Oleh:
1. Jesika Wulandari (2113046055)
2. Iqbal Kurniawan (2113046031)
3. Ahmad Andriansyah (2113046053)
4. Indri Famela (2113046071)
KELAS A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
LAMPUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.......................................................................................................................9
2.6 Swarabakti.................................................................................................................15
2.7 Metatesis....................................................................................................................16
BAB III....................................................................................................................................17
PENUTUP...............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................19
3.2 Saran..........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar lebih baik lagi Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
Namun dalam berkomunikasi tentu dari kedua belah pihak membutuhkan bahasa
dapat dipahami bersama. Yang paling utama dalam bahasa adalah bunyi. Bunyi-bunyi inilah
yang disebut sebagai bunyi bahasa. Dalam pengucapannya bunyi bahasa dapat dibedakan atas
beberapa bagian mulai dari bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal hingga sampai ke bunyi
Segmental dan bunyi suprasegmental. Oleh sebab itu sangat penting mempelajari, mengkaji
dan menganalisis mengenai sumber-sumber atau cara-cara pengucapan bunyi bahasa tersebut.
Guna untuk mendapatkan pemahaman yg lebih mendalam lagi.
2. Dapat mengetahui pengertian Gejala Fonemis dan realisasi dalam Bahasa Lampung
BAB II
PEMBAHASAN
Variasi fonem ditentukan oleh lingkungan dalam distribusi yang komplementer disebut
variasi alofonis. Variasi fonem yang tidak membedakan bentuk dan arti kata disebut alofon.
[Benogh] /benogh
Bunyi ini dijumpai pada kata-kata pinjaman; namun, dalam tulisan huruf b itu dipertahankan,
misalnya :
[Hadap] /hadab/ hadap
[adap] /adab/ adab
- Alofon konsonan /c/, yaitu:
[c] (lepas) terdengar sebagai onset suku kata, misalnya:
[cawa] /cawa/ cawa
Penutur bahasa yang heterogen membuat bahasa menjadi beragam dan bervariasi. Bahasa
akan terus berkembang dan bervariasi seiring perkembangan zaman. Terjadinya keragaman
atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak
homogen tetapi perbedaan pekerjaan, profesi, jabatan atau tugas para penutur pun dapat
menyebabkan adanya variasi bahasa. Variasi atau ragam bahasa itu dapat dibedakan
berdasarkan penutur dan penggunaannya.
Dari segi penutur, ragam bahasa dapat dibagi atas idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan yang berkenaan dengan
warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, dan sebagainya.
2. Dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu.
3. Kronolek merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa
tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia yang digunakan pada tahun lima puluhan
berbeda dengan variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Umpamanya, variasi bahasa Indonesia yang digunakan pada lima puluhan tahun berbeda
dengan variasi bahasa yang digunakan pada masa kini.
4. Sosiolek merupakan variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas
sosial penuturnya. Sosiolek terbagi atas beberapa bagian, yakni akrolek, basilek, vulgar,
kolokial, jargon, dan slang (Chaer dan Agustina, 1995:80). Slang merupakan bagian dari
sosiolek. Slang adalah ragam bahasa tidak resmi yang dipakai oleh kaum remaja atau
kelompok-kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern sebagai usaha supaya orang lain
atau kelompok lain tidak mengerti berupa kosa kata yang serba baru dan berubah-ubah
(Kridalaksana, 1984:281).
Ada asumsi penting di dalam sosiolinguistik yang menyatakan bahwa bahasa itu tidak pernah
monolitik keberadaannya (Bell, 1975). Bahasa selalu mempunyai ragam atau variasi. Asumsi
itu mengandung pengertian bahwa sosiolinguistik memandang masyarakat yang dikajinya
sebagai masyarakat yang beragam setidak-tidaknya dalam hal penggunaan bahasa. Adanya
fenomena panggunaan variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-faktor
sosial, budaya, dan situasional (Kartomihardjo 1981; Fasold 1984; Hudson 1996).
Pemilihan bahasa (language choice) dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang
menarik untuk dikaji dalam perspektif sosiolinguistik. Bahkan Fasold (1984: 180)
mengemukakan bahwa sosiolinguistik dapat menjadi bidang studi karena adanya pilihan
bahasa. Fasold memberikan ilustrasi dengan istilah societal multilingualism yang yang
mengacu pada kenyataan adanya banyak bahasa dalam masyarakat. Tidaklah ada bab tentang
diglosia apabila tidak ada variasi tinggi dan rendah. Pada kenyataannya setiap bab dari buku
sosiolinguistik karya Fasold (1984) memusatkan pada paparan tentang kemungkinan adanya
pilihan bahasa yang dilakukan masyarakat terhadap penggunaan variasi bahasa. Statistik
sekalipun menurut Fasold tidak akan diperlukan dalam sosiolinguistikapabila tidak ada
variasi penggunaan bahasa dan pilihan di antara variasi-variasi tersebut.
Dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pilihan . Pertama, dengan memilih satu variasi
dari bahasa yang sama (intra language variation). Apabila seorang penutur bJ berbicara
kepada orang lain dengan menggunakan bJ kromo, misalnya, maka ia telah melakukan
pilihan bahasa kategori pertama ini. Kedua, dengan melakukan alih kode (code switching),
artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain
pada keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi. Ketiga, dengan melakukan campur
kode (code mixing) artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-
serpihan dari bahasa lain.
Peristiwa perlaihan bahasa atau alih kode dapat terjadi karena beberapa faktor. Reyfield
(1970: 54-58) berdasarkan studinya terhadap masyarakat dwi bahasa Yahudi-Inggris di
Amerika mengemukakan dua faktor utama, yakni respon penutur terhadap situasi tutur dan
faktor retoris. Faktor pertama menyangkut situasi seperti kehadiran orang ketiga dalam
peristiwa tutur yang sedang berlangsung dan perubahan topik pembicaraan. Faktor kedua
menyangkut penekanan kata-kata tertentu atau penghindaran terhadap kata-kata yang tabu.
Menurut B;om dan Gumperz (1972: 408-409) terdapat dua macam alih kode , yaitu (1) alih
kode situasional (situational switching) dan (2) alih kode metaforis. Alih kode yang pertama
terjadi karena perubahan situasi dan alih kode yang kedua terjadi karena bahasa atau ragam
bahasa yang dipakai merupakan metafora yang melambangkan identitas penutur.
Campur kode (code mixing) merupakan peristiwa pencampuran dua atau lebih bahasa atau
ragam bahasa dalam suatu peristiwa tutur. Di dalam masyarakat tutur jawa yang diteliti ini
juga terdapat gejala ini. Gejala seperti ini cenderung mendekati pengertian yang dikemukakan
oleh Haugen (1972: 79-80) sebagai bahasa campuran (mixture of language), yaitu pemakaian
satu kata, ungkapan, atau frase. Di Filipina menurut Sibayan dan Segovia (1980: 1130 disebut
mix-mix atau halu-halu atau taglish untuk pemakaian bahasa campuran antara bahasa tagalog
dan bahasa Inggris. Di Indonesia, Nababan (1978: 7) menyebutkan dengan istilah bahasa
gado-gado untuk pemakaian bahasa campuran antara bl dan bahasa daerah.
Kajian pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 183) dapat dilakukan berdasarkan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi sosial, dan pendekatan
antropologi. Pendekatan sosiologi berkaitan dengan analisis ranah. Pendekatan ini pertama
dikemukakan oleh Fishman (19640. Pendekatan sosiologi sosial lebih tertarik pada proses
psikologi manusia daripada kategori dalam masyarakat luas. Pendekatan antropologi tertarik
dengan bagaimana seorang penutur berhubungan dengan struktur masyarakat.
Gejala bahasa banyak terjadi di masyarakat. Gejala bahasa bisa berupa penambahan ataupun
pengurangan pada fonem ataupun morfem.
Bahasa nasional dan bahasa daerah jelas mewakili masyarakat tutur tertentu dalam hubungan
dengan variasi kebahasaan. Sebagai contoh adanya masyarakat bahasa di Indonesia. Setiap
hari mahasiswa yang berasal dari masyarakat tutur bahasa Lampung dan mahasiswa dari
masyarakat tutur bahasa Riau sama-sama kuliah di Yogyakarta. Dalam berinteraksi dengan
sesamanya, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, meskipun mereka berbahasa ibu
yang berbeda, mereka tetap pendukung masyarakat tutur bahasa Indonesia. Dalam hal ini,
memang tidak terlepas dari fungsi ganda bahasa Indonesia: sebagai bahasa nasional, bahasa
negara, dan bahasa persatuan.
2.6 Swarabakti
Swarabakti adalah sebuah vokal yang disisipkan di antara dua konsonan agar kedua konsonan
tersebut lebih mudah dilafalkan, tetapi bukan merupakan sebuah fonem. Biasanya, salah satu
dari kedua konsonan ini merupakan sibilan.
Contohnya kata:
- /aghab/ menjadi /arab/
- /ghadu/ menjadi /radu/
- /modern/ menjadi /modern/
- /berlian/ menjadi /belian/
- /catting/ menjadi /canting/
2.7 Metatesis
Metatesis adalah mengubah urutan fonem yang berada dalam suatu kata dalam bentuk lain
dari fonem yang sama.
Contoh metatesis:
Pada kata
[a] ajal fonem /l/, /j/ dapat berubah menjadi kata lain, seperti: laja dan jala
[b] batu, fonem /u/, /t/ dapat berubah menjadi bentuk kata lain, seperti: ubat dan tabu
[c] culuk, fonem /l/ dapat berubah menjadi bentuk kata lain, seperti: lucuk
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat kita simpulkan dari makalah yang sudah kami buat di atas adalah bahwasannya Bahasa
Lampung ataupun Bahasa-bahasa daerah lain memiliki satuan-satuan bunyi dan juga variasi
fonem yang berbeda di setiap huruf awal, tengah maupun akhir dan juga memiliki Gejala
fonemis yang terdapat ragam Bahasa yaitu idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Adapun
kami menyertakan realisasinya dalam Bahasa Lampung dari setiap sub materi diatas.
Terimakasih.
3.2 Saran
Kami mengakui bahwasanya makalah yang kami buat masih banyak kekurangan didalamnya,
maka dari itu kami selaku kelompok 1 meminta saran kepada pembaca agar mengkritisi dan
memberi saran agar tugas-tugas selanjutnya dapat kami selesaikan dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA