Anda di halaman 1dari 2

Stunting merupakan masalah balita pendek yang termasuk ke dalam masalah

kurang gizi kronis pada anak akibat dari kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup
lama karena pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Selain itu,
masalah balita pendek ini dipengaruhi oleh kondisi ibu, bayi dan masalah kesehatan
yang dialami pada masa balita (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, hlm.
1). Anak yang mengalami stunting dapat dideteksi dengan melihat status gizi pada
indeks panjang atau tinggi badan anak berdasarkan umurnya (PB/U atau TB/U). Anak
dikatakan stunting apabila dari hasil pengukuran pada standar antropometri tersebut
berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan
<-3 SD yang berarti sangat pendek atau severely stunted (Rahmadhita, 2020, hlm. 226).
Stunting yang dialami anak-anak akan membuat berbagai permasalahan lainnya seperti
meningkatkan kerentanan terhadap morbiditas dan mortalitas penyakit menular,
menurunnya prestasi pendidikan dan mengurangi produktivitas ekonomi di masa
mendatang (Sutriyawan & Nadhira, 2020, hlm. 80).
Stunting masih menjadi permasalahan gizi masyarakat hingga saat ini, baik
nasional maupun internasional. WHO (dalam Choliq, Nasrullah & Mundakir, 2020,
hlm. 32) menyatakan bahwa Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Pada
tahun 2018, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai
prevalensi stunting. Hasil penelitian tersebut menunjukkan angka anak tumbuh pendek
di Indonesia sebesar 30,8%. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia
(SSGBI), prevalensi stunting mengalami penurunan yaitu sebesar 27,67% pada tahun
2019 (Sumanti & Retna, 2022, hlm. 68) dan 24,4% atau sebanyak 5,33 juta balita di
Indonesia menderita stunting pada tahun 2021. Walaupun mengalami penurunan,
prevalensi tersebut masih melewati batas ambang angka kejadian stunting yang telah
ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 20% (Candra dalam Sumanti & Retna, 2022, hlm.
68).
Daftar Pustaka

Choliq, I., Nasrullah, D. & Mundakir. (2020) Pencegahan Stunting di Medokan


Semampir Surabaya Melalui Modifikasi Makanan pada Anak. Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 1(1), 31-40. http://dx.doi.org/10.30651/hm.v1i1.4544
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Situasi Balita Pendek. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi
Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 225-229. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.253
Rokom. (2021). Penurunan Prevalensi Stunting thaun 2021 sebagai Modal Menuju
Generasi Emas Indonesia 2045. [Online]. Diakses dari
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20211227/4339063/penurunan-
prevalensi-stunting-tahun-2021-sebagai-modal-menuju-generasi-emas-indonesia-
2045/
Sumanti, R. & Retna, R. (2022). Edukasi Stunting dan Cara Pencegahannya pada Balita
di Desa Kincang Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Pengabdian Masyarakat
(PIMAS), 1(2), 68-72..
Sutriyawan, A., & Nadhira, C. C. (2020). Kejadian Stunting pada Balita di UPT
Puskesmas Citarip Kota Bandung. Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat)
Khatulistiwa, 7(2), 79-88. http://dx.doi.org/10.29406/jkmk.v7i2.2072

Anda mungkin juga menyukai