Anda di halaman 1dari 4

1.

Teori Model Hierarki Efek


Teori Hirarki efek menunjukan proses media bekerja memengaruhi audience. Model
Hierarki Efek digunakan sebagai indikator minat beli dikarenakan model ini mencakup tahap-
tahap proses pengaruh iklan terhadapsikap konsumen. Mulai dari tahapkognitif, afektif hingga
konatif yang didalamnya terdapat tahapan yang berurutan mengenai iklan yang mempengaruhi
tindakan dari konsumen. Pada tahap kognitif terdapat tahapa wareness (kesadaraan) serta
knowledge (pengetahuan). Untuk tahap fektif terdapat tahap liking (menyukai), preferences
(kecenderungan), conviction (keyakinan). Yang terakhir adalah tahap konatif yakni
tahappurchase (pembelian). Namun, sebagai indikator minat beli peneliti hanya menggunakan
dua tahap yaitu tahap kognitif hingga tahap afektif. Hal inidi karenakan minat beli tidak
mencapai tahap konatif yaitu tahap purchase( pembelian).Tahap Kognitif meliputi beberapa
tahap yaitu : Awareness (Kesadaran) Kesadaran berarti bahwapesan yang telah dibuat
menimbulkan kesan kepada pembaca atau penontonyang kemudian dapat membantu
mengidentifikasikan pesan.
Konsep Hierarki Efek menurut Belch dan Belch menunjukkan proses tempat iklan
bekerja. Iklan sangat penting pada tahap pertama ini iklan berfungsi untuk menjaga informasi
tetap sederhana dan mudah dicerna ini akan menarik konsumen untuk belajar lebih banyak
sehingga membuat koneksi dengan produk atau jasa. Selanjutnya menyukai dan preferensi disini
konsumen dapat membentuk perasaan tertentu tentang produk. Ini adalah tahap yang sangat
penting dari proses bagi pengiklan daripada membombardir pengguna potensial dengan bahasa
teknis dan argumen. Pesan iklan yang disampaikan tidak langsung mempengaruhi tindakan
tetapi didahului dengan beberapa tingkatan sebelumnnya, setiap tingkatan harus terpenuhi
sebelum naik ke tingkatan berikutnya.
Sedangkan konsep tayangan iklan menurut Russel dan Lane merupakan pesan dalam
bentuk suara dan gambar yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu
untuk menarik perhatian masyarakat terhadap suatu jenis barang atau jasa tertentu dengan cara
membangkitkan keinginan membeli guna membeli barang atau jasa tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode survei kepada 61 Mahasiswa STIKOM InterStudi Jurusan Humas Tahun
Akademik 2014-2015. Dengan menggunakan uji korelasi Pearson menyatakan bahwa hubungan
antara tayangan iklan dengan minat beli adalah sebesar 0,716 dan signifikan. Berdasarkan
kesimpulan penelitian dapat diketahui bahwa hasil perhitungan pada factor analysis dan alpha
cronbach menunjukkan bahwa tayangan iklan dan minat beli (jasa) memiliki tingkat validitas
yang memenuhi syarat dan reliabel.
Menurut (Jefkins, 1995) iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasinon personal yang
disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan
yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan,lembaga non-komersial,
maupun pribadi yang berkepentingan. Mereka harus lebih fokus pada nilai-nilai konsumen,
emosi, harga diri, atau gaya hidup, pada dasarnya sebelum melakukan sebuah proses konsumen
harus berhubungan dengan produk. Itu akan menguntungkan merek atau produk bagaimana itu
akan diintegrasikan ke dalam kehidupan mereka. Hal itu sesuai dalam lingkup sosial mereka.
Konsumen akan menayankan beberapa pertanyaan dan mereka akan membuat keputusan apakah
harus membeli atau tidak. Menurut saya iklan ini sangat bepengaruh terhadap perkembangan
suatu produk bahkan saat ini iklan tidak hanya melalui televisi atau radio, tetapi hampir di
semua media sosial terdapat sebuah iklan. Tanpa adanya suatu iklan kita akan kesulitan untuk
mengenalkan produk kita pada target pasar. Namun sebagai seongang pengiklan kita juga harus
memperhatikan beberapa faktor :
-mempengaruhi cara konsumen memiliki rasa atau ikatan pada produk atau jasa
-perilaku tindakan konsumen terhadap produk atau jasa
-kognisi keyakinan konsumen memilih produk atau jasa
Faktor-faktor ini berhubungan satu sama lain menceritakan kisah yang sangat menarik
sehingga hirarki kembali diciptakan sebagai alat navigasi bagi pengiklan digunakan untuk
mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen.
(sumber : Jurnal KomunikasiI HIERARKI EFEK MODEL PADA TAYANGAN IKLANYOU TUBE )

CONTOH KASUS :
Pada iklan sabun mandi, pengiklan akan menentukan konsep bagaimana agar konsumen tertarik
dan membeli produk itu. Konsep itu terdiri dari pesan dalam bentuk suara dan gambar yang
bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu untuk menarik perhatian
masyarakat terhadap suatu jenis barang atau jasa tertentu dengan cara membangkitkan keinginan
membeli guna membeli barang atau jasa tersebut. Lalu mereka juga akan memikirkan faktor -
faktor yang berhubungan satu sama lain yang.Pertama bagaimana caranya agar konsumen
memiliki perasaan atau ikatan terhadap suatu produk. Kedua bagaimana sikap konsumen
terhadap suatu produk atau jasa apakah tertarik atau tidak. Ketiga bagaimana kita meyakinkan
konsumen untuk memilih produk yg kita iklankan.
2. Teori model probabilitas elaborasi
Teori ini untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Richard E Petty dan John T. Cacioppo,
pakar komunikasi persuasif dari Ohio State University AS, pada tahun 1980. Asumsi yang
mendasari teori ini adalah bahwa orang dapat memproses pesan persuasive dengan cara yang
berbeda. Bagaimana orang atau penerima dapat terpengaruhi oleh maksud dari pesan yang
disampaikan oleh komunikator sehingga tujuan yang diinginkan oleh komunikator dapat
direalisasikan secara langsung. Model ini melatih bagaimana proses berpikir secara kognitif
dapat dilakukan oleh para komunikan. Pada umumnya kasus yang terlibat dalam model ini
adalah komunikasi yang terjadi di media massa.
Teori ini menyatakan bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri dalam memproses sebuah
pesan persuasif. Ada orang yang menilai sebuah pesan tanpa pertimbangan argumen yang
mendasarinya dan ada juga orang yang memahami sebuah pesan secara detail dan kritis (Griffin,
2012). Dalam teori ini, terdapat dua cara yang digunakan seseorang untuk memproses suatu
pesan/informasi. Cara pertama yaitu dengan membawa pesan melalui jalur pusat (central route),
sedangkan cara kedua adalah dengan membawa pesan tersebut melalui jalur pinggiran
(peripheral route).
CONTOH KASUS :
Kita tahu bahwa untuk menguraikan sesuatu berarti meluangkan waktu untuk
memikirkannya jika kita ingin membeli sebuah barang, kita mungkin akan memberikan banyak
pemikiran tentang barang mana yang terbaik untuk kita, kita akan membaca informasi,
dengarkan iklan menonton iklan yang mengumpulkan informasi seperti dan benar-benar
memikirkannya. Sekarang kita tidak melakukan banyak pekerjaan berapa besar kemungkinan
kita untuk melakukan semua ini, itulah model probabilitas elaborasi yaitu tentang seberapa besar
kita berpikir keras tentang apa yang kita baca, lihat, dan dengar. Jika kita adalah tipe orang yang
melakukan banyak pemikiran tentang semua informasi ini maka kita menggunakan teoti model
probabilitas elaborasi pemrosesan rute pusat yang benar-benar kita perhatikan di pusat. Namun
beberapa orang membuat keputusan berdasarkan pemrosesan rute periferal yang tidak mereka
baca sama sekali tentang barang yang mereka beli yang terlihat bagus yaitu tentang seberapa
besar kemungkinan kita untuk menguraikan untuk berpikir keras tentang apa yang kita baca lihat
dan dengar.
3. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan perluasan dari Theory of Reasoned
Action (TRA). Dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh
dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective norms (Fishbein dan
Ajzen, 1975), sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavioral
control (Ajzen, 1991).
Theory of planned behavior mengasumsikan bahwa perilaku ditentukan oleh keinginan
sesorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku maupun sebaliknya. Teori
yang dikembangkan dari teori sebelumnya ini kemudian ditambahkan perilaku kontrol yang
dirasakan. Menurut Ajzen (1991), faktor sentral dari perilaku individu adalah bahwa perilaku
itu dipengaruhi oleh niat individu (behavior intention) terhadap perilaku tertentu tersebut.
Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu (1) sikap (attitude), (2) norma
subjektif (subjective norm) dan (3) persepsi kontrol keperilakuan (perceived behavior
control). Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Wikamorys & Rochmach (2017) yang
menyatakan bahwa dalam Theory of planned behavior dijelaskan bahwa perilaku individu
akan muncul karena adanya niat untuk berperilaku.
Seseorang dapat saja memiliki berbagai macam keyakinan terhadap suatu perilaku,
namun ketika dihadapkan pada suatu kejadian tertentu, hanya sedikit dari keyakinan tersebut
yang timbul untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit keyakinan inilah yang menonjol dalam
mempengaruhi perilaku individu (Ajzen 1991).
Menurut saya teori ini berisi tentang bagaimana perilaku ditentukan oleh keinginan
seseorang menggunakan informasi yang tersedia memikirkan akibat sebelum memutuskan
untuk melakukan sesuatu dengan mencari pendapat persetujuan individu lain yang yang
dekat danterkait dengan hal tersebut.
CONTOH KASUS :
ASI Eksklusif bermanfaat bagi ibu, bayi, dan masyarakat. Salah satu intervensi untuk
mencegah kematian bayi yaitu pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam
bulan. Sementara itu cakupan ASI Eksklusif di Indonesia masih belum mencapai target.
Tujuan penelitian adalah mengaplikasikan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk
menjelaskan hubungan antara sikap, norma subjektif, dan persepsi kendali perilaku dengan
niat dan perilaku pemberian ASI eksklusif. Penelitian dilakukan dengan pendekatan metode
penelitian studi kasus terpancang. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karanganyar
Provinsi Jawa Tengah, dengan mengambil 14 desa dari 177 desa. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April – Agustus 2016. Sasaran penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi
berusia antara 6-12 bulan dan stakeholders program ASI Eksklusif di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposif. Pengumpulan
data dilakukan melalui kajian dokumen, observasi partisipasi, wawancara mendalam dan
fokus group diskusi (FGD). Wawancara mendalam dilakukan terhadap 49 informan terdiri
dari ibu menyusui dari bayi berusia 6-12 bulan sebanyak 30 orang dan stakeholders program
ASI Eksklusif sebanyak 19 orang. Analisis data menggunakan analisis isi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa TPB memberikan kerangka untuk menjelaskan dimensi
utama dari perilaku pemberian ASI eksklusif. Kesimpulan: Sikap, norma subjektif dan
persepsi kendali perilaku secara kolektif berhubungan dengan niat perilaku dan niat
merupakan anteseden langsung dari perilaku pemberian ASI Eksklusif. Saran: meningkatkan
cakupan program pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan dengan membantu memperbaiki
sikap positif, merubah norma subjektif untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif,
memperbaiki kendali perilaku yang dirasakan, dan memperkuat niat pemberian ASI
Eksklusif.

Anda mungkin juga menyukai