Sindrom de Quervain atau de Quervain tenosynovitis adalah salah satu kondisi nyeri tangan yang umum
dijumpai. Nyeri pada sindrom de Quervain dirasakan pada sisi pangkal ibu jari pada area pergelangan
tangan. Gejala nyeri ini diakibatkan karena terjepitnya salah satu atau kedua tendon yang bertugas
menggerakkan ibu jari yaitu abductor pollicis longus (APL) dan extensor pollicis brevis (EPB). Tendon
adalah struktur seperti tali yang digunakan otot untuk menggerakkan anggota tubuh dengan cara
menarik tulang. Struktur ini dapat dilihat di punggung tangan saat meluruskan jari-jari. Kedua tendon ini
(APL dan EPB) berjalan menuju tempat melekatnya pada tulang (insersi) di ibu jari melewati suatu
terowongan yang sempit pada suatu kompartemen.
Nyeri yang dapat disertain dengan pembengkakan pada pengkal ibu jari
Kesulitan atau rasa kaku saat menggerakkan ibu jari atau pergelangan tangan pada aktivitas
yang membutuhkan gerakan menggenggam atau pinch seperti menulis.
Rasa tersangkut / macet pada saat menggerakkan ibu jari.
Terkadang keluhan ini dirasakan sampai ke ujung ibu jari dan lengan atas, terlebih jika keluhan
tidak segera ditangani.
Keluhan nyeri dapat diprovokasi dengan beberapa manuver tertentu:
o Eichhoff test: menekuk ibu jari ke telapak tangan, lalu menutup ibu jari tersebut dengan
keempat jari lain sehinggai membentuk kepalan, kemudian menekuk pergelangan
tangan kearah kelingking (deviasi ulnar)
o Finkelstein test: memegang ibu jari kemudian menekuk ibu jari kearah kelingking
(deviasi ulnar)
Gambar 3. Finkelstein Test
Penyebab
Walaupun penyebab pasti dari sindrom de Quervain ini belum diketahui dengan pasti, namun menurut
sebuah penelitian oleh Lee dkk. (2017) terdapat pengaruh dari variasi anatomi pada tendon dan struktur
sekitarnya pada masing-masing individu yang menyebabkan kecenderungan untuk terjadinya kondisi ini
diantaranya adalah adanya sekat diantara kedua tendon APL dan EPB, dan adanya kompartemen
terpisah di dalam kompartemen pertama (sub-kompartmen). Segala jenis aktivitas yang menggunakan
ibu jari atau pergelangan tangan dengan berulang seperti bekerja di kebun, olahraga dengan
menggunakan raket, bermain gawai, dan mengangkat/menggendong bayi dapat memperparah gejala.
Menurut beberapa penelitian oleh Beleckas dkk. (2018) dan Kim dkk. (2017), selain faktor anatomi,
terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh diantaranya ansietas, depresi, dan kecenderungan
genetik.
Penggunaan berlebihan secara kronis (chronic overuse), secara umum berhubungan dengan sindrom de
Quervain. Penyebab lain diantaranya:
Cedera pada sekitar pergelangan tangan dimana jaringan parut yang terbentuk dapat
menghambat Gerakan tendon
Peradangan sendi misalnya Rheumatoid arthritis
Faktor-faktor Risiko
Tatalaksana
Splint yang membatasi / mengistirahatkan pergerakan ibu jari dan pergelangan tangan. Angka
keberhasilan terapi ini menurut Weiss dkk, adalah sekitar 19 persen.
Terapi fisik dan rehabilitasi
Obat-obatan antiinflamasi (mis., Ibuprofen). Jika dikombinasikan antara obat antiinflamasi dengan
splint, angka keberhasilan terapi adalah 57%.
Injeksi steroid jenis kortikosteroid pada kompartemen tendon (Respon terhadap injeksi ini
bervariasi, tetapi kadang berhasil dalam jangka panjang). Terapi ini memiliki efek samping jika
dilakukan berulang kali diantaranya penipisan kulit sekitar area injeksi, perubahan warna kulit,
sampai yang paling buruk putusnya tendon secara spontan. Angka Keberhasilan terapi ini menurut
beberapa penelitian adalah 67 – 93 persen.
Gambar 5. Injeksi pada de Quervain
Jika opsi tersebut diatas tidak meredakan gejala, operasi untuk membebaskan jepitan dengan
membuka tunnel dan menyediakan lebih banyak ruang untuk tendon dapat dipertimbangkan.
Operasi dapat dilakukan dengan pembiusan lokal.
Oh JK, Messing S, Hyrien O, Hammert WC. Effectiveness of Corticosteroid Injections for Treatment of de
Quervain's Tenosynovitis. Hand (N Y). 2017;12(4):357-361. doi:10.1177/1558944716681976
Several prospective and retrospective studies have found anywhere between 67% and 93% success rate
of CSI
Weiss AP, Akelman E, Tabatabai M. Treatment of de Quervain’s disease. J Hand Surg 1994;19A:595–598.