TERMOKIMIA
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kimia merupakan ilmu yang secara luas mempelajari suatu bahan
dan senyawa. Di antara banyaknya hal yang dipelajari dalam ilmu kimia
tersebut tentu kita mengenal bagiannya yang disebut kimia organik yaitu
percabangan studi ilmiah dari ilmu kimia mengenai struktur, sifat, komposisi,
reaksi, dan sintesis senyawa organik (Mahfuzah, 2018). Dalam ilmu kimia
terdapat hukum termodinamika yaitu memplajari proses ketika usaha diubah
menjadi kalor dan ketika kalor diubah menjadi usaha, kalor yang menyertai
perubahan reaksi kimia disebut termokimia.
Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi
panas dan energi kimia. Sedangkan energi kimia didefinisikan sebagai
energi yang dimiliki setiap unsur atau senyawa. Energi kimia yang dimiliki
dalam suat zat adalah semacam energi potensial zat tersebut. Energi
potensial yang dimiliki dalam suatu zat disebut panas dalam atau entalpi dan
dinyatakan dengan simbol H (Irwandy, 2014). Oleh karena itu kalor reaksi
adalah suatu bentuk energi dan sebagian besar reaksi kimia berlangsung pada
tekanan tetap, maka kalor reaksi dinyatakan sebagai perubahan entalpi (ΔH).
Perubahan entalpi penguapan standar (Δ vH°) merupakan energi yang
dibutuhkan untuk mengubah suatu kuantitas zat dijadikan gas. Entalpi
merupakan kaidah dalan termodinamika yang menyatakan jumlah energi dalam,
volumr dan tekanan panas datu suatu zat. Senyawa yang mudah menguap,
memiliki titik didih rendah atau memiliki tingkat volatilitas rendah.
Senyawa volatil adalah senyawa yang memiliki kisaran berat molekul
50-200 dalton. Dengan berat molekul rendah, senyawa tersebut dapat menguap
dengan mudah dan berdifusi dalam fase gas. Contoh senyawa volatil nitrogen,
air, nitrogen, air, karbondioksida dan sebagainya.
2
Senyawa nonvolatil adalah senyawa kimia yang tidak dapat mengalami
penguapan dengan cepat. Pada senyawa nonvolatil memiliki titik didih dan
volatilitas yang tinggi sehingga senyawa ini membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk menguap. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukannya
percobaan termokimia untuk dapat menentukan kalor penguapan zat cair yang
mudah menguap.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Termodinamika
2.2 Termokimia
4
2.4 Reaksi Eksoterm dan Endoterm
5
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu gelas piala 400 mL dan 50 mL, Tutup krus
Porselin, Pipet Tetes, stopwach, Hotplate dan Termometer.
3.2.2 Bahan
Isi gelas kimia dengan air kira-kira setengah penuh dan apungkan tutup
krus secara terbalik diatas permukaan air. Panaskan air hingga suhu C atur
sedemikian rupa agar suhu dapat konstan. Dengan menggunakan pipet tetes
letakkan 2 tetes carbon tetraklorida pada permukaan tutup krus kemudian amati
waktu yang digunakan untuk menguapkan cairan sampai habis. Ulangi
kegiatan ini sampai tiga kali dan dalam perhitungan gunakan rata-rata. Lakukan
kegiatan yang sama dengan suhu yang diatur 64°C, 59°C, dan 54°C.
3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4
Energi yang dibutuhkan dalam proses penguapan ini disebut sebagai
entalpi penguapan. Jika dalam suatu reaksi membutuhkan kalor, maka harga
entalpinya positif dan termasuk reaksi endoterm. Sebaliknya, jika suatu reaksi
kimia melepaskan kalor ke lingkungan, maka harga entalpinya bernilai negatif
dan termasuk dalam reaksi eksoterm.
Berdasarkan Percobaan ini yaitu penentuan kalor penguapan zat cair
yang mudah menguap. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan meneteskan
CCl4 diatas tutup krus porselin yang diapungkan dalam gelas kimia yang berisi
air pada suhu yang diinginkan. Dalam menentukan kalor penguapan CCl4
digunakan variasi waktu 69 °C, 64 °C, 59 °C, dan 54 °C. variasi waktu ini
bertujuan sebagai pembanding kecepatan penguapan dan agar hasil akhir yang
diperoleh lebih akurat.
Penguapan pada cairan terjadi karena adanya pemutusan antara ikatan-
ikatan molekul pada fase uap. Kalor penguapan atau entalpi penguapan adalah
besarnya energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan-ikatan antar
molekul dalam fase uap. Penguapan tidak terjadi secara terus menerus sebab
sebagian dari uap akan kembali dalam cairan.
Tekanan uap cairan tergantung pada temperatur yang digunakan pada
saat proses penguapan, semakin besar temperatur yang digunakan maka
semakian cepat pula kalor penguapan terjadi, hal ini dibuktikan pada saat
temperatur diturunkan dar 69 ˚C menjadi 64 ˚C sampai dengan 54 ˚C waktu yang
dibutuhkan semakin bertambah atau semakin besar. Berdasarkan percobaan
tersebut, suhu mempengaruhi kalor penguapan zat tersebut, dimana semakin
rendah suhu yang digunakan, maka semakin tinggi waktu yang diperlukan untuk
menguap.
5
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini yaitu pada percobaan
selanjutnya alangkah lebih baik jika mengunakan 2 sampel yang berbeda, agar
dikatahui kecepatan penguapan masng-masing sampel tersebut.
6
PERCOBAAN II
KESETIMBANGAN KIMIA
7
BAB 1
PENDAHULUAN
8
kesetimbangan yang memiliki fase reaktan dan produk yang tidak sama.
Kesetimbangan reaksi kimia bersifat dinamis. Pada keadaan kesetimbangan,
laju ke arah hasil reaksi sama dengan laju kearah pereaksi, dan tidak terjadi
perubahan yang bersifat makroskopik. Sedangkan dalam keadaan mikroskopis
berlangsung perubahan pada kedua arah reaksi secara terus-menerus sampai
waktu yang tidak terhingga atau sampai ada gangguan terhadap keadaan
kesetimbangan (Sunarya, 2010).
Reaksi setimbang dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa
kondisi yaitu reaksinya bolak-balik, sistemnya tertutup, dan bersifat dinamis.
Tetapan kesetimbangan bagi suatu reaksi adalah khas untuk suatu reaksi dan
harganya tetap pada suhu tertentu. Artinya setiap reaksi akan mempunyai harga
tetapan kesetimbangan yang cenderung tidak sama dengan reaksi lain
meskipun suhunya sama, dan untuk suatu reaksi yang sama harga K akan
berubah jika suhunya berubah. Ketika suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil
reaksi mulai menimbun dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain memulai
suatu reaksi yang kebalikannyabila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan
suatu (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung
mengurangi pengaruh aksi tersebut. Artinya pada sistem kesetimbangan
terdapat gangguan dari luar sehingga kesetimbangan dalam keadaan terganggu
atau rusak maka sistem akan berubah sedemikian rupa sehingga gangguan itu
berkurang dan bila mungkin akan kembali ke keadaan setimbang lagi. Cara
sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan
pergeseran kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
temperatur konsentrasi tekanan dan volume serta penambahan katalisn
(Chatelir, 1844).
Menurut hukum distribusi Nerst. bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah diaduk
9
dan dibiarkan terpisah. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi
solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada
suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi
(Kd) (Biyantoro, 2013). Berdasarkan pernyataan di atas maka dilakukan
praktikum kesetimbangan kimia dengan menggunakan bahan kimia tertentu
yaitu dengan menentukan tetapan antara kesetimbangan iod dengan kalium
iodida.
Prinsip dari percobaan ini yaitu didasarkan pada kelarutan iod dalam air
dan KI melalui koefisien distribusi.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Titrasi
11
solvent [9]. The apparatus usually used in titrations is burette if solution of an
acid is titrated with a solution of base, the equivalence point, the point at
which chemically equivalent quantities of acid & base have been mixed, can be
found by means of an indicator. This allows for quantitative analysis of the
concentration of unknown acid or base solution (Mane, 2016).
Titrasi adalah proses untuk memastikan volume yang tepat dari satu
larutan yang secara kimia setara dengan jumlah zat tertentu , baik larutan atau
sejumlah bahan padat tertentu yang dilarutkan dalam pelarut. Peralatan yang
biasanya digunakan dalam titrasi adalah buret, jika larutan asam dititrasi
dengan larutan basa, ekivalennya titik, titik di mana jumlah asam dan basa
yang setara secara kimia telah dicampur, dapat ditemukan melalui indikator.
Hal ini kemudian memungkinkan untuk analisis kuantitatif konsentrasi larutan
asam atau basa yang tidak diketahui (Mane, 2016).
Menurut hukum distribusi Nerst. bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah diaduk
dan dibiarkan terpisah. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi
solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada
suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi
(Biyantoro, 2013).
2.4 Na-tiosulfat
12
pada K2C2O4 yang mereduksi besi sebesar 72,77%, kemampuan keduanya
tidak jauh berbeda namun sama-sama memiliki kemampuan kuat untuk
mereduksi besi (Pangastuti, 2017).
2.5 Amilum
2.7 Yodium
13
2.8 pereaksi Wegner
Perekasi wegener merupakan campuran dari iodin dan kalium iodida.
Iodin akan bereaksi dengan ion I- dan kalium iodida sehingga menghasilkan
ion 13- yang yang berwarna kecoklatan dihasilkan oleh ikatan kompleks dari
kalium-alkaloid yang terbentuk dari ion logam K + pada kalium yang
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
(Kumalasari,2020).
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
15
Ditimbang 1,27 gram kanji, dimasukkan ke dalam gelas kimia ukuran
50 mL, dilarutkan dengan aquades. Kemudian dipanaskan hingga mendidih
sambil diaduk. Setelah dipanaskan disaring dengan menggunakan kertas
saring. Didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Setelah proses pendiaman maka akan terbentuk dua lapisan, adanya
lapisan air dan lapisan CCl4 ini menunjukkan bahwa air dan CCl 4 memiliki
kepolaran yang berbeda dan tidak saling melarutkan, dimana pada lapisan atas
merupakan air, dan lapisan bawah adalah CCl 4. Hal ini disebabkan karena
perbedaan sifat kimia dari air dan CCl 4 dimana air bersifat polar sedangkan
CCl4 bersifat nonpolar. Kedua senyawa ini tidak tercampur membentuk suatu
larutan melainkan hanya tercampur sesaat dan kemudian membentuk dua
lapisan. Jadi terbentuknya dua lapisan ini disebabkan oleh perbedaan sifat
kepolaran antara air dan CCl4.
Bagian yang berwarna kuning tersebut adalah iodium dalam air.
Berdasarkan pengamatan yakni terpisahnya larutan tersebut, kemungkinan
kesetimbangan iodium yang terdistribusi ke larutan CCl 4 telah tercapai. Pada
lapisan bawah berwarna ungu selanjutnya dititrasi dengan Na-tiosulfat dan
menambahkan indikator amilum 1%. Tujuan penambahan amilum di sini yaitu
untuk mengetahui akhir titrasi dengan perubahan wana menjadi biru yang
menunjukan titik akhir titrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditentukan nilai koefisien ditribusi
yod yaitu yaitu sebesar 10 M, dengan menentukan terlebih dahulu kosentrasi I 2
pada CCl4 yaitu 0,06 M dan konsentrasi I2 pada H2O yaitu 0,006 M.
18
6. Dititrasi dengan Na-Tiosulfat Larutan berwarna bening
dengan indikator amilum 1%
7. Mengambil 25 mL lapisan air Berwarna merah
8. Dititrasi dengan menggunakan Larutan berwarna biru
larutan Na-tiosulfat 0,02 M
pengamatan pada corong B bertujuan untuk menentukan tetapan
kesetimbangan reaksi I2. Tetapan kesetimbangan adalah pebandingan hasil kali
molaritas reaktan dengan hasil kali molaritas produk yang masing-masing
dipangkatkan dengan koefisiennya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada corong pisah B, dengan
memasukan 15 mL I2 jenuh dalam CCl4 ke dalam KI sebanyak 100 mL,
selanjutnya diguncang kuat-kuat dan didiamkan selama 15 menit agar terjadi
pemisahan sempurna. Tujuan pengguncangan yaitu agar yod terdistribusi
sempurna, sehingga pada suhu tetap angka perbandingan kosentrasinya juga
konstan. Pemisahan larutan dapat terjadi karena larutan telah mencapai proses
kesetimbangan. Pemisahan ini menghasilkan 2 lapisan larutan, larutan yang
memiliki bobot molekul yang ringan akan berada pada bagian atas begitu pula
sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengamatan lapisan pada bagian bawah adalah
lapisan CCl4 dan lapisan bagian atas adalah air. selanjutnya lapisan CCl 4
tersebut ditambahkan air dan KI, kemudian dititrasi dengan menggunakan Na-
tiosulfat dan amilum 1 % sebagai indikator. Seperti halnya pada corong A,
tujuan penambahan amilum di sini yaitu untuk mengetahui akhir titrasi dengan
perubahan wana menjadi biru yang menunjukan titik akhir titrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada corong B, diperoleh tetapan
19
Lapisan air Lapisan CCl4 Lapisan Lapisan
air CCl4
Volume yang 25 Ml 2,5 mL 25mL 2,5 mL
dipipet
Volume yang 50 mL 2,5 mL 50 mL 2,5 mL
dititrasi
Volume Na- 15 mL 15 mL 15 mL 2,5 mL
tiosulfat
BAB V
20
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Saran yang dapat diusulkan dalam percobaan kali ini yaitu sebaiknya
praktikan melakukan percobaan sesuai prosedur kerja dan mengamati secara
seksama agar data pengamatan sesuai yang diinginkan.
21
PERCOBAAN III
KIMIA PERMUKAAN 1
BAB 1
PENDAHULUAN
22
Kimia permukaan merupakan kajian mengenai sebuah reaksi kimia di
permukaan suatu zat. Adesi molekul gas atau cairan ke permukaan dikenal dengan
sebutan adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida
(cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu
film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi,
dimana fluida terserap oleh fuida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Dalam
adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah
substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya,
sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa
senyawa karbon (Syauqiah, dkk., 2011).
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan
molekul-molekul gas atau cair, dikontakan dengan molekul-molekul tersebut,
maka didalamnya terdapat gaya kohesif termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan
hidrogen yang bekerja di antara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak
seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi
molekul pada interface solid (Ginting, 2008)
Proses adsorpsi cairan pada permukaan padatan dapat dipelajari melalui
beberapa model isotermis yaitu fungsi yang menghubungkan jumlah adsorbat
pada permukaan adsorben dengan konsentrasi. Isoterm adsorpsi membantu untuk
menetapkan kapasitas adsorpsi dari material dan selanjutnya membantu untuk
mengevaluasi mekanisme yang ditunjukkan oleh sistem adsorpsi. Isoterm adsorpsi
merupakan perhitungan yang paling penting untuk memprediksi dan menganalisis
berbagai kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam proses adsorpsi. Namun,
sampai saat ini kebanyakan penelitian hanya menyajikan teori isoterm adsorpsi,
dan belum ada penelitian yang menjelaskan isoterm adsorpsi secara menyeluruh
dan mendetail mulai dari teori hingga perhitungan (Ragadhita, dkk., 2021).
Model isotermis yang umum digunakan diantaranya isoterm Langmuir dan
Freundlich. Isoterm Langmuir berasumsi bahwa adsorpsi berlangsung pada situs
spesifik yang homogen dengan hanya sejenis molekul menempati satu situs
(monolayer). Sedangkan model Freundlich menjelaskan bahwa permukaan
23
adsorben yang heterogen memiliki situs adsorpsi dengan energi ikatan yang
berbeda (Manohar, dkk., 2006).
Langkah awal untuk mendapatkan proses adsorpsi yang efektif adalah
dengan cara memilih adsorben yang memiliki selektivitas dan kapasitas tinggi
serta dapat digunakan berulang ulang. Adsorben merupakan zat padat yang dapat
menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah
bahan- bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding
pori- pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori
biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran
lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan
terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang
menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat dari
pada molekul lainnya (Sastika, 2020). Salah satu adsorben yang sering digunakan
adalah arang aktif.
Arang aktif adalah sejenis adsorben (penyerap). Berwarna hitam,
berbentuk granula, bulet, pelet, atau bubuk. Karbon aktif dipakai dalam proses
pemurnian udara, gas, larutan atau cairan, dalam proses recovery suatu logam dari
biji logamnya, dan juga dipakai sebagai support katalis. Arang aktif dibagi atas 2
tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif
sebgai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori
mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-
zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan,
membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain yaitu pada
industri kimia dan industri baru (Wahyuningrum, 2016)
Arang aktif diaktivasi dengan cara kimia atau fisika sehingga daya
serapnya tinggi dengan kadar karbon yang bervariasi. Permukaan arang aktif
relatif telah bebas dari deposit hidrokarbon dan mampu melakukan adsorpsi
karena permukaannya lebih luas dan pori-porinya telah terbuka. Unsur karbon (C)
pada arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk
senyawa organik maupun anorganik, baik sebagai larutan maupun sebagai gas.
Hal ini dikarenakan atom karbon tersebut terikat secara kovalen dalam suatu kisi
24
heksagonal yang mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain
membentuk kristal dengan susunan tidak beraturan (amorf), dengan jarak antar
pelatnya acak (Pari, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan percoban “kimia
permukaan “ untuk menentukan isotermal adsorpsi menurut Freundlich untuk
proses adsorpsi asam asetat pada arang aktif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
25
Adsorpsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau
antar partikel. Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben
padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-atom, ionion atau molekul-molekul
lainnya. Untuk proses tersebut bisa digunakan adsorben yang bersifat polar (silica,
alumina, dan tanah diatome) ataupun non polar (Nurjanah, dkk., 2016).
26
agen yang terlibat dalam enterohepatik atau enterogastrik bersepeda serta efek
pada dialisis gastrointestinal (Alkhatib, 2015).
27
oleh oksidasi dengan uap pada suhu tinggi suhu. Arang aktif memiliki luas
permukaan sekitar 1000 m2/g dan memiliki kemampuan untuk menyerap banyak
obat. Arang aktif memiliki efek positif lainnya termasuk menurunkan resorpsi
agen yang terlibat dalam enterohepatik atau enterogastrik bersepeda serta efek
pada dialisis gastrointestinal (Alkhatib dan Khalid, 2015).
Arang aktif adalah karbon yang sudah diaktifkan sehingga pori-porinya
terbuka sehingga daya jerapnya lebih besar dari pada arang biasa. Arang aktif
merupakan suatu bahan berupa karbon amorf yang sebagian besar terdiri atas atom
karbon bebas dan mempunyai permukaan dalam (internal surface) sehingga
mempunyai kemampuan daya jerap (adsorption) yang baik (Maulana, dkk., 2017).
Daya adsorpsi arang aktif disebabkan adanya pori pori mikro yang sangat
besar jumlahnya, sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan
adanya daya adsorpsi. Karbon aktif disusun oleh atom atom C yang terikat secara
kovalen dalam suatu visi hexagonal datar dengan 1 atom C pada setiap sudutnya
yang luas permukaan berkisar antara 300 M 2/g hingga 3500 M2/ g dan ini
berhubungan dengan struktur perintah internal sehingga mempunyai sifat sebagai
adsorben (Polii, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
28
Praktikum Kimia Fisik 1 “ Kimia Permukaan 1” dilaksanakan pada hari
Sabtu, 13 November 2021, pukul 13.30 WITA-Selesai. Bertempat di
Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cawan porselin, labu
takar 100 mL, labu erlenmeyer 250 mL, pipet tetes, pipet skala 25 mL dan 50 mL,
filler, buret, statif, klem, corong, botol semprot dan oven.
3.2.2 Bahan
Bahan yang dugunakan dalam praktikum ini yaitu larutan HCl 0,5 N,
arang aktif, larutan baku NaOH 0,1 N, indikator PP, ketas saring dan aquades.
Dipipet larutan HCl 50 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer.
Dipipet larutan HCl 25 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer.
Dipipet larutan HCl 12,5 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan, dimasukan ke
dalam erlenmeyer.
29
3.3.4 Pembuatan Larutan HCl 0,03125 N
Dipipet larutan HCl 6,25 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan, dimasukan ke
dalam erlenmeyer.
Dipipet larutan HCl 3,12 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan, dimasukan ke
dalam erlenmeyer.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
Tabel 4.1.1 Data Hasil Percoban Adsorbsi HCl dengan Menggunakan Arang
Aktif
No. M KonsentrasiAsam X (g) X/m Log Log C C
(g) (N) X/m
Awal Akhir
1 1 0,25 0,1525 71,175 71,175 1,8523 -1,0110 0,0975
2 1 0,125 0,065 43,800 43,800 1,6415 -1,2218 0,0600
3 1 0,0625 0,04 16,4250 16,4250 1,2155 -1,6478 0,0225
4 1 0,03125 0,015 11,8625 11,8625 1,0742 -1,7891 0,0163
5 1 0,0156 0,0065 6,6430 6,6430 0,8224 -2,0410 0,0091
4.2 Grafik
Ga
31
Gambar.2 Hubungan log X/m terhadap C
4.3 Pembahasan
32
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif yaitu sifat
karbon aktif atau arang aktif, sifat komponen yang diserapnya, sifat larutan dan
sistem kontak. Daya serap arang aktif terhadap komponen-komponen yang berada
dalam larutan atau gas disebabkan oleh kondisi permukaan dan struktur porinya.
Isotermal Freundlich didasarkan pada asumsi bahwa adsorpsi tidak dapat
berlangsung melebihi satu lapisan. Semua bidang setimbang dan permukaannya
seragam. Selain itu, kemampuan dari molekul untuk menyerap pada bidang yang
diberikan adalah bebas dan didukung oleh bidang sekitarnya. Isoterm Freundlich
juga didasarkan pada asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda.
Aktivasi dengan menggunakan larutan HCl dapat melarutkan pengotor
sehingga pori-pori lebih banyak terbentuk dan proses penyerapan asorbat menjadi
lebih maksimal. Dengan adanya perbedaan konsentrasi HCl maka dapat diketahui
kecepatan penyerapan arang aktif terhadap HCl sehingga berpengaruh terhadap
daya adsorpsi arang aktif itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
semakin tinggi konsentrasi HCl maka semakin tinggi pula daya adsorpsi arang
aktif. Data percobaan memiliki tingkat kesesuaian terbaik dengan model isoterm
Freundlich. Adsorben mengalami peningkatan kemampuan penyerapan pada
konsentrasi yang lebih tinggi sehingga mampu menyerap komponen HCl selama
proses adsorpsi.
Berdasarkan Percobaan ini, terjadi pembentukan kesetimbangan
konsentrasi antar-muka yang dikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel
partikel karbon berlangsung cepat. Laju adsorpsi keseluruhan dipengaruhi oleh
kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut dalam pori pori kapiler dari
partikel karbon. Kecepatan itu berbanding terbalik dengan kuadrat diameter
partikel, bertambah dengan konsentrasi zat terarut, bertambah dengan kenaikan
temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat molekul zat terlarut.
Pada grafik perbandingan x/m terhadap C terlihat bahwa terjadi penyerapan zat
padat yang relatif tinggi dengan konsentrasi larutan yang rendah artinya
perpindahan massa dari karbon kembali ke fase larutan HCI.
33
Berdasarkan grafik hubungan antara X/m terhadap C, digunakan larutan
HCl dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Setelah mencampurkan arang
dengan sampel HCl kemudian hasilnya dititrasi lagi dengan larutan NaOH 0,1 N.
Diperoleh konsentrasi zat terlarut dalam kesetimbangan (C) lebih rendah
dibanding konsentrasi awal, hal ini dikarenakan arang menyerap konsentrasi yang
dimiliki HCl atau terjadi perpindahan konsentrasi (adsorpsi). Kemudian Pada
pencampuran HCl dan arang, terdapat perlakuan didiamkan selama 5 menit. Hal
ini dikarenakan pada saat 5 menit tersebut molekul-molekul arang dan HCl yang
berinteraksi sudah berada pada titik jenuh.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini yaitu diharapkan agar lebih
teliti dalam menentukan volume HCl yang diperlukan untuk meminimalisir
kesalahan, agar hasil pengamatan sesuai yang diinginkan.
35
PERCOBAAN IV
VISKOSITAS
BAB I
PENDAHULUAN
36
Viskositas merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian
pada fluida pada waktu lapisan-lapisan itu bergerak satu melewati yang lainnya.
Pada zat cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul.
Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul. Fluida yang berbeda
memiliki besar viskositas yang berbeda. Makin besar viskositas dalam suatu
fluida, makin sulit benda bergerak dalam fluida tersebut. Didalam zat cair,
viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antar molekul zat cair. Berhubung
pentingnya besaran viskositas dalam kehidupan, maka perlu diketahui metode
pengukurannya secara mudah, murah, dan teliti. Salah satu cara yang bisa
digunakan adalah dengan menggunakan viskometer alternatif sebagai alat ukur
kekentalan zat cair (Sutiah, 2008).
37
larutan adalah viskometer. Alat ukur kekentalan ini dapat mengukur tingkat
kekentalan suatu zat cairan dengan akurat dan spesifiknya sesuai dengan standar
yang telah ditentukan (Jati, 2015).
Setiap zat cair memiliki kekentalan atau viskositas. Kekentalaan yang
dimiliki setiap zat berbeda-beda, hal ini bergantung pada konsentrasi dari zat cair
atau fluida tersebut. Viskositas suatu fluida juga dipengaruhi oleh suhu. Unsur gas
memiliki nilai viskositas yang mudah berubah terhadap perubahan suhu. Pada
umumnnya zat cair akan mengalami pengurangan viskositas jika suhu dinaikan.
Hal ini berkaitan dengan struktur molekul dalam cairan tersebut (Maria, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan praktikum “ Viskositas” untuk
menentukan viskositas suatu cairan dengan metode Ostwald dan mempelajari
hubungan viskositas terhadap konsentrasi.
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan viskositas suatu cairan
dengan metode Ostwald dan mempelajari hubungan viskositas terhadap
konsentrasi.
Manfaat dari percoban ini yaitu dapat menetahui viskositas suatu cairan
dengan metode Ostwald serta hubungannya dengan konsentrasi berdasarkan
kekentalan zat cair mengalir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
38
2.1 Viskositas
2.2 Fluida
39
Fluida adalah zat yang dapat mengalir.Kata Fluida mencakup zat car, air
dan gaskarena kedua zat ini dapat mengalir,sebaliknya batu dan benda-benda
keras atau seluruh zat padat tidak digolongkankedalam fluida karena tidak bisa
mengalir. Susuminyak pelumas, dan air merupakan contoh zat cair. dan Semua zat
cair itu dapat dikelompokan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat mengalir
dari satu tempat ke tempat yang lain. Selain zat cair, zat gas juga termasuk fluida.
Zat gas juga dapat mengalir dari satu satu tempat ke tempat lain (Asidu, 2017).
2.3 Viskometer
2.6 Picnometer
40
Pengukuran massa jenis cairan pada kondisi ambien merupakan prosedur
analisis yang stabil. Ada dua metode umum pengukuran massa jenis yaitu
picnometer dan dilatometri. Picnometer digunakan untuk mengukur massa yang
tersisa dalam volume yang diketahui setelah luapan yang diinduksi suhu.
Dilatometri adalah ukuran dari pemuaian volumetrik dari massa yang diketahui
karena kenaikan suhu. Konvensional piknometer dan dilatometer (terbuat dari
kaca) tidak tahan dengan tekanan tinggi (Wetswood dan Kabadi, 2003).
2.7 Gliserol
2.8 Sirup
Sirup adalah sediaan cair yag berupa larutan mengandung sukrosa. Sirup
terdiri dari zat aktif, pelarut, pemanis, zat penstabil, pengawet, pengental,
pewarna, perasa dan pengisitonis. Zat aktif merupakan zat utama atau zat yang
berkhasiat dalam sediaan sirup. Pelarut merupakan cairan yang dapat melarutkan
zat aktif atau biasa disebut sebagai zat pembawa (Fickri, 2018).
BAB III
41
METODE PRAKTIKUM
Pembuatan larutan sirup ABC 40% dalam 100 mL, diambil dari larutan
sirup ABC 100% sebagai larutan induk dan dihitung volume yang akan
digunakan dengan menggunakan rumus pencampuran didapatkan hasil sebanyak
10 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, setelah itu
ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan. Pembuatan larutan
sirup ABC 30 % dalam labu ukur 25 mL, diambil dari larutan sirup ABC 40 %
dan dihitung volume yang akan digunakan dengan menggunakan rumus
pengenceran didapatkan hasil sebanyak 7,5 mL. Kemudian dimasukkan didalam
labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan aquades sampai batas tera dan
dihomogenkan. Selanjutnya pembuatan larutan sirup ABC 20 % dalam labu ukur
25 mL, diambil dari larutan sirup ABC 40% dan dihitung volume yang akan
digunakan dengan menggunakan rumus pengenceran didapatkan hasil sebanyak 5
mL. Kemudian dimasukkan didalam labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan
42
aquades sampai batas tera dan dihomogenkan Selanjutnya pembuatan larutan sirup
ABC 10 % dalam labu ukur 25 mL, diambil dari larutan sirup ABC 40% dan
dihitung volume yang akan digunakan dengan menggunakan rumus pengenceran
didapatkan hasil sebanyak 2,5 mL. Kemudian dimasukkan didalam labu ukur 25
mL, setelah itu ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan.
Selanjutnya pembuatan larutan sirup ABC 5% dalam 25 mL, diambil dari larutan
sirup ABC 40 % dan dihitung volume yang akan digunakan dengan menggunakan
rumus pengenceran didapatkan hasil sebanyak 1,25 mL. Kemudian dimasukkan
didalam labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan aquades sampai batas tera dan
dihomogenkan. Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan sirup Marjan.
BAB IV
43
HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa
Massa picno +
No. Sampel (%) picno Massa Sampel (g)
sampel (g)
kosong (g)
1. Sirup ABC 5 23,4474 9,8474
2. Sirup ABC 10 23,5517 9,9517
3. Sirup ABC 20 13,60 23,6446 10,0446
4. Sirup ABC 30 23,7925 10,1925
5. Sirup ABC 40 24,0475 10,4775
No. Sampel t1 t2 t3 t
1. Sirup ABC 5 % 6,38 5,98 6,00 6,12
2. Sirup ABC 10 % 6,22 33 6,22 6,256
3. Sirup ABC 20 % 6,51 49 6,55 6,516
4. Sirup ABC 30 % 6,58 6,59 6,72 6,63
5. Sirup ABC 40 % 7,22 7,08 7,28 7,193
44
Tabel 2 Penentuan Waktu Rata-Rata Sirup Marjan
No. Sampel t1 t2 t3 t
1. Sirup Marjan 5% 6,79 6,6 6,90 6,779
2. Sirup Marjan 10% 7,27 7,16 7,18 7,205
3. Sirup Marjan 20% 7,85 7,92 7,68 7,816
4. Sirup Marjan 30% 9,88 9,78 9,68 9,78
5. Sirup Marjan 40% 13,65 13,60 13,61 13,62
4.2 Pembahasan
45
menggunakan picnometer 10 mL dengan konsetrasi sirup yang bervariasi yaitu 5
%, 10 %, 20 %, 30 % dan 40 %.
Langkah pertama yang dilakukan ketika ingin menentukan viskositas dari
kedua sirup tersebut adalah memipet laruta sirup dengan volume yang telah
diketahui, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL, selanjutnya diencerkn
menggunakan aquades. Larutan yang telah encer kemudian ditentukan massa
jenisnya menggunakan picnometer 10 mL. setelah diketahui berat jenisnya hal
selanjutnya yang dilakukan adalah masukkan cairan kedalam alat viskometer,
pada umumnya larutan sulit mengalir sehingga harus ditiup atau diisap, adapun
ujuan peniupan dan pengisapan yaitu untuk memudahkan larutan sirup mengalir di
dalam viskometer. Kemudian masing-masing cairan sirup ABC dan marjan
dengan konsentrasi berbeda (5 %, 10 %, 20 %, 30 % dan 40%) dihitung waktu
yang diperlukan untuk sampai ke titik m dengan melakukannya sebanyak tiga kali
(triplo), tujuan perlakuan triplo yaitu agar diperoleh data yang lebih akurat.
Setelah itu ditentukan waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir dari garis m
ke n.
46
menunjukan bahwa semakin cepat waktu yang diperlukan fluida untuk mengalir
maka semakin rendah viskositas fluida tersebut, sebaliknya semakin lambat waktu
yang diperlukan oleh fluida untuk mengalir maka akan memiliki nilai viskositas
yang lebih tinggi.
47
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
48
DAFTAR
PUSTAKA
49
DAFTAR PUSTAKA
Apriani., Gusnedi., Yenni, D. 2013. Studi tentang Nilai Viskositas Madu Hutan
dari Beberapa Darerah di Sumatera Barat untuk Mengatasi Kualitas Madu.
Pillar Of Phisics. 2(1).
Asidu, D. A. L., Muhammad, H., dan Prinob, A. 2017, Pemanfaatan Minyak Oli
Bekas sebagai Bahan Bakar alternatif dengan Pencampuran Minyak
Pirolisis. Jurnal Mahasiswa Teknik Mesin. 2(2).
Bahaswan, S., Memy, H., Hamdi, A. Mohammed, G., Hesham, E., Ibrahim, B.
2014. Crocin mitigates carbon tetrchlorida-induced liver toxicity in
rats . Journal of Taibah UniversityMedical Sciences.
Doi.org/10,1016/j.tumed.2014.09003.
Bahja., Wery, A., Abnon,Y. 2021. Penyusutan kalium iodat dalam garam
beryodium selama penyimpann suhu Rendah. Jurnal ilmu gizi. 1 (2).
Bera, M.N., Arnau R., Maciej, L., ndreas. 2017. Generalized Laws Of
Thermodynamis In The Presence Of Corealtions. Nature
Communications Doi: 10.1038/s41467-017-0237.
Fickri, D. Z., Farm, S., dan Klin, M. F. 2018. Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan
Irwandi. 2014. Kimia Teknik. Bogor. PT Penerbit Ipb Press.
50
Kumalasari, M.L.F., Funsu, A. 2020. Uji fitokimia ekstrak etanol daun
kemangi. Indonesian Journal for Health Sciences. 4 (1).
Manurung, L. S., dan Hendar, S. 2018. Design and Build Up The Stirrer
Viscometer. Jurnal Geliga Sains. 6(2).
Maulana, G. G. R., Agustina, L., Susi. 2017. Proses Aktivasi Arang Aktif dari
Cangkang Kemiri (Aleurites moluccana) dengan Variasi Jenis dan
Konsentrasi Aktivator Kimia. Jurnal Ziraa’ah. 42 (3).
Maulida, R. H., dan Rani, E. 2010. Analisis Karakteristik Pengaruh Suhu dan
Kontaminan terhadap Viskositas Oli menggunakan Rotary Viscometer.
Jurnal Neutrino. 3(1).
Nafi’ah, R . 2016. Kinetika Adsorpsi Pb (II) dengan Adsorben Arang Aktif dari
Sabut Siwalan. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis.1 (2).
Nurjanah, S., Sudaryanto, Z., Rosalinda., Ilham F. 2016. Kajian Pengaruh Dua
Metode Pemurnian terhadap Kejernihan dan Kadar Patchouli Alcohol
Minyak Nilam (Patchouly Oil) Asal Sumedang. Jurnal Teknotan. 10 (1).
51
Pari, G., Santoso, A., Hendra, D. 2006. Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif
Sebagai Konduktor Emisi Formaldehida Kayu Lapis. Jurnal Penelitian
Hasil Hujan. 24 (5)
Polii, F.F. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Aktifasi Terhadap Mutu Arang Aktif
dari Kayu Kelapa. Jurnal Industri Hasil Perkebunan. 12 (2).
Prawira, B.N., dan Abdul Roul, 2018, Perancangan Alat Ukur Massa Jenis Zat
Cair Menggunakan Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik. Indonesian
Journal of Electronics System. 8(2).
Regina, O., Hendra, S., dan Dina, S. 2018. Measurement of Viscosity Uses an
Alternative Viscometer. Jurnal Geliga Sains. 6(2).
Saraha, A.R., Khusna, A.R., dan Nurul, A.R. 2017. Kimia Dasar 1.
Bandung: Rasi Bintang.
Saraha, A.R., Khusna, A.R., dan Nurul, A.R. 2017. Kimia Dasar 1. Bandung:
Rasi Bintang.
Subhan, 2013. Kimia Dasar 2. Makassar. Dua Satu Press. Hal : 34.
Syauqiah, I., Amalia, M., Kartini, H.A. 2011. Analisis Variasi Waktu dan
Kecepatan Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan
Arang Aktif. Jurnal Info Teknik. 12 (1).
52
Yuslianti, E.R., 2018. Pengantar radikal bebas dan anti oksidan.
Yogyakarta . Hal : 1Irwandi. 2014. Kimia Teknik. Bogor. PT
Penerbit Ipb Press.
LAMPIRAN
53
IAGRAM ALIR
PERCOBAAN I
Dipanaskan hingga
suhu 70°C
54
PERCOBAAN II
1. Diagram Alir
Corong A
Dimasukkan 15 mL larutan I2 jenuh dalam CCl4
Dimasukkan 100 mL air
Diguncang
Hasil Pengamatan
Corong B
Dimasukkan 15 mL larutan I2 jenuh dalam CCl4
Dimasukkan 100 mL larutan KI
Diguncang
Hasil Pengamatan
55
56
57
PERCOBAAN III
PERCOBAAN IV
Sirup ABC Sirup ABC Sirup ABC Sirup ABC Sirup ABC
40% (10 mL) 30% (7,5 mL) 20% (5 mL) 10% (2,5 mL) 5% (1,25 mL)
-
- Dipipet larutan
- Dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL
- Diencerkan menggunakan aquades
- Dihomogenkan
Hasil Pengamatan
Sirup marjan Sirup marjan Sirup marjan Sirup marjan Sirup maran
40% (10 mL) 30% (7,5 mL) 20% (5 mL) 10% (2,5 mL) 5% (1,25 mL)
- Dipipet larutan
- Dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL
- Diencerkan menggunakan aquades
- Dihomogenkan
Hasil Pengamatan
Sampel
57
58
Hasil pengamatan
Hasil Pengamatan
ANAISIS DATA
58
59
Percobaan I
Adapun analisis data dari perubahan entalpi penguapan pada sampel karbon
tetraklorida dapat dirumuskan sebagai berikut:
Δ Hk 1
Log t= −k
2,3 R T
y=0 ,0107 x−0 ,003
ΔH
=0 , 0107
2,3 R
ΔH v=0 ,0107×2,3 R
=0 ,0107×2,3 ( 8 , 314 )
=0 ,20 kj /molK
Reaksi penguapan CCl4
CCl4(l) CCl4(g)
Percobaan I
59
60
1
mol Na 2 S 2 O3
[I2]CCl4 = 2
Volume CCl 4 dipipet
0,15 mol
= 2,5 mL
= 0,06 M
- Konsentrasi I2 yang ada dalam H2O
Mol Na2S2O3 dalam H2O
n = M Na2S2O3 × V Na2S2O3H2O
= 0,02 M × 15 mL
= 0,3 mmol
1
mol Na 2 S 2 O3
[I2] H2O = 2
Volume H 2 O dipipet
0,15 mol
= 25 mL
= 0,006 M
- Koefisien Distribusi
[ I 2]CCl 4
Kd = [ I 2] H 2O
0,06
=
0,006
= 10 M
Jadi, koefisien distribusi yang diperoleh sebesar 10 M.
b. Kc pada corong B
- Konsentrasi I2 + I3-
1 1
M1 × V1 × = M2 × V2 ×
Koefisien Koefisien
1
V 2 × M 2×
koefisien
M1 =
1
V 1×
koefisien
60
61
15× 0,02
= 1
25 ×
2
0,3
=
12,5
= 0,024 M
Karena M1 = [I2 + I3-] maka Konsentrasi I2 + I3- adalah 0,012 M
- Konsentrasi I2 dalam CCl4
Mol Na2S2O3 dalam H2O
n = M Na2S2O3 × V Na2S2O3H2O
= 0,02 M × 15 mL
= 0,3 mmol
1
mol Na 2 S 2 O3
[I2]CCl4 = 2
Volume CCl 4 dipipet
0,15 mol
= 2,5 mL
= 0,06 M
- Konsentrasi I2 dalam H2O
[ I 2]CCl 4
[I2] H2O = Kd
0 , 06
=
10
= 0,006 M
- Konsentrasi [I3-]
I2 + I3- = 0,06 M
I3- = 0,06 M - I2
I3- = 0,06 M - 0,006 M
I3- = 0,054 M
- Konsentrasi I-
I2 + KI I3- + K+
0,1 M
61
62
KI K + + I-
0,1 0,1 0,1
I- = KI – I3-
= 0,1 – 0,054
= 0,046
- Konstanta Kesetimbangan (Kc)
Kc = ¿¿
[0,054 ]
=
[0,006]×[0,046]
=0,414
Jadi konstanta kesetimbangan yang diperoleh sebesar 0,414
PERCOBAAN III
1. Pengenceran HCl
HCl 0,25
V1 . N1 = V2 . M2
100 x 0,25 = V2. 0,5
V2 = 50 mL
HCl 0,125 N
V1 . N1 = V2 . N2
100 x 0,125 = V2. 0,5
V2 = 25 mL
HCl 0,0625 N
V1 . M1 = V2 . M2
100 x 0,0625 = V2. 0,5
V2 = 12,5 mL
HCl 0,03125 N
62
63
V1 . M1 = V2 . M2
100 x 0,03125= V2. 0,5
V2 = 6,25 mL
HCl 0,0156 N
V1 . N1 = V2 . N2
100 x 0,0156 = V2. 0,5
V2 = 3,12 mL
HCl 0,25N :
HCl 0,125 N :
HCl 0,03125 N :
[HCl ]akhir . V HCl=[ NaOH ]. V NaOH
[ NaOH]. V NaOH
[ HCl ] akhir=
V HCl
0,1 N x 3 mL
=
20 mL 63
= 0,015 N
64
HCl 0,0156 N :
Log C = -1,0110 N
HCl 0,125 N :
Log C = -1,2218 N
HCl 0,0625 N :
Log C = -1,6478 N
HCl 0,03125 N :
Log C =-1,7891 N
64
65
HCl 0,0156 N :
Log C =-2,0409 N
gram x
Mol= = ,dimana mol=m .V
Mr Mr
= C. V
x gram
=C . V HCl dengan V HCl = 100 mL, Mr HCl = 36,5
Mr HCl
1. Massa HCl 0,25 N
= (0,0975)(0,1)(36.5)
= 71,175gram
= (0,06)( 43,800)(36.5)
= 43,800gram
= (0,0225)(20)(36.5)
= 16,4250gram
= (0,01625)(20)(36.5)
65
66
= 11,8650gram
= (0,0091)(20)(36.5)
= 6,6430 gram
HCl 0,25 N
x 71,175 g
= =71,175
m 1g
x
Log =1 , 8523
m
HCl 0,125 N
x 43,800 g
= =43,800
m 1g
x
Log =1 , 6415
m
HCl 0,625 N
x 16,4250 g
= =16,4250
m 1g
x
Log =1 , 2155
m
HCl 0,3125 N
x 11,8625 g
= =11,8625
m 1g
66
67
x
Log =1 , 0742
m
HCl 0,156 N
x 6,6430 g
= =6,6430
m 1g
x
Log =0 ,8224
m
PERCOBAAN IV
2.1.1 Sampel A
= 9,8474 gram
= 9,9417 gram
= 10,0446 gram
= 10,1925 gram
= 10,4775 gram
67
68
2.1.2 Sampel B
= 10,1235 gram
= 10,3391 gram
= 10,4283 gram
= 10,635 gram
Berat sampel
ρ=
Volume
2.2.1 Sampel A
9,8474 gram
ρ ABC 5 %= = 7,7792 g/cm3
1,25 mL
9,9417 gram
ρ ABC 10 %= = 3,97668 g/cm3
2,5 mL
10,0446 gram
ρ ABC 20 %= =2,0892 g/cm3
5 mL
10 ,1925 gram
ρ ABC 30 %= = 1,359g/cm3
7,5 mL
10,4475
ρABC 40 %= =1,04775 g/cm3
10 mL
2.2.2 Sampel B
68
69
10,1235 gram
ρ Marjan5 %= = 8,0988g/cm3
1,25 mL
10,3391 gram
ρ Marjan10 %= = 4,13564 g/cm3
2,5 mL
10,4283 gram
ρ Marjan20 %= = 2,0857g/cm3
5 mL
10,635 gram
ρ Marjan30 %= =1,418 g/cm3
7,5 mL
10,9691 gram =
ρMarjan 40 %= 1,09691 g/cm3
10 mL
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,38+5,98+6,00
=
3
18,36
=
3
¿ 6,12s
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,22+ 6,33+6,22
=
3
18,77
=
3
=6,256 s
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,51+ 6,49+6,55
=
3
69
70
19,55
=
3
= 6,516 s
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,58+6,59+6,72
=
3
19,89
=
3
= 6,63 s
2.7 Penentuan Waktu Rata-rata ABC 40%
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
7,22+7,08+ 7,28
=
3
21,58
=
3
= 7,193 s
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,79+6,64+6,90
=
3
20,33
=
3
=6,776 s
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
7,27+7,16+7,18
=
3
21,61
=
3
=7,203s
2.9 Penentuan Waktu Rata-rata Marjan 20%
70
71
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
7,85+7,92+ 7,68
=
3
23,45
=
3
=7,816 s
2.10 Penentuan Waktu Rata-rata Marjan 30%
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
9,88+9,78+ 9,68
=
3
29,34
=
3
=9,78 s
2.11 Penentuan waktu Rata- rata Marjan 40%
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
13,65+ 13,60+13,61
=
3
40,86
=
3
=13,62 s
ρ Aquades . t Aquades
η Sampel= x η Air
ρ air . t Air
ρ ABC 5 % . t ABC 5 %
ɳ ABC 5% = x ɳ air
ρ air . t air
( 7,7792 ) .(6,12)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)
ρ ABC 10 % . t ABC 10 %
ɳ ABC 10% = x ɳ air
ρ air . t air
( 3,9766 ) .(6,25)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)
71
72
ρ ABC 20 % . t ABC 20 %
ɳ ABC 20% = x ɳ air
ρ air . t air
( 2,0892 ) .(6,51)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733).(5,9)
ρ ABC 30 % . t ABC 30 %
ɳ ABC 30% = x ɳ air
ρ air . t air
( 1,359 ) .(6,63)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)
ρ ABC 40 % .t ABC 40 %
ɳ ABC 40% = x ɳ air
ρ air .t air
( 1,0477 ) .(7,19)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733).(5,9)
ρ Marjan 5 % . t Marjan 5 %
ɳ Marjan 5% = xɳ air
ρ air . t air
( 8,0988 ) .(6,77)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)
ρ Marjan 10 % . t Marjan 10 %
ɳ Marjan 10% = xɳ air
ρ air . t air
( 4,1356 ) .(7,20)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)
ρ Marjan 20 % . t Marjan 20 %
ɳ Marjan 20% = x ɳ air
ρ air . t air
72
73
( 2,0857 ) .(7,81)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733).(5,9)
ρ Marjan 30 % . t Marjan 30 %
ɳ Marjan 30% = x ɳ air
ρ air . t air
( 1,418 ) .(9,78)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)
ρ Marjan 40 % . t Marjan 40 %
ɳ Marjan 40% = xɳ air
ρ air . t air
( 1,0969 ) .(13,62)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733) .(5,9)
73