FONOLOGI,MORFOSINTAKSIS,LEKSIKON,DAN PRAGMATIK
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikolinguistik dengan
dosen pengampu Aurelia saktiyani, M.Pd
Disusun oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah psikolinguistik dengan dosen pengampu Ibu Aurelia Saktiyani,
M.Pd. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Pemerolehan
Bahasa Pertama Pada Bidang Fonologi ,Morfosintaksis, leksikon,dan Pragmatik ” bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat dijadikan sebagai pegangan dalam mempelajari materi tentang Pemerolehan Bahasa
Pertama Pada Bidang Fonologi ,Morfosintaksis, leksikon,dan Pragmatik. Juga merupakan
harapan kami dengan hadirnya makalah ini, maka akan mempermudah semua pihak dalam
proses perkuliahan pada mata kuliah Keterampilan Berbicara dan Pembelajarannya.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca dalam profesi keguruan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................3
DAFTAR ISI..........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH..................................................................5.
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................6
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................8
2.1Pemerolehan bahasa pertama bidang fonologi..................................................8
2.2Pemerolehan bahasa pertama bidang morfosintaksis.......................................9
2.3Pemerolehan bahasa pertama bidang leksikon................................................13
2.4Pemerolehan bahasa pertama bidang pragmatik.............................................14
BAB III PENUTUP.............................................................................................15
3.1 Simpulan.........................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15
BAB I
4
PENDAHULUAN
aktivitas kemasyarakatan, perencanaan dan pengarah masa depan. Bahasa sebagai alat
komunikasi diperoleh manusia sejak lahir yang dikenal dengan istilah pemerolehan
oleh penutur khususnya anak di bawah usia lima tahun memiliki keunikan. Berdasarkan
hasil pengamatan sementara ada perbedaan antara individu dalam pemerolehan dan
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
6
1.4 Manfaat Penelitian
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
Pada tahap ini, subjek sudah bisa memproduksi beberapa fonem, di antaranya adalah
fonem [p], [b], [t], [m], [k], dan [w] untuk bunyi konsonan. Sementara untuk bunyi
vokal, dia sudah bisa memproduksi fonem [a], [e], [i], dan [o]. Fonem yang paling
sering muncul diantara keempat fonem tersebut adalah fonem [a] dan fonem [e].
Kedua fonem ini selalu muncul pada setiap situasi, baik ketika ia bermain, makan, dan
aktivitas lainnya. Fonem [i] pada tahap ini hanya beberapa kali muncul, yaitu ketika
Subek ingin ikut bersama ibunya, dia mengucapkan kata /yi/ untuk pergi, dan pada saat
ia sedang bermain, dia mengucapkan “ati...ti...ti...”, maksudnya adalah ia menyuruh
kakaknya untuk mengambil bola. Sedangkan untuk fonem [o] hanya sekali muncul,
yaitu ketika ia sedang bermain di ruang tengah bersama kakaknya. Fonem ini muncul
begitu saja bersama dengan bunyi hambat bilabial [p], dan pada situasi-situasi
berikutnya, fonem ini sudah tidak pernah muncul lagi.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel pemerolehan fonologi subyek di bawah ini:
Bentuk Fonem dalam Bentuk
Makna Kata Keterangan
Fonem Kata
[p] /pete-pete/ - Tidak bermakna
[b] /ebe-ebe/, (bernada mencibir)
[t] /ati/ - Tidak bermakna
[m] /mama/ (ibu)
[k] /kaka/ (kakak)
[w] /waw/ (ekspresi)
[a] /kaka/, /mama/, /ati/ (kakak), (ibu), (-)* *) tidak
bermakna
[e] /ebe-ebe/, /eee/pete-pete/ - Tidak bermakna
[i] /ati/, /ti..ti/ ,/yi/* *) pergi Tidak bermakna
[o] /ooo..poo/ - Tidak bermakna
Morfosintaksis
Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis. Adapun morfologi adalah
cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, yang utamanya melalui
penggunaan morfem. Adapun sintaksis adalah cabang tata bahasa yang menelaah
kaidah - kaidah yang mengatur cara kata – kata dikombinasikan untuk membentuk
kalimat dalam suatu bahasa. Baik morfologi maupu sintaksis merupakan bagian dari ilmu
9
bahasa. Morfologi mempelajari seluk beluk bentuk kata. Satuan yang paling kecil yang
diselidiki oleh morfologi ialah morfem, sedangkan yang paling besar adalah kata. Berbeda
dengan sintaksis, yag mempelajari hubungan antara kata / frase / klausa / kalimat yang
lain, atau tegasnya mempelajari tentang seluk beluk frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Jadi kata yang dalam morfologi merupakan satuan yang paling besar, dalam sintaksis
merupakan satuan yang paling kecil. Sebagai contoh misalnya kalimat ia akan
mengadakan perjalanan jauh. Pembicaraan tentang kata ia yang terdiri dari satu morfem,
tentang kata akan yang terdiri dari satu morfem, tentang kata mengadakan yang terdiri
dari tiga morfem, termasuk dalam morfologi, tetapi pembicaraan mengenai hubungan
antara kata ia sebagai subyek dengan frase akan mengadakan sebagai predikat, serta
hubungan antar frase akan mengadakan sebagai predikat dengan frase perjalanan
jauh sebagai objeknya termasuk dalam bidang sintaksis. Demikian pula tentang
pembicaraan tentang hubungan antara kata akan dengan kata mengadakan dan hubungan
antara kata perjalanan dan kata jauh dalam frase akan mengadakan dan perjalanan jauh.
Jelasnya demikian : jika diurutkan dari atas ke bawah, keenam satuan gramatik, ialah
wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem.
Proses Morfosintaksis
Proses morfosintaksis adalah proses pengimbuhan tetapi yang diimbuhkan bukan prefiks
maupun sufiks melainkan yang diimbuhkan yaitu klitik. Klitik adalah bentuk yang terikat
secara fonologis, tetapi berstatus kata karena dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau
klausa. Klitik dibagi menjadi dua, yaitu proklitik dan enklitik.
Proklitik
Proklitik adalah klitik yang secara fonologis terikat dengan kata yang mengikutinya.
Proklitik hampir mirip dengan prefiks namun bedanya kalau prefiks itu yang diimbuhkan
berupa morf, sedangkan proklitik yang diimbuhkan berupa kata yang memiliki arti.
Contoh yang membedakan antara prefiks dan proklitik :
Prefiks : Mencangkul : me + cangkul
Me- disini menunjukkan bahwa itu morf, ketika kata me- berdiri sendiri maka kata me-
tidak memiliki arti.
Proklitik : Kubawa : ku + bawa
Ku- disini adalah klitik. Artinya ketika berdiri sendiri, kata ku- memiliki makna.
Prefiks dan proklitik memiliki persamaan, yaitu Proses pengimbuhan berada di depan
kata. Seperti kata kubawa dan mencangkul. Dimana prefiks me- dan klitik ku- berada
didepan kata.
Contoh proklitik :
Kaubaca : baca + kau (engkau)
Kubaca : baca + ku (aku)
Kutulis : tulis + ku (aku)
10
Kautulis : tulis + kau (engkau)
Enklitik
Jika ada prefiks, maka harus ada sufiks. Begitu juga dengan klitik, kalau ada proklitik,
maka ada juga yang namanya enklitik. Enklitik adalah unsur tata bahasa yang tidak berdiri
sendiri, selalu bergabung dengan kata yang mendahuluinya, seperti (-mu) dan (-nya)
dalam bahasa Indonesia. Enklitik hampir sama dengan proklitik. Namun perbedaannya
adalah pengimbuhan dalam enklitik berada di belakang kata.
Contoh enklitik :
Bukumu : Buku + mu (kamu)
Bukuku : Buku + ku (aku)
Bukunya : Buku + nya (dia)
Rumahku : Rumah + ku (aku)
Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis. Adapun morfologi adalah
cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, yang utamanya melalui
penggunaan morfem. Adapun sintaksis adalah cabang tata bahasa yang menelaah
kaidah - kaidah yang mengatur cara kata – kata dikombinasikan untuk membentuk
kalimat dalam suatu bahasa.Proses morfosintaksis yaitu proses dimana kata itu mendapat
imbuhan seperti prefiks maupun sufiks, tetapi yang diimbuhkan bukan prefiks ataupun
sufiks melainkan klitik. Klitik adalah bentuk yang terikat secara fonologis, tetapi berstatus
kata karena dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa. Klitik dibagi menjadi dua,
yaitu proklitik dan enklitik. Proklitik yaitu proses pengimbuhan yang imbuhannya berada
di depan kata. Misal kubawa, ku- berada di depan kata bawa. Sedangkan enklitik yaitu
proses pengimbuhan yang imbuhannya berada di belakang kata. Missal bukunya, -
nya berada di belakang kata buku. Ku- maupun –nya tidak seperti poses prefiks maupun
sufiks, karena Ku- dan –nya mampu berdiri sendiri.
12
2.3 Pemerolehan Bahasa pertama dalam bidang Pragmatik
Pragmatik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengenai ketentuan-
ketentuan dalam menggunakan bahasa, agar komunikasi yang dilakukan dapat terjadi
dengan baik. Adapun pengertian pragmatik menurut Yule (2014: 5) adalah suatu ilmu
yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan pengguna bahasa. Sejalan dengan
Yule, Cleopatra & Dalimunthe (2016: 3) menyatakan bahwa pragmatik merupakan salah
satu ilmu dalam bahasa yang mempelajari mengenai cara berkomunikasi dengan baik dan
benar. Pembicara berperan penting dalam hal ini, agar apa yang dikatakan dapat
dipahami oleh pendengar. Selain itu, pembicara juga dapat memengaruhi orang lain
untuk tertarik pada apa yang dibicarakan. Sedangkan menurut Rahardi (2019: 28)
pragmatik termasuk dalam cabang ilmu bahasa yang saling berkaitan dengan makna,
makna yang dimaksud yaitu makna dari penutur. Pragmatik tidak hanya mempelajari
segala aspek di dalam bahasa saja, melainkan mendalami juga aspek-aspek di luar
bahasa. Selain itu, Djadjasudarma (dalam Tania, 2019: 2) mengungkapkan bahwa
pragmatik adalah ilmu bahasa mengenai tuturan yang digunakan pada kondisi tertentu.
Artinya, bagaimana pembicara dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam
berkomunikasi. Tidak hanya memperhatikan bahasa yang baik dan benar saja, melainkan
memperhatikan pula bahasa yang santun. Bahasa santun tersebut digunakan dalam
kondisi apapun, seperti ragam resmi maupun santai, bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Sebab, bahasa dapat mencerminkan sikap manusia. Apabila penutur sudah diajarkan
dengan menggunakan bahasa yang buruk, maka sikap terhadap bahasa akan buruk.
Dengan demikian, perlu adanya kebiasaan sejak dini untuk
13
menggunakan bahasa yang santun agar sikap manusia yang tumbuh pun akan menjadi
baik sesuai dengan apa yang diucapkan. Berdasarkan uraian tersebut, bahwa pragmatik
adalah ilmu bahasa yang mempelajari tata cara atau aturan dalam menggunakan bahasa
agar dapat memengaruhi orang lain dan bisa berkomunikasi dengan baik. Selain itu,
dalam ilmu pragmatik yang dibahas ialah bahasa yang digunakan dan hal-hal yang tidak
terkait dengan bahasa. Oleh karena itu, dalam memaknai sebuah bahasa harus dilihat
dari berbagai aspek. Aspek tersebut dapat berupa tuturan ataupun sikap penutur.
Pragmatik akan menitikberatkan pada konteks tuturan. Dengan demikian, penutur harus
menyelaraskan antara tuturan dengan konteks tuturan. Pragmatik sebagai salah satu
bidang ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan
konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:12) mendefinisikan
pragmatik bahwa “pragmatics is the study of the conditions of human language uses as
there determined by the context of society”, ‘pragmatik adalah studi mengenai kondisi-
kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks
masyarakat’.Levinson (dalam Rahardi, 2003:12) berpendapat bahwa pragmatik sebagai
studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks
tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan
sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur
kebahasaannya.Menurut Tarigan (1985:34) pragmatik merupakan telaah umum
mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan
kalimat. Pendapat lainnya disampaikan Leech (1993:1) bahwa seseorang tidak dapat
mengerti benar-benar sifat bahasa bila tidak mengerti pragmatik, yaitu bagaimana
bahasa digunakan dalam komunikasi. Pernyataan ini menunjukan bahwa pragmatik
tidak lepas dari penggunaan bahasa. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
yang menghubungkan serta menyerasikan kalimat dan konteks. Namun dihubungkan
14
9
dengan situasi atau konteks di luar bahasa tersebut, dan dilihat sebagai sarana interaksi
atau komunikasi di dalam masyarakat. Bahasa dan pemakai bahasa tidak teramati secara
individual tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatan dalam masyarakat. Bahasa tidak
hanya dipandang sebagai gejala individual tetapi juga gejala sosial. Salah satu bidang
pragmatik yang menonjol adalah tindak tutur. Pragmatik dan tindak tutur mempunyai
hubungan yang erat. Hal itu terlihat pada bidang kajiannya. Secara garis besar antara
tindak tutur dengan pragmatik membahas tentang makna tuturan yang sesuai
konteksnya. Hal itu sesuai dengan, David R dan Dowty (dalam Rahardi, 2003:12),
secara singkat menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu bahasa pragmatik adalah telaah
entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur.
a.Tindak Tutur
Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh
J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959. Menurut Chaer
dan Leoni (2010:50) teori ini merupakan catatan kuliah yang kemudian dibukukan oleh
J.O Urmson (1965) dengan judul “How to do thing with word?” Teori itu baru terkenal
dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan judul Speech Act and Essay in
mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan; menanyakan apa yang
seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa
9
10
berbicara kepada siapa, di mana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang
bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik
harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi,
kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.
Sementara itu, Austin (dalam Leech, 1993:280) menyatakan bahwa semua tuturan
adalah sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar sesuatu tentang dunia tindak ujar atau
tutur (Speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau
disebut sebagai aktivias atau tindakan. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam setiap
tuturan memiliki maksud tertentu yang berpengaruh pada orang lain. Menurut Chaer
dan Leonie (2010:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan
10
11
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur
lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindakan dalam tuturan
akan terlihat dari makna tuturan.Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tindak tutur adalah aktivitas dengan menuturkan sesuatu. Tindak tutur yang memiliki
maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Konsep
tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan yang menghasilkan
dikemukakan oleh Searle di dalam bukunya yang berjudul Speech Acts: An Essay in The
Philosophy of language. Secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang
dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak
Tindak Lokusi
Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang
menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang
bermakna dan dapat dipahami. Searle (dalam Rahardi, 2005: 35) menyatakan tindak
lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna
yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Menurut Wijana (1996:17) tindak
11
12
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang
sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu sendiri
kepada mitra tutur. Contoh: Iki Bulik Rum, bakal garwane Paklik Heru!
Ini Bulik Rum, calon istrinya Paklik Heru!’ (Bulik Rum/ 227)
Bulik Rum sebagai calon istri Paklik Heru. Tuturan tersebut tanpa bermaksud untuk
Tindak Ilokusi
Wijana (1996:18-19) berpendapat bahwa tindak ilokusi adalah tindak tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi daya ujar. Tindak tersebut diidentifikasikan sebagai
tindak tutur yang bersifat untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu, serta
mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi,
karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa petutur, kepada siapa, kapan dan di mana
tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang
menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan
dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan
menjanjikan.
12
13
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang
berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan tindakan yang ingin
dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu kepada mitra tutur.
Tuturan di atas tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu saja akan tetapi
juga melakukan sesuatu. Tuturan tersebut dituturkan oleh seorang anak kepada
Searle (dalam Rahardi, 2003:72) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas
bertutur itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing- masing memiliki fungsi
fungsi-fungsi komunikatif tersendiri tersebut dapat dirangkum dan disebutkan satu demi
1.Asertif (assertives), yakni bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran
(claiming). Contoh: Iya. Iki rak slendhang bangbangan jing dijilih simbok. Aku jing
dikongkon njilihake
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penutur untuk melaksanakan
apa yang disebutkan dalam tuturan. Penutur dituntut tulus dalam melaksanakan apa
yang telah dituturkan. Jadi tindak tutur komisif bebeda dengan tindak tutur direktif yang
(2003:106) tindak tutur komisif adalah tindak ujaran yang di arahkan kepada
13
pembicaraan sendiri dan ditandai dengan tuturan berjanji, bersumpah dan bertekad.
14
Kridalaksana (1993:172) menjelaskan bahwa tindak tutur komisif adalah pertuturan yang
mempercayakan tindakan yang akan dilakukan penutur sendiri. Tindak tutur komisif
merupakan tindak ilokusioner, yaitu tindakan dengan tujuan yang mewajibkan si penutur
untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, Yule (1996: 54) berpendapat bahwa komisif ialah
jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap
tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang
dimaksud oleh penutur.Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur komisif
adalah tuturan yang menyatakan bahwa penutur secara tulus akan melakukan suatu
tindakan, tindakan itu memang belum dilakukan dan akan dilakukan pada waktu yang akan
datang.
14
15
BAB III
PENUTUP
a.Simpulan
Pembicara berperan penting dalam hal ini, agar apa yang dikatakan dapat dipahami oleh
pendengar. Selain itu, pembicara juga dapat memengaruhi orang lain untuk tertarik pada
apa yang dibicarakan. Sedangkan menurut Rahardi (2019: 28) pragmatik termasuk dalam
cabang ilmu bahasa yang saling berkaitan dengan makna, makna yang dimaksud yaitu
makna dari penutur. Pragmatik tidak hanya mempelajari segala aspek di dalam bahasa saja,
melainkan mendalami juga aspek-aspek di luar bahasa.
Selain itu, Djadjasudarma (dalam Tania, 2019: 2) mengungkapkan bahwa pragmatik
adalah ilmu bahasa mengenai tuturan yang digunakan pada kondisi tertentu. Artinya,
bagaimana pembicara dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam
berkomunikasi. Tidak hanya memperhatikan bahasa yang baik dan benar saja, melainkan
memperhatikan pula bahasa yang santun. Bahasa santun tersebut digunakan dalam kondisi
apapun, seperti ragam resmi maupun santai, bahasa lisan maupun bahasa tulis. Sebab,
bahasa dapat mencerminkan sikap manusia. Apabila penutur sudah diajarkan dengan
menggunakan bahasa yang buruk, maka sikap terhadap bahasa akan buruk. Dengan
demikian, perlu adanya kebiasaan sejak dini untuk
15
menggunakan bahasa yang santun agar sikap manusia yang tumbuh pun akan menjadi
baik sesuai dengan apa yang diucapkan.
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.