Anda di halaman 1dari 11

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 5 BLOK 2
”ARDS: ANAKKU MAKIN SESAK ”

Nama : Isra Nur Hidayah

Stambuk : N 101 20 053

Kelompok : 14

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
Learning Objective

1. Pemeriksaan berlin score serta interpretasinya

ARDS dikatakan sebagai inflamasi akut yang menganggu mekanisme normal


pernapasan diikuti dengan meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveolar.
Dalam praktik klinisnya ARDS digolongkan dan didiagnosis berdasarkan kriteria
tertentu. Dulunya kita mengenal AECC (American-European Consensus Criteria)
kemudian di tahun 2012, kita mengenal kriteria Berlin. Kriteria berlin tidak
menggunakan kateter arteri paru untuk mengukur dan mengetahui tekanan desak
pada paru. Kriteria Berlin mampu mengidentifikasikan dan mendefinisikan onset
akut ARDS,level minimum PEEP,dan klasifikasi pengurangan oksigen.

Kriteria Berlin menyatakan bahwa jangka waktu maksimum antara paparan faktor
risiko dan pengembangan ARDS adalah 7 hari. Pilihan 7 hari dibuat karena
hampir semua pasien mengembangkannya dalam waktu 7 hari setelah terpapar
faktor risiko. Faktor-faktor risiko ARDS yang diklasifikasikan ke langsung dan
tidak langsung faktor risiko. Faktor-faktor risiko langsung (cedera paru-paru
langsung) mencakup pneumonia, aspirasi isi lambung, hirup cedera, memar paru-
paru, dan penumpukan paru-paru sementara sepsis non-paru, beberapa trauma,
pankreas, shock non kardiogenik, overdosis obat, dan TRALI (transfusi yang
terkait dengan cedera paru-paru akut) yang digolongkan sebagai faktor-faktor
risiko tidak langsung (cedera paru-paru tidak langsung)

Kriteria Berlin menjadi sangat efektif pada negara berkembang dan berfasilitas
minim. Terbilang mudah,ekonomis dan berguna untuk klinisi. Kriteria Berlin
memiliki kalsifikasi ARDS berdasarkan rasio paO2:fiO2 yakni dinilai rendah atau
ringan dengan rasio lebih dari 200, sedangkan rasio 100-200 dinilai sedang dan
berat untuk rasio kurang dari 100.
Penetapan ARDS sendiri berdasarkan kriteria Berlin berdasar pada : (1) akut,
yang berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang dari itu; (2) opasitas
bilateral yang konsisten dengan edema paru yang dideteksi dengan CT scan
atau foto polos toraks; (3) PF ratio kurang dari 300 mmHg dengan minimal
nilai PEEP atau CPAP sebesar 5 cmH2O; (4) tidak dapat dijelaskan sebagai
gagal jantung atau overload cairan. Pemeriksaan objektif dapat dilakukan
(misalnya ekokardiografi), pada beberapa kasus jika tidak ada penyebab yang
jelas (Zulkifli,2017)

2. Sistem rujukan dari kasus di skenario


Dilakukan skrining dan diagnose klinis lalu diberi penanganan pendahuluan
apabila dapat ditegakkan,lalu dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 (RS kelas B dan RS
regional) harus ditangani di unit seperti IGD,ICU dan dengan pilihan perawatan
intensif dilakukan pemeriksaan penunjang CT scan dan ventilator mekanik .
(Yunus,2020)

3. Patofisiologi dari ARDS

Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) adalah sindrom kompleks paru-paru


akut cedera yang mengarah ke edema paru nonkardiogenik dari banyak penyebab
yang heterogen dalam presentasi klinisnya dan terkait dengan tingkat kematian
40%. Diawali dengan aktivasi makrofag pada alveolar dikarenakan adanya
kerusakan sel.Lalu dimulailah proses hingga terlepasnya sitokin/kemokin oleh
makrofag dan mengaktifkan neutrophil yang bersirkulasi dan menyebabkan
banyak sekali molekul inflamasi.Meskipun agen inflamasi ini mampu membunuh
pathogen, mereka oun merusak pelindung endothelium dari epitel sel sel di
alveolus yang biasanya ketat menjadi lebih longgar sehingga permeabilitas
alveolar meningkat . sel pneumosit tipe 2 mensekresikan surfaktan dan penumosit
tpe 1 menyerap kembali cairan alveoulus dengan ara aktif transportasi ion
kembali ke intersitium untuk pembersihan limfatik. Permeabilitas menjadi tinggi
dan ruang kantung udara alveolar terisi dengan cairan edema kaya protein sel
inflamasi dan hal ini memasuki fase eksudatif ARDS. Pada fase proliferative,
pembersihan patogen dan host sel yang tercederai terjadi dan respon imunitas
difokuskan untuk mengembalikan fungsi normal alveolus. Hal itu termasuk;
program apoptosis,ekspansi fibroblast dan reformasi matriks intertisial. Pada fase
ini terjadi pembersihan dan pemulihan fungsional. Apablila fase proliferasi
fibroblast ini berkepanjangan atau terganggu maka proses pemmbersihan juga
terganggu dan ada kemungkinan cairan protein tidak larut dapat membuat
membrane hialin di ruang alveolar dan terbentuklah jaringan parut atau jaringan
fibrosis dari sel mesenkin yang memperparah kondisi ARDS disebut fase
fibrosis(Sweson,2021).

4. Perbandingan foto thorax normal dan foto thirax dengan kasus


pneumonia

Gambar A Gambar B

Gambar A menunjukkan gambaran xray toraks normal yang sehat dengan


tampakkan lapang dada yang bersih dan translucent pada pulmo menandakan
terisi udara yang cukup baik dan menyebar merata, tidak ada gambaran massa
atau cairan yang berwarna putih pada kertas film. Adanya sudut costophenicus
yang lancip pada ujungnya dan batas diafragma yang jelas sebagai batas dengan
organ dan jaringan lainnya. Gambar B adalah gambaran radiologi pada pasien
dengan infeksi pneumonia akibat bakteri, tampak adanya massa berupa cairan
akibat inflamasi dari sistem imunitas yang merespons keberaaan bakteri,virus
maupun fungi tampak pula kondisi pulmo sinistra terkompres dan tampak terisi
dengan cairan pada bagian basal. (Jeri,2020)

5. Majamen kegawatdaruratan pada kasus ARDS dan apa saja faktor yang
memperburuk kondisi pasien

Pengobatan ARDS bersifat suportif, termasuk ventilasi mekanis, pencegahan


ulkus stres dan vena tromboemboli, dan dukungan nutrisi.Karena pneumonia
adalah penyebab utama ARDS, membedakan pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi dari mereka yang menderita pneumonia dengan komplikasi ARDS
menyebabkan tantangan diganostik yang jauh lebih besar bagi klinisi. Secara
umum, pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi mungkin memiliki tanda-
tanda inflamasi sistemik dan paru (yaitu, demam, menggigil, kelelahan, produksi
sputum, nyeri dada pleuritik, dan infiltrat lokal atau multifokal); menemani
hipoksia harus merespon pemberian oksigen. Jika hipoksia tidak terkoreksi
dengan pemberian oksigen, ARDS harus dicurigai dan dikonfirmasi berdasarkan
kriteria diagnostikbaik AECC ataupun penilian Berlin. Pada mereka dengan
kombinasi pneumonia dan ARDS, pengobatan memerlukan antibiotik dan
manajemen ventilator. Pasien yang menggunakan ventilator harus didukung untuk
menjalani terapi mobilisasi atau rawat jalan nantinya (Fargo,2020)

6. Tatalaksana gizi pada pasien anak


ARDS merupakan sebuah model dasar sebagai penyakit dengan penurunan komplians
paru yang dapat menyebabkan gagal napas akut, baik pada pasien dewasa maupun anak-
anak. Baik anak maupun dewasa, tatalaksana nutrisi tidak jauh berbeda namun pada anak
diperlukan pengawasan intensif mengingat refleks batuk pada anak khususnya di usia
balita belum sempurna.
Tata laksana ARDS pada anak meliputi penanganan penyebab ARDS, bantuan respirasi
(respiratory support), terapi suportif non-respiratorik.8 Tata laksana ARDS bukan hanya
terfokus pada menjaga oksigenasi dan eradikasi penyebab saja, namun terapi suportif
pada ARDS yaitu terapi nutrisi pada ARDS semakin mendapatkan perhatian. Pasien
dengan ARDS secara konsisten memproduksi radikal bebas dan mediator inflamasi
turunan dari asam arakidonat (AA). Mediator inflamasi selain menimbulkan reaksi
inflamasi pada paru, juga mengakibatkan proses sistemik berupa kondisi
hiperkatabolisme, yang pada akhirnya berujung pada defisiensi nutrient

Jalur pemberian nutrisi adalah metode pemberian/administrasi nutrisi selama perawatan


di UPIA. Jalur pemberian nutrisi dibagi menjadi dua, yaitu nutrisi enteral dan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi secara enteral dilakukan secara intragaster dengan bantuan
nasogastric tube (NGT). Pemberian nutrisi secara parenteral dilakukan melalui akses
intravena yang telah terpasang sebelumnya. Keputusan pemilihan dan inisiasi pemberian
nutrisi secara enteral atau parenteral merupakan keputusan klinis dokter penanggung
jawab pasien, dibantu oleh petugas ahli gizi sebagai panduan untuk menentukan target
nutrisi.

Pemberian nutrisi enteral masih menjadi pilihan utama pada pasien kritis dibandingkan
nutrisi parenteral. Nutrisi enteral mampu mempertahankan integritas mukosa saluran
pencernaan, sehingga menurunkan risiko terjadinya translokasi bakteri dan risiko
sepsis.Pemberian nutrisi parenteral dibandingkan dengan nutrisi enteral memiliki
komplikasi risiko hiperglikemia, kolestasis, risiko infeksi yang lebih tinggi, dan risiko
berhubungan dengan trauma mekanik. Penelitian kohort prospektif tahun 2016 oleh
Wong dkk,10 melaporkan pemberian nutrisi secara yang lebih cepat (pemberian nutrisi

Terapi nutrisi yang memadai dalam mendukung kebutuhan protein, energi, dan
mikronutrien mencegah hilangnya massa tubuh tanpa lemak, meningkatkan pergantian
protein untuk produksi fase akut dan protein kekebalan, mencegah penipisan sistem
antioksidan jaringan yang terjadi dengan kelaparan, dan dikaitkan dengan peningkatan
60- kematian hari pada ventilasi mekanis, anak-anak sakit kritis. Pengiriman protein yang
memadai mencegah hilangnya fungsi otot pernapasan dan jantung dan dikaitkan dengan
peningkatan hari bebas ventilator dan peningkatan mortalitas pada pARDS. Namun,
pengiriman rata-rata nutrisi enteral (EN) tetap 40-75% dari tujuan selama minggu
pertama rawat inap di unit perawatan intensif pediatrik (PICU). Selain itu, karena tingkat
sintesis protein bergantung pada pengiriman protein yang memadai, pasien mungkin tidak
menyadari manfaat terapi ajuvan yang mengandalkan pensinyalan protein jika mereka
gagal memenuhi tujuan EN.

Pemberian nutrisi yang adekuat memengaruhi luaran pasien dengan ARDS. Nutrisi
enteral harus diberikan secepatnya yaitu 24-48 jam pertama setelah terdiagnosis ARDS.
Hal tersebut diduga karena pemberian nutrisi enteral secepatnya mampu menurunkan
aktivasi dan pelepasan sitokin inflamasi, serta mempertahankan integritas mukosa saluran
pencernaan sehingga menurunkan risiko terjadinya translokasi bakteri, dan risiko sepsis.
Nutrisi enteral dapat meningkatkan metabolisme protein dan memperbaiki defisit
kalori.12 Penderita dengan ARDS ditandai dengan adanya respon pro-inflamasi yang
berhubungan dengan kondisi hiperkatabolisme, yang dapat mengakibatkan terjadinya
defisit nutrisi secara signifikan. Pemberian nutrisi dengan kalori dan protein yang
memadai penting untuk mengurangi kondisi hiperkatabolisme, sehingga menurunkan
risiko angka kematian.

Saluran pencernaan adalah organ limfoid primer, perumahan 70% dari semua sel-sel
imun dengan kemampuan untuk mengubah respon inflamasi sistemik. Oleh karena itu,
manfaat non-nutrisi dari pemberian makanan termasuk pengurangan sinyal pro-inflamasi
ke paru-paru. Saluran pencernaan adalah target penting untuk memperbaiki peradangan
paru-paru, selama pARDS, dan hasil pasien selanjutnya. Sumber energi berupa lipid dan
karbohidrat diperlukan untuk memfasilitasi sintesis protein dan memenuhi total
pengeluaran energi pasien, yang meliputi energi yang dibutuhkan untuk metabolisme
basal, pertumbuhan, aktivitas fisik, dan termogenesis. Menginduksi penyakit kritis
keadaan tak terduga metabolik pada anak-anak, yang membuat perhitungan kebutuhan
energi menantang. Keputusan mengenai peresepan energi semakin diperumit oleh
variabilitas yang melekat baik antara pasien dan dalam pasien yang sama selama mereka
tinggal di ICU, tergantung pada kursus ICU dan tingkat keparahan penyakit. Usia, kriteria
antropometrik, kriteria biokimia, pemeriksaan klinis, kategori penyakit, dan stadium
penyakit semuanya telah terbukti menjadi prediktor pengeluaran energi yang buruk.
Faktor umum lainnya yang mempengaruhi pengeluaran energi total dan estimasi
komplikasi lebih lanjut adalah demam, sedasi, dukungan suhu, paralitik, dan dukungan
ventilator. Variasi faktor-faktor ini memerlukan penilaian ulang dan penyesuaian
dukungan nutrisi yang sering untuk memenuhi tetapi tidak melebihi kebutuhan nutrisi
pasien.(Wati,2020).

7. Nilai normal tanda tanda vital pada anak

Tanda Vital Bayi Anak-anak Pra remaja-


remaja

0 to 12 bulan 1-11 tahun 12 thn ke atas

Heart rate/denyut nadi 100 - 160 bpm 70 -120 bpm 60 -100 bpm

Respirasi (Nafas) 0 - 6 bulan 1 - 5 tahun 12 -18 bpm

30 - 60 breaths per minute 20 to 30 bpm


(bpm)
6 -11 tahun
6 -12 months
12 - 20 bpm
24 to 30 bpm

Tekanan 0 - 6 bulan 90 - 110/55 110 - 135/65


darah( systolic/ diastolic) sampai 75 mm sampai 85 mm
65 -90/45 sampai 65
Hg Hg
millimetres of mercury
(mm Hg)
6 - 12 bulan

80 - 100/55 sampai 65 mm
Hg

Semua usia

Temperatur

Rektal 36.6 C - 38 C
(97.9 F -100.4 F)

Telinga 35.8 C - 38 C
(96.4 F - 100.4 F)

Oral 35.5 C - 37.5 C


(95.9 F - 99.5 F)

Axilla (ketiak) 36.5 C to 37.5 C


(97.8 F to 99.5 F)

(Ana,2018)
DAFTAR PUSTAKA

Ana,S.,Kai,B.Article Review:Vital Signs In Children.Pediatrica


Indonesiana.Vol.21(3):122-126.Viewed in:17 November 2021.From”
https://www.paediatricaindonesiana.org/index.php/paediatrica-indonesiana

Fargo,M.,Aaron,S. 2020. Acute Respiratory Distress Syndrome: Diagnosis and


Management.American Family Medicine.Vol.85(4).Viewed in 17 November
2021.From www.aafp.org /afp

Jeri,et al.2020. Gambaran radiologi pneumonia pada anak dengan menggunakan


foto thorax dan ultrasonografi paru.Nusantara Medical Science
Journal.Vol.5(1).Viewed in 17 November 2021.From: journal.unhas.ac.id

Swenson,E.,Swenson,K.2021. Pathophysiology of Acute Respiratory Distress


Syndrome and COVID-19 Lung Injury.Elsevier inc.Vol.37.Viewed in 17 November
2021.From: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34548132
Wati,D.,Hartawan,N.,Ngurah,B.2020. Hubungan Tipe Pemberian Nutrisi Dengan Luaran
Pasien dan Lama Rawat Pasien Acute Respiratory Distress Syndrome Yang Dirawat
di Unit Perawatan Intensif Anak RSUP Sanglah.Medicina.Vol.51(1).Viewed in 17
November2021.From:https://www.medicinaudayana.org/index.php/medicin
a/article/viewFile/387/358

Yunus,A.,Handayani,Y.2020.Kejadian Hipoksemia dan Faktor Yang


Berpengaruh Pada Tindakan Bronkosopi Diganostik Kasus ARDS.Jurnal
Respirologi.Vol.40(2).Viewed in 17 Novermber 2021.From:
https://jurnalrespirologi.org

Zulkifli Amin, Astrid Priscilla Amanda (2017). Comparison of New ARDS


Criteria (Berlin) with Old Criteria (AECC) and its Application in Country
with Limited Facilities.Journal of General and Emergency Medicine.Vol.
(2).1.Viewed in 17 Novermber 2021.From: https://scientonline.org/open-
access/comparison-of-new-ards-criteria-berlin.id

Anda mungkin juga menyukai