DI SUSUN OLEH :
DI SUSUN OLEH :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ns. Wiwit Nurwidyaningtyas, S.Kep., M.Biomed Ns. Nadhifah Rahmawati, M.Tr.Kep
NIDN. 0722118101 NIDN. 0722049501
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke mulanya dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “memukul jatuh” atau strike down. Dalam perkembangannya
istilah ini diganti dengan istilah CVA (cerebrovascular accident) yang berarti
kecelakaan pada pembuluh darah dan otak. Stroke adalah gangguan fungsi otak
akibat aliran darah ke otak mengalami gangguan sehingga mengakibatkan nutrisi
dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik. Stroke dapat juga
diartikan sebagai kondisi otak yang mengalami kerusakan aliran atau suplai darah
ke otak terhambat oleh adanya sumbatan (ischemic stroke) atau perdarahan
(haemorrhagic stroke) (Arum, 2015). Menurut World Health Organization
(WHO) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain selain vaskular.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan
fungsi otak karena adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah
menuju otak. Hal ini menyebkan pasokan darah dan oksigen ke otak menjadi
berkurang. Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (defisit neurologis) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke dapat diartikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan (Junaidi, 2011).
2.1.2 Kasifikasi
1. Stroke dapat di klasifikasikan menurut patologi dan gejala klinisnya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebebkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien umumnnya menurun. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan pembuluh darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan cedera
otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intrserebral yang disebabkan
karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willis
dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya
arteri dan keluarnya keruangan subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasopasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan
hemisensorik,dll).
b. Stroke non hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasnya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder, kesadaran umunya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack): gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejela yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah rusak. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
2.1.3 Etiologi
Stroke iskemik dihasilkan dari peristiwa yang membatasi atau menghentikan
aliran darah, seperti emboli trombotik ekstrakranial dan interakranial, thrombosis
in situ, atau hipoperfusi relative. Ketika aliran darah menurun, neuron berhenti
berfungsi. Meskipun berbagai ambang batas telah dijelaskan, iskemia dan cedera
neuronal yang tidak dapat diubah umumnya diperkirakan dimulai pada tingkat
aliran darah kurang dari 18mL/100g jaringan/menit, dengan kematian sel terjadi
dengan cepat pada tingkat di bawah 10mL/100g jaringan/menit (Randolph, 2016).
Hipertensi adalah penyebab paling umum stroke hemoragik. perubahan
hipertensi menyebabkan perdarahan intracranial non-lobar (ICH). Hipertensi akut,
seperti yang terlihat pada eclampsia, juga dapat menyebabkan ICH, yang dikenal
debagai ICH postpartum (Unnithan & Mehta, 2021).
Infark serebral pasif adalah salah satu faktor paling berbahaya dari
pengembangan HT. Korelasi positif antara area infark dan insiden HT, risiko HT
meningkat ketika infark otak masif. Infark otak besar sering disertai dengan
edema otak yang substansial, yang menghasilkan kompresi vaskuler perifer.
Permeabilitas dinding vaskular yang ditingkatkan karena iskemia dan hipoksia
yang berkepanjangan yang disebabkan oleh kompresi vaskular sangat
meningkatkan kemungkinan HT setelah pelepasan edema. Pada pasien dengan
infark serebral masif, penting untuk melakukan CT kranial atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) secara teratur, terlepas dari apakah gejala klinis
memburuk atau membaik (Zhang, et al., 2014).
2.1.4 Patofisiologi
Stroke iskemik disebabkan oleh kekurangan darah dan pasokan ksigen ke otak;
stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan atau pembuluh darah yang
mengalami kebocoran. Iskemik berkontribusi sekitar 85% korban pada pasien
stroke, dengan sisanya karena perdarahan intraserebral. Iskemik menghasilkan
trombotik dan embolik di otak. Dalam thrombosis, aliran darah dipengaruhi oleh
penyempitan pembuluh darah karena aterosklerosis. Penumpukan plak pada
akhirnya akan menyempitkan ruang pembuluh darah dan membentuk gumpalan,
menyebabkan stroke trombotik. Dalam stroke embolic, penuruna aliran darah ke
daerah otak menyebabkan emboli; aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan
stress berat dan kematian sel yang tidak tepat waktu (nekrosis) (Kuriaose & Xiao,
2020).
Pada sumber lain menjelaskan mekanisme primer terbentuknya cedera
sebagai akibat dari stroke merupakan rendahnya aliran darah secara terfokus pada
parenkim serebral. walaupun bermacam fenomena dapat menimbulkan
terbentuknya iskemik tersebut, aterosklerosis yang besar merupakan pemicu yang
sangat sering. Pada aterosklerosis, penumpukan dari material lemak pada
subintimal arteri akan membentuk timbunan platelet. timbunan platelet ini akan
menarik thrombin, fibrin, serta serpihan eritrosit yang berikutnya dapat
mengalami koagulasi sampai berukuran besar yang akan menambah resiko
stenotic pada vaskularisasi serebral. Stagnasi aliran darah local yang diakibatkan
oleh stresss robekan ringan pada bilik pembuluh darah yang diduga sebagai faktor
predisposisi pembuatan serta pertumbuhan plak aterosklerotik pada sebagian
bagian dari vaskularisasi serebral, semacam pada bulbus karotis.
Pada seluruh permasalahan, thrombus yang dihasilkan hendak membuat
sel yang ada di dalam parenkim serebral mengalami kekurangan oksigen yang
dibutuhkannya untuk berfungsi yang berikutnya akan menimbulkan terbentuknya
proses patologis. Tetapi, pertumbuhan plak serta terbentuknya stenosis tidak
senantiasa terletak di tempat yang sama. Plak dapat berpindah ke dalam
perputaran serebral dari posisi lain, apabila hal ini berlangsung hingga plak
tersebut dinamakan emboli. Jantung, melalui peristiwa atrial fibrilasi, merupakan
pemicu tersering terbentuknya perihal tersebut, tetapi emboli juga dapat berasal
dari bagian lain dari sistem atrial yang megalami kerusakan (Chandra et al.,
2017).
Selain infark yang terjadi pada pembuluh darah besar, yang melibatkan
arteri karotis, vertebralis, dan beberapa cabang besar dari circke of willis,
pembuluh darah kecil (lakunar) yang mengalami infark juga merupakan etiologi
utama. Biasanya infark ini dikarenakan lipohyalinosis atau microathenaroima,
namun kadang melalui mekanisme yang sama dengan proses blockade yang
terjadi pada arteri yang lebih besar, blockade yang terjadi pada pembuluh kecil,
arteri yang menembus dengan sudut yang sesuai akan menimbulkan defisit fokal
yang menjadi ciri khas dari stroke. Sebab lain yang kurang sering ditemukan
adalah diseksi arteri akut disebabkan oleh displasia fibromuskular, gangguan
hematologi seperti anemia sel sabit, dan menyalahgunaan kokain atau amfetamin
(Chandra et al., 2017).
Hasil dari iskemia yang berkepanjangan adalah kematian sel serebral.
Jumlah aliran normal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dari jaringan
serebral adalah 60ml/100g/menit. jika jaringan tersebut mendapatkan perfusi
dibawah 10ml/100g/menit, maka kegagalan membran sel akan berakibat pada
cedera otak dengan derajat keparahan dan irreversibilitas dan yang sejalan dengan
durasi iskemia (Chandra et al., 2017).
Kebanyakan dari stroke hemoragik diklarifikasikan sebagai perdarahan
intracranial (ICH) serta melibatkan perdarahan kedalam parenkim otak hingga
keadaan tersebut diduga sebagai ICH sekunder. Aspek-aspek yang dapat
menimbulkan ICH sekunder merupakan perdarahan dari tumor, perubahan stroke
iskemik menjadi stroke hemoragik, thrombosis sinus vena di dura, serta vaskulitis.
Tidak hanya ICH, ada jenis stroke hemoragik lain yang butuh di pertimbangkan.
Bagian yang lebih kecil tetapi tidak dapat di anggap remeh dari tipe stroke
merupakan perdarahan subarachnoid (SAH) yang mempunyai insidensi sebesar 2-
7% dari insidensi yang berlangsung pada ancurisma serebral ke dalam cairan
(Chandra et al., 2017).
Ruptur biasanya terjadi pada bagian akhir pembuluh darah yang telah
mengalami pelemahan progresif yang diinduksi oleh hipertensi. Selanjutnya, awal
dari ruptur akan memicu terjadinya ruptur dari pembuluh darah lain melalui
mekanisme perlengketan. Akhirnya, hasil dari ruptur – ruptur yang terjadi ini
adalah lebih banyak ruptur lagi melalui mekanisme yang serupa, dan terus
berulang seperti itu seiring hematoma berkembang. Lokasi terjadinya kaskade ini
pada kasus ICH biasanya adalah pada arteri kecil yang menembus parenkim
serebral. Pada kasus perdarahan subarachnoid, yang melibatkan prekursor
aneurisma, berbagai gangguan, termasuk cedera sel endotelial dan kerusakan pada
tunika media arteri, diduga berinteraksi dengan respon inflamatori untuk memicu
terjadinya ruptur. Aneurisma utamanya muncul dari sirkulasi anterior cabang
arteri dari lingkaran willis, terutama dari arteri komunikans anterior (Chandra et
al., 2017).
2.1.5 Pathway
Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi
Peningkatan Tekanan
Sistemik
Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel
Suplai darah ke jaringan
cerebal tidak adekuat
Vasospasme arteri
Hematoma Cerebal cerebal
Defisit neurologi
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran Hemisfer kiri
pernafasan
Hemisfer kanan
Hemiparese/hemiplegi
Pola Nafas Tidak kanan
Hemiparese/ hemiplegi kiri
Efektif
Area grocca
Gangguan
komunikasi
verbal Resiko trauma
Resiko aspirasi
Resiko jatuh
Gambar 2. Laporan studi terdahulu tentang aplikasi DMT pada pederita dengan gangguan
neurologi (Patterson et al., 2018)
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini memiliki variabel independen (ROM
exercise dan Dance Movement Therapy) dan variabel dependen (Kualitas hidup
penderita post-stroke) kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
Etiologi:
1. Aliran darah yang
terhenti (emboli,
thrombosis,
hipoperfusi.
2. Perdarahan
SF36/QOLS
Keterangan:
= Variabel yang diteliti = Berhubungan
Parameter nilai social adalah adanya fenomena kebaruan (noveity) dan upaya
mendiseminasikan hasil. Nilai Ilmiah tidak cukup membuat penelitian mempunyai
nilai social yang berharga. Penelitian dapat dirancang dengan ketat, tetapi tidak
memiliki nilai social apabila telah berhasil dibahas kemudian diketahui pada
penelitian sebelumnya. Namun, penelitian tidak dapat menunjukkan nilai social
yang bermanfaat tanpa metode penelitian yang sesuai dan ketat untuk menjawab
pertanyaan yang dirumuskan. Dengan demikian, nilai ilmiah perlu tetapi tidak
cukup bila tanpa menunjukkan adanya nilai social.
untuk membenarkan hal itu demi keseimbangan. Risiko penelitian minimal, dan
kecil kemungkinan risiko bahaya yang serius,dan bahaya potensial yang terkait
subjek. Klaim berkaitan dengan aspek manfaat dan bahaya(benefit and harm),
subjek serta kerugian tidak kasat mata kepada subjek seperti stigma social,
kompeten yang telah menerima informasi yang diperlukan. PSP juga merupakan
suatu proses komunikasi antara tim penelitian dan peserta sebagai subjek, yang
Patterson, K. K., Wong, J. S., Prout, E. C., & Brooks, D. (2018). Dance for the
rehabilitation of balance and gait in adults with neurological conditions other
than Parkinson's disease: A systematic review. Heliyon, 4(3), e00584.
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2018.e00584