Anda di halaman 1dari 76

PERCOBAAN I

TERMOKIMIA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan ilmu yang secara luas mempelajari suatu bahan
dan senyawa. Di antara banyaknya hal yang dipelajari dalam ilmu kimia
tersebut tentu kita mengenal bagiannya yang disebut kimia organik yaitu
percabangan studi ilmiah dari ilmu kimia mengenai struktur, sifat, komposisi,
reaksi, dan sintesis senyawa organik (Mahfuzah, 2018). Dalam ilmu kimia
terdapat hukum termodinamika yaitu memplajari proses ketika usaha diubah
menjadi kalor dan ketika kalor diubah menjadi usaha, kalor yang menyertai
perubahan reaksi kimia disebut termokimia.
Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi
panas dan energi kimia. Sedangkan energi kimia didefinisikan sebagai
energi yang dimiliki setiap unsur atau senyawa. Energi kimia yang dimiliki
dalam suat zat adalah semacam energi potensial zat tersebut. Energi
potensial yang dimiliki dalam suatu zat disebut panas dalam atau entalpi dan
dinyatakan dengan simbol H (Irwandy, 2014). Oleh karena itu kalor reaksi
adalah suatu bentuk energi dan sebagian besar reaksi kimia berlangsung pada
tekanan tetap, maka kalor reaksi dinyatakan sebagai perubahan entalpi (ΔH).
Perubahan entalpi penguapan standar (Δ vH°) merupakan energi yang
dibutuhkan untuk mengubah suatu kuantitas zat dijadikan gas. Entalpi
merupakan kaidah dalan termodinamika yang menyatakan jumlah energi dalam,
volumr dan tekanan panas datu suatu zat. Senyawa yang mudah menguap,
memiliki titik didih rendah atau memiliki tingkat volatilitas rendah.
Senyawa volatil adalah senyawa yang memiliki kisaran berat molekul
50-200 dalton. Dengan berat molekul rendah, senyawa tersebut dapat menguap
dengan mudah dan berdifusi dalam fase gas. Contoh senyawa volatil nitrogen,
air, nitrogen, air, karbondioksida dan sebagainya.

2
Senyawa nonvolatil adalah senyawa kimia yang tidak dapat mengalami
penguapan dengan cepat. Pada senyawa nonvolatil memiliki titik didih dan
volatilitas yang tinggi sehingga senyawa ini membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk menguap. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukannya
percobaan termokimia untuk dapat menentukan kalor penguapan zat cair yang
mudah menguap.

1.2 Rumusan Masalah

Berapakah kalor penguapan CCl4.

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan kalor penguapan karbon


tetraklorida.

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat praktikum termokimia yaitu untuk memahami lebih


dalam tentang reaksi kimia yang disertai dengan perubahan energi serta
mengetahui cara menentukan kalor penguapan karbon tetraklorida

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Termodinamika

Termodinamika dapat dibagi dalam tiga hukum utama. Hukum ke-nol


memperkenalkan gagasan tentang kesetimbangan termal sebagai hubungan dari
ekivalensi keadaan, dimana suhu adalah parameter yang memberi label
perbedaan kesetaraan. Secara khusus sifat transitif dari hubungan ekivalensi
menyiratkan bahwa jika benda A berada dalam kesetimbangan dengan benda C
maka A dan C juga dalam keadaan setimbang. Hukum pertama menjamin
kinversi energi. Hukum kedua menyatakan arah kalor (Bera, 2017).

2.2 Termokimia

Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi


panas dan energi kimia. Sedangkan energi kimia didefinisikan sebagai
energi yang dimiliki setiap unsur atau senyawa. Energi kimia yang dimiliki
dalam suat zat adalah semacam energi potensial zat tersebut. Energi
potensial yang dimiliki dalam suatu zat disebut panas dalam atau entalpi dan
dinyatakan dengan symbol H (Irwandy, 2014).

2.3 Karbon Tetraklorida (CCl4)

Karbon tetraklorida atau (CCl4) merupakan xenobiotic yang lazim


digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Senyawa
CCl 4 termasuk hidrokarbon alifatik tidak berwarna, tidak larut dalam air, tidak
mudah terbakar, mudah menguap dan berbau tajam sperti eter. CCl4
adalah toksin pertama yang berhasil dibuktikan bahwa jejas yang
ditimbulkannya dimediasi oleh mekanisme radika bebas. Toksisitas CCl 4 tidak
disebabkan oleh molekul itusendiri, tetapi adanya konversi molekul CCl 4
menjadi radikal bebas CCl 3- oleh enzim sitokrom p450 yang ada di hati
(Yuslianti, 2018).

4
2.4 Reaksi Eksoterm dan Endoterm

Reaksi eksoterm adalah reaksi yang membebaskan kalor,


sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor. Dengan
kata lain pada reaksi eksoterm yaitu kalor mengalir dari sistem ke lngkungan,
sementara endoterm yaitu kalor mengalir dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi
endoterm sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan
bertambah artinya entalpi produk lebih besar daripada entalpi pereaksi (Subhan,
2013).
Reaksi endoterm merupakan reaksi penyerapan kalor dari lingkungan ke
sistem yang menyebabkan suhu lingkungan berkurang. Penyerapan kalor
menyebabkan terjadinya peningkatan entalpi, dimana entalpi produk lebih
besar dari entalpi reaktan, sehingga harga perubahan entalpi (∆H) positif. Contoh
proses endoterm adalah fotosintesis, ice cream meleleh, besi meleleh pada proses
pengelasa, dan dekomposisi termal (Saraha, 2017).

5
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Fisik 1 percobaan 1 dengan judul ”Termokima”


dilaksanakan pada hari sabtu, 30 Oktober 2021 pukul 13.30-17.00 WITA.
Bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat-Alat dan Bahan yang Digunakan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu gelas piala 400 mL dan 50 mL, Tutup krus
Porselin, Pipet Tetes, stopwach, Hotplate dan Termometer.

3.2.2 Bahan

Bahan yang di gunakan yaitu karbon tetraklorida

3.2 Prosedur Kerja

Isi gelas kimia dengan air kira-kira setengah penuh dan apungkan tutup
krus secara terbalik diatas permukaan air. Panaskan air hingga suhu C atur
sedemikian rupa agar suhu dapat konstan. Dengan menggunakan pipet tetes
letakkan 2 tetes carbon tetraklorida pada permukaan tutup krus kemudian amati
waktu yang digunakan untuk menguapkan cairan sampai habis. Ulangi
kegiatan ini sampai tiga kali dan dalam perhitungan gunakan rata-rata. Lakukan
kegiatan yang sama dengan suhu yang diatur 64°C, 59°C, dan 54°C.

3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum

Tabel 1. Kalor Penguapan Karbon Tetraklorida


No. Suhu (C) waktu (Detik) Suhu (K) 1/T(K-1) Log t
1 69 24 343 0,014 1,38
2 64 29 338 0,016 1,462
3 59 43 333 0,017 1,63
4 54 54 328 0,019 1,732

Grafik1. Hubungan antara log t dan 1/T

Hubungan antara Log t dan 1/T


0.020
0.018
f(x) = 0.0107404216187537 x − 0.000274044087689617
0.016 R² = 0.980303300442333
0.014
0.012
0.010 Series2
1/T

0.008 Linear (Series2)


0.006
0.004
0.002
0.000
1.35 1.40 1.45 1.50 1.55 1.60 1.65 1.70 1.75 1.80
Log t

Gambar.1 Hubungan antara Log t dan 1/T

4.2 Pembahasan

Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas


dan energi kimia. Energi kimia dinyatakan sebagai energi yang dimiliki setiap
unsur atau senyawa. Energi kimia yang dimiliki dalam suat zat adalah semacam
energi potensial zat tersebut. Energi potensial yang dimiliki dalam suatu zat
disebut entalpi dan dinyatakan dengan simbol H (Irwandy, 2014).

4
Energi yang dibutuhkan dalam proses penguapan ini disebut sebagai
entalpi penguapan. Jika dalam suatu reaksi membutuhkan kalor, maka harga
entalpinya positif dan termasuk reaksi endoterm. Sebaliknya, jika suatu reaksi
kimia melepaskan kalor ke lingkungan, maka harga entalpinya bernilai negatif
dan termasuk dalam reaksi eksoterm.
Berdasarkan Percobaan ini yaitu penentuan kalor penguapan zat cair
yang mudah menguap. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan meneteskan
CCl4 diatas tutup krus porselin yang diapungkan dalam gelas kimia yang berisi
air pada suhu yang diinginkan. Dalam menentukan kalor penguapan CCl4
digunakan variasi waktu 69 °C, 64 °C, 59 °C, dan 54 °C. variasi waktu ini
bertujuan sebagai pembanding kecepatan penguapan dan agar hasil akhir yang
diperoleh lebih akurat.
Penguapan pada cairan terjadi karena adanya pemutusan antara ikatan-
ikatan molekul pada fase uap. Kalor penguapan atau entalpi penguapan adalah
besarnya energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan-ikatan antar
molekul dalam fase uap. Penguapan tidak terjadi secara terus menerus sebab
sebagian dari uap akan kembali dalam cairan.
Tekanan uap cairan tergantung pada temperatur yang digunakan pada
saat proses penguapan, semakin besar temperatur yang digunakan maka
semakian cepat pula kalor penguapan terjadi, hal ini dibuktikan pada saat
temperatur diturunkan dar 69 ˚C menjadi 64 ˚C sampai dengan 54 ˚C waktu yang
dibutuhkan semakin bertambah atau semakin besar. Berdasarkan percobaan
tersebut, suhu mempengaruhi kalor penguapan zat tersebut, dimana semakin
rendah suhu yang digunakan, maka semakin tinggi waktu yang diperlukan untuk
menguap.

5
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan


bahwa senyawa CCl4 merupakan salah satu senyawa yang mudah menguap,
dengan kalor penguapannya yaitu 0,2 Kj/mol K. ΔHv CCl4 yang bernilai positif
menandakan bahwa reaksi menyerap panas dari lingkungan selama proses
penguapan dan termasuk kedalam reaksi endoterm.
semakin tinggi temperatur yang digunakan pada saat penguapan maka
semakin cepat pula kalor penguapan terjadi, hal ini dbuktikan pada saat
temperatur diturunkan dari 69˚C menjadi 64˚C sampai dengan 54˚C waktu yang
dibutuhkan semakin bertambah atau semakin lama.

5.2 saran

Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini yaitu pada percobaan
selanjutnya alangkah lebih baik jika mengunakan 2 sampel yang berbeda, agar
dikatahui kecepatan penguapan masng-masing sampel tersebut.

6
PERCOBAAN II
KESETIMBANGAN KIMIA

7
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

kesetimbangan kimia adalah salah satu topik pembelajaran yang


dianggap sulit dalam pembelajaran kimia. Kesulitan tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor. Pertama, konsep-konsep dalam topik kesetimbangan kimia
hampir semuanya merupakan konsep abstrak, seperti konsep keadaan
setimbang dan pergeseran kesetimbangan. Kedua,diperlukan kemampuan
matematik dalam menyelesaikan soal-soal dalam kesetimbangan kimia
sepertiuntuk menghitung harga tetapan kesetimbanganpada suhu tertentu atau
akibat adanya pergeseran kesetimbangan. Ketiga, konsep-konsep yang ada
didalamnya didasari oleh konsep-konsep sebelumnya,seperti konsep-konsep
dalam topik Laju Reaksi danKonsentrasi Larutan (Limun, 2015).
Kesetimbangan kimia (chemical equilibrium) memuat kondisi ketika
laju reaksi maju dan reaksi balik dari suatu zat sama besar dan dimana
konsentrasi zat yang bereaksi dan produk hasil reaksi tetap atau tidak
mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Kesetimbangan kimia juga
mencakup penjelasan terjadinya proses perubahan molekul zat yang
dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi, tekanan atau volume dari molekul
tersebut dan perubahan suhu (Dewi, 2013). Pada reaksi kesetimbangan, reaksi
harus bergeser ke kanan (produk) untuk mendapatkan konversi maksimal.
Diantaranya adalah dengan meningkatkan konsentrasi reaktan, mengatur
temperatur reaksi serta pengambilan atau pemisahan salah satu produk secara
kontinyu (Setyawardhani, (2013).
Reaksi kesetimbangan terdiri atas reaksi kesetimbangan homogen dan
reaksi kesetimbangan heterogen. Reaksi kesetimbangan homogen adalah reaksi
kesetimbangan ketika fasa dari zat-zat yang bereaksi dengan zat zat hasil
reaksi sama yaitu larutan sedangkan kesetimbangan heterogen adalah reaksi

8
kesetimbangan yang memiliki fase reaktan dan produk yang tidak sama.
Kesetimbangan reaksi kimia bersifat dinamis. Pada keadaan kesetimbangan,
laju ke arah hasil reaksi sama dengan laju kearah pereaksi, dan tidak terjadi
perubahan yang bersifat makroskopik. Sedangkan dalam keadaan mikroskopis
berlangsung perubahan pada kedua arah reaksi secara terus-menerus sampai
waktu yang tidak terhingga atau sampai ada gangguan terhadap keadaan
kesetimbangan (Sunarya, 2010).
Reaksi setimbang dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa
kondisi yaitu reaksinya bolak-balik, sistemnya tertutup, dan bersifat dinamis.
Tetapan kesetimbangan bagi suatu reaksi adalah khas untuk suatu reaksi dan
harganya tetap pada suhu tertentu. Artinya setiap reaksi akan mempunyai harga
tetapan kesetimbangan yang cenderung tidak sama dengan reaksi lain
meskipun suhunya sama, dan untuk suatu reaksi yang sama harga K akan
berubah jika suhunya berubah. Ketika suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil
reaksi mulai menimbun dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain memulai
suatu reaksi yang kebalikannyabila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan
suatu (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung
mengurangi pengaruh aksi tersebut. Artinya pada sistem kesetimbangan
terdapat gangguan dari luar sehingga kesetimbangan dalam keadaan terganggu
atau rusak maka sistem akan berubah sedemikian rupa sehingga gangguan itu
berkurang dan bila mungkin akan kembali ke keadaan setimbang lagi. Cara
sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan
pergeseran kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
temperatur konsentrasi tekanan dan volume serta penambahan katalisn
(Chatelir, 1844).
Menurut hukum distribusi Nerst. bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah diaduk

9
dan dibiarkan terpisah. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi
solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada
suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi
(Kd) (Biyantoro, 2013). Berdasarkan pernyataan di atas maka dilakukan
praktikum kesetimbangan kimia dengan menggunakan bahan kimia tertentu
yaitu dengan menentukan tetapan antara kesetimbangan iod dengan kalium
iodida.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan tetapan kesetimbangan


reaksi antara iod dengan kalium iodida.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu didasarkan pada kelarutan iod dalam air
dan KI melalui koefisien distribusi.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesetimbangan Kimia

kesetimbangan kimia merupakan topik yang paling sulit dalam


pembelajaran kimia. Kesulitan tersebut disebabkan oleh tiga faktor. Pertama,
konsep-konsep dalam topik kesetimbangan kimia hampir semuanya
merupakan konsep abstrak, seperti konsep keadaan setimbang dan pergeseran
kesetimbangan. Kedua, diperlukan kemampuan matematik dalam
menyelesaikan soal-soal dalam kesetimbangan kimia sepertiuntuk menghitung
harga tetapan kesetimbanganpada suhu tertentu atau akibat adanya pergeseran
kesetimbangan. Ketiga, konsep-konsep yang ada didalamnya didasari oleh
konsep-konsep sebelumnya,seperti konsep-konsep dalam topik Laju Reaksi
danKonsentrasi Larutan (Limun, 2015).
Kesetimbangan kimia (chemical equilibrium) menjelaskan keadaan
dimana laju reaksi maju dan reaksi balik dari suatu zat sama besar dan dimana
konsentrasi reaktan (zat yang bereaksi) dan produk (hasil reaksi) tetap tidak
berubah seiring berjalannya waktu. Kesetimbangan kimia juga mencakup
penjelasan terjadinya proses perubahan molekul zat yang dipengaruhi oleh
perubahan konsentrasi, tekanan atau volume dari molekul tersebut dan
perubahan suhu (Dewi, 2013). Faktor yang mempengaruh kesetimbangan yaitu
konsentrasi, volume, tekanan, suhu, dan katalis. Suatu reaksi dikatakan
setimbang apabila kecepatan reaksi kearah produk sama dengan kecepatan
reaksi ke arah reaktan, konsentrasi pereaksi dan hasil pereaksi relatif tetap
(Setyawardhani, (2013).

2.2 Titrasi

Titration is the process for ascertaining the exact volume of one


solution that is chemically equivalent to given amount of another substance,
either another solution or a given amount of solid material dissolved in a

11
solvent [9]. The apparatus usually used in titrations is burette if solution of an
acid is titrated with a solution of base, the equivalence point, the point at
which chemically equivalent quantities of acid & base have been mixed, can be
found by means of an indicator. This allows for quantitative analysis of the
concentration of unknown acid or base solution (Mane, 2016).
Titrasi adalah proses untuk memastikan volume yang tepat dari satu
larutan yang secara kimia setara dengan jumlah zat tertentu , baik larutan atau
sejumlah bahan padat tertentu yang dilarutkan dalam pelarut. Peralatan yang
biasanya digunakan dalam titrasi adalah buret, jika larutan asam dititrasi
dengan larutan basa, ekivalennya titik, titik di mana jumlah asam dan basa
yang setara secara kimia telah dicampur, dapat ditemukan melalui indikator.
Hal ini kemudian memungkinkan untuk analisis kuantitatif konsentrasi larutan
asam atau basa yang tidak diketahui (Mane, 2016).

2.3 Koefisien Distribusi

Menurut hukum distribusi Nerst. bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah diaduk
dan dibiarkan terpisah. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi
solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada
suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi
(Biyantoro, 2013).

2.4 Na-tiosulfat

Natrium tiosulfat (Na2S2O3) digunakan karena merupakan pereduksi


yang kuat untuk besi dan pereduksi ini mudah didapat. Penggunaan pereduksi
natrium tiosulfat pada kondisi pH 4,5 dapat mereduksi larutan Fe 3+. Natrium
tiosulfat memiliki kemampuan mereduksi dibanding besi sebesar 77,95% dari

12
pada K2C2O4 yang mereduksi besi sebesar 72,77%, kemampuan keduanya
tidak jauh berbeda namun sama-sama memiliki kemampuan kuat untuk
mereduksi besi (Pangastuti, 2017).

2.5 Amilum

Amilum merupakan salah satu bentuk penyimpanan gula yang terdiri


dari unit-unit glukosa yang tersusun linier. Amilum terdiri dari dua macam
polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa
dibagian dalam dan sisanya amilopektin dibagian tepi. Butir-butir amilum
mempunyai bentuk dan ukuran yang bermacam-macam, perbedaan ini
didasarkan pada letak hilus dalam butir amilum (Kumalawati, 2018).

2.6 Karbon Tetraklorida

karbon tetraklorida adalah pelarut industri camon yang terkenal dengan


hepatotoksisitasnya. CCl4 digunakan dalam Sintesis senyawa organik
terklorinasi termasuk pendingin klorofluorokarbon, fumigan pertanian, dalam
produksi semikonduktor, dalam pengolahan lemak, minyak dan karet dan
dalam aplikasi laboratorium (Bahaswan 2014).

2.7 Yodium

Unsur yodium sangat mudah teroksidasi sehingga dalam


penyimpanannya garam beryodium harus baik dan tidak disimpan di tempat
yang mempengaruhi hilangnya yodium dalam garam beryodium. Yodium
bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Proses pengolahan bahan makanan
akan mengurangi ketersediaan yodium dalam makanan. Semakin tinggi suhu
dan semakin lama waktu yang dipergunakan untuk mengolah bahan makanan
maka semakin tinggi jumlah jadi hilang (Bahja, 2021).

13
2.8 pereaksi Wegner
Perekasi wegener merupakan campuran dari iodin dan kalium iodida.
Iodin akan bereaksi dengan ion I- dan kalium iodida sehingga menghasilkan
ion 13- yang yang berwarna kecoklatan dihasilkan oleh ikatan kompleks dari
kalium-alkaloid yang terbentuk dari ion logam K + pada kalium yang
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
(Kumalasari,2020).

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Fisik I percobaan II dengan judul “Kesetimbangan


Kimia” dilaksanakan pada hari Sabtu, 06 November 2021 pukul 13.00 WITA-
selesai. Bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan kesetimbangan antara iod dan


kalium iodida yaitu botol semprot, pipet tetes, gelas ukur 250 mL, corong
pisah 250 mL , pipet skala 5 mL dan 25 mL, labu erlenmeyer 250 mL, batang
pengaduk, spatula, gelas kimia 500 mL, botol timbang, neraca analitik, buret
50 mL, statif dan klem, filler.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan pembuatan larutan adalah


aquades, larutan Na-tiosulfat 0,02 M, larutan KI 0,1 M, larutan amilum 1 %,
kristal KI, larutan kloroform.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Prosedur Pembuatan Larutan Na-tiosulfat

Ditimbang 0,158 gram Na-tiosulfat, dimasukkan ke dalam gelas kimia


ukuran 50 mL. dilarutkan dengan aquades. Setelah larut dimasukkan ke dalam
labu takar ukuran 100 mL. kemudian ditambahkan dengan aquades sampai
tanda batas pada labu takar lalu dihomogenkan.

3.3.2 Prosedur Pembuatan Amilum

15
Ditimbang 1,27 gram kanji, dimasukkan ke dalam gelas kimia ukuran
50 mL, dilarutkan dengan aquades. Kemudian dipanaskan hingga mendidih
sambil diaduk. Setelah dipanaskan disaring dengan menggunakan kertas
saring. Didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan.

3.3.3 Perlakuan pada Corong Pisah A

Prosedur kerja dalam percobaan ini yaitu dimasukkan 15mL larutan


kloroform kedalam corong pisah yang sudah diberi label A. Kemudian pada
corong pisah A dimasukkan 100 mL air, Kemudian ditutup corong pisah dan
dikocok hingga beberapa menit dan didiamkan selama 15-20 menit untuk
mencapai kesetimbangan. Setelah mencapai kesetimbangan dipisahkan antara
air dan kloroform. Setelah itu kloroform dan air masing-masing dipipet 5 mL
dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian pada masing-masing larutan
ditambahkan 1 gram Kristal KI dan 3 tetes amilum. Kemudian digoyang
hingga tercampur. Setelah itu masing-masing larutan dititrasi dengan larutan
standar Na-tiosulfat. Titrasi dihentikan setelah terbentuk warna bening.

3.3.4 Perlakuan pada Corong B

Prosedur kerja dalam percobaan ini yaitu dimasukkan 15 mL larutan


kloroform kedalam corong pisah yang sudah diberi label B. Kemudian pada
corong pisah B dimasukkan 100 mL KI 0,1 M, Kemudian ditutup corong pisah
dan dikocok hingga beberapa menit dan didiamkan selama 15-20 menit untuk
mencapai kesetimbangan. Setelah mencapai kesetimbangan dipisahkan antara
KI dan kloroform. Setelah itu kloroform dipipet 2,5 mL dan KI dipipet 12,5
mL masing-masing dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian pada masing-
masing larutan ditambahkan 0,5 gram Kristal KI dan 3 tetes amilum.
Kemudian digoyang hingga tercampur. Setelah itu masing-masing larutan
dititrasi dengan larutan standar Na-tiosulfat. Titrasi dihentikan setelah
terbentuk warna biru.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil pengamatan untuk botol A


No. Perlakuan Pengamatan
1. Dimasukkan 15 mL larutan I2 Larutan jenuh dan berwarna ungu
jenuh dalam CCl4 ke dalam corong
2. Dimasukkan 100 mL air Terbentuk dua lapisan (bagian atas
ada air berwarna bening dan bawah
iod jenuh berwarna ungu)
3. Dikocok hingga beberapa menit Terdapat dua lapisan (atas
dan didiamkan selama 15 menit. berwarna kuning-merah batajingga
dan bawah berwarna ungu).
4. Mengambil lapisan CCl4 2,5 mL Larutan berwarna ungu pada
corong
5. Ditambahkan 1 gram padatan KI Padatan KI larut
dan 15 mL air
6. Dititrasi dengan Na-Tiosulfat Larutan berwarna bening
dengan indikator amilum 1%
7. diambil 25 mL lapisan air Berwarna kuning-jingga
8. Dititrasi dengan menggunakan Larutan biru
larutan Na-tiosulfat 0,02 M

Pengamatan pada corong A bertujuan untuk menentukan koefisien


distribusi yod antara fase air dan fase karbon tetraklorida (CCl 4). Koefisien
distribusi (Kd) adalah suatu tetapan pada suhu tetap pada keadaan setimbang
dimana perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut adalah tetap
(Biyantoro, 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan pada corong pisah A yang dimasukkan
15 mL I2 yang dilarutkan dalam CCl 4 dan air sebanyak 100 mL, selanjutnya
diguncang kuat-kuat dan didiamkan selama 15-20 menit. Tujuan
pengguncangan yaitu agar yod terdistribusi secara sempurna pada dua fase
yaitu fase polar dan fase non polar, sehingga pada suhu tetap angka
perbandingan kosentrasinya konstan.

17
Setelah proses pendiaman maka akan terbentuk dua lapisan, adanya
lapisan air dan lapisan CCl4 ini menunjukkan bahwa air dan CCl 4 memiliki
kepolaran yang berbeda dan tidak saling melarutkan, dimana pada lapisan atas
merupakan air, dan lapisan bawah adalah CCl 4. Hal ini disebabkan karena
perbedaan sifat kimia dari air dan CCl 4 dimana air bersifat polar sedangkan
CCl4 bersifat nonpolar. Kedua senyawa ini tidak tercampur membentuk suatu
larutan melainkan hanya tercampur sesaat dan kemudian membentuk dua
lapisan. Jadi terbentuknya dua lapisan ini disebabkan oleh perbedaan sifat
kepolaran antara air dan CCl4.
Bagian yang berwarna kuning tersebut adalah iodium dalam air.
Berdasarkan pengamatan yakni terpisahnya larutan tersebut, kemungkinan
kesetimbangan iodium yang terdistribusi ke larutan CCl 4 telah tercapai. Pada
lapisan bawah berwarna ungu selanjutnya dititrasi dengan Na-tiosulfat dan
menambahkan indikator amilum 1%. Tujuan penambahan amilum di sini yaitu
untuk mengetahui akhir titrasi dengan perubahan wana menjadi biru yang
menunjukan titik akhir titrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditentukan nilai koefisien ditribusi
yod yaitu yaitu sebesar 10 M, dengan menentukan terlebih dahulu kosentrasi I 2
pada CCl4 yaitu 0,06 M dan konsentrasi I2 pada H2O yaitu 0,006 M.

Tabel 2. Hasil pengamatan untuk Botol B


Perlakuan Pengamatan
No.
1. Dimasukkan 15 mL I2 jenuh dalam Larutan jenuh dan berwarna ungu
CCl4
2. Dimasukkan 100 mL KI 0,1 M Terbentuk dua lapisan (bagian atas
ada air berwarna bening dan bawah
iod jenuh berwarna ungu)
3. Dikocok hingga beberapa menit Terdapat dua lapisan (atas
dan didiamkan selama 15 menit. berwarna kuning-jingga dan bawah
berwarna ungu).
4. Mengambil lapisan CCl4 5 Ml Larutan berwarna ungu masih pada
corong
5. Ditambahkan 1 gram padatan KI Padatan KI larut
dan 10 mL air

18
6. Dititrasi dengan Na-Tiosulfat Larutan berwarna bening
dengan indikator amilum 1%
7. Mengambil 25 mL lapisan air Berwarna merah
8. Dititrasi dengan menggunakan Larutan berwarna biru
larutan Na-tiosulfat 0,02 M
pengamatan pada corong B bertujuan untuk menentukan tetapan
kesetimbangan reaksi I2. Tetapan kesetimbangan adalah pebandingan hasil kali
molaritas reaktan dengan hasil kali molaritas produk yang masing-masing
dipangkatkan dengan koefisiennya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada corong pisah B, dengan
memasukan 15 mL I2 jenuh dalam CCl4 ke dalam KI sebanyak 100 mL,
selanjutnya diguncang kuat-kuat dan didiamkan selama 15 menit agar terjadi
pemisahan sempurna. Tujuan pengguncangan yaitu agar yod terdistribusi
sempurna, sehingga pada suhu tetap angka perbandingan kosentrasinya juga
konstan. Pemisahan larutan dapat terjadi karena larutan telah mencapai proses
kesetimbangan. Pemisahan ini menghasilkan 2 lapisan larutan, larutan yang
memiliki bobot molekul yang ringan akan berada pada bagian atas begitu pula
sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengamatan lapisan pada bagian bawah adalah
lapisan CCl4 dan lapisan bagian atas adalah air. selanjutnya lapisan CCl 4
tersebut ditambahkan air dan KI, kemudian dititrasi dengan menggunakan Na-
tiosulfat dan amilum 1 % sebagai indikator. Seperti halnya pada corong A,
tujuan penambahan amilum di sini yaitu untuk mengetahui akhir titrasi dengan
perubahan wana menjadi biru yang menunjukan titik akhir titrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada corong B, diperoleh tetapan

kesetimbangan reaksi I2 yaitu 0,414 M dan membentuk reaksi I 2+ K⇋I3-


dengan menentukan terlebih dahulu nilai kosentrasi I 2 + I3- yaitu 0,024 M,
konsentrasi I2 dalam CCL4 yaitu 0,06 M, konsentrasi I 2 dalam H2O yaitu 0,006
M, konsentrasi I3- adalah 0,054 M, dan konsentrasi I- yaitu 0,046.

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan pada Corong A dan B


Volume Corong A Corong B

19
Lapisan air Lapisan CCl4 Lapisan Lapisan
air CCl4
Volume yang 25 Ml 2,5 mL 25mL 2,5 mL
dipipet
Volume yang 50 mL 2,5 mL 50 mL 2,5 mL
dititrasi
Volume Na- 15 mL 15 mL 15 mL 2,5 mL
tiosulfat

BAB V

20
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa ada beberapa


faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia seperti perubahan konsentrasi,
perubahan tekanan dan volume, serta katalis,dan dalam praktikum ini diperoleh
nilai koefisien distribusi 10 M dan tetapan kesetimbangan (Kc) reaksi yod adalah
0,414.

5.2 Saran

Saran yang dapat diusulkan dalam percobaan kali ini yaitu sebaiknya
praktikan melakukan percobaan sesuai prosedur kerja dan mengamati secara
seksama agar data pengamatan sesuai yang diinginkan.

21
PERCOBAAN III
KIMIA PERMUKAAN 1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

22
Kimia permukaan merupakan kajian mengenai sebuah reaksi kimia di
permukaan suatu zat. Adesi molekul gas atau cairan ke permukaan dikenal dengan
sebutan adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida
(cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu
film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi,
dimana fluida terserap oleh fuida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Dalam
adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah
substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya,
sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa
senyawa karbon (Syauqiah, dkk., 2011).
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan
molekul-molekul gas atau cair, dikontakan dengan molekul-molekul tersebut,
maka didalamnya terdapat gaya kohesif termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan
hidrogen yang bekerja di antara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak
seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi
molekul pada interface solid (Ginting, 2008)
Proses adsorpsi cairan pada permukaan padatan dapat dipelajari melalui
beberapa model isotermis yaitu fungsi yang menghubungkan jumlah adsorbat
pada permukaan adsorben dengan konsentrasi. Isoterm adsorpsi membantu untuk
menetapkan kapasitas adsorpsi dari material dan selanjutnya membantu untuk
mengevaluasi mekanisme yang ditunjukkan oleh sistem adsorpsi. Isoterm adsorpsi
merupakan perhitungan yang paling penting untuk memprediksi dan menganalisis
berbagai kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam proses adsorpsi. Namun,
sampai saat ini kebanyakan penelitian hanya menyajikan teori isoterm adsorpsi,
dan belum ada penelitian yang menjelaskan isoterm adsorpsi secara menyeluruh
dan mendetail mulai dari teori hingga perhitungan (Ragadhita, dkk., 2021).
Model isotermis yang umum digunakan diantaranya isoterm Langmuir dan
Freundlich. Isoterm Langmuir berasumsi bahwa adsorpsi berlangsung pada situs
spesifik yang homogen dengan hanya sejenis molekul menempati satu situs
(monolayer). Sedangkan model Freundlich menjelaskan bahwa permukaan

23
adsorben yang heterogen memiliki situs adsorpsi dengan energi ikatan yang
berbeda (Manohar, dkk., 2006).
Langkah awal untuk mendapatkan proses adsorpsi yang efektif adalah
dengan cara memilih adsorben yang memiliki selektivitas dan kapasitas tinggi
serta dapat digunakan berulang ulang. Adsorben merupakan zat padat yang dapat
menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah
bahan- bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding
pori- pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori
biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran
lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan
terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang
menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat dari
pada molekul lainnya (Sastika, 2020). Salah satu adsorben yang sering digunakan
adalah arang aktif.
Arang aktif adalah sejenis adsorben (penyerap). Berwarna hitam,
berbentuk granula, bulet, pelet, atau bubuk. Karbon aktif dipakai dalam proses
pemurnian udara, gas, larutan atau cairan, dalam proses recovery suatu logam dari
biji logamnya, dan juga dipakai sebagai support katalis. Arang aktif dibagi atas 2
tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif
sebgai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori
mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-
zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan,
membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain yaitu pada
industri kimia dan industri baru (Wahyuningrum, 2016)
Arang aktif diaktivasi dengan cara kimia atau fisika sehingga daya
serapnya tinggi dengan kadar karbon yang bervariasi. Permukaan arang aktif
relatif telah bebas dari deposit hidrokarbon dan mampu melakukan adsorpsi
karena permukaannya lebih luas dan pori-porinya telah terbuka. Unsur karbon (C)
pada arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk
senyawa organik maupun anorganik, baik sebagai larutan maupun sebagai gas.
Hal ini dikarenakan atom karbon tersebut terikat secara kovalen dalam suatu kisi

24
heksagonal yang mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain
membentuk kristal dengan susunan tidak beraturan (amorf), dengan jarak antar
pelatnya acak (Pari, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan percoban “kimia
permukaan “ untuk menentukan isotermal adsorpsi menurut Freundlich untuk
proses adsorpsi asam asetat pada arang aktif.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan isotermal adsorpsi


menurut Freundlich untuk proses adsorpsi asam asetat pada arang aktif.

1.3 Prinsip Dasar Praktikum

Prinsip dari praktikum ini yaitu didasarkan pada penentuan pengaruh


konsentrasi terhadap zat teradsorpsi berdasarkan persamaan Freundlich.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi

25
Adsorpsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau
antar partikel. Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben
padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-atom, ionion atau molekul-molekul
lainnya. Untuk proses tersebut bisa digunakan adsorben yang bersifat polar (silica,
alumina, dan tanah diatome) ataupun non polar (Nurjanah, dkk., 2016).

2.2 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi membantu untuk menetapkan kapasitas adsorpsi dari


material dan selanjutnya membantu untuk mengevaluasi mekanisme yang
ditunjukkan oleh sistem adsorpsi. Model isotermis yang umum digunakan
diantaranya isoterm Langmuir dan Freundlich. Isoterm Langmuir berasumsi
bahwa adsorpsi berlangsung pada situs spesifik yang homogen dengan hanya
sejenis molekul menempati satu situs (monolayer). Sedangkan model Freundlich
menjelaskan bahwa permukaan adsorben yang heterogen memiliki situs adsorpsi
dengan energi ikatan yang berbeda. Kinetika adsorpsi merupakan salah satu aspek
yang sering diteliti untuk mengevaluasi karakteristik dari adsorben yang dipakai
terutama dalam rehabilitasi lingkungan (Nafi’ah, 2016).
Beberapa material adsorben yang dapat digunakan dalam adsorpsi residu
insektisida adalah zeolit, arang aktif, abu sekam, dan bentonit. Arang aktif bambu
memilki luas permukaan berpori yang lebih besar dibandingkan dengan arang
kayu yaitu lebih dari 1000 m2/g. Arang aktif yang terdapat pada bambu memilki
kapasitas adsorpsi terhadap metilen blue dengan kapasitas adsorpsi maksimum
(Murtihapsari, dkk., 2012).
Arang aktif adalah penangkal universal untuk sebagian besar racun.
Penggunaan arang aktif untuk mengobati keracunan telah telah dikenal sejak
tahun 1830 oleh ahli kimia Perancis bertrand. Diaktifkan arang biasanya
diproduksi melalui proses pirolisis bahan yang mengandung karbon dan diaktifkan
oleh oksidasi dengan uap pada suhu tinggi suhu. Arang aktif memiliki luas
permukaan sekitar 1000 m2/g dan memiliki kemampuan untuk menyerap banyak
obat. Arang aktif memiliki efek positif lainnya termasuk menurunkan resorpsi

26
agen yang terlibat dalam enterohepatik atau enterogastrik bersepeda serta efek
pada dialisis gastrointestinal (Alkhatib, 2015).

2.3 Adsorpsi Freundlich

The Freundlich adsorption isotherm is a useful description of adsorption


phenomena. It is frequently presented as an empirical equation with little
theoretical basis. In fact, a variety of derivations exist. Here a new derivation is
presented using the concepts of fractal reaction kinetics. This derivation provides
an alternative basis for interpreting the parameters obtained using the Freundlich
isotherm (Skopp, 2009).
Isotermal freudlich adalah deskripsi yang berguna dari fenomena adsorpsi.
Hal ini sering disajikan sebagai sebuah persamaan empiris dengan dasar teoritis
kecil. Faktanya, ada berbagai turunan. Berikut ini turunan baru yang disajikan
menggunakan konsep kinetika reaksi fraktal. Derivasi ini menyediakan dasar
alternatif untuk menafsirkan parameter yang diperoleh menggunakan isoterm
Freundlich (Skopp, 2009).

2.4 Arang Aktif

Activated charcoal is a universal antidote for the majority of poisons. The


use of activated charcoal to treat poisonings has been known as early as 1830 by
the french chemist bertrand. Activated charcoal is usually produced through the
process of pyrolysis of materials that contain carbon and it is activated by
oxidation with steam at a high temperature. Activated charcoal has a surface area
about 1000 m2/g and hasthe ability to adsorb many drugs. Activated charcoal has
other positive effects including lowering theresorption of agents that are involved
in enterohepatic or enterogastric cycling as well as effecs on gastrointestinal
dialysis (Alkhatib, 2015).
Arang aktif adalah penangkal universal untuk sebagian besar racun.
Penggunaan arang aktif untuk mengobati keracunan telah telah dikenal sejak
tahun 1830 oleh ahli kimia Perancis bertrand. Diaktifkan arang biasanya
diproduksi melalui proses pirolisis bahan yang mengandung karbon dan diaktifkan

27
oleh oksidasi dengan uap pada suhu tinggi suhu. Arang aktif memiliki luas
permukaan sekitar 1000 m2/g dan memiliki kemampuan untuk menyerap banyak
obat. Arang aktif memiliki efek positif lainnya termasuk menurunkan resorpsi
agen yang terlibat dalam enterohepatik atau enterogastrik bersepeda serta efek
pada dialisis gastrointestinal (Alkhatib dan Khalid, 2015).
Arang aktif adalah karbon yang sudah diaktifkan sehingga pori-porinya
terbuka sehingga daya jerapnya lebih besar dari pada arang biasa. Arang aktif
merupakan suatu bahan berupa karbon amorf yang sebagian besar terdiri atas atom
karbon bebas dan mempunyai permukaan dalam (internal surface) sehingga
mempunyai kemampuan daya jerap (adsorption) yang baik (Maulana, dkk., 2017).
Daya adsorpsi arang aktif disebabkan adanya pori pori mikro yang sangat
besar jumlahnya, sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan
adanya daya adsorpsi. Karbon aktif disusun oleh atom atom C yang terikat secara
kovalen dalam suatu visi hexagonal datar dengan 1 atom C pada setiap sudutnya
yang luas permukaan berkisar antara 300 M 2/g hingga 3500 M2/ g dan ini
berhubungan dengan struktur perintah internal sehingga mempunyai sifat sebagai
adsorben (Polii, 2017).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

28
Praktikum Kimia Fisik 1 “ Kimia Permukaan 1” dilaksanakan pada hari
Sabtu, 13 November 2021, pukul 13.30 WITA-Selesai. Bertempat di
Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cawan porselin, labu
takar 100 mL, labu erlenmeyer 250 mL, pipet tetes, pipet skala 25 mL dan 50 mL,
filler, buret, statif, klem, corong, botol semprot dan oven.

3.2.2 Bahan

Bahan yang dugunakan dalam praktikum ini yaitu larutan HCl 0,5 N,
arang aktif, larutan baku NaOH 0,1 N, indikator PP, ketas saring dan aquades.

3.3 Proder Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,25 N

Dipipet larutan HCl 50 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer.

3.3.2 Pembuatan Larutan HCl 0,125 N

Dipipet larutan HCl 25 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer.

3.3.3 Pembuatan Larutan HCl 0,0625 N

Dipipet larutan HCl 12,5 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan, dimasukan ke
dalam erlenmeyer.

29
3.3.4 Pembuatan Larutan HCl 0,03125 N

Dipipet larutan HCl 6,25 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan, dimasukan ke
dalam erlenmeyer.

3.3.6 Pembuatan Larutan HCl 0,0156 N

Dipipet larutan HCl 3,12 mL, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan aquades sampai batas tera, kemudian dihomogenkan, dimasukan ke
dalam erlenmeyer.

3.3.7 Aktivasi Arang Aktif

Diambil arang dalam wadah dan dimasukannya arang dalam cawan


porselin secukupnya dan dipanaskan menggunakan oven pada suhu 100o C selama
2 jam, setelah proses pemanasan selesai di timbang arang sebanyak 1 gram dan
dimasukkan kedalam 5 buah erlenmeyer yang telah disiapkan, dan disiapkan
larutan asam dengan konsentrasi 0,25 N, 0,125 N, 0,0625 N, 0,03125 N dan
0,0156 N, masing masing 100 mL, larutan asam tersebut dimasukkan kedalam
labu erlenmeyer yang berisi arang sebanyak 1 gram. Diberiakan tanda label pada
labu erlenmeyer sebagai tanda konsentrasi pada masing masing larutan asam.
Ditutup labu erlenmeyer yang berisi larutan asam dan berisi 1 gram arang
menggunakan kertas, kemudian dibiarkan selama 25 menit dan sesekali di gojok
(kurang lebih selang waktu 5 menit). Perlakuan selanjutnya setelah 25 menit
adalah saring masing-masing larutan menggunakan corong dan kertas saring,
kemudian arang dikumpul dan dikeringkan kembali. kemudian dititrasi dengan
menggunakan larutan baku NaOH 0,1 N menggunakan phenophtalin sebagai
indikato

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum

30
Tabel 4.1.1 Data Hasil Percoban Adsorbsi HCl dengan Menggunakan Arang
Aktif
No. M KonsentrasiAsam X (g) X/m Log Log C C
(g) (N) X/m
Awal Akhir
1 1 0,25 0,1525 71,175 71,175 1,8523 -1,0110 0,0975
2 1 0,125 0,065 43,800 43,800 1,6415 -1,2218 0,0600
3 1 0,0625 0,04 16,4250 16,4250 1,2155 -1,6478 0,0225
4 1 0,03125 0,015 11,8625 11,8625 1,0742 -1,7891 0,0163
5 1 0,0156 0,0065 6,6430 6,6430 0,8224 -2,0410 0,0091

4.2 Grafik

Ga

mbar.1 Hubungan X/m terhadap C

31
Gambar.2 Hubungan log X/m terhadap C

4.3 Pembahasan

Berdasarkan percobaan ini dilakukan pemanasan terhadap arang aktif pada


suhu 100°C . Aktivasi arang aktif tersebut menyebabkan pori-pori yang terdapat
pada struktur molekulnya terbuka, sehingga daya serapnya semakin besar untuk
menyerap bahan yang berfase cair dimana cairan yang digunakan pada percobaan
ini yaitu asam klorida (HCl) dengan konsentrasi yang bervariasi. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif yaitu sifat arang aktif,
sifat komponen yang diserapnya, sifat larutan dan sistem kontak. Daya serap arang
aktif terhadap komponen-komponen yang berada dalam larutan atau gas
disebabkan oleh kondisi permukaan dan struktur porinya.
Adsorben yang digunakan pada percobaan ini yaitu arang aktif. Proses
adsorpsi pada arang aktif mempunyai ikatan fisik yang kuat pada struktur porinya.
Ikatan yang terjadi bisa digolongkan ke dalam ikatan London atau van der Waals.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh semakin tinggi konsentrasi HCl maka
semakin tinggi pula daya adsorpsi arang aktif. Data percobaan memiliki tingkat
kesesuaian terbaik dengan model isoterm Freundlich. Adsorben mengalami
peningkatan kemampuan penyerapan pada konsentrasi yang lebih tinggi sehingga
mampu menyerap komponen HCl selama proses adsorpsi.

32
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif yaitu sifat
karbon aktif atau arang aktif, sifat komponen yang diserapnya, sifat larutan dan
sistem kontak. Daya serap arang aktif terhadap komponen-komponen yang berada
dalam larutan atau gas disebabkan oleh kondisi permukaan dan struktur porinya.
Isotermal Freundlich didasarkan pada asumsi bahwa adsorpsi tidak dapat
berlangsung melebihi satu lapisan. Semua bidang setimbang dan permukaannya
seragam. Selain itu, kemampuan dari molekul untuk menyerap pada bidang yang
diberikan adalah bebas dan didukung oleh bidang sekitarnya. Isoterm Freundlich
juga didasarkan pada asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda.
Aktivasi dengan menggunakan larutan HCl dapat melarutkan pengotor
sehingga pori-pori lebih banyak terbentuk dan proses penyerapan asorbat menjadi
lebih maksimal. Dengan adanya perbedaan konsentrasi HCl maka dapat diketahui
kecepatan penyerapan arang aktif terhadap HCl sehingga berpengaruh terhadap
daya adsorpsi arang aktif itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
semakin tinggi konsentrasi HCl maka semakin tinggi pula daya adsorpsi arang
aktif. Data percobaan memiliki tingkat kesesuaian terbaik dengan model isoterm
Freundlich. Adsorben mengalami peningkatan kemampuan penyerapan pada
konsentrasi yang lebih tinggi sehingga mampu menyerap komponen HCl selama
proses adsorpsi.
Berdasarkan Percobaan ini, terjadi pembentukan kesetimbangan
konsentrasi antar-muka yang dikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel
partikel karbon berlangsung cepat. Laju adsorpsi keseluruhan dipengaruhi oleh
kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut dalam pori pori kapiler dari
partikel karbon. Kecepatan itu berbanding terbalik dengan kuadrat diameter
partikel, bertambah dengan konsentrasi zat terarut, bertambah dengan kenaikan
temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat molekul zat terlarut.
Pada grafik perbandingan x/m terhadap C terlihat bahwa terjadi penyerapan zat
padat yang relatif tinggi dengan konsentrasi larutan yang rendah artinya
perpindahan massa dari karbon kembali ke fase larutan HCI.

33
Berdasarkan grafik hubungan antara X/m terhadap C, digunakan larutan
HCl dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Setelah mencampurkan arang
dengan sampel HCl kemudian hasilnya dititrasi lagi dengan larutan NaOH 0,1 N.
Diperoleh konsentrasi zat terlarut dalam kesetimbangan (C) lebih rendah
dibanding konsentrasi awal, hal ini dikarenakan arang menyerap konsentrasi yang
dimiliki HCl atau terjadi perpindahan konsentrasi (adsorpsi). Kemudian Pada
pencampuran HCl dan arang, terdapat perlakuan didiamkan selama 5 menit. Hal
ini dikarenakan pada saat 5 menit tersebut molekul-molekul arang dan HCl yang
berinteraksi sudah berada pada titik jenuh.

34
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin besar


konsentrasi HCl maka massa adsorbat yang teradsorpsi akan semakin besar pula.
isotermal adsorpsi menrurt Freundlich untuk proses adsorpsi asam klorida pada
arang aktif menunjukan bahwa banyaknya zat yang diserap per gram adsorben
adalah sebanding dengan tetapan (k), konsentrasi (C) dan n sebagai pangkat
eksponen. Menurut persamaan = kCn. Perubahan yang terjadi pada konsentrasi
asam klorida mempengaruhi banyaknya zat yang diserap, maka dalam percobaan
ini isotermal Freundlich berlaku.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini yaitu diharapkan agar lebih
teliti dalam menentukan volume HCl yang diperlukan untuk meminimalisir
kesalahan, agar hasil pengamatan sesuai yang diinginkan.

35
PERCOBAAN IV
VISKOSITAS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

36
Viskositas merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian
pada fluida pada waktu lapisan-lapisan itu bergerak satu melewati yang lainnya.
Pada zat cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul.
Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul. Fluida yang berbeda
memiliki besar viskositas yang berbeda. Makin besar viskositas dalam suatu
fluida, makin sulit benda bergerak dalam fluida tersebut. Didalam zat cair,
viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antar molekul zat cair. Berhubung
pentingnya besaran viskositas dalam kehidupan, maka perlu diketahui metode
pengukurannya secara mudah, murah, dan teliti. Salah satu cara yang bisa
digunakan adalah dengan menggunakan viskometer alternatif sebagai alat ukur
kekentalan zat cair (Sutiah, 2008).

Faktor yang mempengaruhi viskositas ialah suhu, kosentrasi larutan, berat


molekul terlarut, dan tekanan. Jadi viskositas berbanding terbalik dengan suhu.
Jika suhu naik maka viskositas akan turun, dan begitu sebaliknya. Semua minyak
pelumas jika suhu tinggi dipanaskan akan menjadi lebih encer dan pada suhu yang
rendah akan menjadi kental. Pengukuran viskositas minyak pelumas dengan
standar SAE 2. Konsentrasi larutan ialah viskositas berbanding lurus dengan
konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi tinggi akan memiliki
viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan menyatakan banyaknya
partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang
terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi
pula (Sani, 2010).
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka
viskositas akan turun dan begitu pula sebaliknya. Suhu berhubungan erat dengan
viskositas dimana semakin tinggi suhu maka semakin kecil nilai viskositas. Salah
satu contoh fluida yang dapat digunakan untuk menjelaskan materi viskositas
adalah minyak goreng (Damayanti, 2018)
Alat ukur yang digunakan untuk menentukan kekentalan (viskositas) suatu

37
larutan adalah viskometer. Alat ukur kekentalan ini dapat mengukur tingkat
kekentalan suatu zat cairan dengan akurat dan spesifiknya sesuai dengan standar
yang telah ditentukan (Jati, 2015).
Setiap zat cair memiliki kekentalan atau viskositas. Kekentalaan yang
dimiliki setiap zat berbeda-beda, hal ini bergantung pada konsentrasi dari zat cair
atau fluida tersebut. Viskositas suatu fluida juga dipengaruhi oleh suhu. Unsur gas
memiliki nilai viskositas yang mudah berubah terhadap perubahan suhu. Pada
umumnnya zat cair akan mengalami pengurangan viskositas jika suhu dinaikan.
Hal ini berkaitan dengan struktur molekul dalam cairan tersebut (Maria, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan praktikum “ Viskositas” untuk
menentukan viskositas suatu cairan dengan metode Ostwald dan mempelajari
hubungan viskositas terhadap konsentrasi.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan viskositas suatu cairan
dengan metode Ostwald dan mempelajari hubungan viskositas terhadap
konsentrasi.

1.3 Manfaat Percobaan

Manfaat dari percoban ini yaitu dapat menetahui viskositas suatu cairan
dengan metode Ostwald serta hubungannya dengan konsentrasi berdasarkan
kekentalan zat cair mengalir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

38
2.1 Viskositas

Viskositas merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian


pada fluida pada waktu lapisan-lapisan tersebut bergerak satu melewati yang
lainnya. Pada zat cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar
molekul. Fluida yang berbeda memiliki besar viskositas yang berbeda. Makin
besar viskositas dalam suatu fluida, makin sulit suatu benda bergerak dalam fluida
tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul
zat cair. (Lubis, 2018). Dengan kata lain viskositas adalah ukuran yang
menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Ukuran zat cair ini dapat
ditentukan dengan memanfaatkan proses transmisi dan pantulan dari gelombang
ultrasonik (Ariyanti dan Agus, 2010)
Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat,
sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Cairan yang mengalir cepat seperti
air,alkohol dan bensinmempunyai viskositas kecil. Sedangkan cairan yang
mengalir lambat seperti gliserin,minyak castor dan madu mempunyai viskositas
besar (Apriani, dkk., 2013).
Sifat viskositas yang disebut viskositas fluida ini merupakan ukuran
sebuah fluida terhadap deformasi atau perubahan bentuk. Viskositas suatu gas
bertambah dengan naiknya temperatur, karena makin besarnya aktivitas molekuler
ketika temperatur meningkat. Sedangkan pada zat cair, jarak antar molekul jauh
lebih kecil dibanding pada gas, sehingga kohesi molekuler disitu kuat sekali.
Peningkatan temperatur mengurangi kohesi molekuler dan ini diwujudkan berupa
berkurangnya viskositas fluida (Maulida, 2010).

2.2 Fluida

39
Fluida adalah zat yang dapat mengalir.Kata Fluida mencakup zat car, air
dan gaskarena kedua zat ini dapat mengalir,sebaliknya batu dan benda-benda
keras atau seluruh zat padat tidak digolongkankedalam fluida karena tidak bisa
mengalir. Susuminyak pelumas, dan air merupakan contoh zat cair. dan Semua zat
cair itu dapat dikelompokan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat mengalir
dari satu tempat ke tempat yang lain. Selain zat cair, zat gas juga termasuk fluida.
Zat gas juga dapat mengalir dari satu satu tempat ke tempat lain (Asidu, 2017).

2.3 Viskometer

Alat ukur yang digunakan untuk menentukan kekentalan (viskositas) suatu


zat cair adalah viskometer. Alat ukur kekentalan ini dapat mengukur tingkat
kekentalan suatu zat cair dengan akurat dan spesifik sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.Dalam pembuatannya viskometer ditujukan untuk memperoleh
waktu sehingga dapat dihitung nilai viskositas suatu fluida (Manurung, 2018).

2.4 Viskometer Otswald

Viskometer Ostwald merupakan salah satu jenis viskometer yang banyak


digunakan. Viskometer Ostwald memerlukan sampel yang lebih sedikit
dibandingkan viskometer yang lain. Prinsip yang digunakan adalah dengan
mengukur waktu yang diperlukan oleh cairan untuk melewati dua titik yang telah
ditentukan pada sebuah tabung kapiler vertikal (Regina, dkk., 2018).

2.5 Massa Jenis

Massa jenis merupakan pengukuran massa persatuan volume. Cara


mengukur massa jenis pada umumnya dengan menimbang berat zat cair tersebut
dan membaginya dengan volume zat cair yang terukur, maka dengan cara ini
pengukuran tidak efisien karena harus mengukur terlebih dahulu massa zat dan
volume zat yang akan diukur. Pengukuran massa jenis zat cair berdasarkan
kecepatan ultrasonik menjadi alternatif agar pengukuran dapat dilakukan secara
langsung, akurat, praktis, dan mudah (Prawira, 2018).

2.6 Picnometer

40
Pengukuran massa jenis cairan pada kondisi ambien merupakan prosedur
analisis yang stabil. Ada dua metode umum pengukuran massa jenis yaitu
picnometer dan dilatometri. Picnometer digunakan untuk mengukur massa yang
tersisa dalam volume yang diketahui setelah luapan yang diinduksi suhu.
Dilatometri adalah ukuran dari pemuaian volumetrik dari massa yang diketahui
karena kenaikan suhu. Konvensional piknometer dan dilatometer (terbuat dari
kaca) tidak tahan dengan tekanan tinggi (Wetswood dan Kabadi, 2003).

2.7 Gliserol

Gliserol (C3H8O3) merupakan senyawa golongan alkohol polihidrat dengan


tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul, bersifat polar dan kental (viscous).
Gliserol dapat diperoleh melalui proses transesterifikasi pada industri biodiesel,
proses saponifikasi pada industri sabun dan proses hidrolisis pada industri asam
lemak. Pada industribiodiesel akan dihasilkan gliserol sebanyak 12,5% dari
kapasitas produksinya dengan tingkat kemurnian yang masih rendah karena
mengandung komponen air dan bahan pengotor lainnya (Wahyuni, 2016).

2.8 Sirup

Sirup adalah sediaan cair yag berupa larutan mengandung sukrosa. Sirup
terdiri dari zat aktif, pelarut, pemanis, zat penstabil, pengawet, pengental,
pewarna, perasa dan pengisitonis. Zat aktif merupakan zat utama atau zat yang
berkhasiat dalam sediaan sirup. Pelarut merupakan cairan yang dapat melarutkan
zat aktif atau biasa disebut sebagai zat pembawa (Fickri, 2018).

BAB III

41
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Fisik I dengan judul percobaan “Viskositas”


dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 November 2021, pukul 13:00 WITA-Selesai.
Bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan viskositas yaitu viskosimeter,


stopwatch, pipet ukur 25 mL, neraca analitik, Filler, piknometer 10 mL, gelas
kimia 50 mL, botol semprot, labu ukur 25 mL 5 buah, botol timbang, spatula, dan
pipet tetes. Bahan yang digunakan pada percobaan viskositas yaitu larutan sirup
ABC 5%, 10%, 20% , 30%, dan 40%, larutan sirup Marjan 5%, 10%, 20% , 30%,
dan 40 % serta aquades.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan larutan

Pembuatan larutan sirup ABC 40% dalam 100 mL, diambil dari larutan
sirup ABC 100% sebagai larutan induk dan dihitung volume yang akan
digunakan dengan menggunakan rumus pencampuran didapatkan hasil sebanyak
10 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, setelah itu
ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan. Pembuatan larutan
sirup ABC 30 % dalam labu ukur 25 mL, diambil dari larutan sirup ABC 40 %
dan dihitung volume yang akan digunakan dengan menggunakan rumus
pengenceran didapatkan hasil sebanyak 7,5 mL. Kemudian dimasukkan didalam
labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan aquades sampai batas tera dan
dihomogenkan. Selanjutnya pembuatan larutan sirup ABC 20 % dalam labu ukur
25 mL, diambil dari larutan sirup ABC 40% dan dihitung volume yang akan
digunakan dengan menggunakan rumus pengenceran didapatkan hasil sebanyak 5
mL. Kemudian dimasukkan didalam labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan

42
aquades sampai batas tera dan dihomogenkan Selanjutnya pembuatan larutan sirup
ABC 10 % dalam labu ukur 25 mL, diambil dari larutan sirup ABC 40% dan
dihitung volume yang akan digunakan dengan menggunakan rumus pengenceran
didapatkan hasil sebanyak 2,5 mL. Kemudian dimasukkan didalam labu ukur 25
mL, setelah itu ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan.
Selanjutnya pembuatan larutan sirup ABC 5% dalam 25 mL, diambil dari larutan
sirup ABC 40 % dan dihitung volume yang akan digunakan dengan menggunakan
rumus pengenceran didapatkan hasil sebanyak 1,25 mL. Kemudian dimasukkan
didalam labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan aquades sampai batas tera dan
dihomogenkan. Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan sirup Marjan.

3.3.2 Penentuan Massa Jenis (ρ) cairan

Ditimbang dengan teliti picnometer kosong dengan menggunakan neraca


analitik, mula–mula ditimbang berat kosong pichnometer kemudian dimasukkan
larutan sirup ABC 5 % dalam labu ukur 25 mL kedalam picnometer dan ditimbang
untuk untuk dihitung massa larutan sirup ABC yaitu selisih antara picnometer
kosong dengan picnometer yang berisi larutan sirup ABC. Diulangi perlakuan ini
untuk menentukan massa larutan sirup ABC 10%, 25%, 30%, dan 40 %, dan
larutan sirup Marjan 5 %, 10 %, 20%, 30%, dan 40%.

3.3.3 Penentuan Viskositas (η) cairan

Dimasukkan larutan sirup ABC 5%, melalui A kedalam viskosimeter


sehingga apabila larutan tersebut dibawa ke B masih tersisa setengahnya. Dengan
menghisap atau meniup, larutan sirup ABC dibawa ke B sampai melewati sedikit
garis m. Larutan sirup ABC dibiarkan mengalir secara bebas. Dicatat waktu yang
diperlukan larutan gliserol untuk mengalir dari garis m ke garis n. Dilakukan
secara triplo. Diulangi perlakuan ini untuk menentukan viskositas sirup ABC 5%,
10%, 20 %, 30%, 40 %, dan larutan sirup Marjan 5 %, 10%, 20%, 30%, dan 40 %.

BAB IV

43
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Penentuan Massa dan Waktu Rata-Rata Sirup ABC

Tabel. 1 Penentuan Massa Sirup ABC

Massa
Massa picno +
No. Sampel (%) picno Massa Sampel (g)
sampel (g)
kosong (g)
1. Sirup ABC 5 23,4474 9,8474
2. Sirup ABC 10 23,5517 9,9517
3. Sirup ABC 20 13,60 23,6446 10,0446
4. Sirup ABC 30 23,7925 10,1925
5. Sirup ABC 40 24,0475 10,4775

Tabel 2 Penentuan waktu rata-rata sirup ABC

No. Sampel t1 t2 t3 t
1. Sirup ABC 5 % 6,38 5,98 6,00 6,12
2. Sirup ABC 10 % 6,22 33 6,22 6,256
3. Sirup ABC 20 % 6,51 49 6,55 6,516
4. Sirup ABC 30 % 6,58 6,59 6,72 6,63
5. Sirup ABC 40 % 7,22 7,08 7,28 7,193

4.1.2 Penentuan Massa dan Waktu Rata-Rata Sirup Marjan

Tabel. 1 Penentuan Massa Sirup Marjan

No. Sampel Massa Massa picno + Massa Sampel (g)


picno sampel (g)
kosong
(g)
1. Sirup Marjan 5 % 13,60 23,7235 10,1235
2. Sirup Marjan 10 % 23,939 10,339
3. Sirup Marjan 20 % 24,0283 10,4283
4. Sirup Marjan 30 % 24,235 10,635
5. Sirup Marjan 40 % 24, 5691 10,9691

44
Tabel 2 Penentuan Waktu Rata-Rata Sirup Marjan

No. Sampel t1 t2 t3 t
1. Sirup Marjan 5% 6,79 6,6 6,90 6,779
2. Sirup Marjan 10% 7,27 7,16 7,18 7,205
3. Sirup Marjan 20% 7,85 7,92 7,68 7,816
4. Sirup Marjan 30% 9,88 9,78 9,68 9,78
5. Sirup Marjan 40% 13,65 13,60 13,61 13,62

4.2 Pembahasan

Viskositas merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian


pada fluida pada waktu lapisan-lapisan tersebut bergerak melewati yang lainnya.
Pada zat cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul.
Berbeda halnya pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul. Fluida
yang berbeda memiliki besar viskositas yang berbeda pula. Makin besar viskositas
dalam suatu fluida, makin sulit suatu benda bergerak dalam fluida tersebut dan
waktu yang dibutuhkan juga semakin lama (Lubis, 2018).

Beberapa metode dapat digunakan dalam mengukur viskositas cairan,


metode yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur suatu cairan
dengan viskositas rendah adalah dengan menggunakan metode vikometer
Otswald. Viskometer Ostwald merupakan viskometer yang banyak digunakan
untuk menentukan kekentala atau viskositas suatu cairan. Viskometer Ostwald
memerlukan sampel yang lebih sedikit dibandingkan viskometer yang lain.
Adapun prinsip yang digunakan adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan
oleh cairan untuk melewati dua titik yang telah ditentukan pada sebuah tabung
kapiler vertikal.

Berdasarkan percobaan “viskositas”ini, digunakan 2 sampel yang berbeda


untuk ditentukan viskositasnya yaitu sirup ABC dan sirup Marjan. Penggunaan
dua jenis sirup ini bertujuan sebagai pembanding viskositas antara sampel Sirup
ABC dan sirup Marjan. Kemudian untuk menentukan masa jenis cairnya

45
menggunakan picnometer 10 mL dengan konsetrasi sirup yang bervariasi yaitu 5
%, 10 %, 20 %, 30 % dan 40 %.
Langkah pertama yang dilakukan ketika ingin menentukan viskositas dari
kedua sirup tersebut adalah memipet laruta sirup dengan volume yang telah
diketahui, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL, selanjutnya diencerkn
menggunakan aquades. Larutan yang telah encer kemudian ditentukan massa
jenisnya menggunakan picnometer 10 mL. setelah diketahui berat jenisnya hal
selanjutnya yang dilakukan adalah masukkan cairan kedalam alat viskometer,
pada umumnya larutan sulit mengalir sehingga harus ditiup atau diisap, adapun
ujuan peniupan dan pengisapan yaitu untuk memudahkan larutan sirup mengalir di
dalam viskometer. Kemudian masing-masing cairan sirup ABC dan marjan
dengan konsentrasi berbeda (5 %, 10 %, 20 %, 30 % dan 40%) dihitung waktu
yang diperlukan untuk sampai ke titik m dengan melakukannya sebanyak tiga kali
(triplo), tujuan perlakuan triplo yaitu agar diperoleh data yang lebih akurat.
Setelah itu ditentukan waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir dari garis m
ke n.

Hasil pengukuran masing-masing sampel diperoleh memiliki kecepatan


waktu alir yang berbeda-berbeda. Adapun waktu rata-rata yang dibutuhkan sirup
ABC Dan marjan untuk dapat mengalir dari garis m ke n bervariasi tergantung
pada konsentrasi sirup, sirup ABC dengan konsentrasi 5 % waktu rata-ratanya
yaitu 6,12 s, 10 % yaitu 6,256 s, 20 % yaitu 6,516 s, 30 % yaitu 6,63 s dan 40 %
yaitu 7,173 S. Kemudian pada sirup marjan dengan konsentrasi 5 % waktu rata-
ratanya yaitu 6,779 s, 10 % yaitu 7,205 s, 20 % yaitu 7,816 s, 30 % yaitu 9,78 s
dan 40 % yaitu 13,62 s. Kecepatan waktu pada kedua sirup ini dengan konsentrasi
yang berbeda-beda dipengaruhi oleh perbedaan kekentalan atau viskositas pada
larutan sirup ABC dan Marjan.

Berdasarkan uraian tersebut dengan menggunakan sirup ABC sebagai


cairan pembanding. Waktu yang diperlukan sirup ABC untuk mengalir dari garis
m ke garis n lebih cepat jika dibandingkan dengan sirup Marjan dan memiliki
viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan sirup marjan. Peristiwa ini

46
menunjukan bahwa semakin cepat waktu yang diperlukan fluida untuk mengalir
maka semakin rendah viskositas fluida tersebut, sebaliknya semakin lambat waktu
yang diperlukan oleh fluida untuk mengalir maka akan memiliki nilai viskositas
yang lebih tinggi.

47
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sirup ABC dan


sirup Marjan dengan konsentrasi yang lebih rendah memerlukan waktu yang lebih
cepat untuk mengalir dibandingkan dengan sirup yang memiliki konsentrasi tingi.
Hal ini menunjukan bahwa viskositasnya akan bertambah seiring dengan
penambahan konsentrasi larutan. Sehingga Hubungan viskositas dan konsentrasi
yaitu berbanding lurus.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya dilakukan percobaan dengan


menggunakan sampel lain selain sirup yang digunakan sebagai pembanding
misalnya minyak atau madu.

48
DAFTAR
PUSTAKA

49
DAFTAR PUSTAKA

Alkhatib, A. J., dan Zailaey, K. A. 2015. Medical and Evironmental Aplication of


Activeted Charcol Review Article. European scientific journal. 11 (3).

Apriani., Gusnedi., Yenni, D. 2013. Studi tentang Nilai Viskositas Madu Hutan
dari Beberapa Darerah di Sumatera Barat untuk Mengatasi Kualitas Madu.
Pillar Of Phisics. 2(1).

Ariyanti, E., Agus, M. 2010. Otomatisasi Pengukuran Koefisien Viskositas Zat


Cair Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Journal Neuotrino. 2(2).

Asidu, D. A. L., Muhammad, H., dan Prinob, A. 2017, Pemanfaatan Minyak Oli
Bekas sebagai Bahan Bakar alternatif dengan Pencampuran Minyak
Pirolisis. Jurnal Mahasiswa Teknik Mesin. 2(2).

Bahaswan, S., Memy, H., Hamdi, A. Mohammed, G., Hesham, E., Ibrahim, B.
2014. Crocin mitigates carbon tetrchlorida-induced liver toxicity in
rats . Journal of Taibah UniversityMedical Sciences.
Doi.org/10,1016/j.tumed.2014.09003.

Bahja., Wery, A., Abnon,Y. 2021. Penyusutan kalium iodat dalam garam
beryodium selama penyimpann suhu Rendah. Jurnal ilmu gizi. 1 (2).

Bera, M.N., Arnau R., Maciej, L., ndreas. 2017. Generalized Laws Of
Thermodynamis In The Presence Of Corealtions. Nature
Communications Doi: 10.1038/s41467-017-0237.

Biyantoro, D., Purwanti, F.W. 2013.Optimasi Pemisahan Zr – Hf Dengan Cara


Ekstraksi Memakai Solven Topo. Jurnal Teknologi Bahan Nuklir. 9 (1).

Dewi, L.J.E., 2009. Pengembangan media pembelajaran reaksi kesetimbangan


kimia. Equilibrium. 12 (2)

Fickri, D. Z., Farm, S., dan Klin, M. F. 2018. Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan
Irwandi. 2014. Kimia Teknik. Bogor. PT Penerbit Ipb Press.

50
Kumalasari, M.L.F., Funsu, A. 2020. Uji fitokimia ekstrak etanol daun
kemangi. Indonesian Journal for Health Sciences. 4 (1).

Kumalawati, H. 2018. Bentuk, Tipe dan Ukuran Amilum Umbi Gadung,


Gembili, Uwi Ungu, Porang dan Rimpang Ganyong. Ejournal2 Undip.
3(1).

Limun, A. 2015. Metakognisi Mahasiswa Dalampembelajaran Kesetimbangan


Kimia. Jurnal Ilmu Pendidikan. 21 (1).

Lubis, N. A. 2018. Pengaruh Kekentalan Cairan terhadap Waktujatuh Benda


Menggunakan Falling Ball Method. Jurnal Ilmu Fisika dan Teknologi. 2(2).
Mane, A.N., Danashri, S.K., Vinayak, B.K. 2016. Use Of Combretum Indicum
Flower Extract Is A Natural Indicator In Acid-Base Titration.
International Journal Of Institutional Pharmacy And Lifes Scieces. 6(3)

Manurung, L. S., dan Hendar, S. 2018. Design and Build Up The Stirrer
Viscometer. Jurnal Geliga Sains. 6(2).

Maulana, G. G. R., Agustina, L., Susi. 2017. Proses Aktivasi Arang Aktif dari
Cangkang Kemiri (Aleurites moluccana) dengan Variasi Jenis dan
Konsentrasi Aktivator Kimia. Jurnal Ziraa’ah. 42 (3).

Maulida, R. H., dan Rani, E. 2010. Analisis Karakteristik Pengaruh Suhu dan
Kontaminan terhadap Viskositas Oli menggunakan Rotary Viscometer.
Jurnal Neutrino. 3(1).

Murtihapsari., Mangalo, B., Dini, D. H. 2012. Model Isoterm Freundlich dan


Langmuir oleh Adsorben Arang Aktif Bambu Andong (G. verticillata
(Wild) Munro) dan Bambu Ater (G. atter (Hassk) Kurz ex Munro). Jurnal
Sains Natural universitas Nusa Bangsa. 2 (1).

Nafi’ah, R . 2016. Kinetika Adsorpsi Pb (II) dengan Adsorben Arang Aktif dari
Sabut Siwalan. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis.1 (2).

Nurjanah, S., Sudaryanto, Z., Rosalinda., Ilham F. 2016. Kajian Pengaruh Dua
Metode Pemurnian terhadap Kejernihan dan Kadar Patchouli Alcohol
Minyak Nilam (Patchouly Oil) Asal Sumedang. Jurnal Teknotan. 10 (1).

Pangastuti, Devita Dwining. 2017. Perbandingan Kondisi Optimum Pereduksi


Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) dan Hidroksilamin Hidroklorida
(NH2OH.HCl) Pada Analisis Kadar Total Besi Secara Spektrofotometri
UV-Vis. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(1).

51
Pari, G., Santoso, A., Hendra, D. 2006. Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif
Sebagai Konduktor Emisi Formaldehida Kayu Lapis. Jurnal Penelitian
Hasil Hujan. 24 (5)

Polii, F.F. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Aktifasi Terhadap Mutu Arang Aktif
dari Kayu Kelapa. Jurnal Industri Hasil Perkebunan. 12 (2).

Prawira, B.N., dan Abdul Roul, 2018, Perancangan Alat Ukur Massa Jenis Zat
Cair Menggunakan Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik. Indonesian
Journal of Electronics System. 8(2).

Ragadhita, R., Asep, B.D.N. 2021. How to Calculate Adsorption Isotherm of


Particles Using Two-Parameter Monolayer Adsorption Models and
Equation. Indonesian Journal of Science & Teknology. 6 (1).

Regina, O., Hendra, S., dan Dina, S. 2018. Measurement of Viscosity Uses an
Alternative Viscometer. Jurnal Geliga Sains. 6(2).
Saraha, A.R., Khusna, A.R., dan Nurul, A.R. 2017. Kimia Dasar 1.
Bandung: Rasi Bintang.

Saraha, A.R., Khusna, A.R., dan Nurul, A.R. 2017. Kimia Dasar 1. Bandung:
Rasi Bintang.

Setyawardhani, D,A., Sperisa, D., Rahmat, B., Wayan, S. 2013. Pergeseran


Reaksi Kesetimbangan Hidrolisis Minyak Dengan Pengambilan
Gliserol Untuk Memperoleh Asam Lemak Jenuh Dari Minyak Biji
Karet. Ekuilibrium. 12(2).

Skopp, J. 2009. Derivation of the Freudlich Adsorption Isotherm from Kinetics.


Journal of Chemical Education. 86 (11).

Subhan, 2013. Kimia Dasar 2. Makassar. Dua Satu Press. Hal : 34.

Syauqiah, I., Amalia, M., Kartini, H.A. 2011. Analisis Variasi Waktu dan
Kecepatan Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan
Arang Aktif. Jurnal Info Teknik. 12 (1).

Wahyuni, S., Hambali, E., dan Marbun B. T. H. 2016. Esterifikasi Gliseroldan


Asam Lemak Jenuh Sawit dengan Katalis MESA. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. 26(3).

Westwood, B.M., Kabadi, V. N. 2003. A Novel Pycnometer For Density


Measurements Of Liquids At Elevated Temperatures Journal Chemistry
Termodinamics. 35(2003).

52
Yuslianti, E.R., 2018. Pengantar radikal bebas dan anti oksidan.
Yogyakarta . Hal : 1Irwandi. 2014. Kimia Teknik. Bogor. PT
Penerbit Ipb Press.

Yuslianti, E.R., 2018. Pengantar radikal bebas dan anti oksidan.


Yogyakarta . Hal : 14.

LAMPIRAN

53
IAGRAM ALIR

PERCOBAAN I

Dimasukan ke dalam gelas kimia


hingga penuh

Dipanaskan hingga
suhu 70°C

Diletakan tutup krush


secara terbalik

Dimasukan CCl4 pada permukaan tutup


krush

Diamati suhu yang digunakan untuk untuk penguapan

Dilakukan sebanyak tiga kali

Dihitung waktu rata-rata yang digunakan

Kalor penguapan CCl4

54
PERCOBAAN II

1. Diagram Alir

Corong A
Dimasukkan 15 mL larutan I2 jenuh dalam CCl4
Dimasukkan 100 mL air
Diguncang

Lapisan Air Lapisan CCl4


Diambil 25 mL air Diambil 2,5 mL CCl4
Ditambahkan 1 g padatan KI Ditambahkan 1 g
Ditambahkan 10 mL air padatanKI
Dititrasi dengan Na-tiosulfat Ditimbahkan 10 mL air
Ditambahkan amilum 1% Dititrasidengan Na-
tiosulfat
Ditambahkan amilum
1%

Hasil Pengamatan

Corong B
Dimasukkan 15 mL larutan I2 jenuh dalam CCl4
Dimasukkan 100 mL larutan KI
Diguncang

Lapisan Air Lapisan CCl4


Diambil 25 mL air Diambil 5 mL CCl4
Ditambahkan 1 g padatan KI Ditambahkan 1 g
Ditambahkan 10 mL air padatanKI
Dititrasi dengan Na-tiosulfat Ditimbahkan 10 mL air
Ditambahkan amilum 1% Dititrasidengan Na-
tiosulfat
Ditambahkan amilum
1%

Hasil Pengamatan

55
56
57

PERCOBAAN III

PERCOBAAN IV

1.1 sirup ABC

Sirup ABC Sirup ABC Sirup ABC Sirup ABC Sirup ABC
40% (10 mL) 30% (7,5 mL) 20% (5 mL) 10% (2,5 mL) 5% (1,25 mL)

-
- Dipipet larutan
- Dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL
- Diencerkan menggunakan aquades
- Dihomogenkan
Hasil Pengamatan

1.1.2 Sirup Marjan

Sirup marjan Sirup marjan Sirup marjan Sirup marjan Sirup maran
40% (10 mL) 30% (7,5 mL) 20% (5 mL) 10% (2,5 mL) 5% (1,25 mL)

- Dipipet larutan
- Dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL
- Diencerkan menggunakan aquades
- Dihomogenkan
Hasil Pengamatan

1.2 Penentuan Berat Jenis (ρ) Cairan

Sampel

57
58

 Dimasukkan kedalam picnometer 10


mL yang telah diketahui berat
kosongnya
 Ditimbang picnometer yang telah
berisi dengan larutan sampel
 Dicatat hasilnya penimbangan yang
didapatkan
 Ditentukan massa jenis larutan
sampel

Hasil pengamatan

1.3 Penentuan Viskositas (η) Sirup


1.3.1 Sirup ABC
Sirup ABC SirupABC Sirup ABC (10 Sirup ABC
Sirup ABC
(30%) (20%) %) (5 %)
(40%)

- Dimasukkan dalam viskosimeter dalam


termostat pada posisi vertikal.
- Cairan tersebut di bawa ke B masih tersisa
setengahnya.
- Ditiup cairan menuju ke B sampai sedikit
di atas garis m.

Mengalir secara bebas


-
- Dicatat waktu yang diperlukan oleh cairan
untuk mengalir dari m ke n
- Dilakukan triplo.
- Ditentukan viskositasnya

Hasil Pengamatan

ANAISIS DATA

58
59

Percobaan I

Adapun analisis data dari perubahan entalpi penguapan pada sampel karbon
tetraklorida dapat dirumuskan sebagai berikut:
Δ Hk 1
Log t= −k
2,3 R T
y=0 ,0107 x−0 ,003
ΔH
=0 , 0107
2,3 R
ΔH v=0 ,0107×2,3 R
=0 ,0107×2,3 ( 8 , 314 )
=0 ,20 kj /molK
Reaksi penguapan CCl4
CCl4(l) CCl4(g)

Percobaan I

Diketahui: Corong A Corong B


M Na2S2O3 = 0,02 M M Na2S2O3 = 0,02 M
V Na2S2O3 CCl4= 15 mL V Na2S2O3 CCl4 = 15 mL
V Na2S2O3 H2O = 15 mL V Na2S2O3 H2O = 15 mL
V CCl4 dipipet= 2.5 mL V CCl4 dipipet= 2.5 mL
V H2O dipipet= 25 mL V H2O dipipet= 25 mL
Ditanyakan: a. koefisiendistribusi…?
b. Kc…?
Penyelesaian:
a. Koefisien distribusi pada corong A
- Konsentrasi I2 yang ada dalam CCl4
Mol Na2S2O3 dalam CCl4
n = M Na2S2O3 × V Na2S2O3CCl4
= 0,02 M × 15 mL
= 0,3 mmol

59
60

1
mol Na 2 S 2 O3
[I2]CCl4 = 2
Volume CCl 4 dipipet
0,15 mol
= 2,5 mL

= 0,06 M
- Konsentrasi I2 yang ada dalam H2O
Mol Na2S2O3 dalam H2O
n = M Na2S2O3 × V Na2S2O3H2O
= 0,02 M × 15 mL
= 0,3 mmol
1
mol Na 2 S 2 O3
[I2] H2O = 2
Volume H 2 O dipipet
0,15 mol
= 25 mL

= 0,006 M

- Koefisien Distribusi
[ I 2]CCl 4
Kd = [ I 2] H 2O
0,06
=
0,006
= 10 M
Jadi, koefisien distribusi yang diperoleh sebesar 10 M.
b. Kc pada corong B
- Konsentrasi I2 + I3-
1 1
M1 × V1 × = M2 × V2 ×
Koefisien Koefisien
1
V 2 × M 2×
koefisien
M1 =
1
V 1×
koefisien

60
61

15× 0,02
= 1
25 ×
2
0,3
=
12,5
= 0,024 M
Karena M1 = [I2 + I3-] maka Konsentrasi I2 + I3- adalah 0,012 M
- Konsentrasi I2 dalam CCl4
Mol Na2S2O3 dalam H2O
n = M Na2S2O3 × V Na2S2O3H2O
= 0,02 M × 15 mL
= 0,3 mmol
1
mol Na 2 S 2 O3
[I2]CCl4 = 2
Volume CCl 4 dipipet
0,15 mol
= 2,5 mL

= 0,06 M
- Konsentrasi I2 dalam H2O
[ I 2]CCl 4
[I2] H2O = Kd
0 , 06
=
10
= 0,006 M

- Konsentrasi [I3-]
I2 + I3- = 0,06 M
I3- = 0,06 M - I2
I3- = 0,06 M - 0,006 M
I3- = 0,054 M
- Konsentrasi I-
I2 + KI I3- + K+
0,1 M

61
62

KI K + + I-
0,1 0,1 0,1

I- = KI – I3-
= 0,1 – 0,054
= 0,046
- Konstanta Kesetimbangan (Kc)
Kc = ¿¿
[0,054 ]
=
[0,006]×[0,046]
=0,414
Jadi konstanta kesetimbangan yang diperoleh sebesar 0,414

PERCOBAAN III

1. Pengenceran HCl

HCl 0,25

V1 . N1 = V2 . M2
100 x 0,25 = V2. 0,5
V2 = 50 mL

HCl 0,125 N

V1 . N1 = V2 . N2
100 x 0,125 = V2. 0,5
V2 = 25 mL

HCl 0,0625 N

V1 . M1 = V2 . M2
100 x 0,0625 = V2. 0,5
V2 = 12,5 mL

HCl 0,03125 N

62
63

V1 . M1 = V2 . M2
100 x 0,03125= V2. 0,5
V2 = 6,25 mL

HCl 0,0156 N

V1 . N1 = V2 . N2
100 x 0,0156 = V2. 0,5
V2 = 3,12 mL

2.Menentukan konsentrasi akhir HCl

HCl 0,25N :

[HCl ] akhir . V HCl=[ NaOH ]. V NaOH


[ NaOH]. V NaOH
[ HCl ] akhir=
V HCl
0,1 N x 3,05 mL
=
20 mL
= 0,1525 N

HCl 0,125 N :

[HCl ]akhir . V HCl=[ NaOH ]. V NaOH


[ NaOH]. V NaOH
[ HCl ] akhir=
V HCl
0,1 N x 13 mL
= HCl 0,0625 N :
250mL
= 0,065 N [HCl ]akhir . V HCl=[ NaOH ]. V NaOH
[ NaOH].V NaOH
[ HCl ] akhir=
V HCl
0,1 N x 8 mL
=
20 mL
= 0,04 N

HCl 0,03125 N :
[HCl ]akhir . V HCl=[ NaOH ]. V NaOH
[ NaOH]. V NaOH
[ HCl ] akhir=
V HCl
0,1 N x 3 mL
=
20 mL 63
= 0,015 N
64

HCl 0,0156 N :

3.Menentukan konsentrasi HCl yang


[HCl ]akhir . V HCl=[ NaOH ]. V NaOH
[ NaOH]. V NaOH teradsorpsi (C)
[ HCl ] akhir=
V HCl
HCl 0,25 N :
0,1 N x 1,3 mL
=
20 mL
= 0,0065 N
C =[ HCl ] awal −[ HCl ] akhir = 0,25 N - 0,1525 N = 0,0975 N Untuk

Log C = -1,0110 N

HCl 0,125 N :

C =[ HCl ] awal −[ HCl ] akhir = 0,125 N - 0. 065 N = 0. 0600 N Untuk

Log C = -1,2218 N

HCl 0,0625 N :

C =[ HCl ] awal −[ HCl ] akhir = 0,0625 N -0,04 N =0 , 0225 N Untuk

Log C = -1,6478 N

HCl 0,03125 N :

C =[ HCl ] awal −[ HCl ] akhir = 0,03125 N - 0,015 N = 0,01625 N Untuk

Log C =-1,7891 N

64
65

HCl 0,0156 N :

C =[ HCl ] awal −[ HCl ] akhir = 0,0156 N - 0,0065 N = 0,0091 N Untuk

Log C =-2,0409 N

4.Menentukan massa HCl yang teradsorpsi

gram x
Mol= = ,dimana mol=m .V
Mr Mr
= C. V
x gram
=C . V HCl dengan V HCl = 100 mL, Mr HCl = 36,5
Mr HCl
1. Massa HCl 0,25 N

x gram = C. VHCl. Mr HCl

= (0,0975)(0,1)(36.5)

= 71,175gram

2. Massa HCl 0,125 N

x gram = C. VHCl. Mr HCl

= (0,06)( 43,800)(36.5)

= 43,800gram

3. Massa HCl 0,0625

x gram = C. VHCl. Mr HCl

= (0,0225)(20)(36.5)

= 16,4250gram

4. Massa HCl 0,03125 N

x gram = C. VHCl. Mr HCl

= (0,01625)(20)(36.5)

65
66

= 11,8650gram

5. Massa HCl 0,0156 N

x gram = C. VHCl. Mr HCl

= (0,0091)(20)(36.5)

= 6,6430 gram

5.Menentukan jumlah zat teradsorpsi per jumlah zat adsorben

HCl 0,25 N
x 71,175 g
= =71,175
m 1g
x
Log =1 , 8523
m

HCl 0,125 N

x 43,800 g
= =43,800
m 1g
x
Log =1 , 6415
m

HCl 0,625 N

x 16,4250 g
= =16,4250
m 1g
x
Log =1 , 2155
m
HCl 0,3125 N

x 11,8625 g
= =11,8625
m 1g

66
67

x
Log =1 , 0742
m

HCl 0,156 N

x 6,6430 g
= =6,6430
m 1g

x
Log =0 ,8224
m

PERCOBAAN IV

2.1 Perhitungan Berat Sampel

Catatan: Gliserol diganti menjadi sirup ABC sebagai sampel A dan

Sirup Marjan sebagai sampel B).

Berat sampel = (berat picnometer + berat sampel %) – berat picnometer kosong)

2.1.1 Sampel A

Berat ABC 5% = 23, 4474 - 13,60 gram

= 9,8474 gram

Berat ABC 10% = 23,5417 gram - 13,60 gram

= 9,9417 gram

Berat ABC 20% = 23,6446 gram – 13,60 gram

= 10,0446 gram

Berat ABC 30% = 23,7925 gram – 13,60 gram

= 10,1925 gram

Berat Sampel 40% = 24, 0775 gram – 13,60 gram

= 10,4775 gram

67
68

2.1.2 Sampel B

Berat Marjan 5% = 23,7235 gram – 13,60 gram

= 10,1235 gram

Berat Marjan 10% = 23,9391 gram - 13,60 gram

= 10,3391 gram

Berat Marjan 20% =24,0283 gram – 13,60 gram

= 10,4283 gram

Berat Marjan 30% = 24,2350 gram - 13,60 gram

= 10,635 gram

Berat Marjan 40% =24,5691 gram - 13,60 gram

=10, 9691 gram

2.2 Perhitungan Rapat Massa Cairan ( ρ )

Berat sampel
ρ=
Volume

2.2.1 Sampel A

9,8474 gram
ρ ABC 5 %= = 7,7792 g/cm3
1,25 mL

9,9417 gram
ρ ABC 10 %= = 3,97668 g/cm3
2,5 mL

10,0446 gram
ρ ABC 20 %= =2,0892 g/cm3
5 mL

10 ,1925 gram
ρ ABC 30 %= = 1,359g/cm3
7,5 mL

10,4475
ρABC 40 %= =1,04775 g/cm3
10 mL

2.2.2 Sampel B

68
69

10,1235 gram
ρ Marjan5 %= = 8,0988g/cm3
1,25 mL

10,3391 gram
ρ Marjan10 %= = 4,13564 g/cm3
2,5 mL

10,4283 gram
ρ Marjan20 %= = 2,0857g/cm3
5 mL

10,635 gram
ρ Marjan30 %= =1,418 g/cm3
7,5 mL

10,9691 gram =
ρMarjan 40 %= 1,09691 g/cm3
10 mL

2.3 Penentuan Waktu Rata-rata Sirup ABC 5%

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,38+5,98+6,00
=
3
18,36
=
3
¿ 6,12s

2.4 Penentuan Waktu Rata-rata Sirup ABC 10%

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,22+ 6,33+6,22
=
3
18,77
=
3
=6,256 s

2.5 Penentuan Waktu Rata-rata Sirup ABC 20%

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,51+ 6,49+6,55
=
3

69
70

19,55
=
3
= 6,516 s

2.6 Penentuan Waktu Rata-rata Sirup ABC 30%

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,58+6,59+6,72
=
3
19,89
=
3
= 6,63 s
2.7 Penentuan Waktu Rata-rata ABC 40%
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
7,22+7,08+ 7,28
=
3
21,58
=
3
= 7,193 s

2.9 Penentuan Waktu Rata-rata Marjan 5%

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
6,79+6,64+6,90
=
3
20,33
=
3
=6,776 s

2.8 Penentuan Waktu Rata-rata Marjan 10%

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
7,27+7,16+7,18
=
3
21,61
=
3
=7,203s
2.9 Penentuan Waktu Rata-rata Marjan 20%

70
71

t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
7,85+7,92+ 7,68
=
3
23,45
=
3
=7,816 s
2.10 Penentuan Waktu Rata-rata Marjan 30%
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
9,88+9,78+ 9,68
=
3
29,34
=
3
=9,78 s
2.11 Penentuan waktu Rata- rata Marjan 40%
t 1+t 2+t 3
Waktu rata-rata =
jumlah t
13,65+ 13,60+13,61
=
3
40,86
=
3
=13,62 s

2.12 . Penentuan Harga Viskositas

ρ Aquades . t Aquades
η Sampel= x η Air
ρ air . t Air

ρ ABC 5 % . t ABC 5 %
ɳ ABC 5% = x ɳ air
ρ air . t air

( 7,7792 ) .(6,12)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)

= 8,290 × 10-3 Nm2S

ρ ABC 10 % . t ABC 10 %
ɳ ABC 10% = x ɳ air
ρ air . t air

( 3,9766 ) .(6,25)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)

71
72

= 3,675 × 10-3 Nm2S

ρ ABC 20 % . t ABC 20 %
ɳ ABC 20% = x ɳ air
ρ air . t air

( 2,0892 ) .(6,51)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733).(5,9)

= 2,368 × 10-3 Nm2S

ρ ABC 30 % . t ABC 30 %
ɳ ABC 30% = x ɳ air
ρ air . t air

( 1,359 ) .(6,63)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)

= 1,569 × 10-3 Nm2S

ρ ABC 40 % .t ABC 40 %
ɳ ABC 40% = x ɳ air
ρ air .t air

( 1,0477 ) .(7,19)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733).(5,9)

= 1,311 × 10-3 Nm2S

ρ Marjan 5 % . t Marjan 5 %
ɳ Marjan 5% = xɳ air
ρ air . t air

( 8,0988 ) .(6,77)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)

= 9,547× 10-3 Nm2S

ρ Marjan 10 % . t Marjan 10 %
ɳ Marjan 10% = xɳ air
ρ air . t air

( 4,1356 ) .(7,20)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)

= 5,185 × 10-3 Nm2S

ρ Marjan 20 % . t Marjan 20 %
ɳ Marjan 20% = x ɳ air
ρ air . t air

72
73

( 2,0857 ) .(7,81)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733).(5,9)

= 2,836 × 10-3 Nm2S

ρ Marjan 30 % . t Marjan 30 %
ɳ Marjan 30% = x ɳ air
ρ air . t air

( 1,418 ) .(9,78)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
(0,9733).(5,9)

= 2,414 × 10-3 Nm2S

ρ Marjan 40 % . t Marjan 40 %
ɳ Marjan 40% = xɳ air
ρ air . t air

( 1,0969 ) .(13,62)
= x 1,0 × 10-3 NS/m3
( 0,9733) .(5,9)

= 2,601 × 10-3 Nm2S

73

Anda mungkin juga menyukai