Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
KELOMPIK III
1. Rofi Irfan Hidayat
2. Nandang Anugrah
3. Usep
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas segala berkah, Taufik dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas membuat makalah dengan judul “Dinasti
Aghlabiyah, Dinasti Fatimiyah, Dinasti Ayyubiyah, Perang Salib Dan Islam Di Asia Tenggara”.
Tugas ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam. Penulis beharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai materi tersebut.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang penulis susun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun pembaca
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis
mohon kepada pembaca untuk memberi kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan di masa
yang akan datang. Demikian tugas ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua.
Penulis,
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
1.1. Latar belakang...................................................................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
3.1. Sejarah Perkembangan Dinasti Aghlabiyah.......................................................................................2
2.1.1. Awal Pembentukan Dinasti Aghlabiyah.....................................................................................2
2.1.2. Kemajuan pada masa Dinasti Aghlabiyah..................................................................................3
2.1.3. Kemunduran Dinasti Aghlabiyah................................................................................................3
3.2. Sejarah Perkembangan Dinasti Fatimiyah.........................................................................................3
2.2.1. Awal Pembentukan Dinasti Fatimiyah.......................................................................................3
2.2.2. Masa Kemajuan dan Kontribusi Dinasti Fatimiyah terhadap Peradaban Islam..........................4
2.2.3. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Fatimiyah.............................................................7
3.3. Sejarah Perkembangan Dinasti Ayyubiyah........................................................................................7
2.2.4. Awal Pembentukan Dinasti Ayyubiyah......................................................................................7
2.2.5. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Ayyubiyah..................................................................7
2.2.6. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Ayyubiyah......................................................................9
3.4. Perang salib.......................................................................................................................................9
3.5. Penyebab terjadinya perang salib....................................................................................................10
3.6. Pengaruh Perang Salib di Dunia Islam..............................................................................................11
3.7. Asal-usul Kedatangan Islam di Asia Tenggara.................................................................................12
3.7.1. Teori India................................................................................................................................13
3.7.2. Teori Arabia.............................................................................................................................16
3.7.3. Teori Persia..............................................................................................................................18
3.7.4. Teori Cina.................................................................................................................................19
3.7.5. Teori Akomodasi......................................................................................................................19
3.8. . Penyebaran Islam dan Islamisasi Asia Tenggara............................................................................20
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................24
3.1. Kesimpulan......................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................25
Oleh karena itu tidak dipungkiri lagi, sebuah peradaban tidak lepas dari sejarah.
Karena sejarahlah yang membentuk sebuah peradaban. Seperti halnya Perang Salib,
yaitu peristiwa sejarah peradaban Islam pada masa klasik.
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada
ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung
Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk
melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan
upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur, Asia
Tenggara termasuk Indonesia.
1
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 92.
2
Ibid., hlm. 92.
3
Ibid., hlm. 93.
BAB II
PEMBAHASAN
4
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id
5
http://nurmazuafablog.wordpress.com
6
https://plus.google.com
7
https://plus.google.com
Pada tahun 920 M, Ubaidillah al-Mahdi mendirikan kota baru di pantai Tunisia yang
kemudian diberi nama al-Mahdi. Setelah berhasil menaklukkan beberapa daerah, ia pun
berusaha menaklukkan Mesir, namun upaya ini gagal. Pada tahun 934 M, al-Mahdi wafat
dan digantikan oleh anaknya yang bernama Abu al-Qasim dengan gelar al-Qaim (934
M/323 H).10
1. Bidang Pemerintahan
8
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 112.
9
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 239.
10
Ibid., hlm. 240.
11
Ibid., hlm. 243.
Adapun para filsuf yang muncul pada masa Dinasti Fatimiyah adalah
sebagai berikut :
12
Ajid Thohir,2004,Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
115.
13
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 245.
14
Ibid., hlm. 245-246.
15
Ibid., hlm. 246-247.
16
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 118.
Kemudian tahta dinasti diteruskan kepada anaknya Abu Al-Hasan Ali Adhahir yang
masih berumur enam belas tahun. Dan seterusnya selalu digantikan kepada anak-
anaknya hingga sampai kepada khalifah terakhir yang memegang kendali dinasti
Fatimiyah yaitu Al-Adhid.Al-Adhid meninggal dunia pada 10 Muharram 567 H/1171 M.
Pada saat itulah akhir kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkuasa sekitar 280 tahun
lamanya.
Ketika terjadi peperangan Perang Salib, Mesir merupakan salah satu negara yang
diincar oleh pasukan salib dan pada saat itu Dinasti Fatimiyah masih berkuasa tetapi tidak
mampu melawan pasukan salib. Menyadari melemahnya Dinasti Fatimiyah dan tidak
inginnya Mesir jatuh ke tangan pasukan salib, dengan sigap Shalahuddin mengambil alih
Mesir dari Dinasti Fatimiyah yang sudah tidak mampu mempertahankan diri dari serangan
pasukan salib. Sejak itulah, kekuasaan Dinasti Fatimiyah di Mesir berpindah tangan ke
Shalahuddin al-Ayyubi.
17
Ibid., hlm. 119.
18
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 263.
19
Ibid., hlm. 264.
3. Bidang Industri
4. Bidang Perdagangan
5. Bidang Militer
20
Ibid., hlm. 271-274.
Menurut Philip K.Hitti perang salib adalah reaksi dunia kristen di eropa terhadap
dunia islam di Asia, sejak tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang di syiria dan
Asia kecil, tetapi juga di sepanyol dan sisilia.
Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci kristen diduduki islam
sejak 632, seperti di suriah, asia Kecil, Spanyol, dan Sisilia. Militer Kristen menggunakan
salib sebagai simbol yang menunjukan bahwa perang ini suci dan bertujuan
membebaskan kota suci Baitul maqdis (Yerus Salim ) dari orang islam.
Peristiwa perang salib terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah IV dalam
kekuasaan Turki Bani Saljuk.
Perang salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara islam dan
Kristen. Penguasa islam Alp Arselan yang memimpin gerakan ekspensi yang kemudian
dikenal dengan “Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H ( 1071 ) mwnjadikan orang –
orang Romawi terdesak. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit,
dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang berjumlah 200.000.
Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen
terhadab umat islam, yang kemudian mencetuskan Perang salib.22
Pidato yang mungkin paling besar hasilnya dalam sejarah ialah pidato Pous
Urbanus II pada tanggal 26 November 1095 di Clemont (prancis selatan), orang-orang
21
Ibid., hlm. 274-275.
22
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: AMZAH,2010) halm.231-234
Perang salib berlangsung 200 tahun lamanya, dari mulai 1095-1293, dengan 8 kali
penyerbuan. Perang tersebut bertujuan untuk merebut kota suci palestin, tempat “tapak
Tuhan berbijak”, dari tangan kaum muslim.23
1. Faktor Agama
Sejak dinasti saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah
pada tahun 1070 M, Pihak kristen merasa tidak bebaslagi menunaikan ibadah ke
sana karena penguasa Saljuk menerapkan sejumlah peraturan yang di anggap
mempersulit mereka yang hendak berziarah ke baitul Maqdis.
2. Faktor Politik
Dan di pihak lain kondisi islam pada waktu itu sedang melemah sehingga
orang kristen di eropa berani untuk ikut mengambil perang Salib.
Para pedagang besar yang berada di pantai timur laut Tengah, Terutama
yang berada di kota Vanesia, Genoa, Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah
23
Philip K. Hitti Sejarah Dunia Arab (Yogyakarta:Pustaka Iqra, 2001) halm. 204
Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban
Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada
masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung
kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang
dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan
paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib ialah
bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu
berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum
muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang
mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat
sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak
kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan
kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban
Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah
mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada
bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat
dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan
24
Op.Cit halm.235-236
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada
ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung
Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk
melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan
upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur,
termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan
mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi
korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib
selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat
yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.
Setidaknya, ada empat teori utama tentang asal-usul Islam di Nusantara yang
diperdebatkan dalam membahas kedatangan, penyebaran dan Islamisasi
Nusantara, yaitu: “Teori India”, “Teori Arab”, “Teori Persia”, dan “Teori Cina”.26
Pertama, Teori India diusung oleh sejumlah sarjana Belanda diantaranya
Pijnappel [Gujarat dan Malabar], Snouck Hurgronje [Deccan], T.W. Arnold
[Corommandel dan Malabar], D.G.E Hall [Gujarat], R.O. Winstead [Gujarat], Brian
Harrison [Gujarat], dan H.E. Wilson [Gujarat], J.P. Moquette [Gujarat], G.E. Morrison
[Corommandel], de Jong, W.F. Wertheim [Corommandel], S.Q. Fāṭīmī (Bengal),
Keyzer (Bengal), dan G.W.J. Drewes (Bengal). Kedua, Teori Arabia dikemukakan
sejumlah sarjana Belanda, Indonesia, dan Malaysia seperti Marsden [Arabia],
Crawfurd [Arabia], Keijzer [Arabia], Niemman [Arabia], De Hollander [Arabia],
al-‘Aṭṭās [Arab atau Persia], Hashimi, dan Saifudin Zuhri dan Hamka (Arabia).
Teori . Ketiga, Teori Persia diusung oleh Hoesin Djayadiningrat [Persia].
Keempat, Teori Cina diusung oleh H.J. de Graaf, Slamet Muljana, dan Denys
Lombard.
Anak Benua India; bukan Arab atau Persia.27 Teori ini pertama kali diungkapkan oleh
Pijnappel yang merupakan professor pertama tentang studi Melayu di Universitas
25
Azyumardi Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 2-19.
26
Nor Huda, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, 1 ed. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 2.
27
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 2.
pada madzhab fiqh Shāfi’ī Arab dari Gujarat dan Malabar.29 Hal ini dikarenakan
daerah-daerah tersebut sangat sering ditemukan dalam sejarah awal Nusantara.
Meskipun demikian, Pijnappel tetap beranggapan bahwa para da’i (proselytizer) yang
awal mula menyebarkan Islam adalah orang-orang Arab dari Gujarat dan Malabar, bukan
orang-orang India sendiri.30
dari India, dan bukan langsung dari Arab.31 Menurut Hurgronje (1883), India Selatan
adalah asal- usul Islam di Nusantara. Hurgronje berargumen bahwa ketika Islam telah
menguasai kota-kota pelabuhan di India Selatan, sejumlah orang Islam dari Decca yang
tinggal di sana diperlakukan sebagai “orang- orang menangah” (middlemen) dalam
perdagangan antara negara- negara Muslim Timur Dekat (Near-Estearn Muslim states)
dan Nusantara (Malay Archipelago). Para pedagang muslim inilah yang merupakan
orang-orang yang pertama kali mengislamkan penduduk di Nusantara. Setelah itu
barulah bangsa Arab terutama dari zuriat Raulullah s.a.w. yang menyelesaikan dakwah
Islam baik sebagai seorang “pendakwah,” “pangeran pendakwah” atau Sulṭān. Menurut
Hurgronje, tahun 1200 adalah periode waktu paling awal yang mungkin bagi terjadinya
Islamisasi penduduk atau orang-orang Nusantara. Proses Islamisasi yang paling awal
telah dilakukan oleh orang-orang India yang telah memiliki hubungan dengan Nusantara
selama berabad-abad lamanya.32 Penyebar paling awal Islam ke Nusantara adalah
para pedagang-pedakwah (trader-missionaries) dan masuk secara damai karena menarik
bagi orang-orang Indonesia yang secara kultural merupakan orang-orang inferior.33
28
G.J.W. Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,”dalam BKI, 1968, h. 440-441.
29
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 3.
30
Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,” h. 440-441.
31
Lihat Isma’īl Ḥāmid, “A Survey of Theories on the Introduction of Islam the Malay Archipelago,” Islamic Studies 21, no. 3
(1982), h. 90., http://www.jstor.org/stable/20847210
32
Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,” h. 441-443.
33
D. G. E. Hall, “Looking at Southeast Asian History,” The Journal of Asian Studies 19, no. 3 (1960), h. 250.,
https://doi.org/10.2307/2943485.
Kesimpulan Moquette bahwa agama Islam di Asia Tenggara berasal dari India,
yaitu Gujarat ini ditentang keras oleh Fatimi yang berargumen bahwa keliru mengaitkan
seluruh batu nisan di Pasai, termasuk batu nisan Mālik al-Shālih dengan batu nisan
Gujarat. Menurut penelitiannya, bentuk dan gaya batu nisan Mālik al-Shālih berbeda
sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang
ditemukan di Nusantara. Fatimi berpendapat, bentuk dan gaya batu nisan Gujarat justru
mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. 36 Karena itulah, Fatimi
menyimpulkan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari wilayah Bengal,
bukan Gujarat.37 Dalam kaitannya dengan “teori batu nisan” ini, Fatimi juga mengkritik
para sarjana yang tampak mengabaikan adanya batu nisan Siti Fatimah (berangka
tahun 475/1082) yang ditemukan di Laren, Jawa Timur. 38 Para sarjana yang dikritik oleh
Fatimi umumnya beranggapan bahwa batu-batu nisan yang ditemukan di daerah pesisir
laut Nusantara tersebut adalah batu- batu yang digunakan sebagai pemberat kapal dalam
pelayaran. Para sarjana tersebut jelas telah mengabaikan banyaknya jumlah batu-batu
nisan yang ditemukan sebagaimana layaknya sebuah kompleks pemakaman muslim. 39
Teori Fatimi yang menyatakan Islam Nusntara berasal dari Bengal ini juga tidak
luput dari kritik, misalnya terkait adanya perbedaan madhhab fiqh yang dianut umat Islam
di Nusantara yang Syāfi’ī, sedangkan madhhab fiqh kaum muslim di Bengal adalah
Hambālī. Dengan demikian, teori Fatimi gagal meruntuhkan teori Moquette karena
sejumlah sarjana Barat lain yang datang kemudian justru mengambil alih teori Moquette
dan menjadikan bukti-bukti Moquette sebagai dasar teori mereka sendiri tentang asal-
usul Islam di Nusantara. Diantara sejumlah sarjana tersebut adalah R.A. Kern, R.O.
Winstead, Schrieke, Brian Harrison, G.H. Bousquet, B.H.M. Viekke, J. Gonda, H.E.
Wilson, dan D.G.E Hall. 40
Dalam konteks ini kitab ‘Ajāib al-Hind merupakan sumber Timur Tengah (aslinya
berbahasa Persia) yang paling awal tentang Nusantara yang menjelaskan eksistensi
komunitas muslim lokal di wilayah Kerajaan Hindu-Buddha Zabaj (Sriwijaya). Kitab
yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al-Rahurmuzi sekitar tahun 390/1000 ini
meriwayatkan tentang kunjungan para pedagang muslim ke Kerajaan Zabaj yang
Teori Arabia juga dipegang oleh Crawfurd yang menyatakan bahwa interaksi
penduduk Nusantara dengan kaum muslim yang berasal dari pantai timur India juga
merupakan fakrtor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sementara itu, Keijzer
memandang Islam di Nusantara berasal dari Mesir atas dasar pertimbangan kesamaan
kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah pada madhhab fiqh Syāfi’ī. Teori Arab
ini juga dipegang oleh Niemman dan de Hollander yang sedikit melakukan revisi dengan
menyatakan bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Mesir, melainkan berasal
dari Haḍramawt. Sebahagian ahli Indonesia setuju dengan teori Arab ini yang
menyatakan bahwa Islam di Nusantara datang langsung dari Arabia, tidak dari India,
tidak pada abad ke 12 atau ke-13, melainkan dalam abad pertama Hijriyah atau abad ke-
7 Masehi.
41
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam
Indonesia, h. 6
42
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara, h. 6–7.
43
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara, h. 9.
44
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara, h. 8.
Sementara itu G.W.J. Drewes juga tampak mendukung teori Arab. Dengan
merujuk pada teori Keyzer, seorang sarjana Hukum Islam yang awal di Inggris, Drewes
menyatakan bahwa telah ada hubungan antara Mesir dan Nusantara pada masa lampau
yang dibuktikan oleh pengamatan bahwa aliran fiqh madhhab Syāfi’ī telah menduduki
posisi penting di kedua wilayah Mesir dan Nusantara. Niemann (w. 1861) dan de
Hollander (w. 1861) juga menyebutkan adanya pernan Arab dalam Islamisasi
Nusantara.46 John Crawfund adalah sarjana lain yang membuat klaim yang sama dan
menyatakan bahwa Islam mungkin telah dibawa ke Nusantara oleh para
pendakwah Arab dari Jazirah Arab karena kekuatan lautnya yang telah dominan. 47
Marsden telah mencatat adanya peranan yang sama dari para pendakwah Arab dalam
mengubah kepercayaan orang-orang Melayu menjadi Islam. Marsden mengutip bukti
pernyataannya dari Diego de Couto, seorang sejarawan Portugis yang telah melakukan
penelitian di India dan telah melaporkan bahwa para pendakwah Arab telah
mengislamkan penguasa Malaka.48
Diantara pembela “teori Arab” yang juga sebagai penentang “teori India” adalah
S.M.N. al-‘Attās. Sebagaimana Morison al-‘Attas tidak bisa menerima temuan
epigrafis Moquette pada batu nisan di Pasai dan Gresik yang berasal dari Gujarat untuk
dijadikan sebagai bukti langsung bahwa Islam telah dibawa ke Pasai dan Gresik
Argumen al-‘Aṭṭas yang menyatakan kelangsungan asal susul agama Islam di Asia
Tenggara dari Arab tersebut selaras dengan narasi historiografi lokal tentang
Islamisasi di dunia mereka yang sering bercampur dengan mitos dan legenda. Meskipun
demikian, data historigrafi lokal dari sejumlah manukrip/naskah tersebut tetap relevan
seperti naskah Hikayat Raja-raja Pasai (>1350), 49 Sejarah Melayu (>1500),50 Hikayat
Merong Mahawangsa (>1630),51 Tarsilah dari Kesultanan Sulu, 52 Tuhfah al-Nafis,
45
M. Natsir, “Sekilas Proses Masuknya Islam di Kalimantan Barat (Kalbar),” dalam Islam di Borneo: Sejarah,
Perkembangan, dan Isu-isi Kontemporer, ed. oleh Jamil Hj. Hamali dan et. al. (Seminar Serantau Perkembangan Islam
Borneo 1, Universiti Teknologi MARA Serawak: Pusat Penerbit Universiti (UPENA) UT MARA, t.t.), h. 52-53.
46
Drewes, “New Light on the Coming of Islam to Indonesia,” h. 439.
47
John Crawfurd, History of Indian Archipelago (Edinburg, 1820), h. 259-260
48
William Marsden, The History of Sumatra (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1966), h. 344.
49
Syeikh Ismail datang dari Makkah melalui Malabar dan Persia dan telah mengislamkan Merah Silau, penguasa
setempat. Setelah menjadi muslim, Merah Silau berganti nama dan bergelar Mālik al-Ṣālih yang dicatat wafat pada
tahun 698/1297.
50
Sayyid ‘Abd al‘Azīz, seorang Arab yang berasal dari Jeddah telah mengislamkan penguasa Malaka yang
bernama Prameswara. Begitu masuk Islam, penguasa itu berganti nama dan bergelar Sultan Muhammad Syah.
51
Syeikh ‘Abd Allāh al-Yamānī yang datang dari Makkah (atau Baghdad?) mengislamkan penguasa setempat yang
bernama Phra Ong Mahawangsa, para meterinya dan penduduk Keddah. Setelah masuk Islam, Phra Ong Mahawangsa
berganti nama dan bergelar Sultan Muzhafar Syah.
52
Islamisari Kerajaan Sulu di Philipina berlangsung sejak paruh kedua Abad ke-8/14; dimulai dari kedatangan Sharif
Awliya’ Karim al- Makhdūm pada tahun 782/1380, seorang Arab datang dari Malaka yang disebut sebagai ayah dari
Mawlānā Mālik Ibrāhīm. Kemudian datanglah Amīn Allāh al-Makhdūm yang bergelar Sayyid al-Niqāb, dan Sayyid Abū
Menurut al-‘Attās sejak abad ke-17 ke belakang tidak ada bukti-bukti literatur yang
ditemukan berasal dari pengarang India atau karya yang berasal dari India. Beberapa
pengarang yang digambarkan sebagai “orang India” atau karya yang “berasal dari
India” oleh sarjana Barat sebenarnya adalah Arab atau Pesia secara etnis atau budaya.
Nama-nama para pendakwah awal juga menunjukkan bahwa mereka adalah orang Arab
atau Persia. Beberapa pendakwah diantaranya ada yang datang melalui India,
sebagaimana ada juga yang datang langsung dari Arab atau melalui Persia yang
kemudian melalui Cina. Beberapa karya memang ada yang ditulis di India, tetapi
asal-usul meraka adalah orang Arab atau Persia; atau mereka bias jadi merupakan orang
Turki atau Afrika (Maghrībī) dan yang paling penting adalah isi keberagamaan
mereka adalah Timur Tengah, bukan India. 54 Dengan demikian Teori Arabia
dikemukakan oleh T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemman, De Holander, al-‘Alttās,
Hashimi, dan Hamka.
Bakr yang kemudian diangkat menjadi sultan pertama dengan gelar Syarif al-Hashīm.
53
Azra, Edisi Perenial Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII dan XVIII: Akar Pembaruan
Islam Indonesia, h. 10-12.
54
S.M. Naguib al-‘Aṭṭās, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian
Archipelago (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969), h. 25.
Setidaknya ada dua teori akomodasi lainnya yang juga patut dipertimbangkan
adalah teori “mata air” dan “rempah-rempah”. Teori pertama ini dikemukakan oleh
Azyumardi Azra. Teori “mata air” untuk menyatkan bahwa penyebaran sama Islam
seperti air yang mengalir dari Asal usul kedatangan Islam di wilayah Asai Tenggara
sebagai sebuah “mata air” yang boleh jadi berasal dari Cina sebagaimana dikemukakan
Slamet Muljana. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan adanya “mata air”
55
Natsir, “Sekilas Proses Masuknya Islam di Kalimantan Barat (Kalbar),”h. 52.
56
Huda, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, h. 7-8.
57
Azra, “Kajian Islam CUHK-1,” h. 1.
58
Lihat Anthony Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce, 2 vols. (New Haven, CT: Yale University Press, 1988).
59
Sumanto Al-Qurtuby, “Southeast Asia: History
60
Budi Sulistio, Majapahit dan Islam Nusantara.
61
Ḥāmid, “A Survey of Theories on the Introduction of Islam the Malay Archipelago", h. 94-95.
62
Jan Vansina, Oral Tradition, A Study in Historical Methodology (Chicago: Aldine Publishing Co., 1965), h. 154-
157.
Genealogi Sulu memuat laporan bahwa para pendakwah Islam awal yang datang
ke Sulu dan Mindanao adalah berasal dari Arab, contohnya Sharīf Awlya, Sharīf
Ḥasan dan Sharīf Maraja. Winstead menyebutkan bahwa pendakwah Islam yang
pertama kali datang ke Jawa adalah seorang Arab. Pendakwah ini, Mawlāna Malik
Ibrāhīm, datang ke Gresik dan tinggal di sana sampai beliau wafat pada tahun
1419. Pada saat jatuhnya kerajaan Majapahit, pendakwah arab yang lain, Shaykh
Nūr al-Dīn Ibrāhīm bin Mawlānā Isrā’īl atau Sunan [Gunung] Jati telah tinggal di Jati,
dekat Cirebon. Sunan Jati dan keluarga memperoleh kekusaan politik yang besar,
dan kemudian berhasil menguasai Cirebon. Wilayah Jakarta [Raden Fatah] dan
Banten (Hasan al-Dīn) pada waktu itu diperintah oleh wilayah Jakarta pada waktu itu
dikuasai oleh keturunannya. 69
63
C.C. Brown, penerj., Sejarah Melayu or Malay Annals, an Annotated Translation (Kuala Lumpur: Oxford University
Press, 1970), h. 43-44.
64
A.H. Hill, ed., “Hikayat Raja-raja Pasai,” JMBRAS 33 (Juni 1960), h.58-60.
65
Brown, Sejarah Melayu or Malay Annals, an Annotated Translation, h.31
66
Yock Fang, Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik (Singapura: Pustaka Nasional, 1975), h. 228-229.
67
al-‘Aṭṭās, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian Archipelago, h.
11.
68
Cesar Adib Majul, Muslims in the Philipines (Quezon: University of Philippines, 1973), h. 54-60
69
Winstead, “The Advent of Muhammadanism in the Malay Peninsula and Archipellago,” h. 175.
dari seorang pendakwah Arab dari Champa. Keturunan Arab lain yang menjadi
pendakwah Islam di Jawa adalah Mawlānā Isḥāq dari Pasai yang telah berhasil
mengislamkan Blambangan di sebegian besar Wilayah Timur pulau Jawa.70
ditentukan oleh situasi politik dan motif-motif politik. Van Leur mendasarkan teorinya
pada pernyataan bahwa Malaka telah dikonversi menjadi Islam karena
menginginkan dukungan politik dari pada pedagang muslim. Demikian halnya, Van
Leur mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan pesisir Indonesia menerima Islam
sebagai cara menolak pengaruh Majapahit. Dinasti- dinasti Islam baru ini mengklaim
legitimasi Islam, sehingga memperoleh dukungan umat Islam. Sementara bagi para
penguasa yang menginginkan pertumbuhan aktivitas perdagangan di kerajaan-
kerajaan mereka, beralih ke Islam dapat memastikan dukungan perdagangan
muslim kepada mereka. Oleh karena itu, Van Leur telah mengilustrasikan
bagaimana alas an-alasan politik-ekonomi telah menciptakan penerimaan Islam di
berbagai kerajaan kecil di Nusantara.73 Menurut Van Leur sebagaimana dikutip
Hall, pada tahap paling awal, gerakan penyebaran Islam di Nusantara adalah
gerakan politik secara keseluruhan, sebuah perselingkuhan (affair) dari para
penguasa (rulers) dan pejabat (aristocracy). Islam bukan hanya membawa
peradaban yang lebih tinggi melainkan juga perkembangan ekonomi. Menurut Van
Leur tidak mungkin terjadi konversi agama ke Islam secara missal karena faktanya
hukum Islam tidak berpengaruh signifikan dan bangsa Indonesia tetap berpegang
pada hukum adatnya sendiri.74
70
al-‘Aṭṭās, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian Archipelago, h.
13.
71
A.H. John, “Sufism as a Category in Indonesian Literature and History,” JSAH Vol. 2, no. 2 (Juli 1961): 3.; Fāṭimī, Islam
Comes to Malaysia, h. 71–72.
72
Fāṭimī, Islam Comes to Malaysia, h. 100.
73
Majul, “Theories on the Introduction and Expansion of Islam in Malaysia,” h. 373-376.
74
Hall, “Looking at Southeast Asian History,” h. 250.
75
Cesar Adib Majul, “Theories on the Introduction and Expansion of Islam…, h. 382–383.
1. Islam masuk dengan jalan damai yang menjadi dominan secara kultural
disamping terjadi proses Islamisasi secara struktural.
2. letak geografis Asai Tenggara yang strategis mendorong banyak
orang asing mengunjunginya sehingga Asia Tenggara merupakan
kawasan yang bersifat terbuka.
3. Karena kondisi geografis/geopolitis, Islam di Asia Tenggara bersifat
variatif dan dinamis.
4. Umat Islam di Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang
penduduknya mayoritas beragama Islam.
5. fenomena Islam pesisir yang merupakan Islam agama kota yang tidak
kaku, terbuka, tidak terkonsentrasi pada orangnya, bersedia menerima
perubahan dan sebagainya. Lain halnya dengan karakteristika Islam
daratan dan/atau pedalaman yang cenderung statis, formalistik,
struktural, dan kaku.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Fatimiyah, Dinasti Ayyubiyah merupakan sebagian kecil
dinasti Islam yang tumbuh pada masa kejayaan Islam. Mereka turut menorehkan sejarah,
prestasi dan perkembangan yang luar biasa. Keempat dinasti tersebut berada di Afrika
Utara untuk memperluas dakwah Islam. Masing-masing dinasti memiliki masa
perkembangan dan kejayaan yang berbeda. Demikian halnya dengan masa
keruntuhannya yang berbeda.
Dari pembahasan perang Salib dapat disimpulkan bahwa perang salib bukanlah
perang karena agama tetapi perang perebutan kekuasaan daerah. Perang ini dinamakan
perang salib karena angkatan perang tentara Nasrani menggunakan tanda salib dan
mendapat restu dari Paulus di Roma. Angkatan perang ini terjadi sebanyak 8 kali.
Perang salib memakan waktu yang sangat lama. Membawa pengaruh besar pada
semaraknya lalu lintas perdagangan asia dan eropa. Mereka banyak mengetahui hal-hal
Dan juga perlu kita ketahui bahwa secara keseluruhan teori India, teori Arabia, teori
Persia, dan Teori Cina, dan teori akomodasi adalah merupakan upaya para sarjana
untuk menjawab tiga permasalahan pokok, yaitu kapan, dari mana, dan siapa pembawa
agama Islam ke Asia Tenggara. Perbedaan yang muncul diantara teori-teori tersebut
disebabkan kurangnnya data pendukung dan adanya keberpihakan yang cenderung
hanya menekankan aspek-aspek khusus dari ketiga permasalahan pokoknya, Alih-alih
mempertentangkan argumen yang pedebatannya tidak akan pernah tuntas, teori-teori
tersebut sejatinya saling melengkapi dan menutupi kekurangan satu sama lainnya.
Kawasan Asia Tenggara adalah wilayah kepulauan yang dapat dijangkau dari berbagai
penjuru dan masing-masing wilayah berbeda-beda karakteristinya. Oleh karena itu,
Islam di Asia Tenggara dan Islam Asia Tenggara adalah dua hal yang berbeda tapi tidak
dapat dipisahkan. Islam di Asia Tenggara adalah Islam historis, yang tumbuh dan
berkembang di kawasan Asia Tenggara Islam dari masa ke masa sesuai dengan konteks
ruang dan waktunya. Sementara Islam Asia Tenggara adalah salah satu ranah
kebudayaan Islam yang distingtif dan setara dengan tujuh ranah kebudayaan Islam lain di
Dunia Muslim. Islam di Asia Tenggara dipengaruhi oleh sejumlah faktor-faktor dan
saluran-saluran dalam Islamisasi yang menjadi dasar pembentukan karakteristik distingtif
Islam Asia Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
∙ Thohir, Ajid.2004.Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
∙ Al-Azizi, Abdul Syukur.2014.Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap.Jogjakarta: Saufa.
∙ http://hikmatunnailah.blogspot.co.id
∙ http://plus.google.com
∙ http://nurmazuafablog.wordpress.com
∙ Abdullah, Taufik. “Pengantar ‘Kebangkitan Islam’ di Asia Tenggara?” Dalam Renaisans Islam
Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, oleh Azyumardi Azra, 2 ed. Bandung: Pt. Remaja
Rosdakarya, 2000.
∙ Ali, Fachry, dan Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam
Indonesia Masa Orde Baru. Bandung: Mizan, 1990.
∙ Al-Qurtuby, Sumanto. “Southeast Asia: History, Modernity, and Religious Change.” Al-Albab 2, no.
2 (Desember 2013).