1
FAKULTAS USHULUDDIN B
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas izinnya kami penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
kami. Sholawat serta Salam selalu tersampaikan kepada junjungan alam yang telah memberikan
pengajaran dan mengenalkan ajaran yang lurus, kepada Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya,
sahabatnya, dan juga kepada umatnya semoga mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti.
Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Madzahib
Sehingga kami dapat menuntaskan penulisan makalah tentang “TAFSIR LUGHOWI DAN
KARAKTERISTIK NYA”. Semoga beliau selalu dalam naungan Allah SWT, serta diberikan keberkahan
dalam kehidupannya.
Kami sebagai penulis sangat bersyukur telah menyelesaikan makalah kami, harapan kedepannya
dapat memberikan manfaat kepada pembaca juga kepada kami.
Kami menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah yang kami tulis, dikarenakan
kurangnya pengetahuan serta wawasan kami. Oleh karena hal itu kami sangat terbuka akan kritik serta
saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada makalah yang akan mendatang.
Sekian yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf apabila menemukan kebenaran
dalam makalah datangnya dari Allah SWT sedangkan bila ada kesalahan datangnya dari kami.
Jakarta, 2022
2
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakangan...........................................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................................1
Tujuan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan...................................................................................................................20
Saran..............................................................................................................................20
Daftar Pustaka............................................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,
dapat dibuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian tafsir lughawi dan bagaimana sejarah perkembangannya?
4
2. Apa saja jenis-jenis tafsir lughawi dan metode apa saja yang digunakan?
3. Sejauh mana pengaruh tafsir lughawi dan apa saja keistimewaan dan limitasinya?
C. Tujuan
Untuk mengetahui rumusan tersebut penulis melakukan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui Tafsir Lughowi dan Sejarah perkembangan nya
2. Mengetahui jenis-jenis tafsir lughawi dan metode apa saja yang digunakan
3. Mengetahui sejauh mana pengaruh tafsir lughawi dan apa saja keistimewaan dan limitasinya
5
BAB II
PEMBAHASAN
TAFSIR LUGHOWI
Tafsir lughawi terdiri dua kata yaitu tafsir dan lughawi. Tafsir yang akar katanya berasal dari
فسر bermakna keterangan atau penjelasan.[2] Kemudian lafal tersebut diikutkan wazan فعل yang
berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu. Dengan demikian, tafsir[3] adalah membuka
dan menjelaskan pemahaman kata-kata dalam al-Qur’an. Sedangkan lughawi berasal dari akar
kata لغي yang berarti gemar atau menetapi sesuatu.[4] Manusia yang gemar dan menetapi atau
menekuni kata-kata yang digunakannya, maka kata-kata itu disebut lughah. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan lughawi adalah kata-kata yang digunakan, baik secara lisan maupun
tulisan.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud dengan tafsir
lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan menggunakan
kaidah-kaidah kebahasaan. atau lebih simpelnya tafsir lughawi adalah menjelaskan al-Qur’an al-
karim melalui interpretasi semiotik dan semantik yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal,
gramatikal dan retorikal.[5]
Oleh karena itu, seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan bahasa harus
mengetahui bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab dengan segala seluk-beluknya,
baik yang terkait dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Dengan mengetahui bahasa al-Qur’an,
seorang mufassir akan mudah untuk melacak dan mengetahui makna dan susunan kalimat-
kalimat al-Qur’an sehingga akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut. Bahkan
Ahmad Syurbasyi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sharaf, etimologi,
balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufassir.[6] Di sinilah, urgensi bahasa
akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.
1. Sejarah Perkembangan Tafsir Lughawi dan Karakteristik nya
pada masa sahabat sudah ada mufassir yang mencoba mengkaji dari segi bahasa/lughawi.
Sahabat yang banyak ditanya tentang makna dan sinonim kalimat al-Qur’an dan paling banyak
menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan bahasa atau syair-syair Arab klasik adalah Abdullah
bin Abbas. Oleh karena itu, beliau dianggap sebagai Abu al-Tafsir (bapak tafsir)[3].
6
Penafsiran Abdullah bin Abbas yang cenderung menjadikan syair sebagai salah satu sumber
penafsirannya yang merupakan cikal bikal munculnya madrasah lughah. Hal itu terjadi ketika
menjadi pengajar dan pembimbing di madrasah tafsir di Mekah, yaitu pada abad pertama
hijriah dan kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya, seperti Sa’id bin Jabir, Mujahid bin
Jabar, Ikrimah, Thawus bin Kaisan dan Atha’ bin Abi Rabah hingga abad kedua hijriah.[4]
Syeikh Hasan Husain dalam pendapatnya tentang sejarah ilmu tafsir mengatakan bahwa para
sahabat dan tabi ‘in tidak menaruh perhatian kepada ilmu tafsir, I’rab dan majaz pada masa
permulaan pembukuan tafsir, bahkan, metode yang mereka gunakan sama dengan metode ahli
hadis dalam meriwayatkan makna-makna Al-Qur’an.Kemudian kondisi yang demikian itu
berubah pada masa berikutnya disebabkan semakin bertambah meluasnya interaksi bangsa Arab
dan non Arab dan hilangnya zouq Araby.Maka para mufassir merasa sangat memerlukan ilmu-
ilmu tentang bahasa Arab yang telah dibukukan, yaitu nahwu, sharaf, ma’any, bayan badi’, dan
lain-lain untuk menggambarkan makna-makna dan menjelaskan maksud-maksud Al-Qur’an
yang mulia, sehingga sampailah pada kondisi sebagaimana sekarang[5]
1. Jenis-jenis Tafsir Lughawi dan Metode yang digunakan
Sebelum menjelaskan jenis-jenis dan metode tafsir lughawi, perlu diketahui bahwa tafsir lughawi
dengan berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak akan keluar dari dua kelompok
besar yaitu:
– Tafsir lughawi yang murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait dengan aspek
bahasa saja, seperti tafsir Ma’an al-Qur’an karya al-Farra’, Tafsir al-Jalalain karya al-Suyuthi
dan al-Mahally. Dll.
– Tafsir lughawi yang pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain seperti hukum,
theology dan sejenisnya, seperti Tafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-Thabary, Mafatih al-Ghaib li al-
Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal hingga sekarang, termasuk Tafsir al-
Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab.
1. Jenis-jenis Tafsir Lughawi
Tafsir lughawi dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk dan jenis. Ada
yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja dan ada pula yang
membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama corak-corak yang lain.
Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. a. Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an yaitu tafsir yang hanya pokus membahas i’rab
(kedudukan) setiap lafal al-Qur’an, seperti kitab al-Tibyan fi I’rab al-Qur’an karya
Abdullah bin Husain al-‘Akbary (w. 616 H)
2. b. Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik,[15] dan semantik[16]) yaitu tafsir lughawi
yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi antarkata seperti Tafsir
al-Qur’an Karim karya Quraish Shihab, Konsep Kufr dalam al-Qur’an karya Harifuddin
Cawidu.
7
3. Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada aspek korelasi
antarayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karya
Burhanuddin al-Buqa’y (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razy (w.
606), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, dll.
4. Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos perumpamaan-
perumpamaan dan majaz dalam al-Qur’an seperti kitab al-Amtsal min al-Kitab wa al-
Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal
al-Qur’an karya al-Mawardi (w. 450 H), Majaz al-Qur’an karya Izzuddin Abd Salam (w.
660 H)
5. Tafsir Balaghah yang meliputi tiga aspek yaitu:
– Tafsir Ma’an al-Qur’an yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna kosa kata al-
Qur’an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti kitab Ma’an al-Qur’an karya Abd
Rahim Fu’dah.
– Tafsir Bayan al-Qur’an yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan lafal dari akar kata
kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang lain seperti kitab Tafsir al-Bayani al-
Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’.
– Tafsir badi’ al-Qur’an yaitu tafsir yang cenderung mengkaji al-Qur’an dari aspek
keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi’ al-Qur’an karya Ibn Abi al-Ishba’ al-
Mishry (w. 654 H)
1. Tafsir qir’ah yaitu tafsir yang membahas macam-macam qira’ah seperti kitab Tahbir al-
Taisir fi Qir’aat al-Aimmah al-‘Asyrah karya Muhammad bin Muhammad al-Jazry (w.
843 H).
2. Tafsir klasifikasi bahasa yaitu tafsir yang mengkaji lafal-lafal yang murni bahasa arab
dan yang tidak seperti kitab al-Muhadzzab fi Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab karya
Jalaluddin al-Suyuthi.
3. Dan tafsir-tafsir lughawi yang lain semisal tafsir Fawatih al-Hijaiyyah dll.
1. Metode Tafsir Lughawi
Metode yang digunakan tafsir lughawi tidak jauh beda dengan metode tafsir-tafsir yang lain. Di
samping menggunakan metode penyajian atau penulisan, juga menggunakan metode
pembahasan.Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode penyajian/penulisan
Metode penyajian atau penulisan dalam tafsir lughawi dengan berbagai jenisnya, secara garis
besarnya akan bertumpu pada dua metode yaitu:
1) Metode tahlily (analisis).
Metode tahlily merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh tafsir-tafsir klasik dan
sebagian tafsir kontemporer seperti Tafsir al-Jalalain karya al-Mahally dan al-Suyuthi, al-
Kasyyaf karya al-Zamakhsyari (w. 538 H/ 1143 M), Tafsir al-Mishbah karya Qurish Shihab.
2) Metode maudhu’i (tematik)
Tafsir lughawi yang menggunakan metode tematik, biasanya tafsir yang muncul dibelakangan
yang mencoba membahas aspek-aspek tertentu saja semisal salah satu aspek balaghah (ma’any,
bayan dan badi’), amtsal dan surah-surah tertentu seperti Tafsir al-Bayan al-Qur’an karya
8
Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’ dan tafsir-tafsir yang telah dijelaskan dalam jenis tafsir
balaghah.
3) Metode Muqaran
Tafsir lughawi yang menggunakan metode muqaran (komparatif) adalah tafsir yang biasanya
ingin mengungkapkan segi-segi keindahan sistematika atau gaya bahasa al-Qur’an. Metode ini
erat kaitannya dengan tafsir maudhu’i dimana seorang mufassir mengumpulkan ayat-ayat yang
sama redaksinya atau berlawanan.
1. Metode Pembahasan
Analisis Penafsiran dan pemikiran terhadap al-Qur’an tidak akan bisa dilakukan tanpa bahasa
karena bahasalah yang mengantarkan dan menghubungkan antara kandungan makna lafal dengan
lafal yang lain. Tanpa bahasa, analisis pemikiran tidak akan berarti apa-apa.[20] Oleh karena itu,
peran dan pengaruh dari tafsr lughawi tentu akan mencakup sekian banyak aspek atau corak
penafsiran. Di antaranya:
1. Aspek hukum (fiqh) seperti ketika menafsirkan kalimat وأرجلكم dalam masalah wudhu’
surah al-Maidah ayat 6, jika dibaca manshub (harkat fathah) maka yang wajib dilakukan
pada kaki ketika berwudhu’ adalah membasuh bukan mengusap, tetapi jika majrur
(harkat kasrah) maka yang wajib hanya mengusap.[21] Dan masih banyak contoh-contoh
yang lain.
9
2. Aspek theology seperti pada saat menafsirkan إياك نعبد وإياك نستعين dengan didahulukannya
lafalإياك dari lafal نعبد, berarti dalam beribadah tidak boleh terjadi kesyirikan karena lafal
tersebut bermakna hashar (terbatas, khusus).
3. Aspek filsafat misalnya ketika menafsirkan lafal شياطين الجن dalam surah al-An’am ayat
112 dengan melakukan pendekatan makna akar kata dari kata شطن (jauh) dan جنن (yang
tersembunyi) maka sekelompok filosof menafsirkan lafal tersebut dengan “Nafsu yang
jauh berpisah lagi jelek yang berlindung dari panca indra”.[22]
4. Aspek sufistik semisal ketika Ibnu Araby mengatakan bahwa lafal عند ربه menjadi zharaf
dari lafal ومن يعظم dalam surah al-Hajj ayat 30, sehingga maksud ayat ini bisa mengarah
kepada ajaran tasawwuf yaitu “Barang siapa yang mengagungkan kemulyaan Allah di
sisi Tuhannya pada suatu tempat, maka hendaklah dia cari pada tempat yang lain yang
ada di sisi Tuhanmu.[23]
5. Aspek ilmy (saintifik) yaitu ketika menafsirkan lafal سلطان dalam surah al-Rahman ayat
33, sebagian pakar mengatakan bahwa seseorang mampu mencapai luar angkasa
dengan ]24[.سلطان Begitu juga saat menafsirkan surah al-Furqan ayat 53 yang
menunjukkan adanya pemisah antara air tawar dan asin melalui pendekatan bahasa.
[25] Dan aspek-aspek lain yang belum sempet penulis telaah lebih jau
Tafsir al-Qur’an melalui pendeketan bahasa tentu tidak akan lepas dari nilai positif atau negatif.
Di antara nilai positifnya adalah:
1. Mengukuhkan signifikansi linguistik sebagai pengantar dalam memahami al-Qur’an
karena al-Qur’an merupakan bahasa yang penuh dengan makna.
2. Menyajikan kecermatan redaksi teks dan mengetahui makna berbagai ekspresi teks
sehingga tidak terjebak dalam kekakuan berekspresi pendapat.
3. Memberikan gambaran tentang bahasa arab, baik dari aspek penyusunannya, indikasi
huruf, berbagai kata benda dan kata kerja dan semua hal yang terkait dengan linguistik.
4. Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat al-Qur’an sehingga membatasinya dari
terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.[26]
5. Mengetahui makna-makna sulit dengan pengatahuan uslub (gaya) bahasa arab.
6. Melestarikan keselamatan, kehidupan dan kontinuitas bahasa arab dalam sejarah,
melestarikan bahasa al-Qur’an dengan bahasa arab yang jelas, bukan dengan bahasa
pasaran.
7. Mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-Qur’an sehingga akan
melahirkan dimensi psikologis dan signifikansi interaksi dalam jiwa.[27]
10
Namun demikian, sebagai salah satu metode penafsiran yang bersifat ijtihadi, tafsir lughawi juga
memiliki beberapa nilai negatif, antara lain:
1. Terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele sehingga terkadang melupakan makna
dan tujuan utama al-Qur’an.[28]
2. Mengabaikan realitas sosial dan asbab al-Nuzul serta nasikh mansukh sehingga akan
mengantarkan kepada kehampaan ruang dan waktu yang akibatnya pengabaian ayat
Makkiyah dan Madaniyah
3. Menjadikan bahasa sebagai objek dan tujuan dengan melupakan manusia sebagai
objeknya.
4. Peniruan lafzhiah (kata), otoritas historis yang berseberangan dan keragaman pendapat
pakar bahasa arab akan menguras pikiran sehingga melupakan tujuan utama tafsir yaitu
pemahaman al-Quran.[29]
Tafsir Lughawi yang Menyimpang
Selain memerhatikan aspek kebahasaan, mufassir juga harus memerhatikan kaidah-kaidah tafsir
lainnya, termasuk konteks dan makna ayat. Mufassir yang hanya berpatok pada aspek
kebahasaan akan menghasilkan penafsiran yang berkemungkinan besar mengalami
penyimpangan. Ini seperti kemungkinan yang dapat terjadi pada penafsiran Q.S Al-Anbiya: 79
berikut:
Lafaz الطَّي َْرdari segi bahasa yaitu segala sesuatu yang mempunyai sayap. Jika dalam menafsirkan
lafaz ini sang mufassir hanya berdasarkan pada aspek kebahasaan dan memasukkan unsur-unsur
modernitas dan scientific, maka lafaz tersebut bisa dimaknai dengan pesawat tempur. Padahal
makna sesungguhnya dari lafaz “ath-thayr” tersebut adalah burung-burung. Akan sangat
11
berbahaya apabila mufassirnya tidak memerhatikan konteks dan makna dari ayat yang
ditafsirkannya atau hanya memerhatikan aspek bahasanya saja.
Contoh lain dari tafsir bercorak lughawi yang menyimpang dapat dilihat pada dua penafsiran
berikut:
ِِ
َ َوطُو ِر سين
ني
Oleh sebagian kalangan Syiah, ayat pertama ditafsirkan dengan Hasan dan Husain, ayat kedua
ditafsirkan dengan Ali bin Abi Thalib, sedangkan ayat ketiga ditafsirkan dengan Nabi
Muhammad saw (Muhammad Abdul Khaliq Hasan: 2013).
12
Artinya: (Ingatlah) suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya;
barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka akan membaca
kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis mengetahui akan kekurangan makalah yang ditulis oleh karena itu kami sangat
terbuka kepada para pembaca untuk memberikan saran serta kritik demi untuk memperbaiki agar
menulis dan menyusun mkalah lebih baik lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Faris , Abu al-Husain, Maqayis al-Lughah, Beirut : Dar al- Fikr Mahmud yunus,
metodik khusus pendidikan agama islam, hidakarya agung,
Jakarta, 1998.
Al-‘Ak, Syaikh Khalid Abdurrahman, Ushul at-Tafsir wa Qawaidduhu, Damaskus : Dar an-
Nafais,1982
al-Ittijah al-Munharifah if Tafsir al- Qur’an al-Karim Dawa’if’uha wa Da’fuha , Kairo : Dar
al-I’tisham, 1978
Al-Farmawi , Abd al-Hayy, Metode Tafsir Maughu’iy, Jakarta : Raja Grafindo, 1996
Al-Qardhawi , Yusuf, Bagaimana Berinteraksi dengan al- Qur’an, Jakarta: Pustaka al-
Kausar, 2000
Al-Qurtubi , Abu Abdillah, al-Jami’li Ahkam al- Qur’an, Beirut : Dar Kutub al-Araby, cet. V,
2003
Al-Muthi’ny , Abd Azhim bin Ibrahim, Khashaish al-Ta’bir al-Qur’an, Kairo : Maktabah
Wahbah, 1992
Ali Ja’far , Musa’id Muslim Abdullah, Atsar al-Tahawur al-Fikriy fi al-Tafsir, Beirut :
Muasasah ar-Risalah, 1984
15