dan negara-negara yang
dikuasainya. Sejak saat itu, dunia ekonomi dan perdagangan sudah
menggunakan system kredit, bank, termasuk letter of credit (LC), bahkan
sudah ada uang yang terbuat dari emas.

5. Bidang Militer

Selain memiliki alat-alat perang, seperti kuda, pedang, panah, dan


sebagainya, pemerintahan Ayyubiyah juga mempunyai burung elang
sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Selain itu, keterlibatan
dinasti ini dalam Perang Salib telah membawa dampak positif, keuntungan
dibidang industry, perdagangan, dan intelektual.20

20
Ibid., hlm. 271-274.

Sejarah Peradaban Islam 8


2.2.6. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Ayyubiyah
Kemunduran Dinasti Ayyubiyah mulai terlihat ketika kesultanan dipimpin oleh Al-
Malik al-Shaleh. Sepeninggal al-Shaleh, tahta kesultanan digantikan oleh putranya,
Turansyah. Tak lama setelah itu, terjadi konflik antara Mamluk al-Bahri dengan Turansyah.
Itulah sebabnya, Mamluk al-Bahri melakukan kudeta terhadap Turansyah pada tahun
1250 M dibawah pimpinan Baybars dan Izzudin aybak (perintis berdirinya Dinasti Mamluk
di Mesir. Dalam pemberontakan itu, Turansyah terbunuh.

Keruntuhan Ayyubiyah terjadi di dua tempat. Di wilayah barat, Ayyubiyah berakhir


oleh serangan mamluk, sedangkan di Syria dihancurkan oleh bangsa Mongol. Dengan
demikian, berakhirlah riwayat Ayyubiyah oleh dinasti Mamluk.21

3.4. Perang salib


Perang salib ialah serangkaian perang agama selama hampir 2 abat lebih sebagai
reaksi terhadap kristen eropa terhadap islam asia.

Menurut Philip K.Hitti perang salib adalah reaksi dunia kristen di eropa terhadap
dunia islam di Asia, sejak tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang di syiria dan
Asia kecil, tetapi juga di sepanyol dan sisilia.

Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci kristen diduduki islam
sejak 632, seperti di suriah, asia Kecil, Spanyol, dan Sisilia. Militer Kristen menggunakan
salib sebagai simbol yang menunjukan bahwa perang ini suci dan bertujuan
membebaskan kota suci Baitul maqdis (Yerus Salim ) dari orang islam.

Peristiwa perang salib terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah IV dalam
kekuasaan Turki Bani Saljuk.    

Perang salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara islam dan
Kristen. Penguasa islam Alp Arselan yang memimpin gerakan ekspensi yang kemudian
dikenal dengan “Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H ( 1071 ) mwnjadikan orang –
orang Romawi terdesak. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit,
dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang berjumlah 200.000.
Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen
terhadab umat islam, yang kemudian mencetuskan Perang salib.22

Pidato yang mungkin paling besar hasilnya dalam sejarah ialah pidato Pous
Urbanus II pada tanggal 26 November 1095 di Clemont (prancis selatan), orang-orang

21
Ibid., hlm. 274-275.
22
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: AMZAH,2010) halm.231-234

Sejarah Peradaban Islam 9


Kristen mendapat suntikan untuk mengunjungi kuburan-kuburan suci dan merebutnya dari
orang-orang bukan Kristen serta menaklukan mereka. Seruan bersama “Tuhan
menghendaki yang sedemikian” menggelora di seluruh negeri dan memiliki pengaruh
psikologis, baik di lapisan masyarakat bawah maupun atas. Di musim semi tahun
berikutnya, 150.000 orang yang terdiri dari sebagian besar orang-orang prancis dan
berkumpul di konstaninopel. Perang salib pertama pun dimulai.

Perang salib berlangsung 200 tahun lamanya, dari mulai 1095-1293, dengan 8 kali
penyerbuan. Perang tersebut bertujuan untuk merebut kota suci palestin, tempat “tapak
Tuhan berbijak”, dari tangan kaum muslim.23

3.5. Penyebab terjadinya perang salib


Ada beberapa faktor yang memicu terjadi perang salib. Adapun yang menjadi
faktor terjadinya perang salib ada tiga yaitu :

1. Faktor Agama

Sejak dinasti saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah
pada tahun 1070 M, Pihak kristen merasa tidak bebaslagi menunaikan ibadah ke
sana karena penguasa Saljuk menerapkan sejumlah peraturan yang di anggap
mempersulit mereka yang hendak berziarah ke baitul Maqdis.

2. Faktor Politik

Kekalahan Bizantium sejak 330 di sebutkan Konstanti Nopel (islambul) di


Manzikart, wilayah Armenia, pada 1071 dan jatuhnya Asia keil kebawah kekuasaan
Saljuk telah mendorong Kaisal Alexius I untuk meminta bantuan kepada Paus
Urbanus II (1035-1099); yang menjadi paus antara tahun 1088-1099 M, dalam
usahanya untuk mengembalikan kekuasaan di daerah penduduk Dinasti Saljuk.
Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius
untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat
pempersatukan kerajaan yunani dan Roma

Dan di pihak lain kondisi islam pada waktu itu sedang melemah sehingga
orang kristen di eropa berani untuk ikut mengambil perang Salib.

3. Faktor Sosial Ekonomi

Para pedagang besar yang berada di pantai timur laut Tengah, Terutama
yang berada di kota Vanesia, Genoa, Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah
23 
Philip K. Hitti Sejarah Dunia Arab (Yogyakarta:Pustaka Iqra, 2001) halm. 204

Sejarah Peradaban Islam 10


kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan laut Tengah untuk memperluas
jaringan dngan mereka. Sehingga mereka mau membantu dalam perang salib,
stratifikasi sosial mereka Eropa ketika itu terdiri dari 3 kelompok yaitu: kaum
kristen, kaum ksatria, serta kaum jelata. Mereka mayoritas terdiri dari kaum jelata
tapi kehidupan mereka sangat tertindas terhina mereka harus tunduk terhadap
aturan mereka sehingga saat mereka mengambil bagian dari perang salib dengan
janji mereka akan di beri kesejahtraan dan kebebasan mereka menyambutnya
dengan sepontan dan semangat.24

3.6. Pengaruh Perang Salib di Dunia Islam


Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat
terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik, juga meninggalkan perubahan
yang positif walaupun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk menguasai Dunia Islam
gagal. Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa
pada masa selanjutnya.

Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban
Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada
masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung
kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang
dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan
paus menjadi pudar.

Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib ialah
bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu
berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum
muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang
mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat
sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak
kejayaan.

Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan
kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban
Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah
mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada
bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat
dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan

24
Op.Cit halm.235-236

Sejarah Peradaban Islam 11


stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan
khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.

Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi


kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru
arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model
arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang
bersumber dari dunia Islam.

Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada
ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung
Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk
melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan
upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur,
termasuk Indonesia.

Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan
mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi
korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib
selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat
yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.

Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer


Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi
juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-
14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan
pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.

3.7. Asal-usul Kedatangan Islam di Asia Tenggara


Pertanyaan klise tetapi masih relevan untuk diajukan sebagai masalah pokok
dalam kajian Islam Asia Tenggara ataupun Islam di Asia Tenggara adalah kapan
tepatnya waktu kedatangan Islam di wilayah Nusantara? Pertanyaan ini secara
diplomatis dapat dijawab dengan menyatakan bahwa Islam datang ke Asia
Tenggara atau Nusantara pada zaman setelah Muhammad bin Abdullah diutus oleh
Allah SWT menjadi Nabi dan Rasulullah SAW. Jawaban ini tentu saja benar
tetapi tidak memuaskan kuriositas dan menyisakan perdebatan akademik lebih
lanjut. Perdebatan tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara lazimnya terkait
dengan tiga permasalah pokok, yaitu: waktu dan tempat asal usul kedatangan
Islam, serta orang yang membawanya. Perdebatan tentang permasalahan pokok
ini telah melahirkan banyak teori dan pembahasan yang tindak kunjung tuntas

Sejarah Peradaban Islam 12


karena kurangnnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu dan adanya
keberpihakan dari berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan kuat, suatu
teori tertentu hanya menekankan aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok,
sementara mengabaikan aspek-aspek lain. Akibatnya, kebanyakan teori gagal
menjelaskan kedatangan Islam, konversi ke Islam yang terjadi, dan proses-proses
Islamisasi yang terlibat di dalamnya. Meskipun demikian lazimnya sebuah
perdebatan akademik, suatu teori tertentu tidak mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan tandingan yang diajukan teori-teori lain.25

Setidaknya, ada empat teori utama tentang asal-usul Islam di Nusantara yang
diperdebatkan dalam membahas kedatangan, penyebaran dan Islamisasi
Nusantara, yaitu: “Teori India”, “Teori Arab”, “Teori Persia”, dan “Teori Cina”.26
Pertama, Teori India diusung oleh sejumlah sarjana Belanda diantaranya
Pijnappel [Gujarat dan Malabar], Snouck Hurgronje [Deccan], T.W. Arnold
[Corommandel dan Malabar], D.G.E Hall [Gujarat], R.O. Winstead [Gujarat], Brian
Harrison [Gujarat], dan H.E. Wilson [Gujarat], J.P. Moquette [Gujarat], G.E. Morrison
[Corommandel], de Jong, W.F. Wertheim [Corommandel], S.Q. Fāṭīmī (Bengal),
Keyzer (Bengal), dan G.W.J. Drewes (Bengal). Kedua, Teori Arabia dikemukakan
sejumlah sarjana Belanda, Indonesia, dan Malaysia seperti Marsden [Arabia],
Crawfurd [Arabia], Keijzer [Arabia], Niemman [Arabia], De Hollander [Arabia],
al-‘Aṭṭās [Arab atau Persia], Hashimi, dan Saifudin Zuhri dan Hamka (Arabia).
Teori . Ketiga, Teori Persia diusung oleh Hoesin Djayadiningrat [Persia].
Keempat, Teori Cina diusung oleh H.J. de Graaf, Slamet Muljana, dan Denys
Lombard.

3.7.1. Teori India


Teori India yang secara umum menyatakan bahwa Islam berasal dari India.
Meskipun demikian, para sarjana pendukung teori ini masih memperdebatkan daerah-
daerah di India (Anak Benua India) yang menjadi asal-usul, para pembawa dan kurun
waktu kedatangan Islam. Perbedaan ini merupakan konsekuensi dari perbedaan alat
bukti historiografi yang digunakan dan perbedaan penafsirannya. Kebanyakan sarjana
orientalis yang menekuni kajian Islam di Asia Tenggara mendukung Teori India dan
berpendapat bahwa tempat asal-usul agama Islam di Kepulauan Nusantara adalah dari

Anak Benua India; bukan Arab atau Persia.27 Teori ini pertama kali diungkapkan oleh
Pijnappel yang merupakan professor pertama tentang studi Melayu di Universitas

25
Azyumardi Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 2-19.
26
Nor Huda, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, 1 ed. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 2.
27
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 2.

Sejarah Peradaban Islam 13


Leiden.28 Pijnappel berargumen bahwa penyebaran Islam ke seluruh Nusantara berafiliasi

pada madzhab fiqh Shāfi’ī Arab dari Gujarat dan Malabar.29 Hal ini dikarenakan
daerah-daerah tersebut sangat sering ditemukan dalam sejarah awal Nusantara.
Meskipun demikian, Pijnappel tetap beranggapan bahwa para da’i (proselytizer) yang
awal mula menyebarkan Islam adalah orang-orang Arab dari Gujarat dan Malabar, bukan
orang-orang India sendiri.30

Teori Pijnappel kemudian dikembangkan oleh sarjana Belanda lainnya


yaitu Snouck Hurgronje yang juga berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara

dari India, dan bukan langsung dari Arab.31 Menurut Hurgronje (1883), India Selatan
adalah asal- usul Islam di Nusantara. Hurgronje berargumen bahwa ketika Islam telah
menguasai kota-kota pelabuhan di India Selatan, sejumlah orang Islam dari Decca yang
tinggal di sana diperlakukan sebagai “orang- orang menangah” (middlemen) dalam
perdagangan antara negara- negara Muslim Timur Dekat (Near-Estearn Muslim states)
dan Nusantara (Malay Archipelago). Para pedagang muslim inilah yang merupakan
orang-orang yang pertama kali mengislamkan penduduk di Nusantara. Setelah itu
barulah bangsa Arab terutama dari zuriat Raulullah s.a.w. yang menyelesaikan dakwah
Islam baik sebagai seorang “pendakwah,” “pangeran pendakwah” atau Sulṭān. Menurut
Hurgronje, tahun 1200 adalah periode waktu paling awal yang mungkin bagi terjadinya
Islamisasi penduduk atau orang-orang Nusantara. Proses Islamisasi yang paling awal
telah dilakukan oleh orang-orang India yang telah memiliki hubungan dengan Nusantara
selama berabad-abad lamanya.32 Penyebar paling awal Islam ke Nusantara adalah
para pedagang-pedakwah (trader-missionaries) dan masuk secara damai karena menarik
bagi orang-orang Indonesia yang secara kultural merupakan orang-orang inferior.33

Berbeda dengan para pendahulunya, J.P. Moquette (1912) mengatakan bahwa


agama Islam dibawa ke Nusantara dari Gujarat, India. Teori Moquette tersebut
berdasarkan temuan gaya batu nisan di Pasai khususnya yang berangka tahun 1424
yang sama persis dengan gaya batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik
Ibrahim (w. 1419) di Gresik. Bukti ini diperkuat oleh temuan yang menyatakan bahwa
batu nisan di Pasai dan Gresik ternyata memiliki kesamaan dengan batu nisan yang
ditemukan di Cambay, Gujarat. Berdasarkan fakta tersebut, Moquette berasumsi bahwa
produksi batu nisan Gujarat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, namun

28
G.J.W. Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,”dalam BKI, 1968, h. 440-441.
29
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 3.
30
Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,” h. 440-441.
31
Lihat Isma’īl Ḥāmid, “A Survey of Theories on the Introduction of Islam the Malay Archipelago,” Islamic Studies 21, no. 3
(1982), h. 90., http://www.jstor.org/stable/20847210
32
Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,” h. 441-443.
33
D. G. E. Hall, “Looking at Southeast Asian History,” The Journal of Asian Studies 19, no. 3 (1960), h. 250.,
https://doi.org/10.2307/2943485.

Sejarah Peradaban Islam 14


juga telah diekspor ke pasar luar negeri, khususnya pasar- pasar di Sumatra dan Jawa. 34
Berdasarkan contoh-contoh temuan di Pasai-Sumatera, Gresik-Jawa, dan Cambay-
Gujarat tersebut, Moquette berkesimpulan bahwa dengan mengimpor batu nisan dari
Gujarat, orang-orang Nusantara juga mengambil Islam dari Gujarat. 35

Kesimpulan Moquette bahwa agama Islam di Asia Tenggara berasal dari India,
yaitu Gujarat ini ditentang keras oleh Fatimi yang berargumen bahwa keliru mengaitkan
seluruh batu nisan di Pasai, termasuk batu nisan Mālik al-Shālih dengan batu nisan
Gujarat. Menurut penelitiannya, bentuk dan gaya batu nisan Mālik al-Shālih berbeda
sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang
ditemukan di Nusantara. Fatimi berpendapat, bentuk dan gaya batu nisan Gujarat justru
mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. 36 Karena itulah, Fatimi
menyimpulkan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari wilayah Bengal,
bukan Gujarat.37 Dalam kaitannya dengan “teori batu nisan” ini, Fatimi juga mengkritik
para sarjana yang tampak mengabaikan adanya batu nisan Siti Fatimah (berangka
tahun 475/1082) yang ditemukan di Laren, Jawa Timur. 38 Para sarjana yang dikritik oleh
Fatimi umumnya beranggapan bahwa batu-batu nisan yang ditemukan di daerah pesisir
laut Nusantara tersebut adalah batu- batu yang digunakan sebagai pemberat kapal dalam
pelayaran. Para sarjana tersebut jelas telah mengabaikan banyaknya jumlah batu-batu
nisan yang ditemukan sebagaimana layaknya sebuah kompleks pemakaman muslim. 39

Teori Fatimi yang menyatakan Islam Nusntara berasal dari Bengal ini juga tidak
luput dari kritik, misalnya terkait adanya perbedaan madhhab fiqh yang dianut umat Islam
di Nusantara yang Syāfi’ī, sedangkan madhhab fiqh kaum muslim di Bengal adalah
Hambālī. Dengan demikian, teori Fatimi gagal meruntuhkan teori Moquette karena
sejumlah sarjana Barat lain yang datang kemudian justru mengambil alih teori Moquette
dan menjadikan bukti-bukti Moquette sebagai dasar teori mereka sendiri tentang asal-
usul Islam di Nusantara. Diantara sejumlah sarjana tersebut adalah R.A. Kern, R.O.
Winstead, Schrieke, Brian Harrison, G.H. Bousquet, B.H.M. Viekke, J. Gonda, H.E.
Wilson, dan D.G.E Hall. 40

3.7.2. Teori Arabia


Meskipun demikian, Coromandel dan Malabar bukan merupakan satu-satunya
tempat yang menjadi asal-usul agama Islam di Nusantara, tetapi juga agama Islam
34
S.Q. Fātimī, Islam Comes to Malaysia (Singapura: Malaysian Sociological Research Institute, 1963), h. 31-32.
35
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 3
36
Fāṭimī, Islam Comes to Malaysia, h. 5-6.
37
Lihat Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 4.
38
Berdasarkan temuan ini, Islam disinyalir telah datang pada abad ke-11Masehi. Lihat Fāṭimī, Islam Comes to Malaysia, h. 31-32.
39
Budi Sulistio, Majapahit dan Islam Nusantara, mp3a, Islam in Southeast Asia (SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta R-208,
2017).
40
Lihat Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan
Islam Indonesia

Sejarah Peradaban Islam 15


berasal langsung dari Arabia. Menurut Arnold, sebagaimana dikutip Azra, bahwa para
pedagang Arab juga menyebarkan Islam ketika mereka mendominasi perdagangan di
Barat-Timur sejak beberapa abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi. 41 Meski
tidak terdapat rekaman sejarah tentang kegiatan mereka dalam penyebaran Islam,
namun kita dapat mengasumsikan bahwa mereka terlibat pula dalam penyebaran Islam
kepada penduduk lokal di Nusantara. Asumsi ini didukung oleh fakta yang disebut-sebut
oleh sumber Cina yang menjelaskan adanya seorang pedagang Arab menjadi
pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera pada perempat
akhir abad ke-7. Beberapa pedagang Arab ini dilaporkan telah menikah dengan
penduduk lokal, sehingga mereka membentuk komunitas muslim yang merupakan
campuran pendatang dari Arab dan penduduk lokal. Anggota-anggota komunitas
muslim ini juga aktif melakukan kegiatan penyebaran Islam. 42

Dalam konteks ini kitab ‘Ajāib al-Hind merupakan sumber Timur Tengah (aslinya
berbahasa Persia) yang paling awal tentang Nusantara yang menjelaskan eksistensi
komunitas muslim lokal di wilayah Kerajaan Hindu-Buddha Zabaj (Sriwijaya). Kitab
yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al-Rahurmuzi sekitar tahun 390/1000 ini
meriwayatkan tentang kunjungan para pedagang muslim ke Kerajaan Zabaj yang

menyaksikan kebiasaan penduduknya “bersila” ( ‫رب‬WW‫ ) اليس‬ketika ingin menghadap raja.43


Kata “bersila” yang ditulis dengan aksara Arab menunjukkan sudah adanya pengaruh
Islam dalam budaya Melayu Nusantara.

Teori Arabia juga dipegang oleh Crawfurd yang menyatakan bahwa interaksi
penduduk Nusantara dengan kaum muslim yang berasal dari pantai timur India juga
merupakan fakrtor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sementara itu, Keijzer
memandang Islam di Nusantara berasal dari Mesir atas dasar pertimbangan kesamaan
kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah pada madhhab fiqh Syāfi’ī. Teori Arab
ini juga dipegang oleh Niemman dan de Hollander yang sedikit melakukan revisi dengan
menyatakan bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Mesir, melainkan berasal
dari Haḍramawt. Sebahagian ahli Indonesia setuju dengan teori Arab ini yang
menyatakan bahwa Islam di Nusantara datang langsung dari Arabia, tidak dari India,
tidak pada abad ke 12 atau ke-13, melainkan dalam abad pertama Hijriyah atau abad ke-
7 Masehi.

Kesimpulan ini dihasilkan dari seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia


yang diselenggarakan pada tahun 1969 dan 1978. 44 Dalam hal ini, Hamka menolak keras
terhadap teori Gujarat sebagiama dikemukakan dalam Seminar Sejarah Masuknya Islam

41
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 6
42
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara, h. 6–7.
43
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara, h. 9.
44
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara, h. 8.

Sejarah Peradaban Islam 16


di Indonesia yang diselenggarakan di Medan dari tanggal 17 sampai dengan 20 Maret
1963. Hamka juga menolak teori yang menyatakan Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke-13 karena itu ia berpendapat bahwa Islam telah datang ke Indonesia jauh
sebelumnya, yaitu pada abad ke-7 Masehi. 45

Sementara itu G.W.J. Drewes juga tampak mendukung teori Arab. Dengan
merujuk pada teori Keyzer, seorang sarjana Hukum Islam yang awal di Inggris, Drewes
menyatakan bahwa telah ada hubungan antara Mesir dan Nusantara pada masa lampau
yang dibuktikan oleh pengamatan bahwa aliran fiqh madhhab Syāfi’ī telah menduduki
posisi penting di kedua wilayah Mesir dan Nusantara. Niemann (w. 1861) dan de
Hollander (w. 1861) juga menyebutkan adanya pernan Arab dalam Islamisasi
Nusantara.46 John Crawfund adalah sarjana lain yang membuat klaim yang sama dan
menyatakan bahwa Islam mungkin telah dibawa ke Nusantara oleh para
pendakwah Arab dari Jazirah Arab karena kekuatan lautnya yang telah dominan. 47
Marsden telah mencatat adanya peranan yang sama dari para pendakwah Arab dalam
mengubah kepercayaan orang-orang Melayu menjadi Islam. Marsden mengutip bukti
pernyataannya dari Diego de Couto, seorang sejarawan Portugis yang telah melakukan
penelitian di India dan telah melaporkan bahwa para pendakwah Arab telah
mengislamkan penguasa Malaka.48

Diantara pembela “teori Arab” yang juga sebagai penentang “teori India” adalah
S.M.N. al-‘Attās. Sebagaimana Morison al-‘Attas tidak bisa menerima temuan
epigrafis Moquette pada batu nisan di Pasai dan Gresik yang berasal dari Gujarat untuk
dijadikan sebagai bukti langsung bahwa Islam telah dibawa ke Pasai dan Gresik
Argumen al-‘Aṭṭas yang menyatakan kelangsungan asal susul agama Islam di Asia
Tenggara dari Arab tersebut selaras dengan narasi historiografi lokal tentang
Islamisasi di dunia mereka yang sering bercampur dengan mitos dan legenda. Meskipun
demikian, data historigrafi lokal dari sejumlah manukrip/naskah tersebut tetap relevan
seperti naskah Hikayat Raja-raja Pasai (>1350), 49 Sejarah Melayu (>1500),50 Hikayat
Merong Mahawangsa (>1630),51 Tarsilah dari Kesultanan Sulu, 52 Tuhfah al-Nafis,

45
M. Natsir, “Sekilas Proses Masuknya Islam di Kalimantan Barat (Kalbar),” dalam Islam di Borneo: Sejarah,
Perkembangan, dan Isu-isi Kontemporer, ed. oleh Jamil Hj. Hamali dan et. al. (Seminar Serantau Perkembangan Islam
Borneo 1, Universiti Teknologi MARA Serawak: Pusat Penerbit Universiti (UPENA) UT MARA, t.t.), h. 52-53.
46
Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,” h. 439.
47
John Crawfurd, History of Indian Archipelago (Edinburg, 1820), h. 259-260
48
William Marsden, The History of Sumatra (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1966), h. 344.
49
Syeikh Ismail datang dari Makkah melalui Malabar dan Persia dan telah mengislamkan Merah Silau, penguasa
setempat. Setelah menjadi muslim, Merah Silau berganti nama dan bergelar Mālik al-Ṣālih yang dicatat wafat pada
tahun 698/1297.
50
Sayyid ‘Abd al‘Azīz, seorang Arab yang berasal dari Jeddah telah mengislamkan penguasa Malaka yang
bernama Prameswara. Begitu masuk Islam, penguasa itu berganti nama dan bergelar Sultan Muhammad Syah.
51
Syeikh ‘Abd Allāh al-Yamānī yang datang dari Makkah (atau Baghdad?) mengislamkan penguasa setempat yang
bernama Phra Ong Mahawangsa, para meterinya dan penduduk Keddah. Setelah masuk Islam, Phra Ong Mahawangsa
berganti nama dan bergelar Sultan Muzhafar Syah.
52
Islamisari Kerajaan Sulu di Philipina berlangsung sejak paruh kedua Abad ke-8/14; dimulai dari kedatangan Sharif
Awliya’ Karim al- Makhdūm pada tahun 782/1380, seorang Arab datang dari Malaka yang disebut sebagai ayah dari
Mawlānā Mālik Ibrāhīm. Kemudian datanglah Amīn Allāh al-Makhdūm yang bergelar Sayyid al-Niqāb, dan Sayyid Abū

Sejarah Peradaban Islam 17


Hikayat Habīb Husin al- Qadrī dan lain-lainya. Menurut Azyumardi Azra, historiografi
klasik tersebut berisi empat tema pokok, yaitu: (1) Islam dibawa langsung dari Arabia, (2)
Islam diperkenalkan oleh para guru dan penyair “profesional” yang memang bermaksud
menyebarkan Islam, (3) yang mula-mula masuk Islam adalah para penguasa, dan (4)
kebanyakan para penyebar Islam “profesional” itu datang ke Nusantara pada abad ke-12
dan ke-13. Hal ini menunjukkan kemungkinan benar bahwa Islam sudah diperkenalkan
ke dan ada di Nusantara pada abad-abad pertama Hijriyyah dan proses Islamisasi
mengalamai akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.53

Menurut al-‘Attās sejak abad ke-17 ke belakang tidak ada bukti-bukti literatur yang
ditemukan berasal dari pengarang India atau karya yang berasal dari India. Beberapa
pengarang yang digambarkan sebagai “orang India” atau karya yang “berasal dari
India” oleh sarjana Barat sebenarnya adalah Arab atau Pesia secara etnis atau budaya.
Nama-nama para pendakwah awal juga menunjukkan bahwa mereka adalah orang Arab
atau Persia. Beberapa pendakwah diantaranya ada yang datang melalui India,
sebagaimana ada juga yang datang langsung dari Arab atau melalui Persia yang
kemudian melalui Cina. Beberapa karya memang ada yang ditulis di India, tetapi
asal-usul meraka adalah orang Arab atau Persia; atau mereka bias jadi merupakan orang
Turki atau Afrika (Maghrībī) dan yang paling penting adalah isi keberagamaan
mereka adalah Timur Tengah, bukan India. 54 Dengan demikian Teori Arabia
dikemukakan oleh T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemman, De Holander, al-‘Alttās,
Hashimi, dan Hamka.

3.7.3. Teori Persia


Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal dari Persia,
nukan India atau Arabia. Teoeri ini didasarkan pada kesamaan unsur budaya Persia,
khususnya Shiah yang ada dalam unsur kebudayaan Islam Nusantara, khususnya di
Indonesia dengan Persia. Diantara pendukung teori ini adalah Hoesin Djajadiningra
yang menyatakan tiga alasan. Pertama, ajaran manunggaling kawula gusti Sheikh Siti
Jenar dan/atau waḥdah al- wujūd Hamzah al-Fansūrī dalam mistik Islam (sufisme)
Indonesia adalah pengaruh sufisme Persia dari ajaran waḥdah al-wujūd al-Hallāj Persia.
Kedua, penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab,
terutama untuk tanda bunyi harakat dalam pengajaran al-Qur’an sepeti kata “jabar”
dalam bahasa Persia untuk kata “fathah” dalam bahasa Arab, kata “jer” dalam bahasa
Persia untuk “kasrah” dalam bahasa Arab, dan pes dalam bahasa Perisa untuk
“dammah” dalam bahasa Arab. Ketiga, tradisi peringatan 10 Muharram atau ‘Ashshūrā
sebegai hari peringatan Shiah terhadap shahidnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di

Bakr yang kemudian diangkat menjadi sultan pertama dengan gelar Syarif al-Hashīm.
53
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan
Islam Indonesia, h. 10-12.
54
S.M. Naguib al-‘Aṭṭās, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian
Archipelago (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969), h. 25.

Sejarah Peradaban Islam 18


Karbala. Teori Persia ini dibantah oleh Saifuddin Zuhri yang menyatakan bahwa Islam
masuk ke Kepulauan Nusantara pada abad ketujuh Hijriyah, yaitu masa kekuasaan Bani
Umayyah, sehingga tidak mungkin Islam berasal dari Persia pada saat keuasaan politik
dipegang oleh bangsa Arab.55

3.7.4. Teori Cina


Teori ini didasarkan pada argument yang relatif sama dengan Teori Persia,
yaitu banyaknya unsur kebudayaan Cina dalam beberapa unsur kebudayaan Islam
di Indonesia. Menurut H.J. de Graaf yang telah menyunting beberapa literatur Jawa
Klasik (Catatan Tahunan Melayu) memperlihatkan adanya peranan orang-orang Cina
dalam pengembangan Islam di Inonesia. Dalam tulisan tersebut disebtkan bahwa tokoh-
tokoh besar seperti Sunan Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo), Dan Raja Demak
(Raden Fatah/Jin Bun) merupakan orang-orang keturnan Cina. Pandangan ini didukung
oleh Slemat Muljana dalam bukunya yang kontroverisal, Runtuhnya Kerajaan Hindu jawa
dan Timbulnya Negara-negara Islam Nusantara. Sementara Denys Lombard
menunjukkan banyaknya silang budaya Cina dalam berbagai aspek kehidupan bangsa
Indonesia, seperti makanan, pakaian, bahasa, seni, bangunan, dan sebagainya. 56

3.7.5. Teori Akomodasi


Sejumlah perbedaan yang tampak dalam perdebatan tentang kedatangan,
penyebaran, dan Islamisasi Asia tenggara tersebut telah mendorong sejumlah sarjana
untuk melakukan akomodasi. Teori akomodasi ini menyatakan bahwa tahap
permulaan Islam di Nusantara telah terjadi pada abad ke-7M, sedangkan abad ke-13
merupakan proses penyebaran dan terbentuknya masyarakat Islam di Nusantara. Para
pembawa Islam yang datang pada abad ke-7 sampai abad ke-13 tersebut adalah orang-
orang muslim yang berasal dari Arabia, Persia, dan India (Gujarat, Bengal). Dalam
konteks ini, Uka Tjandrasasmita menyatakan bahwa sebelum abad ke-13 merupakan
tahap proses Islamisasi, sedangkan abad ke-13 merupakan masa pertumbuhan Islam
sebagai kerajaan bercorak Islam yang pertama di Indonesia. Sementara Hasan
Muarif Ambary membagi fase Islamisasi menjadi tiga, yaitu: (1) fase kehadiran para
pedagang muslim pada abad ke-7 sampai abad ke-11; (2) fase terbentuknya kerajaan
Islam pada abad ke-13 sampai ke-16, dan (3) fase perlembagaan Islam terjadi sesudah
abad-abad tersebut.

Setidaknya ada dua teori akomodasi lainnya yang juga patut dipertimbangkan
adalah teori “mata air” dan “rempah-rempah”. Teori pertama ini dikemukakan oleh
Azyumardi Azra. Teori “mata air” untuk menyatkan bahwa penyebaran sama Islam
seperti air yang mengalir dari Asal usul kedatangan Islam di wilayah Asai Tenggara
sebagai sebuah “mata air” yang boleh jadi berasal dari Cina sebagaimana dikemukakan
Slamet Muljana. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan adanya “mata air”
55
Natsir, “Sekilas Proses Masuknya Islam di Kalimantan Barat (Kalbar),”h. 52.
56
Huda, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, h. 7-8.

Sejarah Peradaban Islam 19


lain yang menjadi asal-usul kedatangan Islam di kawasan Nusantara seperti Kelantan,
Benggali, Persia, dan Mesir. Sementara “mata air” terbesar adalah dari Arabia yang
mencakup Irak, Yaman, sampai Makkah dan Madinah. 57 Sementara teori “rempah-
rempah” yang diusung oleh Budi Sulistiono menunjukkan eksistensi para pedagang
muslim di kawasan nusantara dalam jalur perdagangan rempah-rempah (spicy-road) dan
juga dalam jalur perdagangan sutera (silk-road). Asia Tenggara pernah mengalami
pencapaian yang disebut oleh Sejarawan Asia Tenggara Anthoni Reid sebagai “Era
Perdagangan” (Age of Commerce)58 ini Age of Commerce di Asia Tenggara yang ditandai
dengan adanya dinamika perdagangan global yang melibatkan orang- orang luar dan
para profesional yang datang dari seluruh penjuru Dunia. Pencapaian ini terjadi pada
abad ke-14 sampai ke-16 pada saat Asia Tenggara menjadi pusat perdagangan
dunia yang paling sejahtera (the world’s most prosperous trading centres). 59

Berdasarkan bukti-bukti arkeologis, Budi Sulistiyo menunjukkan adanya


kesinambungan sejarah kesultanan Nusantara dari masa ke masa. Budi Sulistyo
menyatakan bahwa kesultanan-kesultanan Islam sesunagguhnya telah berdiri di
Nusantara sejak abad ke-8 Hijriah yang diawali oleh Kesultanan Peureulak di Aceh
Timur pada tahun 840-1108 M, Samudra Pasai di Pasai Aceh pada 1267 M, yang raja
pertamanya Sultan Mālik al-Ṣālih wafat pada tahun 1296 M. Secara kronologis,
kesultanan itu muncul silih berganti jika dilihat dari masa sejak sebelum kelahiran
Kerajaan Majapahit dan masa sesudahnya.60

3.8. . Penyebaran Islam dan Islamisasi Asia Tenggara


Menurut pendapat Hamid,61 ketika mempincangkan proses Islamisasi
Nusantara, kita tidak boleh mengabaikan keberadaan sejumlah laporan oleh penduduk
asli (native people) di wilayahnya, baik yang terdapat dalam rekaman tertulis atau tradisi
lisan. Tradisi- tradisi asli (native tradition) ini membicarakan tentang kerajaan- kerajaan
masa lampau, dan meskipun dicampur dengan elemen- elemen fiktif, mereka telah
62
merekam sejarah masa lampau wilayahnya. Beberapa tradisi asli berbicara
tentang proses Islamisasi yang terjadi di daerahnya. Sebahagian besar penulis tradisi
asli ini menyebutkan bahwa para pendakwah muslim awal yang mengislamkan nenek
moyang mereka adalah orang Arab atau yang berasal dari Arab. Para pendakwah
tersebut datang langsung dari Jazirah Arabia dan beberapa orang diantaranya
bahkan tinggal menetap secara permanen di daerah-daerah tertenti di Timur.
Kebanyakan pendakwah ini kemudian menikah dengan perempuan asli setelah

57
Azra, “Kajian Islam CUHK-1,” h. 1.
58
Lihat Anthony Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce, 2 vols. (New Haven, CT: Yale University Press, 1988).
59
Sumanto Al-Qurtuby, “Southeast Asia: History
60
Budi Sulistio, Majapahit dan Islam Nusantara.
61
Ḥāmid, “A Survey of Theories on the Introduction of Islam the Malay Archipelago", h. 94-95.
62
Jan Vansina, Oral Tradition, A Study in Historical Methodology (Chicago: Aldine Publishing Co., 1965), h. 154-
157.

Sejarah Peradaban Islam 20


mengislamkan mereka. Anak keturunan mereka melanjutkan perenan dalam
mendakwahkan agama baru ini. Beberapa orang diantaranya mengislamkan
penguasa asli and menikan dengan putrid-putri kerajaan dan kemudian melahirkan
keturunan yang menjadi sultān atau penguasa daerah tertentu; sebahagian yang lain
menguasai kantor-kantor urusan keagamaan sebagai Qādī, Muftī, atau guru-guru agama.

Manuskrip Sejarah Melayu melaporkan bahwa pendakwa Islam awal yang


mengislamkan penguasa Malaka, Sulṭān Muḥammad Shāh, adalah Sayyīd ‘Abdul
‘Azīz, seorang Arab yang berasal dari Jazirah Arabia.63 Manuskrip Ḥikāyat Raja-
raja Pasai64 dan Sejarah Melayu,65 keduanya menyatakan bahwa Sharīf Makkah
telah mengirim seorang Shaykh Ismā‘īl sebagai pempimpin misi Islam untuk
berdakwah di Sumatera.66 Manuskrip Kedah Annals atau Ḥikāyat Merong
Mahawangsa menceriterakan tentang bagaimana seorang Shaikh ‘Abdullah al-
Yamanī datang langsung dari Jazirah Arabia dan mengislamkan penguasa atau raja
Kedah yang kemudian dikenal sebagai Sulṭān Muzaffar Shah.67 Sebuah
manuskrip atau naskah sejarah bangsa Aceh melaporkan bahwa Islam yang masuk
ke daerah sebelah utara pulau Sumatera diperkenalkan oleh pendakwah dari Arab
yang dikenal dengan Shaikh ‘Abdullah ‘Arif. Satu diantara para pendamping
(disciples) dakwahnya adalah Shaikh Burhān al- Dīn, yang kemudian melanjutkan
dakwahnya sepanjang Priaman.68

Genealogi Sulu memuat laporan bahwa para pendakwah Islam awal yang datang

ke Sulu dan Mindanao adalah berasal dari Arab, contohnya Sharīf Awlya, Sharīf
Ḥasan dan Sharīf Maraja. Winstead menyebutkan bahwa pendakwah Islam yang
pertama kali datang ke Jawa adalah seorang Arab. Pendakwah ini, Mawlāna Malik
Ibrāhīm, datang ke Gresik dan tinggal di sana sampai beliau wafat pada tahun
1419. Pada saat jatuhnya kerajaan Majapahit, pendakwah arab yang lain, Shaykh
Nūr al-Dīn Ibrāhīm bin Mawlānā Isrā’īl atau Sunan [Gunung] Jati telah tinggal di Jati,
dekat Cirebon. Sunan Jati dan keluarga memperoleh kekusaan politik yang besar,
dan kemudian berhasil menguasai Cirebon. Wilayah Jakarta [Raden Fatah] dan
Banten (Hasan al-Dīn) pada waktu itu diperintah oleh wilayah Jakarta pada waktu itu
dikuasai oleh keturunannya. 69

63
C.C. Brown, penerj., Sejarah Melayu or Malay Annals, an Annotated Translation (Kuala Lumpur: Oxford University
Press, 1970), h. 43-44.
64
A.H. Hill, ed., “Hikayat Raja-raja Pasai,” JMBRAS 33 (Juni 1960), h.58-60.
65
Brown, Sejarah Melayu or Malay Annals, an Annotated Translation, h.31
66
Yock Fang, Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik (Singapura: Pustaka Nasional, 1975), h. 228-229.
67
al-‘Aṭṭās, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian Archipelago, h.
11.
68
Cesar Adib Majul, Muslims in the Philipines (Quezon: University of Philippines, 1973), h. 54-60
69
Winstead, “The Advent of Muhammadanism in the Malay Peninsula and Archipellago,” h. 175.

Sejarah Peradaban Islam 21


Raden Rahmat yang berperan penting dalam proses Islamisasi Jawa adalah anak

dari seorang pendakwah Arab dari Champa. Keturunan Arab lain yang menjadi
pendakwah Islam di Jawa adalah Mawlānā Isḥāq dari Pasai yang telah berhasil
mengislamkan Blambangan di sebegian besar Wilayah Timur pulau Jawa.70

Sementara itu, A.H. John yang mengembangkan teori yang berbeda,

mempertahankan bahwa Islam tidak mungkin (unlikely) dibawa ke Nusantara oleh


para pedagang, karena merupakan hal yang tidak biasa pada umumnya
menganggap barang dagangan sebagai pembawa (bearer) agama. Sebaliknya
yang mungkin adalah bahwa ada barang dagangan tertentu, miliki kaum sufi, yang
didampingi oleh para shaykh yang melakukan kerja-kerja dakwah di Nusantara.71
S.Q. Fatimi mendukung pandangan ini dalam mempertahankan bahwa Islamisasi
wilayah Nusantara adalah kerja para kaum Ṣūfī.72

Van Leur telah mengembangkan teori bahwa proses Islamisasi di Nusantara

ditentukan oleh situasi politik dan motif-motif politik. Van Leur mendasarkan teorinya
pada pernyataan bahwa Malaka telah dikonversi menjadi Islam karena
menginginkan dukungan politik dari pada pedagang muslim. Demikian halnya, Van
Leur mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan pesisir Indonesia menerima Islam
sebagai cara menolak pengaruh Majapahit. Dinasti- dinasti Islam baru ini mengklaim
legitimasi Islam, sehingga memperoleh dukungan umat Islam. Sementara bagi para
penguasa yang menginginkan pertumbuhan aktivitas perdagangan di kerajaan-
kerajaan mereka, beralih ke Islam dapat memastikan dukungan perdagangan
muslim kepada mereka. Oleh karena itu, Van Leur telah mengilustrasikan
bagaimana alas an-alasan politik-ekonomi telah menciptakan penerimaan Islam di
berbagai kerajaan kecil di Nusantara.73 Menurut Van Leur sebagaimana dikutip
Hall, pada tahap paling awal, gerakan penyebaran Islam di Nusantara adalah
gerakan politik secara keseluruhan, sebuah perselingkuhan (affair) dari para
penguasa (rulers) dan pejabat (aristocracy). Islam bukan hanya membawa
peradaban yang lebih tinggi melainkan juga perkembangan ekonomi. Menurut Van
Leur tidak mungkin terjadi konversi agama ke Islam secara missal karena faktanya
hukum Islam tidak berpengaruh signifikan dan bangsa Indonesia tetap berpegang
pada hukum adatnya sendiri.74

70
al-‘Aṭṭās, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian Archipelago, h.
13.
71
A.H. John, “Sufism as a Category in Indonesian Literature and History,” JSAH Vol. 2, no. 2 (Juli 1961): 3.; Fāṭimī, Islam
Comes to Malaysia, h. 71–72.
72
Fāṭimī, Islam Comes to Malaysia, h. 100.
73
Majul, “Theories on the Introduction and Expansion of Islam in Malaysia,” h. 373-376.
74
Hall, “Looking at Southeast Asian History,” h. 250.

Sejarah Peradaban Islam 22


Akhirnya, penjelasan terbaik terhadap adanya konversi masal oleh penduduk di
sebuah wilayah/daerah adalah daya tarik ideologis (ideological appeal) dari
agama Islam. Perubahan radikal atau konversi massa jarang terjadi ini
masyarakat manapun kecuali ada tensi atau tekanan dan ketidakpuasan dengan
sistem yang ada yang menyediakan insentif untuk mencari nilai-nilai keimanan yang
baru. Wertheim menggarisbawahi bagaimana gagasan kesetaraan dan
penghargaaan individu bagi seorang manusia di dalam komunitas muslim
merupakan hal yang begitu banyak menarik bagi orang-orang Nusantara
dibandingkan dengan sistem kasta yang rigid dalam agama Hindu.75 Konsep Islam
tentang kesetaraan manusia ini menarik dukungan masyarakat, baik di wilayah
perdagangan dimana para pedangan muslim memanggil, maupun di dalam
kerajaan-kerajaan Hindu.

Dinamika perkembangan intelektualisme Islam Nusantara lebih lanjut


terkait dengan kekuasaan para sultan di bumi nusantara yang telah menjadi patron
bagi para ulama untuk berkarya. Oleh karena itu puncak kejayaan Islam nusantara
berjalan seiring dengan puncak kejayaan lembaga kekuasaan atau kesultanan di
kerajaan- kerajaan Islam di bumi nusantara. Pemetaan kemunculan intelektualisme
Islam nusantara Islam adalah berbeda-beda, Pada abad 17 terjadi di Aceh,
abad ke-18 terjadi di Palembang, dan abad ke-19 terjadi di Jawa. Sampai dengan
akhir abad ke-19 masih ditemukan karya-karya ulama seperti Hasan Mustafa di
Jawa Barat yang mula-mula dikumpulkan oleh ajengan Wiranata. Hubungan patron-
klien antara penguasa kerajaan dan para ulama Islam Nusantara acapkali
menimbulkan pertanyaan tentang independesi inteletualisme ulama dalam
memproduksi ilmu pengetahuan keislaman dan secara khusus ortodoksi Islam
yang dikembangkan kepada penganutnya.

Islamisasi di Dunia Melayu sekalipun tidak mewakili seluruh Asia Tenggara


telah terjadi pada abad ke-7, yang ditandai dengan keberadaaan pedagang muslim
di wilayah ini dan banyaknya kaum pribumi yang menjadi muslim. Secara umum
Islam masuk ke Asai Tenggara dengan cara damai. Melalui kegiatan kaum
pedagang dan para sufi. Adapun tiga faktor utama yang menyebabkan Islam begitu
cepat tersebar dan berterima di bumi Nusantara adalah

1. ajaran Islam menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem ketuhanannya


yang membebaskan diri pemeluknya dari kekuatan apapun selain Tuhan.
2. fleksibilitas ajaran Islam dengan nilai-nilai universalnya sehingga
senantiasa relevan dengan konteks ruang dan waktu yang berbeda-beda

75
Cesar Adib Majul, “Theories on the Introduction and Expansion of Islam…, h. 382–383.

Sejarah Peradaban Islam 23


3. karakteristik ajaran Islam yang menjadi salah satu faktor perlawanan
terhadap kekuatan kolonialisme.

Setidaknya ada lima karakteristik Islam di Asia Tenggara :

1. Islam masuk dengan jalan damai yang menjadi dominan secara kultural
disamping terjadi proses Islamisasi secara struktural.
2. letak geografis Asai Tenggara yang strategis mendorong banyak
orang asing mengunjunginya sehingga Asia Tenggara merupakan
kawasan yang bersifat terbuka.
3. Karena kondisi geografis/geopolitis, Islam di Asia Tenggara bersifat
variatif dan dinamis.
4. Umat Islam di Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang
penduduknya mayoritas beragama Islam.
5. fenomena Islam pesisir yang merupakan Islam agama kota yang tidak
kaku, terbuka, tidak terkonsentrasi pada orangnya, bersedia menerima
perubahan dan sebagainya. Lain halnya dengan karakteristika Islam
daratan dan/atau pedalaman yang cenderung statis, formalistik,
struktural, dan kaku.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Fatimiyah, Dinasti Ayyubiyah merupakan sebagian kecil
dinasti Islam yang tumbuh pada masa kejayaan Islam. Mereka turut menorehkan sejarah,
prestasi dan perkembangan yang luar biasa. Keempat dinasti tersebut berada di Afrika
Utara untuk memperluas dakwah Islam. Masing-masing dinasti memiliki masa
perkembangan dan kejayaan yang berbeda. Demikian halnya dengan masa
keruntuhannya yang berbeda.

Dari pembahasan perang Salib dapat disimpulkan bahwa perang salib bukanlah
perang karena agama tetapi perang perebutan kekuasaan daerah. Perang ini dinamakan
perang salib karena angkatan perang tentara Nasrani menggunakan tanda salib dan
mendapat restu dari Paulus di Roma. Angkatan perang ini terjadi  sebanyak 8 kali.

Perang salib memakan waktu yang sangat lama. Membawa pengaruh besar pada
semaraknya lalu lintas perdagangan asia dan eropa. Mereka banyak mengetahui hal-hal

Sejarah Peradaban Islam 24


baru seperti adanya tanaman rempah-rempah dan lain-lainnya. Dan dari situlah eksplorasi
terjadi mulai dari ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang
mengelilingi Tanjung Harapan sampai kolonisasi di berbagai negeri di Timur, Asia
Tenggara termasuk Indonesia.

Dan juga perlu kita ketahui bahwa secara keseluruhan teori India, teori Arabia, teori
Persia, dan Teori Cina, dan teori akomodasi adalah merupakan upaya para sarjana
untuk menjawab tiga permasalahan pokok, yaitu kapan, dari mana, dan siapa pembawa
agama Islam ke Asia Tenggara. Perbedaan yang muncul diantara teori-teori tersebut
disebabkan kurangnnya data pendukung dan adanya keberpihakan yang cenderung
hanya menekankan aspek-aspek khusus dari ketiga permasalahan pokoknya, Alih-alih
mempertentangkan argumen yang pedebatannya tidak akan pernah tuntas, teori-teori
tersebut sejatinya saling melengkapi dan menutupi kekurangan satu sama lainnya.
Kawasan Asia Tenggara adalah wilayah kepulauan yang dapat dijangkau dari berbagai
penjuru dan masing-masing wilayah berbeda-beda karakteristinya. Oleh karena itu,
Islam di Asia Tenggara dan Islam Asia Tenggara adalah dua hal yang berbeda tapi tidak
dapat dipisahkan. Islam di Asia Tenggara adalah Islam historis, yang tumbuh dan
berkembang di kawasan Asia Tenggara Islam dari masa ke masa sesuai dengan konteks
ruang dan waktunya. Sementara Islam Asia Tenggara adalah salah satu ranah
kebudayaan Islam yang distingtif dan setara dengan tujuh ranah kebudayaan Islam lain di
Dunia Muslim. Islam di Asia Tenggara dipengaruhi oleh sejumlah faktor-faktor dan
saluran-saluran dalam Islamisasi yang menjadi dasar pembentukan karakteristik distingtif
Islam Asia Tenggara.

DAFTAR PUSTAKA
∙ Thohir, Ajid.2004.Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
∙ Al-Azizi, Abdul Syukur.2014.Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap.Jogjakarta: Saufa.
∙ http://hikmatunnailah.blogspot.co.id
∙ http://plus.google.com
∙ http://nurmazuafablog.wordpress.com
∙ Abdullah, Taufik. “Pengantar ‘Kebangkitan Islam’ di Asia Tenggara?” Dalam Renaisans Islam
Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, oleh Azyumardi Azra, 2 ed. Bandung: Pt. Remaja
Rosdakarya, 2000.
∙ Ali, Fachry, dan Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam
Indonesia Masa Orde Baru. Bandung: Mizan, 1990.
∙ Al-Qurtuby, Sumanto. “Southeast Asia: History, Modernity, and Religious Change.” Al-Albab 2, no.
2 (Desember 2013).

Sejarah Peradaban Islam 25


∙ Arnold, T.W. The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith. Lahore: Sh.
Muhammad Ashraf, 1975.
∙ Asep Ahmad Hidayat, Samsudin, Dadan Rusmana, dan Ajid Hakim. Studi Islam di Asia Tenggara.
Bandung: Pustaka Setia, 2013.
∙ ‘Aṭṭās, S.M. Naguib al-. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Kuala Lumpur: UKM,
1972.
∙ K. Hitti Philip  2001 Sejarah Dunia Arab, Yogyakarta: Pustaka Iqra,
∙ Munir Samsul, Drs, 2010 Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH

Sejarah Peradaban Islam 26

Anda mungkin juga menyukai