Kelompok I :
1. Frengky Uloli
2. Budiyanto Haluti
3. Ramlan Y. Abas
4. Andi Biya
5. Grace A. Rolangon
6. Salsa Amiruddin
7. Ramli Kasim
8. Fitri Dacosta
9. Sunarti J. Abas
10. Wahyudin M. Katili
11. Awaludin saputra Habibie
12. David Montolalu
PASCA SARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO
2022
BAB I
PENDAHULUAN
merupakan Negara yang memilih Pancasila sebagai falsafah yang merupakan landasan
Negara dan menjadi landasan lahirnya hukum yang mana hukum pada dasarnya harus
selaras dengan nilai-nilai luhur bangsa yang di uraikan dalam pancasila itu sendiri, dalam
implementasinya saat ini masih banyak Peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia khususnya tidak adanya regulasi pembatasan
gugatan terhadap orang tua yang dipandang sebagian pihak memiliki nilai-nilai yang
bertentangan dengan falsafah bangsa indonesia dan moralitas hukum, sejalan dengan hal ini
menurut Bellefroid menyatakan bahwa prinsip hukum merupakan suatu norma dasar yang
yang dijabarkan dalam hukum positif dan berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.
Prinsip hukum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat yang
artinya bahwa suatu regulasi yang lahir sebagai pengendapan dari falsafah bangsa yang
menjunjung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang kemudian di jadikan sebagai hukum
positif.
memberikan pondasi yang kuat yang berpotensi melunturnya nilai nilai luhur itu
sendiri dapat di lihat dengan banyaknya kasus gugatan anak kepada orang tua di
anak dengan orang tua yang semakin hari semakin renggang atau interaksinya
semakin hari semakin memiliki jarak. Hal ini dapat di karenakan Kesibukan kerja orang
rumah berkurang, sehingga menyita seluruh waktu, tindakan ini memberikan contoh
kepada anak itu sendiri ketika dia tumbuh besar menjdai dewasa dimana
orang tuanya yang telah memasuki usia senja. Sementara itu, agama telah
dan hormat, menjaga dan peduli kepada orang tua. Situasi tersebut akan
mempengaruhi kualitas sikap mental anak masa kini, yang pada gilirannya menjadi
penentu kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang Perubahan
terjadi pada tata nilai ini menentang nilai yang lama atau perubahan baru itu
moralitas anak terhadap orang tua yang cendrung tidak menunjukan sikap ketidak
pedulian terhadap orang tua yang melunturkan nilai nil ai luhur bangsa
Indonesia dan nilai nilai moralitas yang ada, jika di uraikan lebih dalam berbagai
ketentuan mengatur hubungan timbal balik antara anak dan orang tua, diantaranya
ketentuan Pasal 321 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata terdapat kewajiban
timbal balik antara anak. Selain itu pada prinsipnya, anak wajib menghormati orang
dimana Seorang Ibu Digugat Anak Kandungnya Rp 12 Miliar, Dituding Tak Menafkahi
Selama 5 Tahun, Sidang anak gugat ibu sebesar Rp 12 miliar kembali digelar dengan
agenda duplik di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (1/2/2021). Dalam sidang yang
beragendakan duplik tersebut, tergugat Ria Desi N Hutapea menyangkal gugatan yang
dilayangkan Lando F Sinurat, terkait tudingan tak memberikan nafkah anak kandungnya itu
selama 5 tahun. Yosua Panjaitan selaku penasihat hukum tergugat, dalam dupliknya
menyatakan, bahwa sejak 10 Januari 2021, Lydia Sri Talita Sinurat selaku penggugat dua
telah menarik diri dan tidak ikut lagi dalam gugatan melalui surat pernyataan yang
ditandatanganinya. "Maka dalam perkara a quo secara hukum tentunya gugatan ini
berdampak pada kurangnya pihak, karena tidak sesuai dengan posita gugatan yang selalu
Dalam pokok perkara, ia menolak dengan tegas bahwa Ria Hutapea telah
menelantarkan kedua anaknya yang disebut sebagai penggugat satu dan dua selama 5 tahun
terhitung sejak tahun 2015. Dikatakannya, sejak kedua anaknya memilih tinggal bersama
kakek dan neneknya dari keluarga almarhum ayahnya, kedua anaknya itu sempat
mendatangi Ria Hutapea untuk dinafkahi dan disetujuinya. "Untuk memenuhi semua
kebutuhan kedua anaknya, tergugat selalu mentransfer uang kurang lebih Rp 2 juta ke
rekening penggugat satu setiap bulan. Uang itu bersumber dari gaji pensiun ayahnya,"
ucapnya.
Di samping itu, kata dia, ibunya sering memberikan uang atas permintaan kedua
anaknya untuk kebutuhan lain. Seperti kebutuhan pulsa, paket internet. Bahkan ibu dan
anak tersebut juga mengabiskan waktu bersama ke pusat perbelanjaan, makan bersama dan
menonton bioskop. "Pada tahun 2018 tergugat menawarkan untuk membelikkan sepeda
motor kepada Lando Sinurat, namun ditolak. Sehingga tergugat mengalihkan tawaran
kepada Lydia Sinurat dan menerimanya," urainya. Kemudian dalam dupliknya tersebut, ia
menyangkal tak menafkahi kedua anaknya itu selama 5 tahun. Akan tetapi, kata Yosua,
sejak 2018 uang Rp 2 juta telah ditransfer ke rekening Lando Sinurat selama 3 tahun,
Berdasarkan uraian diatas maka dalam hal Seorang Ibu Digugat Anak Kandungnya
Rp 12 Miliar, Dituding Tak Menafkahi Selama 5 Tahun.yang maka dari konstruksi berpikir
dikaitkan dengan kasus tersebut maka sesuai dengan Pasal 321 Kitab Undang -
Undang Hukum Perdata terdapat kewajiban timbal balik antara anak dan orang tua
artinya bahwa antara anak dan orang tua harus adanya keterpenuhan hak dan kewajiban,
namun disisi lain diambil dengan pendekatan pidana bisa dikualifikasikan sebagai
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yakni orang tua
wajib memenuhi segala bentuk kebutuhan anak, sehinganya dari uraian tersebut Kelompok
Soekanto pada dasarnya merupakan perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum
dalam bentuk perangkat hukum. Selanjutnya, Soekanto menerangkan bahwa selain peran
penegak hukum, ada lima lain yang mempengaruhi proses penegakan hukum dan
1. Faktor undang-undang, yakni peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan hukum,
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, seperti sumber
Penerimaan dalam masyarakat akan hukum yang berlaku diyakini sebagai kunci
kedamaian.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada
PEMBAHASAN
2.1. Grand Theory (Teori Utama) yang digunakan untuk menganalisis tentang
kasus Seorang Ibu Digugat Anak Kandungnya, Dituding Tak Menafkahi Selama
5 Tahun
Berikut ini Pendekatan theory yang digunakan untuk menganalisis kasus diatas :
A. Perlindungan Hukum
berbagai kepentingan dilain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan
Menurut Phillipus M. Hadjon (1987), bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai
tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif. Perlindungan hukum yang
dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk
pidana positif yang berlaku pada saat ini perlindungan korban lebih banyak merupakan
tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini pada hakekatnya telah ada
perlindungan in abstracto secara langsung terhadap kepentingan hukum dan hak asasi
korban. Perlindungan secara tidak langsung dalam peraturan hukum positif tersebut belum
menunjukkan hukum yang berlaku secara pasti belum mampu menjamin kepastian dan rasa
keadilan.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum
yakni orang atau badan hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat prefentif
maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis.
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka
dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain
perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat
penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
sebagai berikut:
pada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang
c. Menurut C.S.T. Kansil, perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang
harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik
secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan
yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam
hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya
memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum (Glosarium,
2014).
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa perlindungan hukum adalah
segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat setiap manusia serta
pengakuan terhadap hak asasi manusia di bidang hukum. Prinsip perlindungan hukum bagi
rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua sumber
manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk, yaitu sarana perlindungan hukum
B. Penegakan Hukum
Hukum sebagai social engineering atau social planning berarti bahwa hukum sebagai
alat yang digunakan oleh agent of change atau pelopor perubahan yang diberi kepercayaan
oleh masyarakat sebagai pemimpin untuk mengubah masyarakat seperti yang dikehendaki
atau direncanakan. Hukum sebagai tatanan perilaku yang mengatur manusia dan
merupakan tatanan pemaksa, maka agar hukum dapat berfungsi efektif mengubah perilaku
dan memaksa manusia untuk melaksanakan nilai-nilai yang ada dalam kaedah hukum,
maka hukum tersebut harus disebarluaskan sehingga dapat melembaga dalam masyarakat.
modern, dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif dimaksud, atau yang disebut
birokrasi penegakan hukum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari mata
rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan (hukum) sesuai dengan
akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Dalam hal penegakan hukum di
Satjipto Raharjo (2007 : 142-143) berpandangan bahwa pada umumnya kita masih
terpaku cara penegakan hukum yang konvensional, termasuk kultur. Hukum yang
dijalankan berwatak liberal dan memiliki kultur liberal yang hanya menguntungkan
sejumlah kecil orang (privileged few) di atas “penderitaan” banyak orang. Untuk mengatasi
ketidakseimbangan dan ketidakadilan itu, kita bisa melakukan langkah tegas (affirmative
action). Langkah tegas itu dengan menciptakan suatu kultur penegakan hukum yang beda,
sebutlah kultur kolektif. Mengubah kultur individual menjadi kolektif dalam penegakan
hukum menjadi kenyataan. Dalam penegakan hukum mengandung tiga unsur, pertama
kepastian hukum (rechtssicherheit), yang berarti bagaimana hukumnya itulah yang harus
berlaku dan tidak boleh menyimpang, atau dalam pepatah meskipun dunia ini runtuh
hukum harus ditegakkan (fiat justitia et pereat mundus). Hukum harus dapat menciptakan
kepastian hukum karena hukum bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Kedua kemanfaatan
(zweekmassigkeit), karena hukum untuk manusia maka pelaksanaan hukum atau penegakan
hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, jangan sampai justru
(gerechtigheit), bahwa dalam pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus adil karena
hukum bersifat umum dan berlaku bagi setiap orang dan bersifat menyamaratakan. Tetapi
hukum tidak identik dengan keadilan karena keadilan bersifat subyektif, individualistic dan
tidak menyamaratakan.
Sunarno (2008 : 42) pada hakikatnya adalah penegakan norma-norma hukum, baik yang
berfungsi suruhan (gebot, command) atau berfungsi lain seperti memberi kuasa
(derogieren, to derogate).
Siswanto Sunarno mengatakan bahwa dalam suatu negara berdasarkan atas hukum
materiil atau sosial yang bertekad memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
dicegah. Andi Hamzah (2005 : 48-49) mengemukakan penegakan hukum disebut dalam
bahasa Inggris Law Enforcement, bahasa Belanda rechtshandhaving. Beliau mengutip
dicapailah penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual.
Handhaving meliputi fase law enforcement yang berarti penegakan hukum secara represif
Berdasarkan uraian diatas maka penegakan hukum merupakan sistem yang terdapat
alat penegak hukum sebagai upaya pemerintah dalam hal ini menegakkan hukum dengan
Sehingganya berdasarkan uraian diatas maka pendekatan theori yang digunakan dalam
hal yang digunakan untuk menganalisis tentang kasus Seorang Ibu Digugat Anak
Kandungnya, Dituding Tak Menafkahi Selama 5 Tahun. Dalam pendekatan ini, maka
theory yang diguunakan yaitu theory Perlindungan hukum dan Penegakan hukum.
2.2. Alternatif pemecahan masalah berdasarkan theory yang digunakan :
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang
menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari. Jika mereka
situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan,
perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang
Perlindungan Anak.
menyatakan bahwa perlindungan anak meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan
tidak langsung dari tindakan membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis. maka
perlindungan hukum adalah hal prbuatan melindungi anak yang lemah dan belum
kuat secara fisik, mental, social, ekonomi, dan politik untuk memperoleh keadilan
social yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel melainkan juga prediktif dan
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat (2) yang dimaksud perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
b) Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang
2) Perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berkonflik
a) Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
b) Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi;
c) Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik,
perkara.
Mengenai kejahatan atau penelantaran terhadap anak dalam no 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak, pasal 1 ayat (6) menyebutkan “Anak Terlantar adalah anak yang
tidak terpenuhi kebutuhan secara wajar baik fisik, metal, spiritual, maupun sosial.
Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan
diasingkan dari keluarga atau tidak diberikan pendidikan dan kesehatan yang layak
Selain diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Orang Tua adalah ayah
dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004, menyatakan bahwa Kekerasan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Ketentuan ayat (3) berisi bahwa Korban adalah
orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah
tangga.
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
b. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf c) dipandang sebagai anggota
keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Ketentuan Pasal 4 UU No. 23 tahun 2004, menyatakan bahwa penghapusan kekerasan
Ketentuan Pasal 5 UU No. 23 Tahun 2004, menyatakan bahwa setiap orang dilarang
melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
dengan cara:
a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis;
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
orang tersebut.
b. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1) juga berlaku bagi setiap orang
melarang untuk bekerja yang layak didalam atau di luar rumah sehingga korban
mendapatkan:
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
Penelantaran anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala keadaan perhatian
yang tidak memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Bentuk-bentuk penelantaran anak
sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal, lama-kelamaan hal ini
c. Penelantaran secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari
d. Penelantaran fasilitas medis, hal ini terjadi ketika orang tua gagal menyediakan
berlaku dan perbuatan ini dilakukan oleh orang tua dari anak tersebut, dimungkinkan
karena orang tua tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan anak secara wajar, baik fisik,
mental, spiritual maupun sosial. Kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh
harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berekreasi yang harus
diarahkan untuk tujuan pendidikan, dan masyarakat serta penguasa yang berwenang harus
kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dipenuhi secara wajar baik rohani, jasmani,
maupun sosial. Pengertian anak terlantar tertera pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Pasal 1 ayat 6 bahwa: “anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
hak anak, tetapi kualitas permasalahannya dari tahun ke tahun mengalami perkembangan
kompleksitas bahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, moral, sosial dan
intelektual anak. Jenis penelantaran yang semakin marak ditemukan seperti orang tua tidak
menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal maupun kasih sayang yang cukup bagi
seorang anak, serta anak anak yang ditinggalkan orang tuanya, dikarenakan hutang, ataupun
keperluan hidup yang mendasar kepada anak seperti makan, pakaian, tempat berlindung,
perkembangan anak dapat atau mungkin dapat terancam. Kewajiban orang tua adalah
hanya orang tua saja yang harus mempersiapkan generasi muda, tetapi masyarakat dan
Titik tolaknya adalah masa depan anak melalui perlindungan anak terhadap segala
bentuk ketelantaran, kekerasan dan lainnya. Kasus penelantaran yang dilakukan oleh orang
tua kandung terhadap anaknya ini jika dilihat dari sisi hukumnya merupakan perbuatan
yang termasuk kedalam tindak pidana, karena jelas orang tua korban menelantarkan anak,
dan ini merupakan suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana
Undang No.35 Tahun 2014, dijelaskan tentang ancaman hukuman pidana penjara dan
denda. Di dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak pada Pasal
76 huruf a dan b dan Pasal 77 huruf b tentang ketentuan pidana yang menyebutkan bahwa:
kerugian, baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; dan b) Setiap
Tindakan penelantaran yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya ini, apabila
ditinjau dari sisi hukum merupakan perbuatan yang termasuk ke dalam tindak pidana,
karena jelas orang tua menelantarkan anak, dan ini merupakan suatu perbuatan yang
dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana yaitu kekerasan dalam rumah tangga sesuai
Dalam Rumah Tangga, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan juga terdapat
dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, maupun didalam
Penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap tindak
pidana penelantaran anak dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Kepolisian
melakukan penyidikan terhadap setiap perkara yang ada dengan syarat telah memenuhi dua
alat bukti pemulaan yang sah. Penuntut Umum menindaklanjuti perkara tersebut sesuai
dengan kewenangannya, yaitu menuntut dan menyusun dakwaan, serta Hakim memutus
dakwaan mengenai anak terlantar, baik dengan menggunakan KUHP atau Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 atau Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
masyarakat agar masyarakat lebih tahu tentang konsekuensi atau ancaman pidana bagi
setiap orang yang melakukan penelantaran anak yang merupakan tindak pidana yang ada
ancaman pidananya atau dapat di pidana. Perlunya dilakukan tindakan tegas oleh
merupakan suatu tindak kekerasan dalam rumah tangga dan perilaku tersebut bertentangan
perceraian orang tua, maka pemerintah daerah maupun lembaga masyarakat diharapkan
sehingga anak sebisa mungkin tidak merasakan kehilangan kasih sayang dari salah satu
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari kasus terkait dengan Seorang Ibu Digugat Anak Kandungnya Rp 12 Miliar,
Dituding Tak Menafkahi Selama 5 Tahun, pendekatan thoeri yang digunakan yaitu
perlindungan hukum dan penegakan hukum, melihat dari kasus tersebut berdasarkan UU
Perlindungan Anak, orang tua memiliki kewajiban atas anak berupa kehidupan dan
tetapi dalam hal tersebut tidak boleh hanya satu pihak tapi 2 pihak saja, sehingganya dalam
secara tegas bagi aparat penegak hukum itu sendiri. Hendaknya para penegak hukum lebih
konsekuensi atau ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan penelantaran anak
yang merupakan tindak pidana yang ada ancaman pidananya atau dapat di pidana. Perlunya
dilakukan tindakan tegas oleh pemerintah terhadap pelaku penelantaran anak karena
mengingat penelantaran anak merupakan suatu tindak kekerasan dalam rumah tangga dan
Hadjon, Philipus M., 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina
Ilmu Hamidi.