Anda di halaman 1dari 5

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

D. Patofisiologi

Pada ARDS terjadi edema paru interstisial karena kegagalan fungsi ventrikel
kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial yang
membuat tekanan hidrostatik kapiler meningkat sehingga terjadi pengenceran protein
intertsisial yang membuat tekanan osmotik interstitial menurun dan aliran cairan ke
dalam vena berkurang. Selain itu, adanya kerusakan epitel alveoli akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler sehingga cairan kapiler
merembes dan berkumpul di dalam jaringan interstitial yang apabila melebihi
kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli dan membuat alveoli menjadi
kolaps. Cairan yang bercampur dengan cairan alveoli akan merusak surfaktan
sehingga paru menjadi kaku dan memperberat atelektasi. Shunting intrapulmoner dan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi akan menyebabkan terjadinya hipoksemia berat
Susanto & Sari, 2012).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laborarium
a. Analisis Gas Darah
Analisis gas darah pada pasien ARDS akan ditemukan penurunan PO2
dan penurunan P/F rasio (Rasio Pa02/FiO2) (Aboet & Maskoen, 2018). Hasil
pemeriksaan gas darah akan menunjukkan pasien ARDS mengalami
gangguan ventilasi perfusi (Nurrasyidah & Koesoemoprodjo, 2015).
b. Kultur Darah dan Kultur Sputum
Kultur darah dilakukan karena pasien ARDS akan mengalami
penumpukan cairan di dalam alveoli (kantong udara) paru-parunya. Berbagai
mikroorganisme akan tumbuh memenuhi paru-paru dan darah. Oleh karena
itu, kultur darah dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya pertumbuhan
kuman dalam darah (Widyaningsih & Koesoemoprodjo, 2016). Di samping
itu, kultur sputum juga dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
pertumbuhan kuman yang menunjukkan adanya sepsis, pneumonia atau
infeksi lainnya (Prasetya & Indriasari, 2018).
2. Radiologi
a. CT Scan Toraks dan Lung Ultrasound (LUS)
CT scan dilakukan untuk mengetahui opasitas (bayangan putih) yang
menunjukkan adanya kelainan pada paru-paru. CT Scan toraks dapat
digantikan dengan pemeriksaan Lung Ultrasound atau LUS. Tindakan LUS
dapat membedakan ARDS dan kasus edema paru akut kardiogenik. Hasil
LUS pada kondisi ARDS akan tampak B-lines yang disertai dengan Alveolar
Interstitial Syndrome (AIS) yaitu adanya abnormalitas garis pleura,
berkurangnya lung sliding atau gerakan paru, pola jaringan yang tidak rata
seperti spared areas (area bebas) atau konsolidasi, penemuan yang
berhubungan dengan konsolidasi seperti lung pulse (hilangnya lung sliding
dengan adanya penampakan pulsasi jantung pada garis pleura) dan air
bronchograms (Marantuan, 2021).
b. Bronchoalveolar Lavage (BAL)
Bronchoalveolar Lavage atau BAL merupakan pemeriksaan diagnostik
yang digunakan untuk mengetahui derajat kerusakan epitel alveolar dengan
menilai derajat edema dan jumlah surfaktan atau sel-sel dan komponen non
seluler.Teknik BAL menggunakan bronkoskop fiberoptik yang masuk
menuju segmen paru dan dilakukan lavage atau pembilasan dengan saline
isotonic yang selanjutnya dianalisis kadar neutrofil dan proteinnya. Jumlah
neutrofil pada ARDS bisa mencapai 80% dari jumlah normalnya yaitu <5%.
Di samping itu, kadar protein dalam plasma > 0,7% menunjukkan ARDS
(Rakhmatullah & Sudjud, 2019).
c. Ekokardiografi (EKG)
Tindakan EKG dilakukan untuk memastikan gambaran pasien ARDS
karena kondisi gagal jantung dapat menyebabkan edema paru yang
menyerupai ARDS (Aboet & Maskoen, 2018).
F. Tindakan Medis
1. Ventilator
Ventilator yang biasa digunakan yaitu ventilasi mekanik. Ventilasi
mekanik merupakan alat bantu mekanik sebagai bantuan nafas pada pasien
dengan memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas
untuk mempertahankan oksigenasi pasien.
a. Frekuensi pernapasan yang diberikan ventilator pada pasien dewasa diset
pada 10-20x/menit dengan pengaturan alarm di atas dan di bawah set RR
untuk mempercepat proses deteksi jika ditemukan hiperventilasi atau
hipoventilasi.
b. Volume tidal yang diatur pada pasien ARDS yaitu 6- cc/kgBB.
c. Konsentrasi O2 (FiO2) diatur pada kisaran 21-100%. Pemberian awal
dianjurkan 100% dan dilajutkan dengan pemeriksaan AGD untuk
mendapatkan hasil yang tepat (Marantuan, 2021).
2. Farmakologi
a. Kortikosteroid
Beberapa studi menyatakan dukungan dalam penggunaan kortikosteroid
lebih awal pada kasus ARDS berat karena berguna untuk menurunkan marker
inflamasi, membuat pertukaran gas semakin membaik, durasi pemasangan
ventilasi di ICU Care Unit (ICU) lebih singkat (Marantuan, 2021).
b. Steroid
Saat ini terapi steroid hanya direkomendasikan untuk kasus ARDS berat
dan ARDS retraktiv. Pemberian terapi steroid dosis tinggi yang dimulai pada
awal fase perkembangan fibrinoproliferatik dapat membantu pencegahan
progresifitas pada fibrosis paru (Marantuan, 2021).
3. Trakeostomi
Tindakan trakeostomi dilakukan pada pasien ARDS dengan kasus sebagai
berikut
a. Pasien dengan risiko adanya obstruksi jalan napas.
b. Pasien dengan recurrent weaning failure.
c. Pasien yang membutuhkan pembersihan jalan napas karena kondisi tidak
sadar yang terlalu lama (Marantuan, 2021).
4. Terapi Diet
Pemberian nutrisi pada pasien ARDS berupa formula rendah karbohidrat
tinggi lemak yang diberikan secara enteral (nasogastrik) (Marantuan, 2021).
Pemberian nutrisi dengan kalori dan protein yang memadai sangat penting untuk
mengurangi kondisi hiper-katabolisme yang dapat menurunkan risiko kematian.
Metode enteral menjadi pilihan utama dibandingkan nutrisi parenteral karena
mampu mempertahankan integritas mukosa saluran pencernaan yang dapat
menurunkan risiko terjadinya translokasi bakteri dan risiko sepsis. Waktu
pemberian nutrisi enteral harus diberikan secepatnya yaitu 24-48 jam pertama
setelah terdiagnosis ARDS karena mampu menurunkan aktivasi dan pelepasan
sitokin inflamasi serta mempertahankan integritas mukosa saluran pencernaan
sehingga menurunkan risiko terjadinya translokasi bakteri dan risiko sepsis
(Mahakrishna, et al. 2020).
SUMBER LITERATUR

Aboet, A. A., & Maskoen, T. T. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome


(ARDS). Majalah Anestesia dan Critical Care, 36(2), 57-63.
Mahakrishna, B. N., Wati, D. K., Hartawan, I. N. B., & Suparyatha, I. B. G. (2020).
Hubungan tipe pemberian nutrisi dengan luaran pasien dan lama rawat pasien
acute respiratory distress syndrome yang dirawat di unit perawatan intensif anak
rsup sanglah. Medicina, 51(1). DOI: https://doi.org/10.15562/medicina.v51i1.387
Marantuan, R. S. (2021). Bahan Kuliah Penatalaksanaan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS). Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.
Nurrasyidah, I., & Koesoemoprodjo, W. (2015). Seorang Laki-laki Usia 16 Tahun yang
Mengalami Drowning dan Pneumotoraks Paska Pemasangan Ventilator Mekanik.
Jurnal Respirasi (JR), 1(1), 15-21.
Prasetya, S., & Indriasari, I. (2018). Penyulit Penyapihan Ventilasi Mekanik pada
Pasien Sindrom Distres Pernapasan Akut Akibat Kontusio Paru dan
Pneumonia. Majalah Anestesia dan Critical Care, 36(2), 47-56.
Rakhmatullah, R., & Sudjud, R. W. (2019). Diagnosis dan Tatalaksana ARDS. Majalah
Anestesia dan Critical Care, 37(2), 58-68.
Susanto, Y. S., & Sari, F. R. (2012). Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Jurnal Respirasi Indonesia. 32(1). 44-
52.
Widyaningsih, P. D., & Koesoemoprodjo, W. (2016). Seorang Perempuan Terinfeksi
Tuberkulosis dengan Manifestasi Sindroma Distres Napas Akut (ARDS). . Jurnal
Respirasi (JR), 2(1), 6-13.

Anda mungkin juga menyukai