Siapakah manusia itu? Dari mana manusia itu berasal dan ke mana dia akan
melangkah? Pertanyaan ini sebenarnya terkait dengan diri kita sendiri: Siapa saya?
(Who am I). Sebab dengan mengenal siapa saya, maka saya dapat memahami siapa
manusia sesungguhnya. Kita berasal dari mana atau dari siapa? Kita akan
mengarahkan hidup kita ke mana atau kepada siapa? Namun pembahasan tentang
manusia dalam uraian ini bersifat khusus. Penulis hanya mau menyoroti manusia yang
kompleks itu dari sudat pandang agama, lebih khusus lagi dari pandangan Kitab Suci
supaya orang memahami asal-usul mereka secara benar berdasarkan iman dan
kepercayaan guna meningkatkan iman dan keyakinan mereka kepada Allah sebagai
asal-usul segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Namun sebelum melihat pandangan Kitab Suci tentang asal usul manusia, kami akan
terlebih dahulu melihat pandangan ilmu pengetahuan, khususnya teori evolusi, lalu
pandangan filsafat dan pandangan berdasarkan budaya atau mitos dari beberapa suku
di Timor. Kami mau melihat apakah ada pertentangan antara pandangan ilmu
pengetahuan dengan pandangan Kitab Suci tentang asal-usul segala sesuatu yang
ada di dunia ini.
Menurut Wikipedia versi Bahasa Indonesia, dikatakan bahwa teori evolusi berbicara
tentang beberapa pokok seperti, genetika dan hereditas, struktur DNA, spesies, mutasi
genetik dan seleksi alam. Teori ini dikembangkan oleh beberapa ahli seperti: Jean B.
Lamarck, Charles Darwin, Gregor Mendel, Thomas H. Morgan, Alfred Wallace, dll.
Misalnya Gregor Mendel (1865) membuat penelitian terhadap 28.000 kacang polong
dan menemukan kesimpulan bahwa keturunan merupakan hasil campuran 2 sifat dari
orang tua tapi ada varian yang diturunkan kepada anak dan masing-masing orang tua
sumbang satu varian sifat, jika ada varian yang lebih kuat maka akan menutup yang
lemah. Dan yang diwariskan orang tua adalah kromosom yang di dalamnya ada Gen
yang merupakan sifat. Kromosom merupakan barisan DNA (Deoxyribonucleic Acid)
yang terdiri dari 23 pasang (46 kromosom) 23 dari ayah dan 23 dari ibu. Tapi hanya ada
3% DNA yang menjadi Gen yakni sifat (warna kulit, rambut dan tinggi badan), 97%
adalah DNA sampah (Junk DNA). Lalu Speseis adalah taksonomi terbawah yang
merupakan individu yang memiliki identitas unik dibandingkan dengan spesies lain.
Mutasi genetic merupakan perubahan kode materi genetic yang disebabkan oleh
beberapa hal seperti, alam, radiasi, logam berat. Makluk yang melewati proses mutasi
genetic disebut: Mutant. Misalnya kadang ada makluk yang ganjil seperti kambing
berkepala dua, itu karena proses mutant. Sedangkan seleksi alam adalah mutasi
organism sesuai kondisi alam atau lingkungan, contohnya: Beruang putih bertahan
hidup di wilayah bersalju, dan beruang coklat hidup di daerah tropis tapi keduanya
memiliki leluhur yang sama. Mutant yang bertahan selanjutnya membentuk spesies
baru. (https/w.w.w.zenus.net/blog/18007/teori-evolusi)
Charles Darwin berbicara tentang asul usul spesies dalam bukunya: The Origin of
species dan Natural Selection. Dikatakan bahwa semua yang ada di dunia ini termasuk
manusia berasal dari sebuah “spesies” sebagai sebuah titik awal. Dan spesies itu
mengalami perkembangan atau evolusi selama sekian ribuan tahun hingga mengalami
kematangan dan perkembangan tertentu sampai pada tahap-tahap di mana bumi
berkembang dan segala makluk berevolusi sesuai keadaan alam atau lingkungannya.
Ada banyak makluk hidup yang berkembang atau berevolusi seperti binatang, tanaman,
serangga, hewan laut, burung, dan lain-lain. Misalnya Anjing (Canis Lupus)
berkembang seiring dengan bertambahnya waktu sampai ada spesies baru. Jadi
Charles Darwin tidak berbicara tentang proses perubahan atau evolusi kera menjadi
manusia tapi lebih berbicara tentang proses perubahan spesies dari keturunan leluhur
awal. Dan leluhur awal tetap belum bisa ditemukan karena terlalu rumit untuk
diidentifikasi atau ditemukan titik awalnya.
Filsafat memandang manusia dari segi metafisik yakni “obyek formalnya” dalam hal ini
“inti manusia, strukturnya yang fundamental”, di mana manusia dipahami sebagai
makluk yang terbentuk dan tersusun dari badan atau materi yang akan hancur dan jiwa
yang memberinya hidup, daya nalar atau pikiran, perasaan dan hati nurani. Inilah
struktur metafisik manusia. Jadi manusia pada dasarnya adalah makluk berbadan tapi
juga berjiwa yang berbicara, berpikir, mencintai, beragama, memiliki kebebasan,
berharap, putus asa atau patah semangat.
Filsafat melihat manusia dari “prinsip adanya (Principe d’etre) yakni sesuatu ‘yang
olehnya dan berkatnya’ manusia menjadi yang terwujud, sesuatu ‘yang olehnya dan
berkatnya’ manusia memiliki karakteristik yang khas dan merupakan sebuah nilai unik
serta martabat khusus” (Louis Leahy, 2000, Siapakah Manusia, hal 28).
Manusia bukan hanya berbedan tapi memiliki jiwa yang tidak akan mati, jiwa itu bersifat
spiritual, jiwa bersifat kekal atau abadi. Manusia dengan pikiran dan kehendak
bebasnya melebihi makluk lainnya, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dia mencapai
yang universalitas dan bahkan bisa mencapai Yang Ilahi.
Manusia memiliki eksistensi dan esensi yakni badan yang ditandai oleh materi dan juga
jiwa yang merupakan inti atau isi yang terdalam yang merupakan bagian yang
transenden karena berasal dari Allah yang transenden. Karena itu manusia tidak boleh
hanya berkutat dengan urusan badan, materi, bentuk atau bagian luar tapi juga harus
sibuk mengatur jiwa yang merupakan inti, isi, pikiran dan hati yang ada di kedalaman
dirinya dan itulah yang merupakan substansi.
Pada umumnya setiap masyarakat atau setiap suku di Timor mempunyai cerita mitos
dan legenda tentang asal-usul segala sesuatu termasuk asal-usul leluhur mereka. Ada
yang percaya dan mengatakan bahwa asal-usul mereka itu dari hewan atau pohon
tertentu. Dan karena itu mereka menghormati hewan atau pohon tertentu itu dengan
tidak menggunakan atau mengkonsumsinya sebagai bentuk penghormatan mereka
terhadapnya sebagai asal-usul mereka.
Hal inilah yang disebut dengan istilah “pemali” atau pantangan dalam arti orang tidak
mau menggunakan atau mengkonsumsi daging dari hewan tertentu dan batang atau
buah pohon tertentu sebagai pemali. Kalau mereka memakannya misalnya, maka
mereka akan ditimpa bencana atau jatuh sakit karena telah melanggar pantangan
tertentu itu.
Ada suku yang percaya bahwa mereka berasal dari buaya sebagai nenek moyang
mereka karena itu buaya tidak boleh diganggu atau dibunuh. Ada yang yakin bahwa
mereka berasal dari ayam dan karena itu mereka tidak boleh makan daging ayam.
Suku tertentu percaya bahwa mereka berasal dari pohon enau, dan seterusnya.
Tentunya pandangan tersebut tidak masuk akal menurut pertimbangan orang lain
karena orang lain menggunakan nalar untuk menganalisa asal-usul suku tertentu, tapi
orang dari suku tertentu itu mencoba menjelaskan asal-usul mereka yang kabur itu
dengan versi dan pemahaman mereka.
Berikut ini beberapa contoh mitos pantangan dalam kaitan dengan asal-usul suku
Amfotis.
Mitos Pantangan
Mitos KOKO NABA (UVARIA REVA):
Orang-orang dari Suku Amfotis baik Amfotis Molo maupun Amfotis Metan
dilarang makan buah “Koknaba”, dan tidak boleh menggunakan kayunya sebagai kayu
api sebab mereka percaya bahwa kalau melanggar pantangan tersebut maka mereka
pasti tertimpa bahaya berupa penyakit kulit seperti: kudis (Makatu), badan gatal-gatal
(Aoka n’mahat) dan bahkan menjadi lumpuh total (Mean buata).
Pohon Koknaba ini biasanya tumbuh di semak-semak dan selalu tumbuh
bersama-sama dengan pohon-pohon lainnya. Orang Timor khususnya orang Kupang
menyebutnya dengan nama Pohon Lelak atau buah Lelak. Bahasa asingnya: Uvaria
Rufa Blume (Internet/FB). Permukaan cabang ditutupi dengan semacam serbuk,
berkulit kuat dan berserabut. Buahnya berwarna merah kalau sudah masak dan sangat
menarik perhatian serta enak rasanya kalau dimakan.
Masyarakat Suku Amfotis menyebut pantangan ini dengan nama: “nono”
(‘larangan’). Larangan atau “nono” ini berhubungan dengan Nai Koko Neno yaitu salah
satu nenek moyang Suku Amfotis. Orang dari Suku Amfotis tidak boleh memakan buah
Koknaba atau tidak boleh menggunakan batangnya sebagai kayu api sebagai bentuk
hormat kepada koko atau raja yakni: Koko Neno yang merupakan nenek moyang Suku
Amfotis.
Namun daun dari pohon tersebut dapat digunakan dalam upacara “Tatam Bife
feu” (‘memasukkan perempuan baru) ke dalam rumah adat suku Amfotis. Dalam ritual
ini daun Koknaba selalu diselipkan Daun Koko Naba di Kepala saat prosesi memasuki
rumah adat, pertanda bahwa dia harus menghormati koko naba dengan tidak
menggunakannya di dalam hidup setiap hari. Pantangan atau nono ini menjadi hal yang
khas dan unik bagi setiap suku di dalam budaya Dawan pada umumnya. “Tasaeb hit
nono”, artinya memberikan larangan atau nono kepada perempuan yang berasal dari
suku lain yang masuk dalam rumpun suku Amfotis karena proses perkawinan.
Kalau terjadi pelanggaran terhadap pantangan ini karena misalnya tidak sengaja
mengkonsumsi buah Kok Naba atau menggunakan kayunya sebagai kayu api maka
mereka harus segera membuat pemulihan melalui upacara pemberian sirih pinang
kepada pohon Kok Naba dengan meminta maaf dan berjanji untuk tidak melanggar lagi
pantangan atau Nono. Dengan demikian mereka selalu berusaha untuk tidak
melanggar pantangan dan menjaga hubungan yang harmoni dengan alam dan
lingkungan pada umumnya. Buah Kok Naba itu dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Suku Amfotis juga mempunyai mitos yang terhubung dengan burung Sri Gunting
yang dalam bahasa loka disebut Kol Sasi. Burung Sri Gunting atau dikenal dengan
nama: Kol Sasi dalam Bahasa Dawan adalah sejenis satwa yang warna bulunya hitam
dan ekornya bercabang menyerupai gunting. Burung Sri Gunting atau Kol Sasi ini
dikenal dalam Bahasa Asingnya: Black Drongo atau Cicrurus Macrocercus (Internet/FB)
menjadi pantangan bagi suku Amfotis. Orang tidak boleh memakan daging burung Kol
Sasi sebab mereka yakin bahwa Kol Sasi adalah burung keramat, masih punya
hubungan dengan Koko, yakni burung keramat, dan koko dalam arti raja yakni nenek
moyang mereka yang bernama: Koko Neno.
Orang Amfotis harus selalu “Nekaf mese ma ansaof mese”. Artinya orang
Amfotis harus selalu kompak dan bersatu sebagai sebuah keluarga besar yang saling
mendukung dan membantu. Kerja sama dan kekeluargaan perlu dijaga dan
dilestarikan. Pada intinya orang harus kembali pada nilai dan semangat yang utama
yakni: persaudaraan dan persatuan sebagai sebuah keluarga besar.
Legenda
Legenda NEONBALI
Bukti jejak atau telapak kaki kanan membekas pada sebuah batu tempat
Neonbali berpijak, sedangkan kaki kirinya mungkin tertancap di tempat lain bahkan
mungkin di sebuah pulau yang lain. Begitu pun air seni Neonbali ikut membekas di batu
yang sama. Tempat itu pun akhirnya dinamakan Neonbali lantaran bekas telapak/jejak
kaki kanan tersebut.
Dengan demikian Neonbali bisa dihubungkan dengan legenda “superman lokal”
yakni manusia purba yang kuat dan serba bisa dalam menghadapi setiap persoalan
hidup. Manusia pada dasarnya memiliki potensi yang harus dimanfaatkan demi
mencapai kebahagiaan hidup sendiri maupun kebaikan orang lain. Perlu disadari
bahwa manusia bukan hanya memiliki kekuatan fisik tapi juga kekuatan lain seperti
kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan
kecerdasan spasial.
Fat Maktete merupakan batu berbentuk badan manusia. Menurut cerita bahwa
pada waktu duhulu kala, orang berjalan dan dilarang menoleh ke belakang karena
sudah ada kesepakatan untuk tidak boleh melihat ke belakang sebab dikejar musuh
yang ganas, ternyata orang menoleh sehingga berubah menjadi batu.
Pesanan dari cerita atau kejadian ini ialah bahwa orang harus taat pada aturan
atau kesepakatan dan focus pada tujuan hidup yang mau dikejar. Aturan atau hukum
tidak boleh dilanggar sebab kalau dilanggar maka akibatnya bisa fatal bahkan bisa
membawa kematian dan kehancuran.
Larangan atau hukum dibuat demi kebaikan dan keselamatan hidup manusia,
terutama dalam hidup bersama orang lain. Karena itu hukum harus ditaati demi
kebaikan dan keselamatan hidup pribadi dan hidup bersama.
Kadang manusia secara sengaja mau melanggar aturan atau hukum dan hal itu
tentunya mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri dan keluarga. Karenanya ketaatan
kepada hukum adalah sebuah keniscayaan bagi setiap individu. Namun ketaatan harus
disertai kesadaran dan kebebasan supaya manusia tidak merasa ditekan atau didikte.
Ketika manusia menjalankan hukum atau aturan dengan kebebasan, kesadaran dan
tanggungjawab maka dia akan menemukan dirinya sebagai manusia sejati. Hukum atau
aturan melayani manusia untuk mencapai keadilan dan kebaikan bersama.
Selain itu manusia harus focus pada tujuan hidupnya yakni kebahagian dan
kelimpahan hidup. Orang bahagia karena memiliki kelimpahan rasa syukur, beriman,
berintegritas, memiliki kerendahan hati dan kesederhanaan, memiliki perasaan kasih
sayang akan orang lain dan mempunyai kebebasan financial.
Sebuah batu berbentuk kapal yang karam. Konon pada zaman dulu kala Timor
masih digenangi air laut, lalu kemudian mengering dan kapalnya karam sehingga
muncullah batu karang itu seperti kapal. Dan memang batu-batu itu terlihat seperti batu-
batu karang di Laut.
Mana yang bisa dipetik dari cerita ini ialah bahwa bumi kita ini berevolusi,
berkembang dan bertumbuh menuju puncak kesempurnaannya. Dan puncak
kesempurnaan hanya ada dalam Uis Neno Amoet-Apakaet. Manusia hanyalah bagian
kecil dari alam ini yang penuh dengan misteri atau kerahasiaan. Karena itu manusia
tidak boleh sombong dan angkuh tetapi tetap rendah hati dan percaya serta mengakui
Uis Neno sebagai Wujud Tertinggi yang mengatur semuanya menuju keselamatan yang
abadi.
Manusia hendaknya menjaga keselarasan dan keharmonisan dengan diri sendiri,
dengan sesama, dengan alam/lingkungan dan terutama dengan Tuhan supaya
hidupnya baik, aman, nyaman dan selamat baik di dunia sekarang ini maupun dunia
akhirat.
SAGE
Meo Tanmenu adalah seorang pahlawan suku Amfotis Molo yang jago
berperang. Dia tidak pernah takut menghadap musuh. Dia selalu perkasa menghadap
lawan-lawannya sebagai seorang pemberani bukan penakut dan pengecut. Sikapnya:
Pantang menyerah. Setia pada tugas dan tanggungjawabnya. Tetap bertahan dalam
kesulitan dan hambatan, tidak menyerah dan penuh tanggungjawab mengemban tugas
yang dipercayakan kepadanya.
Kelewang atau pedang (Suni) yang digunakannya dalam berperang masih
tersimpan di rumah adat suku Amfotis (Talnenuf) sebagai bukti bahwa dia
sesungguhnya adalah Meo maneo atau pahlawan sejati. Dia yakin akan kekuatan sakti
dari pedangnya atau kelewang (Suin Leu) yang kelihatan sederhana dan pendek
bentuknya tetapi pedang sakti itu bisa memanjang atau berubah bentuk ketika
digunakan dalam berperang. Pedang sakti itu bisa memanjang bahkan bercahaya dan
menjemput musuh ketika diayunkan untuk memotong atau membunuh musuh.
Meo Tanmeno bukan hanya mengandalkan kekuatan fisiknya tapi juga kekuatan
akalnya untuk mengatur strategi dan siasat dalam mencari pemecahan dan solusi atas
setiap kesulitan yang dihadapi dalam hidupnya terutama dalam menghadapi musuh di
medan pertempuran.
Ketika Meo Tanmenu terdesak oleh musuh, dikisahkan bahwa dia pernah
menghindari musuh dengan strategi dan siasat yang bagus dengan pergi ke wilayah
tetangga yakni Insana. Di sana dia mengatur siasat baru, menghimpun tenaga baru
untuk menyerang musuh. Menghindar bukan berarti takut atau menyerah tetapi sebuah
siasat untuk menghimpun tenaga dan mencari dukungan dari teman-temannya.
Selain mengandalkan kekuatanya secara fisik yang didukung oleh sarana
Pedang sakti (Suin Leu), dia juga yakin dan percaya akan dukungan dari Leluhur (Nitu-
Leu), dan terutama percaya diri, merasa yakin, tidak ragu-ragu akan apa yang dia pilih
dan akan apa yang dia lakukan demi kebaikan suku atau kebaikan banyak orang.
Biasanya sebelum pergi berperang diadakan ritus atau upacara di rumah adat
untuk mendapat dukungan dan kekuatan sakti dari leluhur atau “Nitu-leu” artinya leluhur
dan kesaktian mereka. Dalam upacara itu biasanya diundang juga dukungan dari “Uis
Neno-Uis pah”, artinya dukungan dari Tuhan Allah dan leluhur. Setelah upacara di
rumah adat, meo biasanya bertambah percaya diri dan menjadi lebih berani.
Dia juga rajin kerja kebun dan memelihara hewan sehingga hidupnya selalu tidak
berkekurangan. Kerja keras adalah sebuah kewajiban bagi manusia untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagian hidup. “Tmeup on ate, tah on Usif”, artinya kerja sebagai
hamba, makan seperti Raja. Orang harus bekerja keras membanting tulang seperti
seorang hamba supaya bisa menikmati hidup yang indah dan enak seperti seorang
Raja.
Meo berjuang untuk hidup mandiri, tidak tergantung pada orang lain. Tidak
mencuri atau main curang. “Tmoin tatuin hit nenuf, ka tabakfa atone bian in muit”,
artinya hidup karena kekuatan kita dan tidak boleh mencuri hewan milik orang lain.
Hidup mandiri karena kerja keras, bukan karena mencuri atau menipu, apalagi
berutang. “Mepu naek hena muah on usif, maim matani hena mpaek on meo”, artinya
orang harus bekerja keras supaya makan seperti raja dan berjuang sungguh-sungguh,
berupaya terus menerus supaya berpakaian mewah dan indah bagai pahlawan yang
gagah perkasa. Manusia tidak boleh main-main atau santai dalam hidupnya kalau mau
mencapai kesejahteraan hidup.
Sebagaimana manusia lainnya, meo juga menikmati hidupnya bukan hanya
dengan bekerja tapi juga bermain dan mengekspresikan diri dalam hal seni atau musik.
Permainan seperti “mantikan”, artinya saling menendang merupakan sebuah permainan
untuk berekreasi tapi juga sebagai latihan ketangkasan dalam menyerang dan
mempertahankan diri dari serangan lawan. Bersama dengan teman-temannya mereka
bermain juga “Tatua fatu”, dan “takolo fatu” untuk melatih taktik atau strategi.
Meo juga ikut berpartisipasi dalam bersukaria bersama seperti: “Bonet” yaitu:
tarian masal dengan membuat lingkaran dan menyanyikan syair-syair yang
mengisahkan perjalanan hidup suku dan perjalanan hidup manusia pada umumnya.
Selain itu meo juga ikut dalam tarian “Likurai” yang dibuat oleh perempuan-perempuan
dengan memukul gendang yang dijepit di ketik mereka dan penari laki meronggeng
atau “Nabso”, dengan mengikat giring-giring di kaki sambil menari di depan penari
“Likurai”. Penari laki biasanya menggunakan “Suni” (Kelewang) di tangannya dan
mengenakan atau mengikat destar di kepalanya. Para perempuan penari Likurai
berusaha untuk menarik destar dari kepala penari (absoot) dan kalau berhasil menarik
destar tersebut maka penari laki harus menebus kembali destarnya dengan sebotol
sopi (minuman beralkohol).
Menurut Alkitab, Allah adalah Pencipta segala sesuatu yang ada di dunia ini termasuk
manusia yang diciptakan dari debu tanah oleh Allah: “ketika itulah Tuhan Allah
membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makluk yang hidup” (Kej. 2: 7).
Jadi menurut Kitab Kejadian, manusia diciptakan oleh Tuhan dengan membentuknya
dari debu tanah dan dihembuskan nafas Allah maka terjadilah manusia. Dengan
demikian maka menjadi jelas bahwa manusia berasal dari Allah sebagai Pencipta
segala sesuatu sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Kejadian.
“Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita
supaya mereka…. Maka Allah menciptakan manusia menurut gambarNya…”
Pertanyaan berikut adalah: Apa itu gambar Allah atau citra Allah dan di mana letak
gambar Allah pada manusia? Menurut para ahli teologi pada masa lampau, khususnya
St. Thomas Aquino, “esensi gambar Allah dalam diri manusia ada pada aspek rasio
(segi intelektual), pada kecerdasan manusia” (Summa Theologica, I.93.2-6). “Menurut
dia gambar Allah ini dimiliki semua orang dalam bentuk potensi, kapasitas alamiah
untuk memahami dan mengasihi Allah. Tingkat kepemilikannya berbeda pada masing-
masing orang. Ada yang terang, ada yang redup, tergantung bagaimana ia memakai
akal budinya…” (Penka Yasua, Perempuan sumber dosa?, 2011, hal 74).
Jadi gambaran Allah dalam diri manusia terdapat dalam akal budi (ratio) manusia yang
begitu rumit karena ‘otak’ (brain) manusia itu terlalu sulit untuk dimengerti karena
memiliki kekuatan yang luar biasa. Manusia bisa menciptakan computer yang rumit,
manusia bisa menciptakan nuklir, bisa pergi ke bulan, dan seterusnya.
Lebih dari itu gambaran Allah dalam diri manusia terdapat dalam ‘hati’ manusia, hati
bukan dalam arti daging, tapi lebih dari pada itu, perasaan-perasaan yang bersumber
dari hati yang terdalam sebagai sumber cahaya Ilahi. Karena itu ada ungkapan ‘hati
nurani’, nur berarti cahaya, cahaya hati yang berasal dari Allah untuk membedakan
mana yang baik dan benar dari yang jahat dan salah. Mendengarkan suara hati berarti
mendengarkan suara Tuhan.
Pada intinya Allah adalah Pencipta segala sesuatu yang ada di dunia ini termasuk
manusia. Allah adalah Alva dan Omega, awal dan akhir. Allah adalah Penyebab utama
dan pertama (Causa Prima) yang tidak disebabkan. Allah adalah motor utama yang
menggerakkan semua yang ada di dunia ini supaya bisa masuk akal bahwa adanya
sesuatu itu tentu ada sebabnya. Dan Allah adalah sebab utama itu.
Dengan demikian teori evolusi tidak harus bertentangan dengan pandangan Kitab Suci
yang mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan, termasuk manusia yang
diciptakan oleh Tuhan Allah. Pandangan teori evolusi yang mengatakan bahwa
manusia berasal dari spesies tertentu yang merupakan leluhur awal, juga tidak
bertentangan dengan pandangan Kitab Suci tentang asal-usul segala sesuatu yang
berasal dari Allah sebagai titik tolak segala yang ada di dunia ini. Kedua pandangan ini
bisa saling melengkapi dan saling memperkaya pandangan kita tentang asal-usul
manusia yang masih misterius karena berasal dari Allah yang juga masih misterius bagi
manusia.
Di mana letak martabat manusia? Manakah ciri khas martabat manusia yang dapat
membedakannya dari ciptaan yang lain? Apakah martabat manusia sama dengan
status social seperti: kekayaan, kedudukan, jabatan, kecantikan dan kegantengan
seseorang? Apakah martabat manusia sama dengan harga diri? Di mana letak jati diri
manusia sesungguhnya?
Martabat manusia terletak dalam kesadaran akan dirinya sebagai ciptaan Tuhan.
Manusia adalah anugerah dari Allah. Dia adalah gambaran atau citra Allah (Imago Dei).
Inilah jati diri yang sesungguhnya. Manusia merupakan seorang pribadi (Person) yang
berbeda dengan ciptaan lainnya yang hanya merupakan benda, bukan pribadi.
Pertanyaan berikut adalah di mana letak gambar atau citra Allah dalam diri manusia?
Gambaran Allah di dalam diri manusia terletak pada akal budinya (ratio). Akal budi
manusia itu sangat rumit dan kompleks. Otak manusia itu bisa menciptakan computer,
teknologi dan sebagainya yang begitu sulit. Gambar Allah juga nampak dalam Hati
nurani manusia. Bahkan gambar Allah nampak dalam keseluruhan dirinya (totalitas)
sebagai makluk yang berakal budi, berbadan, berhati nurani dan berkehendak. Manusia
memiliki keunggulan karena dia mempunyai akal budi (ratio), kehendak dalam hati
nurani dan badan serta jiwa. Keseluruhan pribadi manusia yang terdiri dari badan dan
jiwa yang tak terpisahkan itulah yang menjadi gambaran Allah. Karena itu manusia
harus selalu menjaga supaya keseluruhan pribadinya selalau utuh dan suci murni.
Manusia asli dan tulen adalah makluk tanpa kesalahan dan dosa. Manusia yang masih
diliputi dengan salah dan dosa adalah manusia semu, manusia yang masih dikuasai
oleh keinginan liarnya, makluk yang masih diperbudak oleh nafsunya sendiri. Manusia
sejati adalah makluk ciptaan Tuhan yang hidup dalam kebebasan yang
bertanggungjawab. Dia harus bebas mengungkapkan diri tetapi semuanya harus
dipertanggungjawabkan di hadapan orang lain dan terlebih di hadapan Tuhan.
Manusia sejati adalah orang yang mengenal dirinya sendiri: siapa saya? Orang yang
mengenal perasaannya terlebih perasaan-perasaan dominan dalam dirinya untuk
dikendalikan seperti: kesenangan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan. Kalau orang
terlalu senang juga tidak baik, bisa serangan jantung karena terlalu senang. Terlalu
marah pun demikian, bisa membunuh orang. Orang yang tidak takut juga tidak baik
karena dia bisa jatuh mati karena tidak takut ketinggian, misalnya. Dan kalau orang
terlalu sedih juga bisa stress dan gila.
Manusia sejati adalah orang yang berelasi dengan sesamanya secara serasi dan
harmoni. Manusia adalah makluk social karena itu dia selalu hidup bersama dengan
orang lain. Bahkan keberadaannya diterima dari orang lain. Dia berasal dari orang
tuanya, hidup bersama saudara dan saudarinya. Dia bertumbuh bersama teman-
temannya, dia dididik oleh guru-gurunya. Manusia selalu berinteraksi dengan orang lain
dan diharapkan supaya selalu menjaga keserasian dan keseimbangan dalam relasi
dengan sesamanya.
Manusia sejati adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Dia tidak
mencari lagi kepentingan diri sendiri tetapi mengutamakan kepentingan orang lain yang
dia layani dalam hidupnya. Orang yang tidak mencari sarana atau alat untuk
memuaskan dirinya sendiri tapi mengutamakan kepentingan orang lain dan di dalam
melayani kepentingan orang lain itulah dia menemukan dirinya sendiri, seperti Sabda
Yesus sendiri: “Barang siapa kehilangan dirinya akan menemukannya tapi kalau dia
mengutamakan dirinya sendiri maka dia akan kehilangan dirinya”.
Manusia dan lingkungannya. Manusia selalu ada di sebuah tempat dengan disekitari
oleh alam, pohon dan batu serta air. Dia hidup karena ada udara yang bersih dan
lingkungan yang sehat. Manusia sejati merupakan orang yang hidup selaras dengan
alam, dengan lingkungan yang utuh, bersih dan sehat.